INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin darah tikus akibat pemberian infusa biji Persea americana Mill. dan mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 tikus galur Sprague Dawley (25 ekor jantan dan 25 ekor betina) yang dibagi secara acak kedalam 5 kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok uji terdiri dari 10 ekor tikus (5 tikus jantan dan 5 tikus betina). Kelompok I (kontrol) diberi aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB, kelompok II-V diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis berturut-turut 202,24; 360; 640,8 dan 1140,62 mg/kgBB. Sediaan infusa biji alpukat diberikan secara peroral pada hewan uji satu kali sehari selama 28 hari dengan tetap diberikan makan dan minum. Pada hari ke-0 dan hari ke-29 darah tikus diambil melalui sinus orbital mata, kemudian dilakukan pengukuran kadar BUN dan kreatinin dan dilakukan analisis secara statistik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian infusa biji Persea americana Mill. selama 28 hari tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar BUN dan kreatinin serta tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin darah tikus jantan dan betina.
ABSTRACT
The aim of this study was to determine unspecific biochemical changes of BUN and creatinine serum levels after given Persea americana Mill. seeds infusion and to determine relations between Persea americana Mill. seeds infusion dose with BUN and creatinine serum levels changes.
This study using pure randomized experimental design, complete with its unidirectional pattern. The subjects for this studies are fifty Sprague Dawley rats (25 male and 25 female). Fifty rats were randomly devided into 5 groups (1 control group and 4 treatment groups). Each group consisted of 10 rats (5 male and 5 female). Control group were treated with water dose 14285.7 mg/kgBB. Group 2-4 were treated with Persea americana Mill. seeds infusion dose 202.24; 360; 640.8 and 1140.62 mg/kgBB. A single dose of Persea americana Mill. seeds infusion given orally for 28 days. At day 0 and 29, blood samples were collected and used for determination of BUN and creatinine serum levels. The data of BUN and creatinine serum levels were statistic analyzed.
The result of this study showed that administration of Persea americana Mill. seed infusion for 28 days does not give effect of BUN and creatinine serum levels changes and there are no relations between Persea americana Mill. seeds infusion dose with BUN and creatinine serum levels changes in blood male and female rats.
UJI TOKSISITAS SUBA
PADA TIKUS GALUR TERHADAP KADAR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
i
UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana
PADA TIKUS GALUR SPRAGUE DAWLEY
TERHADAP KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Christina Desi Kurnia Wati NIM : 118114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2015
Persea americana Mill.
Kupersembahkan karya sederhana ku ini untuk Tuhan Yesus
untuk Bapak, Ibu dan Kakak tercinta
untuk sahabat –
serta untuk Almamater kebanggaan ku.
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ku ini untuk Tuhan Yesus
untuk Bapak, Ibu dan Kakak tercinta
sahabat ku
Almamater kebanggaan ku...
v PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, karunia dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skirpsi yang berjudul .ji Toksisitas Subakut Infusa Biji Persea
americana Mill. Pada Tikus Galur Sprague Dawley Terhadap Kadar Blood Urea
Nitrogen dan Kreatinin, sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi
di Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penulisan dan penyusunan naskah skripsi yang dilakukan oleh
penulis, tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang membantu
dan melancarkan dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D dan Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D.,
Apt selaku dosen pembimbing dan penguji skripsi, yang telah sabar dalam
membimbing, memberi masukkan dan memotivasi penulis selama proses
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt dan Prof.Dr.C.J. Soegihardjo, Apt selaku
dosen penguji skripsi yang telah memberi masukkan untuk kemajuan skripsi
ini.
3. Dekan Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma.
4. Bapak Suparjiman, Bapak Heru Purwanto, Bapak Kayatno, Bapak Wagiran,
vi
Farmasi serta Bapak Otok selaku pengelolah gudang kefarmasian yang telah
banyak membantu selama peneliti melakukan penelitian ini.
5. Seluruh Dosen Pengajar dan staf atas pembelajaran, motivasi dan bantuan
selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi .niversitas Sanata
Dharma.
6. Ibu Veronika Sularsih dan Bapak Pius Sarjono selaku orang tua yang selalu
mendoakan, memberi motivasi kepada penulis, serta kakak tercinta Anna
Novilia Wati atas nasehat dan dukungannya selama penulis menyusun skripsi
ini.
7. Teman – teman satu penelitian yang telah berjuang bersama, yang telah
memberikan motivasi, dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi
ini, Agustina Iswara, Rosita Olimpia, Trifonia Ingrid, Betzylia Wahyuningsih,
Levina Apriyani, dan Marselina Tisera.
8. Teman – teman seperjuangan FKK B yang telah memberi semangat dalam
proses penyusunan skripsi, keceriaan dan kebahagian kepada penulis.
9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna, yang tentu terdapat
kekurangan, untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang dapat
menjadikan skripsi ini lebih baik dan semoga skripsi ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dibidang Farmasi.
