• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DISKRIPSI TEORITIK DAN KERANGKA BERPIKIR

H. Teknik Pengolahan danAnalisis Data

I. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif , pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif. Jika dalam penelitian kuantitatif keabsahan disebut juga dengan kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas), sedangkan dalam penelitian deskriptif kualitatif ini tidak mempunyai ukuran yang baku dalam ukuran pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif ini ada beberapa kriteria yang digunakan untuk melakukan pengukuran itu.Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin maka akan mendapatkan berbagai macam data dan memvariasi data sehingga untuk menganalisis menjadi lebih beragam tetapi hal ini bisa saja akan mempersulit peneliti. Hal ini sejalan dengan apa yang di katakan Nasution :

Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.20

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak dan sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan dan data yang didapatkan harus diolah dengan sangat teliti agar tepat dalam

19

UlberSilalahi, MetodePenelitianSosial, Bandung: Unpar Press, 2006, h.311

20

menjabarkannya nanti. Devania Anesya menguraikan bahwa, ”Ada empat kriteria dalam penelitiankualitatif yang digunakan untuk mengukur keabsahan data. Keempat kriteria ini antara lain : kriteria yang pertama yaitu kepercayan (credibility), kriteria kedua yaitu keteralihan (transferability), kriteria ke ketiga yaitu ketergantungan (dependability) dan kriteria yang terakhir yaitu kepastian (confirmability)”.21

Credibility, depanbility, dan confirmability menunjukan tingkat kejelasan penelitian ini berdasarkan fenomena-fenomena yang ada dari penelitian. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. “Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Oleh karena itu di perlukan metode Trianggulasi”.22

Dalam hal ini peneliti menggunanakan dua metode trianggulasi, yakni pertama Trianggulasi metode, dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode dokumentasi, wawancara, obervasi, dan survei. Kedua, Trianggulasi sumber, data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selainmelalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.23

Pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data ini menunjukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data. Pengujian trianggulasi dengan strategi trianggulasi metode dilakukan untuk mencapai ke

21

Devania Anesya, Teknik Analisis Data, http://frenndw.wordpress.com/2011/03/15/ teknikanalisis-data/, diakses pada tanggal 06/09/2014 pukul 20.45

22

http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/270.html , diakses pada tanggal 06/09/2014 pada pukul 20.50

23

http: // rajawaligarudapancasila.blogspot.com / 2011 / 09 / triangulasi - dalam penelitiankualitatif.html diakses pada tanggal 06/09/2014 pukul 20.52

absahan data dari penelitian deskriptif kualitatif ini dengan credibility, transferability, confirmability. Dalam hal ini, peneliti menggunakan ketiga teknik pengumpulan data diatas yakni studi dokumentasi, wawancara, dan observasi sebagai penguji trianggulasi metodenya. Dengan demikian, proses ini akan mengahasilkan penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan validitasnya. Hal ini dilakukan agar penelitian ini menunjukan keajegan penelitian kualitatif pada umumnya.

