Adapun kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman menghasilkan (TM) adalah sebagai berikut :
a. Pengendalian gulma
Pada tanaman menghasilkan pengendalian gulma dilakukan pada daerah piringan dan daerah gawangan.
Gambar 12. Bibit yang telah siap ditanam yang di pagari dengan menggunakan kawat dan pelepah sawit di PT. BPSJ SS II.
Pengendalian gulma didaerah piringan ( rawat piringan )
Kegiatan rawat piringan dilakukan secara manual yaitu dengan cara membabat dengan menggunakan parang atau menggaru dengan menggunakan cangkul atau garu. Secara khemis yaitu dengan menyemprot gulma dengan larutan herbisida sistemik dengan bahan aktif yang sesuai dengan golongan gulma. Selain itu dapat juga memadukan kedua cara tersebut, yaitu secara manual dan khemis, dimana gulama dipiringan terlebih dahulu dibabat, setelah dua minggu dilakukan penyemprotan. Gulma yang ada di piringan kerapatannya tidak boleh lebih dari 50
%. Waktu penyemprotan gulma yang tepat adalah pada saat cuaca cerah dan gulma masih berumur muda dan sedang tumbuh aktif. Rawat piringan pada TBM dan TM I-II dilarang secara kimiawi/semprot, karena dapat berisiko merusak daun dan titik tumbuh tanaman.Sedangkan ukuran lebar pembersihan piringan & rotasinya adalah:
- TBM I : 150 cm dari pokok (12 kali/thn).
- TBM II : 200 cm dari pokok (8 kali/thn).
- TBM III : 250 cm dari pokok (6 kali/thn).
- TM I-II : 250 cm dari pokok (6 kali/thn).
Norma tenaga pada saat malakukan babat piringan adalah pada Tabel beriku:
Tabel 10. Norma tenaga babat piringan.
Umur kelapa sawit Rotasi / tahun Tenaga
TBM I (0-12 bulan) 12 kali 2 HK / ha
TBM II (12-24 bulan) 8 kali 3 HK / ha
TBM III (24-36 bulan) 6 kali 4 HK / ha
Norma tenaga pada saat malakukan garu piringan adalah pada Tabel 10:
Tabel 11. Norma tenaga garuk piringan.
Umur kelapa sawit Rotasi / tahun Tenaga
TM I-II (3-5 tahun) 3 kali 1 HK / ha
TM III-IV (5-7 tahun) 2 kali 1 HK / ha
TM > V (> 7 tahun) 1 kali 1 HK / ha
Piringan adalah bundaran yang mengelilingi pangkal batang kelapa sawit yang harus bersih menurut ukuran tertentu sesuai dengan umur tanaman.
Pengendalian gulma pada daerah piringan bertujuan untuk :
- Mendukung dan memacu pertumbuhan kelapa sawit dengan mengurangi kompetisi dari gulma terhadap air, hara, dan cahaya matahari.
- Memudahkan operasi pemeliharaan dan pemanenan yang efektif.
- Menciptakan piringan yang bersih bagi pengumpulan buah / brondolan.
Piringan mulai disemprot saat tanaman mulai memasuki TM III. Alat semprot yang digunakan pada areal datar berbeda dengan areal berbukit. Pada areal datar dengan menggunakan CKS (Conventional knapsack Sprayer) contohnya alpha 16, solo spraying. Sedangkan pada areal berbukit dengan menggunakan CDA contohnya Herbi-4. Herbisida yang digunakan saat musim panas bebeda dengan saat musim hujan. Musim panas digunakan campuran herbisida sistemik (glifosat 2 lt/ha + metil metsulfuron 75 gr/ha). Sedangkan musim hujan digunakan herbisida kontak (paraquat 2 lt/ha). Norma tenaga yang digunakan saat menyemprot piringan adalah pada Tabel 11 :
Tabel 12. Norma tenaga semprot piringan.