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN J.D.L ... i
HALAMAN PERSET.J.AN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
PERNYATAAN PERSET.J.AN P.BLIKASI ………... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I PENGANTAR ... 1
A.Latar Belakang ... 1
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B.Tujuan Penelitian ... 6
BAB II PENELAAHAN P.STAKA ... 7
A.Persea americana Mill. ... 7
B.Ginjal ... 12
C. Blood Urea Nitrogen (B.N) ... 16
D.Kreatinin ... 19
E. Sediaan Infusa ... 21
F. .ji Toksisitas Subakut ... 21
G.Keterangan Empiris ... ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... ... 25
B.Variabel dan Definisi Operasional ... ... 25
1. Variabel utama ... 25
2. Variable pengacau ... 25
3. Definisi operasional ... 26
C.Bahan Peneltian ... 27
D.Alat atau Instrumen Penelitian ... 28
1. Alat pembuatan serbuk biji P.americana ... 28
2. Alat penetapan kadar air ... 28
3. Alat pembuatan infusa biji P.americana... 28
4. Alat uji toksisitas biji P.americana... 28
E. Tata Cara Penelitian ... 28
1. Determinasi tanaman P.americana ... 28
2. Pengumpulan bahan ... 29
3. Pembuatan serbuk ... 29
4. Penetapan kadar air serbuk biji P.americana ... 29
5. Penetapan dosis infusa biji P.americana ... 30
6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif ... 31
7. Pembuatan infusa biji P.americana ... 31
8. Persiapan hewan uji ... 32
9. Pengelompokan hewan uji ... 32
10. Prosedur pelaksanaan toksisitas ... 33
11. Pengamatan ... 33
F. Tata Cara Analisis Hasil ... ... 34
G.Skema Alur Penelitian ... ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
A.Determinasi Tanaman ... 37
B.Penetapan Kadar Air Serbuk Biji P. americana ... 38
C.Pemeriksaan Kadar Kreatinin Darah Tikus ... 38
D.Pemeriksaan Kadar Blood Ureum Nitrogen Darah Tikus ... 46
E. Perubahan Berat Badan ... 55
F. Asupan Pakan Tikus ... 60
G.Asupan Minum Tikus ... 62
xii
BAB V KESIMP.LAN DAN SARAN ... 64
A.Kesimpulan ... 64
B.Saran ... 64
DAFTAR P.STAKA ... 65
LAMPIRAN ... 70
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL I. Perbedaan Hazzard dengan Wurtz... 9
TABEL II. Kandungan fitokimia pada biji alpukat ... 11
TABEL III. Perbedaan B.N dan kreatinin ... 20
TABEL IV. Rerata kadar kreatinin pre dan post pemberian
infusa biji alpukat pada tikus jantan selama 28 hari... 40
TABEL V. .ji statistika kadar kreatinin darah pada tikus
jantan sesudah pemberian infusa biji alpukat selama
28 hari ... 42
TABEL VI. Rerata kadar kreatinin pre dan post pemberian
infusa biji alpukat pada tikus betina selama 28 hari... 43
TABEL VII. .ji statistika kadar kreatinin darah pada tikus
betina sesudah pemberian infusa biji alpukat selama
28 hari ... 46
TABEL VIII. Rerata kadar ureum pre dan post pemberian
infusa biji alpukat pada tikus jantan selama 28 hari... 47
TABEL IX. .ji statistika kadar ureum darah pada tikus
jantan sesudah pemberian infusa biji alpukat selama
28 hari ... 49
TABEL X. Rerata kadar ureum pre dan post pemberian
infusa biji alpukat pada tikus betina selama 28 hari... 50
TABEL XI. .ji statistika kadar ureum darah pada tikus
28 hari... 52
TABEL XII. Rerata berat badan ± SE tikus jantan akibat
pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari ... 56
TABEL XIII. Rerata berat badan ± SE tikus betina akibat
pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari ... 58
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. Biji Persea americana Mill. ... 11
GAMBAR 2. Anatomi ginjal ... 12
GAMBAR 3. Tahapan pembentukan urea ... 17
GAMBAR 4. Proses pembentukan kreatinin ... 19
GAMBAR 5. Rerata kadar kreatinin darah tikus jantan pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari ... 40
GAMBAR 6. Rerata kadar kreatinin darah tikus betina pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari ... 44
GAMBAR 7. Rerata kadar ureum darah tikus jantan pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari... 48
GAMBAR 8. Rerata kadar ureum darah tikus betina pre dan post perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari... 51
GAMBAR 9. Rerata perubahan berat badan tikus jantan setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari... 57
GAMBAR 10. Rerata perubahan berat badan tikus betina setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari ... 59
GAMBAR 11. Asupan pakan tikus jantan selama 28 hari ... 60
GAMBAR 12. Asupan pakan tikus betina selama 28 hari... 61
GAMBAR 13. Asupan minum tikus jantan selama 28 hari... 62
GAMBAR 14. Asupan minum tikus betina selama 28 hari... 63
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto biji alpukat ... 70
Lampiran 2. Foto serbuk biji alpukat ... 70
Lampiran 3. Foto infusa biji alpukat ... 70
Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi ... 71
Lampiran 5. Surat Ethics Committee Approval ... 72
Lampiran 6. Perhitungan kadar air serbuk biji alpukat ... 73
Lampiran 7. Perhitungan dosis infusa biji alpukat ... 73
Lampiran 8. Analisis statistik Paired T-test kadar kreatinin tikus jantan sebelum dan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 75
Lampiran 9. Analisis statistik kadar kreatinin tikus jantan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 76
Lampiran 10. Analisis statistik Paired T-test kadar kreatinin tikus betina sebelum dan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 80
Lampiran 11. Analisis statistik kadar kreatinin tikus betina sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 81
Lampiran 12. Analisis statistik Paired T-test kadar ureum tikus jantan sebelum dan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 85
Lampiran 13. Analisis statistik kadar ureum tikus jantan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 86
sebelum dan sesudah pemberian infusa biji alpukat ... 90
Lampiran 15. Analisis statistik kadar ureum tikus betina sesudah
pemberian infusa biji alpukat ... 91
Lampiran 16. Analisis statistik perubahan berat badan tikus jantan
dan betina sesudah pemberian infusa biji alpukat
selama 28 hari ... 95
xix INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin darah tikus akibat pemberian infusa biji Persea americana Mill. dan mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 tikus galur Sprague Dawley (25 ekor jantan dan 25 ekor betina) yang dibagi secara acak kedalam 5 kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok uji terdiri dari 10 ekor tikus (5 tikus jantan dan 5 tikus betina). Kelompok I (kontrol) diberi aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB, kelompok II-V diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis berturut-turut 202,24; 360; 640,8 dan 1140,62 mg/kgBB. Sediaan infusa biji alpukat diberikan secara peroral pada hewan uji satu kali sehari selama 28 hari dengan tetap diberikan makan dan minum. Pada hari ke-0 dan hari ke-29 darah tikus diambil melalui sinus orbital mata, kemudian dilakukan pengukuran kadar BUN dan kreatinin dan dilakukan analisis secara statistik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian infusa biji Persea americana Mill. selama 28 hari tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar BUN dan kreatinin serta tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin darah tikus jantan dan betina.
xx ABSTRACT
The aim of this study was to determine unspecific biochemical changes of BUN and creatinine serum levels after given Persea americana Mill. seeds infusion and to determine relations between Persea americana Mill. seeds infusion dose with BUN and creatinine serum levels changes.