Gambar 3.2 Skema Metode Triangulasi

Gambar 3.3 Skema Sumber Triangulasi

OBSERVASI

WAWANCARA

DOKUMENTASI

Pasar Burung

Pasundan

Pedagang Burung

Tokoh Atau Pelopor Pedagang Burung

44

1. Sejarah Wilayah Pasar Burung Pasundan

Kegiatan perdagangan adalah sebuah kegiatan yang sangat lazim ditemui di lingkungan masyarakat, hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat yang sangat banyak dan bahkan tidak akan pernah habis selagi kebutuhan masyarakat belum terpenuhi. Masyarakat butuh untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Namun masyarakat biasanya memenuhi kebutuhan primer dan sekunder terlebih dahulu karena kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang paling utama dalam keseharian masyarakat sebagai kebutuhan pokok. Masyarakat biasanya stelah memenuhi kebutuhan primer dan sekunder pasti ingin melakukan lebih untuk kesenangan pribadi, hali ini sesuai dengan definisi “kebutuhan tersier, adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi. Kebutuhan tersier bersifat kemewahan dan ditujukan untuk kesenangan hidup manusia”.1 Namun dalam perkembangannya kebutuhan tersier ini tidak hanya kemewahan saja yang menjadi tolok ukurnya karena pada kenyataan masyarakat yang berpenghasilan rendah sampai menengah pun biasa memenuhi kebutuhan tersiernya dengan melakukan hobi yang disenanginya. Biasanya masyarakat menengah ke bawah melakukan kegiatan untuk memenuhi kesenangan hidupnya dengan melakukan kegiatan memancing, merawat kebun, memelihara hewan, dan lain-lain. Melihat kebutuhan masyarakat yang hobi memelihara hewan maka mulai muncul para pedagang yang melihat kesempatan tersebut. Bagi sebagian masyarakat memelihara burung adalah obat pengurang kejenuhan dalam kegiatan rutinitas setiap harinya. Warna burung yang beragam serta

1

Kebutuhan primer sekunder dalam bermasyarakat, http://anikkurniatun.guru- indonesia.net/artikel_detail-17019. htmldiaksespada tanggal 3/9/2014 14.27

menarik untuk dipandang ditambah lagi dengan kicauannya yang merdu dapat membuat rileks pemeliharanya. Berbagai macam jenis burung kicau yang biasanya dipelihara dalam sangkar untuk mendengarkan suara merdunya oleh para pecinta burung salah satu yang menjadi primadona dikalangan pecinta burung pada saat itu adalah Murai Batu, Anis Merah, Anis Kembang, Cucak Rawa, Jalak, Kacer, Prencak dan lain-lain.

Harga menggiurkan dari burung yang memiliki daya tarik dari postur tubuh dan bulu menarik ditambah lagi dengan kicauannya yang khas membuat masyarakat jatuh cinta terhadap burung tersebut menjadi hal yang menguntungkan bagi para pedagang burung, selain burung dengan kicauan yang merdu beberapa masyarakat juga menyukai burung eksotik dari berbagai daerah di Indonesia seperti Kakaktua, Nuri, Beo Nias, dan lain-lain. Harga burung bisa berkisar dari ratusan ribuan rupiah hingga puluhan jutaan rupiah.Namun, jenis burung yang diperjualbelikan tidak hanya burung kicauan saja tetapi burung yang lazim ditemui di persawahan seperti burung Ketilang, Pipit, Kacamata, dan lain-lain diperjualbelikan bagi kalangan masyarakat menengah kebawah yang memang pecinta burung manun memiliki keuangan yang pas-pasan, selain bagi para pecinta burung perdagangan burung ini untuk memenuhi kebutuhan tadisi di dalam agama konghucu yang berada di sekitar pasar yaitu dengan melepaskan burung pipit pada acara pemakaman. Dengan latar keuntungan besar yang menggiurkan dan pangsa pasar yang luas dimasyarakat maka pedagang burung pun bermunculan dan menjajakan daganngannya di wilayah Pasar Pasundan ini. Hal ini di dukung oleh pendapat Anton Ario adalah sebagai berikut :

Berbagai jenis burung tertentuseperti cendrawasih misalnya, sudah menjadi simbol prestise (gengsi) bagi sebagian orang kaya dan para pejabat. Dibeberapa suku pedalaman, bulu-bulu burung yang berwarna-warni digunakan sebagai tanda pangkat kebangsawanan atau sebagai simbol-simbol dalam upacara religius.2

2

Anton Ario, Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, (Jakarta :Conservation International (CI) Indonesia, 2010), h.20.

Bisa dikatan bahwa perdagangan burung yang berlangsung di wilayah Pasundan ini menjadi sumber mata pencaharian baru badi pedagang yang melirik usaha di bidang ini.