Umur kelapa sawit Rotasi / tahun Tenaga
TM III-IV (5-7 tahun) 4 kali 2-3 ha / HK
TM > V (> 7 tahun) 3 kali 2-3 ha / HK
b. Pruning
Pada tanaman sawit, kegiatan pruning dilakukan setelah tanaman memasuki usia TM III. Pelepah yang dipotong adalah pelepah yang melebihi dari jumlah pelepah optimum, pelepah yang menghalangi akses kegiatan pemanenan, pelepah gantung dan lain-lain. Ketentuan yang harus diperhatikan saat melakukan kegiatan pruning dapat dilihat pada tabel 12 :
Tabel 13. Ketentuan umum pelaksanaan pruning Umur tanaman Jumlah pelepah yang
harus dipertahankan
Jumlah songgo
< 7 tahun ( TM III-IV) 56 pelepah Songgo 3 7-12 tahun ( TM V- X) 48 pelepah Songgo 2
>12 tahun (TM XI dst) 40 pelepah Songgo 1
Pada tanaman muda (TM III-IV) pelaksanaan pruning dilakukan dengan menggunakan alat dodos dimana seluruh pelepah yang berada di bawah songgo 3 dipruning. Sedangkan pada saat tanaman memasuki TM V maka digunakan egrek dan pelepah yang dipruning adalah pelepah yang berada dibawah songgo 2 atau 1 . Alat yang digunakan saat melakukan pruning dapat dilihat pada gambar :
Gambar 14. Alat yang digunakan saat melakukan kegiatan pruning.
Pelepah yang telah dipruning kemudian dilakukan pemotongan menjadi dua atau tiga bagian, lalu disusun rapi di gawangan antar barisan dan gawangan antar pokok. Pada areal berteras, pelepah disusun disepanjang bibir teras dimana lebar susunan 1 meter dari bibir teras. Kondisi tanaman sebelum dan sesudah di pruning dapat dilihat pada gambar 15, sedangkan pelaksanaan pruning dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15. Kondisi tanaman sebelum pruning (kiri) dan sesudah di pruning (kanan) di PT BPSJ SS II
Pruning yaitu kegiatan pemotongan pelepah tanaman kelapa sawit yang melebihi jumlah pelepah optimum. Tujuannya yaitu untuk mempertahankan jumlah
pelepah optimum dan indeks luas daun optimum guna memaksimalkan cahaya yang masuk.
Pruning yang dilakukan yaitu pruning rutin dan pruning pemeliharaan.
Pruning rutin dilakukan sambil panen, dimana pelepah yang dipotong adalah pelepah yang menghalangi panen. Sedangkan pruning pemeliharaan dilakukan pada bulan produksi sedang atau rendah (2 kali setahun). Norma tenaga yang digunakan saat kegiatan pruning yaitu pada saat pruning ringan untuk 1 HK areal yang harus di pruning yaitu 1,5 ha. Sedangkan pada saat pruning berat untuk 1 HK areal yang harus di pruning yaitu 0,5 ha.
c. Pemupukan
Cara pengaplikasian pupuk pada TM yaitu dengan sistem tabur rata pada daerah tumpukan pelepah, kecuali aplikasi pupuk Boron yang dilakukan di pangkal pokok tanaman atau pada ketiak pelepah tanaman. Dosis standar aplikasi pemupukan pada tanah mineral untuk tanaman sudah menghasilkan dapat dilihat pada tabel 14:
Tabel 14. Dosis standar aplikasi pemupukan pada tanah mineral untuk TM Umur
(tahun)
Dosis pupuk (kg/pk/tahun)
Urea SP-3 MOP Kies
3- 8 2,00 1,50 1,50 1,00
9-13 2,75 2,25 2,25 1,50
14-20 2,50 2,00 2,00 1,50
21-25 1,75 1,25 1,25 1,00
Pupuk yang digunakan di PT. BPSJ SS II, adalah pupuk NPK Granular dengan dosis 4,5 kg per pokok tanaman, pupuk RP sebanyak 1,5 kg per pokok tanaman, Kieserite dengan dosis 1,5 kg per pokok tanaman, pupuk Borate dengan dosis 100 gram per pokok tanaman, dan janjang kosong sebanyak 300 kg per petakan antara pokok tanaman.
Norma tenaga yang digunakan dalam aplikasi pupuk yaitu :
NPK yaitu untuk 1 HK harus mengaplikasikan 15 zak dengan berat 1 zak
adalah 50 kg.
RP yaitu untuk 1 HK harus mengaplikasikan 11 zak dengan berat 1 zak adalah 50 kg.
Kieserite yaitu untuk 1 HK harus mengaplikasikan 11 zak dengan berat 1 zak
adalah 50 kg.