This study using pure randomized experimental design, complete with its unidirectional pattern. The subjects for this studies are fifty Sprague Dawley rats (25 male and 25 female). Fifty rats were randomly devided into 5 groups (1 control group and 4 treatment groups). Each group consisted of 10 rats (5 male and 5 female). Control group were treated with water dose 14285.7 mg/kgBB. Group 2-4 were treated with Persea americana Mill. seeds infusion dose 202.24; 360; 640.8 and 1140.62 mg/kgBB. A single dose of Persea americana Mill. seeds infusion given orally for 28 days. At day 0 and 29, blood samples were collected and used for determination of BUN and creatinine serum levels. The data of BUN and creatinine serum levels were statistic analyzed.
The result of this study showed that administration of Persea americana
Mill. seed infusion for 28 days does not give effect of BUN and creatinine serum levels changes and there are no relations between Persea americana Mill. seeds infusion dose with BUN and creatinine serum levels changes in blood male and female rats.
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Obat tradisional sudah sejak dahulu digunakan dan dimanfaatkan untuk
mengobati penyakit. Di Indonesia, banyak masyarakat yang menggunakan obat
tradisional dengan memanfaatkan tanaman obat. Obat tradisional lebih disukai
oleh masyarakat karena memberikan efek samping yang lebih kecil dibandingkan
dengan obat modern. Keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia lebih
dari 25.000-30.000 spesies tanaman dan sekitar 6.000 diantara jenis tanaman
tersebut memiliki potensi untuk dijadikan tanaman obat (Kardono, Artanti,
Dewiyanti, Basuki, 2003). Salah satunya adalah alpukat.
Alpukat (Persea americana Mill.) merupakan buah yang mudah
dijumpai. Buah ini awalnya berasal dari Amerika Tengah, namun seiring dengan
berjalannya waktu kini alpukat telah menyebar diseluruh dunia dan salah satunya
adalah Indonesia. Alpukat merupakan tanaman yang tingginya mencapai 20
meter, memiliki daging yang tebal dan terdapat biji di dalamnya yang biasanya
berwarna kekuning-kuningan (Sunarjono, 2008). Biji alpukat hanya mewakili
sekitar 13-18% dari buah dan biji ini merupakan produk sampingan yang pada
umumnya tidak dimanfaatkan. Padahal biji ini dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional karena kandungan metabolit dalam biji seperti saponin, flavonoid,
alkaloid, steroid dan fenol (Arukwe, Amadi, Duru, Agomuno, Adindu, Odika, et
al., 2012). Adanya kandungan metabolit inilah yang membuat biji alpukat
alpukat memiliki efek biologis seperti antioksidan dan fungisida (Padilla,
Martinez, Flores, Villanueva, 2013). Selain itu, Anaka, Ozolua and Okpo (2009)
telah melakukan penelitian yang membuktikan bahwa biji alpukat memiliki efek
sebagai antihipertensi dan penelitian Zuhrotun (2007) membuktikan bahwa
ekstrak etanol biji alpukat memiliki efek antidiabetik. Saponin yang terkandung
dalam biji alpukat memiliki efek diuretik yang dapat mempercepat pembuangan
batu ginjal sehingga dapat digunakan untuk mengobati penyakit batu ginjal
(Nwaoguikpe dan Braide, 2011).
Adanya penelitian - penelitian mengenai efek biologis biji alpukat yang
telah dipublikasikan maka tidak menutup kemungkinan penggunaan akan biji
alpukat sebagai obat tradisional akan meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian toksisitas untuk mengetahui ada tidaknya efek toksik yang ditimbulkan
dalam penggunaan biji alpukat sebagai obat tradisional dikalangan masyarakat.
Berkaitan dengan ketoksikan, lama pemejanan suatu senyawa merupakan salah
satu faktor penentu timbulnya efek toksik akibat dari adanya akumulasi senyawa
toksik. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi penggunaan biji alpukat jangka
panjang oleh masyarakat maka peneliti melakukan uji toksisitas subakut infusa
biji alpukat. .ji toksisitas subakut ini memiliki spektrum yang luas, untuk itu
perlu dilakukan penelitian toksisitas subakut dengan mengamati perubahan
biokimia (SGPT, SGOT, BUN dan kreatinin serta glukosa) dan perubahan
struktural pada organ hati, ginjal, pankreas, testis dan uterus. Penelitian ini
dilakukannya penelitian toksisitas subakut ini, juga dilakukan penelitian toksisitas
akut oleh Wahyuningsih (2015).
Penelitian Yoseph (2013), yaitu mengenai efek nefroprotektif dari
penggunaan biji alpukat pada ginjal tikus yang diinduksi CCl4. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa biji alpukat dapat menurunkan kadar kreatinin
dalam darah. Adanya efek nefroprotektif tersebut, maka penelitian toksisitas
subakut ini lebih berfokus untuk mengetahui adakah efek toksik akibat
penggunaan biji alpukat terhadap fungsi ginjal. Ginjal memainkan peranan
penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya menyaring darah dan mengeluarkan
produk-produk sisa, namun juga menyeimbangkan tingkat elektrolit dalam tubuh,
menyeimbangkan asam basa dan menstimulus produksi dari sel-sel darah merah.
Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari
metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam
darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin. BUN
dan kreatinin ini dapat digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal sebab urea dan
kreatinin difiltrasi oleh glomerulus ginjal.
Pada keadaan ginjal sehat dan laju GFR normal, maka kadar kreatinin
dan urea dalam darah akan berada dalam range normal. Namun ketika terjadi
penurunan fungsi ginjal dan laju GRF menurun, maka kreatinin dan urea yang
difiltrasi diglomerulus akan menurun, sehingga kadarnya di dalam darah akan
meningkat. Kadar BUN dan kreatinin yang meningkat dalam darah dapat
2008). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari
penggunaan infusa biji alpukat terhadap perubahan kadar BUN dan kreatinin.
Pada umumnya masyarakat mengolah biji alpukat sebagai obat
tradisional dalam bentuk rebusan sedangkan infusa merupakan sediaan cair yang
dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C
selam 15 menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Oleh karena itu,
menggunakan sediaan infusa pada penelitian ini karena mirip dengan rebusan
yang biasa dilakukan oleh masyarakat.
