• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERNIKAHAN USIA DINI DI DESA GIRIREJO

E. Pemenuhan Hak dan Kewajiban Pasangan Suami Istri

1. Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri

Berkenaan dengan pemenuhan hak dan kewajiban suami terhadap istri terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu :

a. Mahar

Para suami pasangan nikah usia dini sudah memberi mahar kepada istri sebagai mas kawin ketika menikah meskipun mahar tersebut dengan bantuan dari orang tua suami dengan jumlah mahar yang berbeda-beda.

Pasangan IN dan SH menikah dengan mahar yang diberikan oleh SH berupa seperangkat alat shalat dan uang sejumlah lima juta rupiah yang dibuat dalam bentuk cincin. Sejatinya, mahar ialah hak seorang istri seutuhnya yang diberikan oleh pihak suami. Namun sseiring berjalannya waktu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari IN dan SH sepakat menjual mahar tersebut untuk biaya kehidupan mereka seperti makan, pakaian, dan kebutuhan anak. Hingga saat ini mereka tidak memikirkan dan tidak mempermasalahkan apakah mahar yang telah dijualnya tersebut harus diganti atau tidak, hal inilah yang membuat hilangnya nilai sakral dari mahar itu sendiri.

Pasangan FA dan SI menikah dengan Mahar yang diberikan oleh SI sama dengan mahar yang diberikan SH kepada IN. FA yang masih terlalu muda dan polos juga tidak mengetahui dan paham arti mahar yang sesungguhnya, hingga setelah menikah ia menjual mahar miliknya dan memberikan hasil penjualannya tersebut kepada orang tuanya untuk biaya sekolah adiknya tanpa sepengetahuan suami. Mengetahui hal ini, orang tua FA segera mengganti cincin nikah FA

dengan yang baru, meskipun tidak sama persis dengan cincin nikah FA yang sebenarnya.

Pasangan MAN dan MFR serta pasangan SA dan RI menikah dengan mahar yang diberikan MFR berupa mas kawin dan seperangkat alat shalat. Dalam hal ini MAN tidak menuntut mahar apa yang harus diberikan oleh MFR, ia menyerahkan sepenuhnya kepada MFR dalam urusan Mahar.

Berbeda kisah dengan pasangan KA dan SWN, pasangan ini menikah dengan mahar berupa mas kawin dan seperangkat alat shalat. Sama dengan pasangan sebelumnya, pasangan ini menjual mas kawin mereka untuk kebutuhan hidup mereka, namun yang memegang uang hasil penjualan mahar tersebut adalah SWN sendiri selaku suami dan ia juga memakai uang tersebut untuk keperluan pribadinya tanpa ijin dari istrinya.

b. Nafkah Sandang dan Pangan

Para suami pasangan nikah usia dini telah menjalankan kewajiban dan memenuhi hak istri serta anak-anaknya berupa memberi makanan dan pakaian. Para suami pelaku nikah usia dini lebih sering menyerahkan masalah nafkah sandang dan pangan kepada orang tua mereka. Sebenarnya mereka sudah memberi nafkah pada keluarga, namun tidak maksimal sehingga kebutuhan keluarga belum sepenuhnya terpenuhi.

Seperti pada pasangan IN dan SH, pasangan MAN dan MFR, serta pasangan KA dan SWN yang belum maksimal dalam memenuhi hak dan kewajiban berupa nafkah, karena mereka pribadi juga terkadang mengandalkan orang tua mereka dalam urusan pakaian dan makanan, sehingga kewajiban suami dalam urusan nafkah masih belum maksimal. Diantara mereka bahkan masih ada yang hanya memikirkan kebutuhan diri sendiri seperti SWN yang sibuk memenuhi kebutuhan pribadinya sedangkan kebutuhan anak dan istrinya terabaikan, hal terbukti dengan sikap SWN yang lebih memilih membeli rokok daripada susu untuk anaknya.

c. Tempat tinggal

Suami belum bisa menyediakan tempat tinggal yang tetap bagi keluarganya. Berkaitan dengan ini, belum terlaksana secara penuh karena tidak adanya biaya pembangunan. Hanya saja setelah pernikahan berlangsung, mereka bertempat tinggal secara bergantian antara di rumah orang tua suami ataupun orang tua istri.

Pada pasangan IN dan SH tinggal bersama dengan keluarga IN dan SH dengan jumlah anggota keluarga 8 orang dalam satu rumah, hal ini dikarenakan IN dan SH yang tinggal bersebelahan yang hanya dipisahkan sekat tembok memutuskan untuk menggabungkan rumah mereka tanpa sekat dengan alasan agar rumah tersebut bisa menjadi lebih luas bagi 8 orang anggota keluarga. SH belum maksimal dalam

memberi tempat tinggal bagi istrinya karena tempat tinggal yang mereka tinggali ialah milik kedua pihak.

Pasangan FA dan SI memutuskan untuk tinggal di kediaman orang tua SI (Suami) karena merasa kondisi tempat tinggal mereka lebih nyaman dan lebih layak huni. SI sebagai suami sudah dapat memberi nafkah berupa tempat tinggal tetap bagi FA meskipun tempat tinggal tersebut adalah milik orangtua SI.

