• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasyid (1996) menjelaskan bahwa jika pembangunan atau pemekaran wilayah pemerintahan akan dilakukan, maka kebijakan itu harus memberi jaminan bahwa aparatur pemerintahan yang ada memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Asumsi yang menyertainya adalah bahwa pemekaran wilayah pemerintahan yang memperluas jangkauan pelayanan itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi lahirnya prakarsa yang mandiri menuju kemandirian bersama.

Menurut Rasyid (1996) ada tiga pola dalam pembentukan wilayah pemerintahan di daerah selama ini, yaitu:

1. Pembentukan wilayah-wilayah pemerintahan yang sekaligus menjadi daerah otonom (provinsi, kabupaten/kota) dengan persyaratan yang cukup obyektif seperti jumlah penduduk dan potensi ekonomi (terutama terlihat di Jawa dan Sumatera).

2. Pembentukan wilayah-wilayah administratif dan daerah otonom berdasarkan pertimbangan politis dengan jumlah penduduk relatif kecil tapi memiliki potensi ekonomi yang besar (seperti Papua) serta potensi ekonomi dan penduduk yang sedikit tetapi secara historis dipandang khas.

3. Pembentukan wilayah administrasi pemerintah tanpa disertai pembentukan daerah otonom seperti lazim terjadi untuk pembentukan wilayah.

Daerah yang wilayahnya relatif luas, sehingga menyulitkan jangkauan pemerintah untuk melayani warga masyarakat dipandang perlu untuk dimekarkan menjadi beberapa daerah otonom. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Daerah Otonomi, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya dalam Pasal 5 Ayat 4 dikatakan bahwa “Syarat teknis pembentukan daerah berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah”.

Dalam mengoptimalkan jangkauan pelayanan pada masyarakat suatu pemekaran wilayah harus didasarkan pada:

1. Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah harus selaras dan sesuai, sehingga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tetap dengan konsep lingkungan kerja yang ideal, dengan ukuran organisasi dan jumlah instansi terjamin.

2. Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan ekonomi yang layak dilakukan berdasarkan kewenangan yang akan diletakkan pada pemerintahan yang baru.

3. Kebijakan pengembangan wilayah harus menjamin bahwa aparatur pemerintahan di daerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan mendorong lahirnya kebjakan yang konsisten mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 5 manyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administrasi, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:

a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat b. Percepatan pertumbuhan demikrasi masyarakat

c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah d. Percepatan pengelolaan potensi daerah

e. Peningkatan keamanan dan ketertiban

f. Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah

Pasal 3 dalam Peraturan tersebut dinyatakan pula bahwa pembentukan daerah baru didasarkan pada syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kemampuan ekonomi b. Potensi daerah c. Sosial budaya d. Sosial politik e. Jumlah penduduk f. Luas daerah

g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 huruf a merupakan cerminan hasil usaha perekonomian yang berlangsung di suatu daerah provinsi, kabupaten/kota yang dapat diukur dari:

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan

b. Penerimaan daerah sendiri, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan dan penerimaan dari sumberdaya alam.

Sementara itu potensi daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dan memberi sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari:

a. Lembaga keuangan b. Sarana ekonomi c. Sarana Pendidikan d. Sarana kesehatan e. Sarana transportasi f. Sarana pariwisata g. Ketenagakerjaan

Selanjutnya aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi budaya masyarakat dapat diukur dari:

a. Tempat peribadatan

b. Tempat /kegiatan institusi sosial dan budaya c. Sarana olah raga

Sedangkan aspek sosial politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan kondisi sosial Politik masyarakat yang dapat diukur dari:

a. Kemampuan ekonomi b. Potensi daerah

Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, merupakan luas tertentu suatu daerah. Yang dimaksud dengan luas tertentu suatu daerah adalah besaran luas suatu daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian suatu daerah yang diatur dalam peraturan pemerintahan ini.

Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya Otonomi Daerah yang dapat diukur dari:

a. Keamanan dan ketertiban

b. Ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan c. Rentang kendali

d. Provinsi yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) kabupaten dan atau kota.

e. Kabupaten yang telah dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) kecamatan.

f. Kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) kecamatan. Tujuan pemekaran menurut Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 adalah:

a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat

b. Percepatan pertumbuhan demokrasi masyarakat

c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah d. Percepatan pengelolaan potensi daerah

e. Peningkatan keamanan dan ketertiban

f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah

Dokumen terkait