1. Perumusan masalah
a. Apakah pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara
subakut memberikan perubahan biokimia yang tak khas terhadap
kadar BUN dan kreatinin pada tikus?
b. Adakah hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea
americana Mill. dengan perubahan biokimia yang tak khas
terhadap kadar BUN dan kreatinin?
2. Keaslian penelitian
Terdapat beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan terhadap
biji Persea americana Mill. diantaranya, Anggraeni (2006) menguji aktivitas
infusa biji Persea americana Mill. dengan dosis 0,315 g/kgBB dapat menurunkan
kadar glukosa darah tikus Wistar yang diberi beban glukosa. Penelitian yang
biji buah alpukat Persea americana Mill. bentuk bulat. Pramadyasiwi (2010),
melakukan penelitian bahwa pemberian jus buah alpukat dapat mencegah
peningkatan kadar BUN pada dosis 1,5 g/kgBB/hari dan serum kreatinin pada
dosis 0,5 g/kgBB/hari pada tikus Wistar yang diberi parasetamol dosis toksik.
Sementara itu Ozolua, Anaka, Okpo, Idogun, (2009) menguji toksisitas akut dan
subakut dari ekstrak biji Persea americana Mill. pada tikus. Marlinda, Sangi dan
Wuntu (2012), melakukan analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas
ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea americana Mill.). Efek biji Persea
americana Mill. pada tekanan darah dan profil lemak tikus hipertensi telah
dilakukan oleh Imafidon dan Amaechina (2010). Selain itu, Setiawan (2013)
melakuan penelitian tentang pengaruh waktu protektif pemberian infusa biji
Persea americana Mill. secara akut terhadap kadar kreatinin dan gambaran
histologis ginjal tikus terinduksi karbon tetraklorida. Pada tahun yang sama
Yoseph melakukan penelitian mengenai efek nefroprotektif infusa biji Persea
americana Mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus
yang terinduksi CCl4.
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, belum pernah
dilakukan uji toksisitas subakut biji Persea americana Mill. pada tikus Sprague
Dawley terhadap peningkatan kadar BUN dan kreatinin.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi ilmu kefarmasian, khususnya ilmu pengembangan
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh penggunaan
infusa biji Persea americana Mill. selama 28 hari terhadap
perubahan kadar BUN dan kreatinin.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin dari
pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan perubahan
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Persea americana Mill.
1. Taksonomi Persea americana Mill.
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, Persea americana
Mill. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies :Persea americana Mill.
2. Morfologi Persea americana Mill.
Persea americana Mill. merupakan tanaman yang tingginya mencapai 20
meter. Memiliki daun yang panjang (lonjong) tersusun seperti pilin terpusat pada
ujung ranting. Pada umumnya percabangannya jarang dengan arah horizontal.
Bunganya sempurna, terdapat putik dan benang sari dalam satu bunga, tetapi tidak
serempak dan bunganya berwarna putih. Persea americana Mill. memiliki buah
yang berbentuk bulat hingga lonjong dengan berat antara 300-800 g per buah.
Daging buah hanya dibatasi oleh selaput kulit biji yang tebal dan umumnya biji
berwarna kekuning-kuningan. Biji bulat seperti bola dengan diameter 2,5-5 cm
dan keping biji putih kemerahan. Warna buah ada yang hijau, ungu hingga merah
kehitaman. Tanaman ini memiliki akar tunggang dan akar samping yang kuat
serta dalam (Sunarjono, 2008).
3. Tipe Persea americana Mill.
Asal usul tanaman Persea americana Mill. adalah dari Amerika Tengah,
yaitu Meksiko, Peru hingga Venezuela. Namun kini Persea americana Mill. telah
menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Persea americana Mill. memiliki
beberapa tipe, yaitu tipe Meksiko (Persea drymifolia), tipe Guatemala (Persea
guatemalensis) dan tipe Indian Barat (Persea americana). Tipe Meksiko dan
Indian Barat termasuk ke dalam spesies Persea americana sedangkan tipe
Spesies Persea mubigena terdapat beberapa tipe diantaranya adalah
Hazzard dan Wurtz. Perbedaan antara Hazzard dan Wurtz dapat dilihat pada tabel
[image:31.595.101.512.222.528.2]I.
Tabel I. Perbedaan Hazzard dengan Wurtz
Hazzard Wurtz
Tinggi pohon 5-8 m 6-8 m
Bentuk daun Bulat panjang dengan tepi
rata Bulat panjang dengan tepi berombak
Berbuah Terus-menerus tergantung
pada lokasi dan kesuburan lahan
Terus-menerus
tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan
Berat buah 0,3-0,5 kg 0,3-0,4 kg
Bentuk buah Bentuk pear (piriform) Lonjong (oblong)
Rasa buah Enak, gurih, agak lunak Enak, gurih, agak kering
Diameter buah 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm) 7,5 cm
Panjang buah 11,5-18 cm (rata-rata 14
cm) 9 cm
Hasil 40-80 kg/pohon/tahun
(rata-rata 50 kg) 20-60 (rata-rata 30 kg) kg/pohon/tahun (Prihatman, 2000).
Tanaman alpukat memiliki berbagai macam nama yang berbeda-beda
ditiap daerah, yaitu alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah),
buah pokat, jambu pokat (Batak), jambo mentega, jamboo pooan, pokat
(Lampung) dan lain sebagainya (BAPPENAS,2000).
4. Manfaat Persea americana Mill.
Tiap bagian dari tanaman alpukat ini memiliki manfaat yang
berbeda-beda, seperti daging buahnya bisa untuk dikonsumsi, daunnya bisa sebagai
antibakteri sedangkan bijinya (gambar 1) dapat digunakan untuk mengobati sakit
digunakan untuk mengobati hipertensi (Imafidon, Amaechina, 2010). Berdasarkan
penelitian biji alpukat memiliki aktivitas farmakologi, yaitu antioksidan dan
fungisida (Padilla, et.al., 2013). Tanaman alpukat memiliki buah yang
mengandung lemak sekitar 20-30 kali lebih banyak dibandingkan dengan buah
lainnya. Kandungan lemak ini dapat memberikan energi yang cukup bagi tubuh.
Jenis lemak ini termasuk asam oleat dan asam linoleat yang mudah dicerna di
dalam tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika sampel yang diteliti
mengalami penurunan serum kolesterol jenuh sebanyak 8,7-42,8%.