Pasangan MAN dan MFR juga memutuskan untuk tinggal di kediaman MFR (suami) bersama orang tua MFR karena permintaan orang tua MFR. MFR sebagai suami sudah dapat memberi nafkah berupa tempat tinggal tetap bagi MAN meskipun tempat tinggal tersebut adalah milik orangtua MFR.

Pasangan KA dan SWR memutuskan untuk tinggal di kediaman KA (istri) karena KA merasa lebih nyaman tinggal bersama orang tuanya daripada bersama orang tua SWR. Hal ini menunjukkan bahwa SWR belum mampu memberi nafkah berupa tempat tinggal yang nyaman bagi istrinya sehingga mereka harus tinggal di kediaman pihak istri.

Pasangan SA dan RI memutuskan untuk tinggal jauh dari keluarga masing-masing karena kehidupan mereka mulai stabil sehingga memutuskan untuk mendirikan keluarga sendiri. Meskipun mereka mengontrak sebuah rumah yang sebenarnya ialah rumah yang dikontrak oleh orang tua SA, SA dan RI memutuskan melanjukan

kontrakan tersebut untuk mereka dengan biaya dari penghasilan RI. Hal ini menjelaskan bahwa pasangan ini telah dapat memberikan hak dan kewajibannya berupa tempat tinggal meskipun masih mengontrak.

d. Perlakuan baik

Salah satu hak suami atas istri ialah perlakuan baik suami yang ditujukan kepada istri. Suami diharapkan dapat berlaku baik agar tercipta keluarga yang harmonis dan bahagia. Pada pasangan pelaku nikah usia dini ada sebagian pasangan yang belum bisa berlaku baik kepada istri mereka. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pertengkaran dalam sebuah keluarga.

Para suami Pada pasangan FA dan SI, pasangan MAN dan MFR, serta pasangan SA dan RI sudah dapat menjalankan kewajiban ini, mereka senantiasa menyayangi istri mereka dengan lembut, tidak mengeluarkan kata-kata kasar kepada istri mereka, mengabulkan keinginan istri apabila mereka sanggup, serta selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak semampu mereka.

Berbeda dengan para suami pada pasangan IN dan SH serta pasangan KA dan SWN yang tidak mampu mengontrol emosi mereka. Mereka kurang bisa menghargai istri mereka, bahkan selalu mengeluarkan kata-kata kasar, tak jarang juga melakukan kekerasan dalam rumah tangga apabila mengalami pertengkaran yang hebat. Pasangan IN dan SH bahkan sempat hampir bercerai akibat perilaku SH yang selalu kasar dan tak bisa bersikap lembut terhadap istrinya, ia

kerap membanting apapun yang ada di rumah ketika bertengkar dan tak peduli ketika hal tersebut disaksikan oleh orang tua maupun anak mereka. Pada pasangan KA dan SWN juga demikian, SWN belum bisa memenuhi kewajibannya untuk berlaku baik terhadap istri dan anak mereka. SWN kerap sekali mengeluarkan kata-kata kasar yang tak jarang kata-kata tersebut ditirukan oleh anak mereka. SWN bahkan membiarkan saja bila anaknya mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak berusaha untuk memberitahukan ajaran yang benar.hal ini membuktikan bahwa sebenarnya mereka masih belum siap menjadi orang tua.

e. Bimbingan spiritual

Bimbingan spiritual merupakan hal yang paling penting dalam suatu hubungan. Dengan adanya bimbingan spiritual, hati akan menjadi yakin dan merasa nyaman karena dapat dekat dengan Sang Khaliq. Pada pasangan nikah usia muda di Desa Girirejo sebagian besar masih belum maksimal untuk urusan bimbingan spiritual.

Dari kelima pasang pelaku nikah usia dini hanya pasangan FA dan SI serta pasangan SA dan RI yang benar-benar melakukan bimbingan spiritual, seperti menyuruh untuk shalat 5 waktu, puasa wajib, dan zakat. Tak jarang mereka juga melakukan shalat berjamaah. Bagi pasangan FA dan SI, karena usia mereka terpaut jauh, SI selalu mengajarkan FA tentang nilai-nilai agama, dan ia juga mewajibkan bagi istrinya melaksakan shalat 5 waktu. Oleh karenanya, FA merasa

bahwa SI telah menjadi imam yang baik baginya dan keluarganya. Sedangkan bagi pasangan SA dan RI, meskipun usia mereka tidak terpaut jauh dan bahkan hampir sama, RI sebagai suami dan sebagai ayah selalu mengajarkan supaya anak dan istrinya selalu melaksanakan shalat. SA dan RI juga mengaku bahwa ketika mereka menikah, mereka tidak memikirkan tentang kewajiban mereka sebagai umat islam, hingga berjalannya waktu dan bertambahnya usia anak mereka, mereka sadar bahwa bimbingan spiritual sangat penting dalam keluarga.

Berbeda dengan pasangan lainnya, yaitu pasangan IN dan SH, pasangan MAN dan MFR, serta pasangan KA dan SWN. Ketiga pasangan ini hanya mengaku bahwa mereka islam, namun dalam hal ibadah mereka tidak memberi bimbingan spiritual bahkan bagi diri mereka sendiri belum ada semangat spiritual. Dalam hal ini mereka memberi kebebasan apabila ingin beribadah ataupun tidak.

Dokumen terkait