Berdasarkan informasi dari salah satu pedagang yang sudah berdagang sekitar 18 tahun dikatakan oleh Arman, “permulaan perdagangan burung di wilayah Pasundan ini diawali sekitar tahun 1990 yang di pelopori oleh

Agus, Unang, Edi, Haji Ma’mun, dan Haji Didin.”3

Namun pada perkembangannya para pedagang hewan yang mulai berdagang di daerah Pasundan ini sebagian besar banyak yang menjual burung karena mereka selain untuk berdagang dengan melihat peluang usaha para pedagang ini sebelumnya adalah pemelihara burung dan masyarakat di daerah Sukabumi pun lebih banyak yang mencari berbagai macam burung dibandingkan jenis hewan lainnya.

Lokasi Pasar Burung yang terletak di Jalan pasundan ini dan terintegrasi dengan berbagai macam pedagang lainnya seperti sembako, elektronik, dan lain-lain. Namun pada wilayah pasar yang berada di sebelah barat ada sekitar lima pedagang burung yang berjajar maka kebanyakan orang menyebutnya dengan nama Pasar Burung Pasundan. Bagian garis biru yang membentang dari barat ke timur adalah Jalan Pasundan.

3

Gambar 4.1 Jalan Pasundan Sumber : www.googlemap.com

Fungsi wilayah pasar yang bagian timurnya adalah sebagai bongkar muat para distributor sayuran yang akan dipasarkan di Pasar Gudang yang kebanyakan menjual sayuran dan hasil pertanian lainnya berada tidak jauh dari lokasi bongkar muat. Lokasi Pasar Burung Pasundan yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai pusat perdagangan burung karena terletak di pusat Kota Sukabumi, yang berdekatan dengan Pasar Tradisional yang biasa menjadi tujuan utama masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti berbelanja dan mencari hewan peliharaan.

Pada perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1996 samapai dengan tahun 2000-an sudah bertambah beberapa pedagang yang berada di wilayah Pasar Burung Pasundan tersebut, namun pada tahun 2000-an keatas beberapa pelopor terbentuknya Pasar Burung Pasundan mulai gulung tikar karena beberapa faktor, salah satunya masala permodalan yang sebelumnya berdampak dari krisis moneter pada tahun 1998, selain itu juga mulai lesunya perdagangan di bidang ini karena pada tahun 2000- an keatas sempat peralihan hobi masyarakat yang sebelumnya senang memelihara hewan beralih ke merawat tanaman dan menyebabkan omset para pedagang burung menurun.

Dengan menurunnya omset dagangan maka para pedagang bekerja sama dengan beberapa perkumpulan pecinta burung untuk berdiskusi mengadakan kontes kicau burung yang bertujuan menaikan gairah para pecinta burung yang sempat lesu pada tahun 2005 ke atas para pedagang dan perkumpulan pecinta burung mulai banyak menyelenggarakan perlombaan kicau burung sehingga memunculkan kembali gairah masyarakat untuk kembali memelihara burung. Perlombaan biasanya berlangsung pada akhir pekan bertujuan untuk menarik para masyarakat untuk ikut serta dalam perlombaan kicau burung ini, adapun burung yang sering diperlombakan dan menjadi gengsi dikalangan pecinta burung adalah burung Murai Batu, Anis Merah, dan Kacer. Dengan strategi tersebut terbukti ampuh untuk menarik minat masyarakat terbukti lama- kelamaan perlombaan kicau burung bisa berlangsung minimal sebulan sekali dan menggairahkan kembali kegemaran masyarakat dalam memelihara burung.

Dalam perkembangannya para pedagang burung bersama perkumpulan pencinta burung berhasil kembali menarik minat masyarakat dalam perkembangan perdagangan burung di wilayah Sukabumi, dengan diadakannya perlombaan kicau burung harga seekor burung bisa melambung tinggi hingga ratusan juta rupiah karena telah menjuarai perlombaan kicau burung. Masyarakat pun banyak mencari jenis burung lain sehingga penjualan di Pasar Pasundan meningkat dan kebutuhan akan segala yang berkaitan dengan assesoris burung, pakan burung, sangkar burung, dan lain-lain menjadi meningkat juga sehingga para pedagang kembali mendapat omset yang cukup baik.