Alpukat mengandung mineral yang berguna untuk mengatur fungsi tubuh
dan menstimulus pertumbuhan. Mineral yang paling menonjol adalah besi dan
tembaga yang berfungsi dalam membantu proses regenerasi sel darah merah dan
mencegah anemia (Mahendra, Rachmawati dan Evi, 2005). Kandungan lutein dan
zeaxantin dapat melindungi kulit dari kerusakan kulit akibat radiasi sinar .V
(Roberts, Green, Lewis, 2009). Sementara itu kandungan karotenoid, terpenoid,
fenol dan glutation dapat memberikan efek antikarsinogenik (Ding, Han, Guo,
Chin, Ding, Kinghorn, et.al., 2009). Menurut Yong, Petersen, Siguardson,
Sampson, Ward (2009) xantophylls yang terkandung dalam alpukat dapat
memberikan efek antioksidan dan melindungi kerusakan DNA. Selain itu,
kandungan karotenoid dalam alpukat dapat menurunkan kerusakan kartilago
sehingga dapat mengurangi resiko terkena osteoarthritis (Wang, Connor, Johnson,
Gambar 1. Biji Persea americana Mill. (Agrilink, 2001)
5. Kandungan senyawa fitokimia Persea americana Mill.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada biji buah
alpukat adalah alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid dan saponin (Marlinda, et
al., 2012). Flavonoid adalah antioksidan yang larut dalam air dan dapat
membersihkan radikal bebas. Flavonoid mencegah kerusakan sel, memiliki
aktivitas antikanker dan melindungi terjadinya karsinogenesis. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Arukwe, et.al., (2012) menunjukkan kandungan fitokimia
(tabel II) yang terdapat pada biji alpukat, salah satu kandungannya adalah
alkaloid yang dapat digunakan untuk analgesik dan efek bakterisida.
Tabel II. Kandungan fitokimia pada biji alpukat
Kandungan Berat (mg) ± SD
Saponin 19,21 ± 2,81
Tanin 0,24 ± 0,12
Flavonoid 1,90 ± 0,07
Alkaloid 0,72 ± 0,12
Fenol 6,14 ± 28
Steroid 0,09 ± 0,00
B. Ginjal 1. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan dalam proses
ekskresi didalam tubuh dan menempel pada dinding posterior abdomen,
dibelakang peritonium dan dibawah diafragma (Nurachmah, Angriani, 2011).
Ginjal berbentuk seperti kacang dengan warna merah kecoklatan dan dikelilingi
oleh jaringan adiposa (Standring, 2005). Berat ginjal tikus jantan umur 3 bulan
sekitar 2,5 g sedangkan berat ginjal pada tikus betina umur 3 bulan sekitar 1,7 g
(Harlan, 1999). Ginjal melekat pada posisinya karena berikatan dengan suatu
massa lemak. Selubung fasia renal fibroelastik membungkus ginjal dan lemak
ginjal (Nurachmah, Angriani, 2011). Terdapat sepasang ginjal, yaitu kanan dan
kiri, bagian kanan jauh lebih pendek dan tebal daripada bagian kiri. Posisi ginjal
bagian kanan terletak lebih rendah daripada ginjal bagian kiri karena adanya organ
[image:34.595.98.513.276.684.2]hati yang terdapat pada bagian kanan (Gartner dan Hiatt, 2007).
Secara anatomi (gambar 2), bagian terluar dari ginjal disebut korteks
dengan ketebalan sekitar 1,2 sampai 1,6 cm. Bagian lebih dalam lagi disebut
dengan medula. Pada bagian medula ini terdapat piramida yang merupakan
bukaan saluran pengumpul kemudian bagian paling dalam disebut pelvis (Robbins
dan Cotran, 2009).
Ginjal bagian kiri maupun kanan masing-masing terdiri dari kurang lebih
satu juta nefron. Di dalam nefron terdapat glomerulus yang terletak di korteks
ginjal dan hasil penyaringannya akan menuju tubulus ginjal. Tubulus ginjal terdiri
dari tubulus proksimal, tubulus distal dan lengkung Henle yang merupakan tempat
terjadinya proses reabsorpsi air, elektrolit dan zat-zat penting lainnya. .rin yang
dihasilkan akan dialirkan ke dalam duktus koligentes, air dalam urin tersebut akan
diabsorpsi lebih lanjut sebelum dialirkan ke piramid ginjal. Bagian tebal dari
lengkung Henle asendens memiliki sel yang melekat dengan mesangium ekstra
glomerular dan arteriol aferen, ketiganya membentuk aparatus jukstaglomerular.
Aparatus ini akan mensekresi renin yang berperan dalam pengaturan aliran darah
ke glomerulus serta laju filtrasinya (Davey, 2006).
2. Fisiologi ginjal
Proses filtrasi akan memindahkan produk sisa dari darah menuju ke
dalam lumen tubulus yang selanjutnya dikeluarkan bersama dengan urin. Air yang
menembus dinding duktus koligens akan membantu memekatkan urin yang pada
2007). Ginjal merupakan salah satu organ vital yang memiliki beberapa fungsi,
yaitu sebagai berikut.
a. Pembentukan urin. Ginjal membentuk urin yang mengalir melalui
ureter ke kandung kemih untuk disimpan sebelum diekskresi.
b. Filtrasi. Terjadi di dinding semipermeabel glomerulus dan kapsul
Bowman. Air dan molekul kecil lainnya dapat melewati dinding
semipermeabel ini. Namun sel darah merah, protein plasma dan
molekul besar lainnya terlalu besar untuk difiltrasi sehingga tetap
berada di kapiler.
c. Mengatur keseimbangan asam-basa. Bersama dengan paru-paru
dan sistem dapar cairan tubuh, ginjal turut mengatur asam-basa
dengan cara mengekskresikan asam, seperti asam sulfur dan asam
fosfat yang dihasilkan oleh metabolisme protein.
d. Mengatur produksi eritrosit. Eritropoetin disekresikan oleh ginjal
yang kemudian akan merangsang pembentukan sel darah merah.