Borate yaitu untuk 1 HK harus mengaplikasikan 1 zak dengan berat 1 zak
adalah 50 kg.
Dalam pengaplikasian pupuk ini, setelah pupuk dimuat di gudang lalu di angkut menuju tempat lokasi yang akan dipupuk. Pupuk tersebut dilangsir, dimasukkan kedalam ember. Kemudian pupuk di tebarkan sesuai dengan jenis pupuk yang diaplikasikan.
Pemupukan adalah kegiatan pemberian hara tambahan untuk tanaman dalam bentuk bahan pupuk , baik bahan organik maupun bahan anorganik. Tujuan dilakukan pemupukan adalah :
Untuk menyediakan kebutuhan hara tambahan bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimal dan berproduksi secara maksimal.
Untuk mengganti hara yang diambil tanaman berupa TBSdan pelepah tunasan.
Untuk meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Efisiensi dan efektivitas pemupukan ditentukan oleh beberapa faktor : a. Faktor pada tanaman berupa indeks luas daun, dan masa perakaran aktif.
b. Faktor cuaca berupa lama dan intensitas penyinaran dan suhu udara.
c. Faktor tanah berupa kandungan hara tanah, kelembaban tanah, keasaman tanah, struktur dan tekstur tanah, mikroorganisme dan bahan organik, juga sarana konservasi.
d. Faktor pada aplikasi pupuk berupa ketepatan jenis, ketepatan dosis, ketepatan cara, dan ketepatan waktu.
Sedangkan dalam aplikasi janjang kosong (jankos), jangkos dilangsir dengan menggunakan gerobak dan disusun berbentuk persegi panjang. Penyusunan jangkos dilakukan di atas pelepah. Jarak petakan jangkos dari pokok adalah 1,5 meter.
Aplikasi jangkos dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Aplikasi janjang kosong di PT. BPSJ SS II
d. Monitoring atau sensus ulat api
Ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan hama yang lazim dijumpai pada tanaman kelapa sawit. Ulat yang paling banyak menyerang saat melaksanakan PKPM di PT. BPSJ SS II adalah ulat api. Ulat ini memakan jaringan daun tanaman sehingga dapat menganggu proses fotosintesis tanaman. Tujuan pengendalian ulat api ini adalah agar dapat mengendalikan tingkat populasi hama ulat api tersebut, sehingga secara ekonomis tidak merugikan terhadap produksi tanaman.
Sensus ulat api dilakukan secara rutin setiap bulan pada setiap blok. Kriteria serangan ulat api adalah sebagai berikut :
Tabel 15. Kriteria kelas serangan ulat api
Jenis ulat api
TBM TM
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat (ekor/pelepah)
Setora nitens < 3 3-5 >5 <7 7-10 >10 SeSettootthhoosseeaa aassiiggnnaa <3 3-5 >5 <7 7-10 >10 Thosea bisura <7 7-10 >10 <15 15-20 >20 Ploneta diducta <7 7-10 >10 <15 15-20 >20 Darna trima <15 15-25 >25 <35 35-50 >50
Pelaksanaan sensus ulat api dilakukan dengan cara menentukan pokok pusat sensus dimana dalam satu hektar memiliki satu pokok poko pusat sensus. Jarak titik pokok pusat sensus adalah selang 12 baris. Pokok contoh diambil dari pokok tanaman yang mengelilingi pokok pusat yakni satu lingkaran pertama (= 6 pokok),
dan satu lingkaran kedua (= 12 pokok). Dari setiap pokok contoh, diambil pelepah yang telah ditentukan dan dilihat apakah ada gejala serangan ulat api. Jika terdapat ulat api, maka dilakukan perhitungan dan pengutipan. Jika populasinya sangat banyak maka akan direncanakan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Jenis ulat api yang ditemukan saat praktek adalah :
Gambar 17. Thosea asigna (kiri) dan Setora nitens (kanan).
Sensus ulat api dilakukan bertujuan untuk melacak peningkatan populasi hama sedini mungkin, sehingga pengendalian hanya perlu dilakukan pada areal sempit dan kerusakan ke tanaman dapat di perkecil. Dan juga mengendalikan tingkat populasi hama ulat sehingga secara ekonomis tidak merugikan terhadap produksi tanaman.