Pada sekitar tahun 2006 Pasar Pasundan menjadi pasar relokasi para pedagang sayuran yang dahulunya berjualan di Pasar Gudang karena ada pemugaran di wilayah Pasar Gudang sehingga para pedagang pun dipindahkan ke wilayah Pasar Pasundan, hal ini sedikit membuat dampak bagi para pedagang dan konsumen sehingga lahan parkir menjadi

berkurang lalu menyebabkan kemacetan juga di sekitaran pasar. Wilayah yang dilingkari adalah kawasan Pasar Pasundan sebelum diperluas.

Gambar 4.2 Kawasan Pasar Sebelum Diperluas Sumber : www.google.com

Akibat menjadi tempat relokasi para pedagang sayur dari Pasar Gudang maka wilayah Pasar Pasundan diperluas yang sebelumnya membentang dari wilayah sebelah timur pasar hingga barat pasar berpatokan dari tempat bongkar muat sayuran, diperluas sampai ujung Jalan Pasundan. Proyek ini dilakukan oleh pengembang dari pihak swasta yang di bangun pada tahun 2009 dengan tujuan untuk menambah kios-kios pasar yang sudah penuh oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dilakukanlah perluasan wilayah Pasar Pasundan. Wilayah yang dilingkari adalah kawasan Pasar Pasundan sesudah diperluas.

Gambar 4.3 Kawasan Pasar Sesudah Diperluas Sumber : www.googlemap.com

Proses perluasan Pasar Pasundan selesai pada akhir 2010 namun, belum semua bangunan kios dapat digunakan karena bangunan kios kebanyakan masih melakukan tahap akhir dan menunggu hingga bangunannya terjual kepada calon pedagang hanya kios yang dekat dengan bangunan sebelumnya saja yang baru bisa digunakan karena sudah ada yang membelinya untuk dijadikan kios pakan hewan ternak dan beberapa pedagang burung pun mulai membuka kios di wilayah Pasar Pasundan yang dilatar belakangi masyarakat pada saat itu sedang gemar-gemarnya memelihara burung bahkan sempat menjadi hal yang lumrah untuk memelihara burung, hal ini lah yang membuat para pedagang burung makin bersaing dalam pemasaran dan makin variatifnya burung yang dijajakan oleh pedagang. Beberapa burung yang biasanya dijual oleh para pedagang bahkan sampai burung import seperti Kenari, Love bird, dan Parkit karena pada saat itu bahkan hingga sekarang kedua jenis burung tersebut menjadi primadona dikalangan masyarakat. Dengan menjadi primadona dimasyarakat burung import tersebut akhirnya banyak yang mencoba mengembang biakannya atau diternakkan dan mulai lah bermunculan para peternak burung import tersebut sehingga para

pedagang tidak repot untuk mencari jenis burung import tersebut karena mulai bekerja sama dengan para peternak burung tersebut.

Selain dampak positif bagi para pedagang, ada dampak dampak negatifnya juga bagi populasi burung di sekitaran kawasan Sukabumi karena makin banyaknya burung liar yang hidup di pesawahan seperti burung Kacamata, Gelatik, dan, Ketilang mulai terancam populasinya karena sering ditangkap untuk diperjualbelikan. Tidak hanya burung yang hidup di pesawahan saja tetapi burung yang berada di hutan seperti Anis Merah, Murai Batu, Anis Kembang, dan Cucak Rawa pun mulai sulit untuk dicari karena populasinya yang menurun sehingga harganya pun menjadi melambung tinggi yang awalnya berkisaran ratusan ribu sekarang menjadi berkisar jutaan rupiah dan menjadi burung yang mewah.