Salah satu rangsangan yang penting untuk sekresi eritropoetin
adalah hipoksia. Pada kondisi normal, ginjal akan mensekresikan
seluruh eritropoetin kedalam sirkulasi, namun pada orang dengan
penyakit ginjal berat atau ginjalnya sudah diangkat, maka akan
timbul anemia berat karena menurunnya produksi eritropoetin.
e. Sintesis glukosa. Glukosa disintesis oleh ginjal dari asam amino
dan prekursor lainnya selama puasa, yang biasa disebut dengan
homeostatik ini akan terganggu sehingga terjadi abnormalitas
komposisi dan volume cairan tubuh yang berat dan cepat. Dalam
beberapa hari akan terjadi akumulasi kalium, asam, cairan dan
zat-zat lainnya dalam tubuh yang pada akhirnya akan menyebabkan
kematian.
f. Mengatur keseimbangan keluaran air dan urin. Keluaran urin
minimum merupakan volume terkecil yang diperlukan untuk
mengekskresikan produk sisa tubuh, yaitu sekitar 500 ml per hari.
Volume urin diatur oleh hormon antidiuretik yng dilepaskan
didalam darah oleh lobus posterior kelenjar hipofisis. Hipofisis
posterior ini berkaitan dengan hipotalamus di otak (Guyton dan
Hall, 2008).
g. Keseimbangan elektrolit. Adanya perubahan konsentrasi elektrolit
didalam cairan tubuh dapat menyebabkan perubahan isi cairan
tubuh atau kadar elektrolit. Terdapat beberapa mekanisme untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit diantaranya adalah
mengatur keseimbangan natrium dan kalium, keseimbangan
kalsium dan keseimbangan pH normal darah (Nurachmah,
Angriani, 2011).
Fungsi ginjal dapat menurun bisa disebabkan karena salah satu faktor,
yaitu adanya penyakit pada organ ini. Pada berbagai keadaan yang menghalangi
fungsi ginjal dengan serius dapat menimbulkan gagal ginjal akut maupun kronik.
azotemia yang baru timbul. Azotemia adalah suatu kelainan biokimia yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar blood urea nitrogen (BUN) dan
kreatinin yang pada umumnya berkaitan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus sedangkan gagal ginjal kronis ditandai dengan gejala dan tanda uremia
yang berkepanjangan yang merupakan hasil akhir dari semua penyakit parenkim
ginjal kronik (Robbins dan Cotran, 2009). Salah satu penyakit mengenai tubulus,
yaitu nekrosis. Nekrosis merupakan suatu pembekakan sel yang kemudian
mengalami lisis. Sel yang nefrotik terlihat membesar dan lebih merah dibanding
dengan sel normal. Nekrosis ini menyebabkan kematian sel dan memperlihatkan
respon peradangan (Kumar, Abbas dan Fausto, 2010).
Homeostatis konsentrasi air dan elektrolit diatur oleh sistem perkemihan.
Ginjal menghasilkan urin yang mengandung produk sisa metabolisme nitrogen,
yang meliputi urea, asam urat, kelebihan ion serta beberapa obat. .rin terdiri dari
air (96%), urea (2%), dan 2% terdiri atas asam urat, kreatinin, amonium, natrium,
kalium, klorida, fosfat, sulfat dan oksalat (Nurachmah, Angriani, 2011).
C. Blood Urea Nitrogen (BUN)
Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi
glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR) yang dapat memberikan
informasi mengenai jumlah jaringan ginjal yang masih berfungsi. Secara
sederhana GFR dapat diukur menggunakan BUN dan kadar kreatinin (Noer, 2006;
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein yang diekskresikan
melalui urin. Penurunan kadar BUN dapat disebabkan oleh hipervolemia
(overhidrasi), kerusakan hati yang berat, diet rendah protein, malnutrisi dan
kehamilan, sedangkan peningkatan kadar BUN dapat disebabkan oleh dehidrasi,
konsumsi protein yang tinggi, suplai darah ke ginjal menurun, gagal ginjal,
glomerulonefritis dan sepsis (Sutedjo, 2009).
Pembentukan ureum sebagai hasil metabolisme protein normal diawali
dengan derivatisasi asam amino, yaitu ornitina (gambar 3) yang akan bergabung
bersama carbamoyl phosphate untuk membentuk sitrulin. Sitrulin bersama
molekul aspartat akan membentuk argininosuccinate yang selanjutnya berubah
menjadi arginina. Arginina kemudian akan dipecah menjadi ornitina dan urea.
.rea ini akan berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan kemudian akan diekskresi
melalui ginjal sedangkan ornitina kembali digunakan untuk siklus berulang
[image:39.595.101.515.186.695.2](Miles, 2003).
Kecepatan aliran urin menyebabkan reabsorpsi BUN menurun, begitu
pula sebaliknya apabila alir urin menurun maka reabsorpsi BUN meningkat.
Kadar ureum dalam darah hewan dapat dipengaruhi oleh kondisi patologis, seperti
adanya penurunan fungsi ginjal dan kekurangan cairan tubuh. Selain itu, juga
dapat dipengaruhi oleh asupan pakan tinggi protein. Protein yangdimakan akan
meningkatkan pelepasan asam amino yang kemudian akan menghasilkan amonia
yang selanjutnya dirubah menjadi urea (Guyton dan Hall, 2007). Asupan protein
yang tinggi akan meningkatkan aliran darah pada ginjal dan laju filtrasi
glomerulus sampai sekitar 20-30 sesaat setelah subjek uji diberi pakan (Meyer,
2004). Kadar ureum normal pada tikus, yaitu 15-21 mg/dl (Malole & Pramono,
1989).
Pemeriksaan BUN dapat dilakukan menggunakan metode Diasetil
Monoksim atau Tiosemikarbazid. Prinsip dari metode ini adalah urea dalam filtrat
akan bereaksi dengan diasetil monoksim dalam suasana basa, mengoksidasi
reagen dan tiosemikarbazid, kemudian akan menghasilkan warna merah dan
diukur menggunakan colorimeter (Biomed dan Lestari, 2011). Selain itu,
pengukuran BUN juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode Enzymatic
UV test, Urease - GLDH. Nitrogen urea dioksidasi menggunakan enzim urease
danenzim GLDH, perubahan absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 340 nm pada suhu 37°C (Badan Pengawas Obat dan
D. Kreatinin
Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatinin otot dan
kreatinin fosfat (protein), yang disintesis didalam hati dari metionina, glisina, dan
arginina, ditemukan dalam otot rangka dan darah serta diekskresikan dalam urin.
