• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pemeriksaan Kadar Blood Ureum Nitrogen Darah Tikus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan kadar BUN darah tikus setelah pemberian infusa biji Persea americana Mill. selama 28 hari. Darah tikus yang diambil pada hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan hari ke-29 setelah perlakuan infusa biji alpukat kemudian dilakukan pengukuran kadar BUN.

Pemeriksaan kadar ureum pre dilakukan untuk mengetahui kadar ureum awal sebelum tikus diberi perlakuan dan untuk mengetahui kemungkinan adanya kondisi patologis terkait dengan fungsi ginjal. Tikus jantan maupun betina diberi perlakuan infusa biji alpukat. Kelompok perlakuan dan peringkat dosis infusa biji alpukat yang digunakan, yaitu empat kelompok perlakuan dengan peringkat dosis 202,24; 360; 640,8 dan 1140,62 mg/kgBB dan satu kelompok kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB.

1. Pemeriksaan kadar ureum darah tikus jantan sebelum dan sesudah pemberian infusa biji Persea americana Mill.

Kadar ureum yang telah didapat kemudian dianalisis menggunakan Paired T-test. Hasil yang didapatkan berupa rerata kadar ureum baik sebelum maupun setelah pemberian infusa biji alpukat yang dapat dilihat pada tabel V. Tabel V. Rerata kadar ureum pre dan post pemberian infusa biji alpukat pada

tikus jantan selama 28 hari

Kelompok (mg/kgBB) Perlakuan N Pre (Mean ± Kadar .reum (mg/dL) Nilai p SE) Post (Mean ± SE)

I Kontrol aquadest 14285,7 5 28,12 ± 0,98 31,10±2,01 0,086TB

II IBA 202,24 5 28,60±1,54 31,46±1,02 0,059TB

III IBA 360 5 27,58±2,03 31,08±1,77 0,069TB

IV IBA 640,8 5 29,18±1,35 32,18±2,25 0,069TB

V IBA 1140,62 5 25,86 ± 0,66 30,60 ± 1,87 0,080 TB

Keterangan = TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05) IBA : infusa biji alpukat

Pre : sebelum pemberian infusa biji alpukat Post : sesudah pemberian infusa biji alpukat SE : Standard Error of Mean

Gambar 3. Rerata kadar ureum darah tikus jantan pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari

Pada tabel V, tersaji data rerata kadar ureum darah tikus jantan sebelum dan sesudah perlakuan. Dilihat dari nilai p, peningkatan kadar ureum pada kelompok kontrol aquadest dosis 14285,7 mg/kgBB menunjukkan hasil yang berbeda tidak bermakna (p>0,05), hal ini membuktikan bahwa aquadest tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar ureum. Pada kelompok perlakuan infusa biji alpukat dosis 202,24; 360; 640,8 dan 1140,62 mg/kgBB juga terjadi peningkatan yang berbeda tidak bermakna (p>0,05) artinya tidak terdapat pengaruh pemberian infusa biji alpukat terhadap kadar ureum darah tikus jantan.

Adanya peningkatan kadar ureum tikus jantan dari sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan infusa biji alpukat yang berbeda tidak bermakna ini berarti menunjukkan bahwa tidak terjadi penurun fungsi ginjal dan laju GFR pun juga normal. Terlihat kadar ureum pre dan post kelompok perlakuan masih masuk dalam range normal (kontrol), yaitu 26-35 mg/dl. Oleh karena itu, peningkatan

(m

g/

dl

kadar ureum tikus jantan yang berbeda tidak bermakna ini menunjukkan bahwa senyawa aktif, yaitu saponin, flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol (Arukwe, et.al., 2012) yang terkandung dalam biji alpukat tidak menyebabkan kerusakan pada organ ginjal dan tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar ureum tikus jantan.

Kadar ureum darah tikus jantan setelah perlakuan kemudian diuji normalitasnya menggunakan uji statistik Kolmogorov-Sminorv. Hasil yang didapatkan, yaitu bahwa distribusi kelima kelompok perlakuan adalah normal, dilihat dari nilai p, yaitu 0,602 (p>0,05) (lampiran 13). Analisis statistika untuk melihat perbedaan kadar ureum antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji One – Way Anova dengan hasil yang berbeda tidak bermakna, yaitu 0,980 (p>0,05) (lampiran 13). Selanjutnya, hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan peningkatan kadar ureum yang dapat dilihat pada tabel VI. Tabel VI. .ji statistika kadar ureum darah pada tikus jantan sesudah pemberian

infusa biji alpukat selama 28 hari

Dosis Kontrol I II III IV

Kontrol - TB TB TB TB

I TB - TB TB TB

II TB TB - TB TB

III TB TB TB - TB

IV TB TB TB TB -

Keterangan = TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Kontrol : aquadest dosis 14285,7 mg/kgBB