Dengan mulai menurunnya populasi burung tersebut beberapa pecinta burung pun mulai mencoba beternak burung lokal seperti Anis Merah dan Cucak Rawa sehingga populasinya pun terjaga. Makin gencarnya para peternak dalam beternak burung maka makin banyak pula para pedagang burung yang bergagang di kawasan Pasar Burung Pasundan berkembang dari akhir tahun 2010 sampai 2014 sekarang ini pertumbuhan pedagang burung bertambah hingga dua kali lipat dari sebelumnya, adapun data perkembangan pedagang burung yang dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1

Data Jumlah Pedagang Burung Pasundan

Tahun Jumlah Pedagang

1990-2000 6 Orang 2001-2010 8 – 10 Orang

2011-2014 16 Orang

Wilayah ini secara geografis memiliki luas wilayah seluas 759,830 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 49.883 jiwa,4 selain itu daerah ini pun secara administrasi berbatasan langsung dengan beberapa wilayah lainnya, antara lain:

a. Utara : Kelurahan Gunung Parang dan Kelurahan Gunung Puyuh b. Selatan : Desa Gunung Guruh dan Kelurahan Cipanengah

c. Barat : Desa Cisaat dan Desa Sukamantri

d. Timur : Kelurahan Tipar dan Kelurahan Cikondang

Letak Pasar Burung Pasundan yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai pusat perdagangan burung karena terletak di pusat Kota Sukabumi, yang berdekatan dengan Pasar Tradisional yang biasa menjadi tujuan utama masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti berbelanja dan mencari hewan peliharaan. Selain itu letak pasar yang tidak jauh dari psat kota yang menyebabkan masyarakat bisa dengan mudak mengakses Pasar Pasundan ini. Berikut gambaran Pasar Pasundan sebagai berikut :

Gambar 4.5 Letak Pasar Pasundan

4

Secara morfologi Kota Sukabumi dikelilingi oleh daerah perbukitan karena wilayah Kota Sukabumi terletak pada 584 meter di atas permukaan laut dan berada di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang berada di utara Kota Sukabumi dan bagian selatan yang secara umum banyak dengan daerah berbukit.

B. Analasis Tingkat Kesadaran Masyarakat Terhadap Konservasi dan Rehabilitasi Burung

Jika membahas tentang apa yang dimaksud dengan kesadaran maka pastilah kebanyakan orang akan ingat dengan kepribadian dirinya tentang sebuah pikiran, dan tentang segala kegiatan yang telah dilakukannya.

Menurut Sigmund Freud, “kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia”.5 Kesadaran berawal dari individu manusia itu tersendiri tetapi bisa berkembang menjadi kesadaran kolrktif jika mempengaruhi lingkungan masyarakatnya dan menghasilkan perilaku kolektif yang terjadi dikelompok masyarakat tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Neil Smelser (1981 : 431), “collective behavior as the relatively spontaneous and unstuctured behavior of a group of people who are reacting to a common influence in an ambigouous situation”.6

Dalam kegiatan perdagangan burung pada dasarnya dilakukan karena ada kebutuhan masyarakat dalam hal untuk memenuhi hal tersebut. Tetapi dalam kegiatan perdagangan burung seringkali para pedagang menjadi acuh terhadap konservasi dan rehabilitasinya dengan kata lain tidak peduli dengan populasi burung di alam bebas karena para pedagang hanya berfikir untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan hanya sebagian kecil yang beranggapan bahwa menjaga populasi burung sangat penting. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah penjualan burung dilakukan bahkan ketika burung masih dalam sarangnya dan burung tersebut masih berwarna merah biasa dicari masyarakat untuk dipelihara dari kecil sebagai burung koleksi.

