• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Hematologi

Dalam dokumen laporan kasus sepsis neonatorum (Halaman 38-48)

TINJAUAN PUSTAKA

D. Pemeriksaan Hematologi

Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut : 8

 Hitung trombosit

Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/µL), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.

 Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit

Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit (basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu

penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan periventrikular dan intraventrikular.

 Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)

Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.

 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh IL6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Nilai normal yang biasa dipakai adalah < 5 mg/L. CRP sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV,rotavirus, adenovirus, influenza).

Untuk diagnosis sepsis neonatorum, CRP mempunyai sensitivitas 60%, spesifisitas 78,94%. Jika CRP dilakukan secara serial, nilai prediksi negatif untuk sepsis awitan dini adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut adalah 98,7%.

 Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)

Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatorum.

2. Pencitraan

Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:8

 Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress Syndrome).

 Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.

 Pneumonia : Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti dengan kultur.

3.8 Diagnosa

Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.

Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain : 40

 Faktor Resiko

 Gambaran Klinik

 Pemeriksaan Penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.

Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi : 1. Faktor ibu :

 Persalinan dan kelahiran kurang bulan

 Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam

 Chorioamnionitis

 Persalinan dengan tindakan

 Demam pada ibu ( > 38,4 °C )

 Infeksi saluran kencing pada ibu

 Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu 2. Faktor bayi

 Asfiksia perinatal

 Berat lahir rendah

 Bayi kurang bulan

 Prosedur invasif

 Kelainan bawaan

Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.

Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.

Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin yang terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan asfiksia, dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.

Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.

Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi

Gangguan organ Gambaran Klinis

Kardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg

Denyut Jantung < 50 atau > 220/menit

Terjadi Henti Jantung

pH darah < 7.2 pada PaCO2 normal

Kebutuhan akan inotropik untuk mempertahankan tekanan darah normal Saluran Napas Frekuensi napas > 90/menit

PaCO2 > 65 mmHg

PaO2 < 40 mmHg

Memerlukan ventilasi mekanik

FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik Sistem Hematologik Hb < 5 g/dL

WBC < 3000 sel/mm3

Trombosit < 20.000

D-dimer > 0.5µg/mL pada PTT > 20 detik atau waktu tromboplastin > 60 detik

SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil

Gangguan Ginjal Ureum > 100 mg/d\

Creatinin > 20 mg/dL

Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb > 2g%, hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi gastrointestinal

Hepar Bilirubin total > 3 mg%

Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam membantu menegakan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat diandalkan. Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitivitas dan spesifitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukann. Dalam penentuan diagnosis, interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor resiko dan gejala klinis yang terjadi.

Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik sulit ditegakkan apabila hanya berdasarkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja. Untuk hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan khusus lainnya. Langkah tadi disbeut Septic work up dan termasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan darah yang merupakan gold standard diagnosis sepsis, namun memerlukan waktu 2 – 5 hari untuk diagnosis pastinya.

Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati khususnya bila kuman yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik tersebut. Selain itu hasil kultur diperngaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial.

Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara lebih spesifik.

Pemeriksaan lain dalam septic work up tersebut adalah pemeriksaan komponen-komponen darah. Pada sepsis neonatal, trombositopenia dapat ditemukan pada 10 – 60 % pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjhadi pada 1 – 3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan.

Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung trombosit. Enam puluh pasien sepsis biasnya disertai perubahan hitung neutrofil. Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total ( rasio I/T ) sering dipakau sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatal. Sensitivitas rasio I/T ini 60 – 90 %, karenanya untuk diagnosis perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang yang lain.

3.9 Penatalaksanaan

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab

membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitifitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini (SAD)

Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat (SAL)

Pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin. Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain.

Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin (ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif. Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin.

Dosis Antibiotik3

Terapi suportif (adjuvant)

Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik seperti koagulasi intravaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GCSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.

Pemberian Kortikosteroid pada Sepsis Neonatorum

Pada saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid dosis rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti memperbaiki status hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki

respons terhadap katekolamin, dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat diberikan hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Sebuah meta-analisis memperkuat hal ini dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari secara signifikan.

Dukungan Nutrisi

Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat, protein otot dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati. Beberapa asam amino yang biasanya non-esensial menjadi sangat dibutuhkan, diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada neonatus. Pada keadaan sepsis, minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus dipenuhi; atau dengan kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan pada bayi sepsis. Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari dan lemak 1g/kg/hari. Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis, dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam pertama. Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.

3.10 Prognosis

Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %). 6

BAB IV

Dalam dokumen laporan kasus sepsis neonatorum (Halaman 38-48)

Dokumen terkait