Terbentuknya kreatinin (gambar 4) ini diawali dengan sintesis ATP. ATP yang
dihasilkan dari proses glikolisis dan fosforilasi oksidatif ini akan bereaksi dengan
kreatin kemudian akan membentuk ADP dan fosfokreatin yang mengandung
ikatan fosfat energi tinggi (lebih tinggi dari ATP). Fosfokreatin dengan ATP
memiliki hubungan yang reversibel karena apabila banyak terdapat ATP dalam
sel, maka sebagian akan dirubah menjadi fosfokreatin sehingga membentuk
cadangan energi. Sebaliknya, bila ATP mulai habis, maka energi dalam
fosfokreatin akan ditransfer kembali dalam bentuk ATP. Kreatinin fosfat yang
dihasilkan akan membentuk kreatinin yang selanjutnya akan difiltrasi oleh
glomerulus, sebagian kecil difiltrasi oleh tubulus proksimal dan diekskresikan
[image:41.595.99.513.255.719.2]oleh ginjal (Sacher and Richard, 2004).
Kreatinin yang dihasilkan didalam tubuh dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus dengan cara melakukan pemeriksaan serum
kreatinin. Pemeriksaan serum kreatinin sebagai indeks laju filtrasi glomerulus
lebih baik dibanding dengan pemeriksaan ureumkarena kecepatan produksi
kreatinin pada massa otot hanya sedikit mengalami perubahan karena pada
umumnya kreatinin tidak begitu terpengaruh oleh protein. Meningkatnya kreatinin
dalam darah dan urin merupakan tanda adanya kerusakan fungsi ginjal
(Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010). Peningkatan kreatinin terjadi pada
gagal ginjal akut dan kronis, nefropati diabetik dan gagal jantung kongesti
(Sutedjo, 2009).Menurut Malole dan Pramono (1989), kadar normal kreatinin
pada tikus adalah 0,2-0,8 mg/dl.
Kadar BUN dan kreatinin dalam darah dapat digunakan untuk mengukur
laju filtrasi glomerulus, meskipun pemeriksaan kreatinin lebih direkomendasikan.
Pada dasarnya BUN dan kreatinin memiliki beberapa perbedaan yang disajikan
[image:42.595.100.519.260.656.2]pada tabel III.
Tabel III. Perbedaan BUN dan kreatinin
BUN Serum Kreatinin
Sumber Protein eksogen dan endogen Hidrolisis nonenzimatik dari kreatin
Keteraturan produksi Bervariasi Lebih stabil
Penanganan oleh ginjal Filtrasilengkap, reabsorpsi tubular Filtrasi lengkap Nilai sebagai marker
GFR Kurang akurat karena dipengaruhi oleh protein Akurat
Terdapat beberapa jenis metode dalam pemeriksaan kreatinin seperti
metode Jaffe Reaction, yaitu pemeriksaan dalam suasana alkalis, kreatinin dengan
asam pikrat akan membentuk senyawa berwarna kuning jingga menggunakan alat
photometer. Selain itu, dapat pula menggunakan metode Kinetik yang pada
dasarnya hampir sama dengan Jaffe Reaction, hanya saja dibutuhkan pembacaan
dalam metode ini. Alat yang digunakan adalah autoanalyzer. Metode Enzimatik,
dalammetode ini sampel yang diperiksa terdapat substrat yang nantinya akan
bereaksi dengan suatu enzim membentuk senyawa enzim substrat. Alat yang
digunakan adalah photometer (Sacher dan Richard, 2004).
E. Sediaan Infusa
Infusa merupakan salah satu dari metode ekstraksi. Ekstraksi adalah
proses penarikan suatu senyawa kimia dari bahan alam dengan menggunakan
pelarut tertentu. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Infusa dapat dibuat
dari bahan lunak seperti daun dan bunga serta dapat diminum panas atau dingin.
Serkai selagi panas menggunakan kain flanel kemudian menambahkan air panas
secukupnya diatas ampas sampai mencapai volume yang diinginkan (BPOM RI,
2010).
F. Uji Toksisitas Subakut
Secara umum uji toksikologi dibedakan menjadi dua, yaitu uji ketoksikan
khas dan tak khas. .ji ketoksikan tak khas merupakan uji yang yang digunakan
yang termasuk kedalam uji ini adalah uji toksisitas akut, sub kronis dan kronis.
.ji ketoksikan khas merupakan uji yang mengevaluasi secara rinci efek yang
ditimbulkan oleh suatu seenyawa pada aneka ragam hewan uji. .ji ketoksikan
jenis ini meliputi potensiasi, kemutagenikan, teratogenik dan reproduksi (Donatus,
2001).
.ji toksisitas subakut adalah suatu pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui efek toksik yang muncul setelah sediaan uji diberikan dengan dosis
berulang secara oral pada hewan uji. Penelitian toksisitas subakut pada prinsipnya
sediaan uji dalam beberapa tingkatan dosis diberikan pada hewan uji dengan satu
dosis per kelompok setiap hari selama 28 atau 90 hari, dan bila diperlukan
ditambahkan suatu kelompok satelit untuk melihat adanya efek tertunda atau efek
yang bersifat reversibel. Hewan uji selama perlakuan diamati setiap hari untuk
menentukan adanya toksisitas. Dosis uji yang digunakan harus setara dengan
penggunaan dalam masyarakat. Dalam uji toksisitas subakut oral minimal
menggunakan tiga peringkat dosis perlakuan dan satu kelompok kontrol serta dua
kelompok satelit (jika diperlukan) (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI,
2014).
Hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas adalah hewan yang
memiliki metabolisme yang serupa dengan manusia dan memiliki kemudahan
penanganan pada saat dilakukan percobaan. Hewan yang digunakan harus sehat,
jelas asal, galur, jenis kelamin, umur dan berat badannya. Biasanya digunakan
rodensia tikus putih. Masing-masing kelompok dosis menggunakan hewan
toksisitas dilakukan pengamatan berat badan, asupan pakan, minum hewan uji
(Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2014).
Pada dasarnya efek toksik yang ditimbulkan suatu senyawa bergantung
pada kondisi pemejanan, kondisi makluk hidup, mekanisme antaraksi, dan wujud
serta jenis efek toksik. Kondisi pemejanan ini meliputi jenis pemejanan, jalur
pemejanan, saat dan takaran pemejanan serta lama dan kekerapan pemejanan
(Donatus, 2001).