5

http://www.psikologizone.com/teori-sigmund-freud/06511598diaksespada 31 Agustus 2014 pukul 10.44

6

Gambar 4.6 Anakan Burung Ciplek

Dari analisis keduanya, didapatkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi dan rehabilitasi pastilah sangat beragam karena masyarakat ada yang sudah paham tentang pentingnya konservasi dan rehabilitasi namun, sebagian masyarakat juga ada yang belum paham terhadap konservasi dan rehabilitasi ini dan dari hasil analisis tersebut bahwa fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat khususnya para pedagang burung yaitu mereka secara umum mempunyai pemahaman yang sama dan melakukan kegiatan pelanggaran yang sama sehingga menimbulkan apa yang dimaksud dengan kesadaran kolektif itu tersendiri yaitu kesadaran individual yang berkembang dengan mempengaruhi lingkungan sekitar yang diakibatkan oleh gejala-gejala sosial yang ditimbulkan disebuah kelompok masyarakat.

Pada wilayah Pasar Burung Pasundan para pedagang mengetahui tentang peraturan perlindungan burung tetapi ketika ditanyakan lebih rincinya tentang peraturan tersebut sebanyak 37,5% mengetahuinya. Para pedagang yang tahu akan isi peraturan perlindungan burung tersebut mengetahuinya dari berbagai sumber mulai dari televisi, seminar dari pecinta burung, dan dari buku yang biasa dibacanya disisi lain, sekitar 62,5% tidak tahu tentang isi dari peraturan dan para pedagang merasa tidak tahu karena belum adanya sosialisasi dari pihak pemerintah, hal ini searah dengan pendapat yang disampaikan oleh

Feri salah satu pedagang yang berada di Pasar Burung Pasundan “Tidak

mengetahui isi peraturan tersebut, karena tidak adanya sosialisasi dari pemerintah terkait dengan peraturan tersebut”.7

Sebenarnya yang perlu diketahui para pedagang adalah isi dari peraturan perlindungan burung tersebut untuk menjadi bahan acuan dalam berdagang burung karena tidak semua jenis burung dapat diperjualbelikan dengan bebas dan dengan mengetahi isi peraturan perlindungan burung maka para pedagang akan sadar tentang pentingnya menjaga populasi burung di alam bebas. Para pedagang pun dituntut tidak hanya sekedar mengetahui saja tanpa mengetahui isi dari peraturan perlindungan burung tersebut sehingga pedagang tidak berfikir acuh untuk menjaga populasi burung di alam bebas. Fenomena sosial ini adalah hasil dari proses kesadaran kolektif yang menimbulkan perilaku kolektif dengan mengembangkan pola pikir para pedagang terhadap peraturan tersebut namun pada kenyataannya para pedagang mengacuhkan peraturan tersebut sehingga saling mempengaruhi lingkungan sekitar dan secara berkelompok melakukan pelanggaran peraturan tersebut sehingga menjadi sebuah perilaku yang wajar dipandangan para pedagang burung dan dapat disimpulkan bahwa kesadaran dan perilaku kolektif di pasar burung pasundan ini adalah hasil dari pendapat atau opini para pedagang terhadap peraturan konservasi dan rehabilitasi burung tersebut yang akhirnya membentuk suatu sikap yang dihasilkan oleh para pedagang burung sehingga dalam perilaku kolektif hal tersebut tergolong dalam bentuk publik dan opini publik.

Para pedagang pun berharap agar pemerintah bisa mensosialisasikan tentan peraturan perlindungan burung ini agar para pedagang paham tentang peraturan perlindungan burung ini. Selain itu juga para pedagang berpendapat bahwa pengawasan terhadap perdagangan burung yang dilakukan oleh pemerintah di wilayah Pasar Pansundan ini sangat kurang karena pengawasan dilakukan tidak sepenuhnya dan tidak dilakukan pengawasannya secara rutin, hal tersebut sejalan dengan pendapat Dedi Jaenudin pedagang di wilayah

Dokumen terkait