I : infusa biji alpukat dosis 202,24 mg/kgBB

II : infusa biji alpukat dosis 360 mg/kgBB

III : infusa biji alpukat dosis 640,8 mg/kgBB

Pada tabel VI membandingkan antar kelompok perlakuan infusa biji alpukat dengan empat peringkat dosis dan kontrol negatif yang diberi aquadest terdapat perbedaan yang tidak bermakna sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan perubahan kadar ureum. Hal ini berarti pemberian peningkatan dosis infusa biji alpukat tidak selalu meningkatkan kadar kreatinin tikus jantan (gambar 3). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari terhadap peningkatan kadar ureum darah tikus jantan.

2. Pemeriksaan kadar ureum darah tikus betina sebelum dan sesudah pemberian infusa biji Persea americana Mill.

Kadar ureum tikus betina yang telah didapat kemudian dianalisis menggunakan Paired T-test.Hasil yang didapatkan berupa rerata kadar ureum pre dan post pemberian infusa biji alpukatyang dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Rerata kadar ureum pre dan post pemberian infusa biji alpukat pada tikus betina selama 28 hari

Kelompok (mg/kgBB) Perlakuan N Kadar .reum (mg/dL) Nilai p Pre (Mean ± SE Post (Mean ± SE I Kontrol aquadest 14285,7 5 28,80 ± 1,32 32,20± 0,94 0,061 TB II IBA 202,24 5 30,28± 1,74 34,30± 1,84 0,147TB III IBA 360 5 29,80± 1,23 34,92± 1,45 0,092TB IV IBA 640,8 5 30,10± 2,13 35,44± 1,38 0,076TB V IBA 1140,62 5 27,06± 3,11 34,34± 2,73 0,172TB

Keterangan = TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05) IBA : infusa biji alpukat

Pre : sebelum pemberian infusa biji alpukat Post : sesudah pemberian infusa biji alpukat SE : Standard Error of Mean

Gambar 4. Rerata kadar ureum darah tikus betina pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari

Pada tabel VII, tersaji data rerata kadar ureum darah tikus betina sebelum dan sesudah perlakuan. Dilihat dari nilai p, pada kelompok kontrol aquadest terjadi peningkatan yang berbeda tidak bermakna (p>0,05), hal ini menunjukkan bahwa aquadest tidak mempengaruhi perubahan kadar ureum darah tikus betina. Pada kelompok perlakuan infusa dosis 202,24; 360; 640,8 dan 1140,62 mg/kgBB juga terjadi peningkatan kadar ureum dari sebelum dengan sesudah perlakuan. Namun berdasarkan nilai p, perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0.05) yang artinya tidak terdapat pengaruh pemberian infusa biji alpukat dengan peningkatan kadar ureum tikus betina selama 28 hari.

Adanya peningkatan kadar ureum tikus betina dari sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan infusa biji alpukat yang berbeda tidak bermakna ini berarti menunjukkan bahwa tidak terjadi penurun fungsi ginjal dan laju GFR pun juga normal. Terlihat kadar ureum pre dan post kelompok perlakuan masih masuk

(m

g/

dl

dalam range normal (kontrol), yaitu 26-35 mg/dl. Oleh karena itu, peningkatan kadar ureum tikus betina yang berbeda tidak bermakna ini menunjukkan bahwa senyawa aktif, yaitu saponin, flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol (Arukwe, et.al., 2012) yang terkandung dalam biji alpukat tidak menyebabkan kerusakan pada organ ginjal dan tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar ureum tikus betina. Kadar ureum darah tikus betina setelah perlakuan kemudian diuji normalitasnya menggunakan uji statistik Kolmogorov-Sminorv. Hasil yang didapatkan, yaitu bahwa distribusi kelima kelompok perlakuan adalah normal, dilihat dari nilai p, yaitu 0,943 (p>0,05) (lampiran 15). Analisis statistika untuk melihat perbedaan kadar ureum antar kelompok perlakuan dilakukan uji One – Way Anova dengan hasil yang berbeda tidak bermakna, yaitu 0,751 (p>0,05) (lampiran 15). Selanjutnya, hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan perubahan kadar ureum dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. .ji statistika kadar ureum darah pada tikus betina sesudah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari

Dosis Kontrol I II III IV

Kontrol - TB TB TB TB

I TB - TB TB TB

II TB TB - TB TB

III TB TB TB - TB

IV TB TB TB TB -

Keterangan = TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Kontrol : aquadest dosis 14285,7 mg/kgBB

I : infusa biji alpukat dosis 202,24 mg/kgBB

II : infusa biji alpukat 360 mg/kgBB

III : infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB

Hasil uji statistika (tabel VIII) yang membandingkan antar kelompok perlakuan infusa biji alpukat dengan empat peringkat dosis dan kontrol negatif yang diberi aquadest terdapat perbedaan yang tidak bermakna sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan peningkatan kadar ureum. Hal ini berarti pemberian peningkatan dosis infusa biji alpukat tidak selalu meningkatkan kadar ureum tikus betina (gambar 4). Hasil analisis data dalam penelitian ini juga didukung oleh gambaran histologis ginjal pada penelitian paralel yang dilakukan oleh Apriyani (2015), yaitu hanya terlihat adanya degenerasi hidropik pada ginjal tikus jantan dan betina baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat. Degenerasi hidropik ini pada dasarnya merupakan perubahan yang sifatnya reversibel. Degenerasi hidropik merupakan terjadinya pembengkakan sitoplasma karena adanya timbunan cairan (Gopinath and Mowat, 2014). Hasil uji reversibilitas juga menunjukkan hilangnya degenerasi hidropik pada gambaran histologis ginjal pada semua kelompok perlakuan dan kontrol aquadest.

Degenerasi hidropik merupakan perubahan yang ringan karena sifatnya yang reversibel sehingga belum menyebabkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah tikus (Nurliana, Estuningsih, Sugito, Masyitha, 2014). Kadar kreatinin dan ureum meningkat apabila sudah terjadi nekrosis pada sel tubulus ginjal (Jaipaul, 2013). Sel tubulus sangat rentan terhadap toksin, karena dalam sel tubulus ini lah terjadi proses reabsorpsi dan transport aktif ion. Adanya pembengkakkan sel-sel tubulus proksimal merupakan pertanda terjadinya nefritis intersitial yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan tubulus (Robbins dan

Cotran, 2009). Kerusakan tubulus akan menyebabkan kegagalan mengekskresikan urea dan kreatinin sehingga menyebabkan kadar BUN dan kreatinin meningkat dalam darah.

Selain itu peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam darah dapat disebabkan oleh adanya penyakit hati yang sekaligus dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Adanya penyakit hati yang parah seperti sirosis, dapat menyebabkan vasokontriksi ginjal, sehingga menurunkan GFR. Menurunnya laju GFR menyebabkan kadar urea dan kreatinin yang difiltrasi hanya sedikit, sedangkan yang diekskresi juga sedikit sehingga kadar urea dan kreatinin dalam darah meningkat. Kondisi ini biasa disebut sebagai sindrom hepatorenal (Kopacova,2012). Namun hasil penelitian paralel histologis hati yang dilakukan oleh Oktavia (2015) hanya menunjukkan perubahan berupa degenerasi hidropik dan degenerasi melemak saja.

Kedua perubahan tersebut merupakan perubahan yang masih tergolong ringan dan sifatnya reversibel, sehingga belum menyebabkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam darah. Peningkatan dua kali lipat dari kadar normal kreatinin mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal sebesar 50% sedangkan peningkatan tiga kali lipat dari kadar normal kreatinin mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal sebesar 75%. Pada penelitian ini perubahan histologis pada organ ginjal dan hati belum mencapai dua kali lipat dari kadar normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terjadinya peningkatan kadar kreatinin dan BUN yang berbeda tidak bermakna ini bukan disebabkan oleh adanya perubahan histologis pada organ ginjal dan hati.

Pemberian infusa biji alpukat juga tidak mempengaruhi berat badan tikus. Berdasarkan hasil pengamatan berat badan selama perlakuan, yaitu terjadi perubahan berat badan pada tikus jantan dan betina pada semua kelompok. Namun perubahan ini lebih disebabkan oleh jumlah asupan pakan dan proses pertumbuhan tikus sehingga menyebabkan bertambahnya berat badan. Pola makan dan minum tikus jantan maupun betina juga terlihat normal. Tidak adanya pengaruh pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari terhadap perubahan kadar kreatinin maupun BUN, maka perlu dilakukan penelitian serupa namun dengan waktu yang lebih lama, yaitu 90 hari untuk melihat efek toksik yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ ginjal.

Dokumen terkait