Berkaitan dengan ketoksikan racun, kekerapan dan lama pemejanan
racun merupakan faktor yang dapat mempengaruhi ketoksikan suatu racun. Lama
pemejanan racun adalah batas kurun waktu pemejanan sesuatu terhadap makluk
hidup tertentu sedangkan kekerapan pemejanan adalah batas pemejanan racun
terhadap makluk hidup setiap satuan waktu dengan takaran atau dosis serta
melalui jalur pemejanan tertentu. Suatu senyawa yang dipejankan hanya sekali
(jenis pemejanan akut) selama kurun waktu tertentu mungkin akan memberikan
efek toksik yang berbeda dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan berulang
(jenis pemejanan kronis). Selain itu faktor fisiologis dan patologis subjek juga
dapat mempengaruhi ketoksikan suatu senyawa. Faktor fisiologis meliputi berat
badan, jenis kelamin, kehamilan dan kecepatan aliran darah sedangkan faktor
patologis meliputi aneka ragam penyakit, diantaranya adalah penyakit saluran
cerna, kardiovaskuler, hati dan ginjal. Dalam metode pengujian toksikologi,
kondisi ini juga sangat diperhatikan, misalnya dalam pemilihan jenis hewan uji
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi untuk mendapatkan bukti
adanya efek toksisitas subakut dari infusa biji Persea americana Mill. terhadap
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
.ji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap
perubahan biokimia kadar BUN dan kreatinin tikus putih jantan dan betina galur
Sprague Dawley termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak
lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas . Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
peringkat dosis pemberian infusa biji Persea americana Mill.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian adalah
perubahan kadar BUN dan serum kreatinin tikus Sprague Dawley.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada
penelitian ini antara lain, kondisi hewan dan bahan uji yang
digunakan
1) Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan dan betina galur
Sprague Dawley dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3
bulan yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas
2) Bahan uji yang digunakan yaitu biji Persea americana Mill.
meliputi waktu panen, tempat tumbuh dan suhu.
3) Frekuensi pemberian infusa biji alpukat satu kali sehari
berturut-turut dengan waktu yang sama secara peroral.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
pada penelitian ini adalah kondisi patologis hewan uji yang
digunakan, yaitu tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley.
3. Definisi operasional
a. Dosis infusa biji Persea americana Mill. Dosis infusa dalah
sejumlah 8 g serbukbiji Persea americana M. yang dibuat dalam
bentuk infusa dengan peringkat dosis sebesar 202,24; 360;
640,8dan 1140,62 mg/kgBB.
b. Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang
digunakan merupakan biji alpukat segar yang tidak busuk.
c. Perubahan kadar B.N dan kreatinin.Ditunjukkan dengan
peningkatan atau penurunan yang berbeda bermakna dibandingkan
kontrol negatif setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28
hari.
d. Pemberian infusa. Pemberian infusa biji alpukat satu kali sehari
C. Bahan Penelitian
1. Hewan uji
Menggunakan tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley dengan
umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Biji Persea americana Mill.
Biji Persea americana Mill. diperoleh dari Depot es Teller 77 yang
berada di Galeria Mall, Yogyakarta pada bulan Juni2014. Berdasarkan keterangan
pemilik Depot es Teller 77, buah alpukat berasal dari distributor Klaten dan biji
Persea americana Mill. yang digunakan berasal dari buah alpukat yang tidak
busuk.
3. Pelarut
Pelarut yang digunakan untuk pembuatan infusabiji alpukat, yaitu
aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia Fakultas
Farmasi .niversitas Sanata Dharma,Yogyakarta.
4. Pakan dan minum
Tikus diberi pakan pelet AD-2 yang diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi .niversitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan diberi minum air
reverse-osmosis (RO) yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi
D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk biji Persea americana Mill.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan serbuk, yaitu timbangan digital, oven, blender, ayakan no 40 dan wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.
2. Alat penetapan kadar air
Alat-alat yang digunakan untuk penetapan kadar air, yaitu Moisture
Balance, stopwatch, sendok dan gelas piala.
3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill.
Alat pembuatan infusa biji alpukat yang digunakan, yaitu timbangan,
panci enamel, termometer, stopwatch, heater, gelas piala, batang pengaduk, kain
flanel dan gelas ukur.
4. Alat uji toksisitas biji Persea americana Mill.
Alat uji toksisitas yang digunakan, yaitu timbangan, Bekker glass, jarum
suntik peroral, spuit injeksi, eppendorf, pipa kapiler (haemotokrit), dan metabolic
cage.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Persea americana Mill.
Determinasi tanaman Persea americana Mill. dilakukan dengan
mencocokkan ciri-ciri morfologi biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari
americana Mill. Determinasi ini dilakukan di Fakultas Farmasi .niversitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang
diperoleh dari Depot es Teller 77 di Galeria Mall, Yogyakarta pada bulan Juni
2014. Berdasarkan keterangan pemilik Depot es Teller 77, buah alpukat berasal
dari distributor Klaten.
3. Pembuatan serbuk
Biji Persea americana Mill. dibersihkan dari kulit luarnya, dipotong
kecil-kecil dengan tebal sekitar satu cm lalu dicuci sampai bersih dibawah air
mengalir kemudian dikering anginkan hingga biji terlihat tidak basah lagi. Biji
tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 500 C selama 72 jam
untuk proses pengeringan. Biji yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak
menggunakan ayakan nomor 40. Pengayakkan yang dilakukan pada serbuk biji
Persea americana Mill. bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga
semakin besar luas permukaan yang akan kontak dengan pelarut yang digunakan
dalam pembuatan infusa, yaitu aquadest.
4. Penetapan kadar air serbuk bijiPersea americana Mill.
Sebanyak ±5 g serbuk biji Persea americana Mill. yang sudah diayak
pada suhu 1050C selama 15 menit kemudian akan muncul % kadar air serbuk
tersebut.
5. Penetapan dosis infusa biji Persea americana Mill.
Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang biasa
digunakan oleh masyarakat, yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk yang direbus
dengan 250ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g/70kgBB
manusia. Berdasarkan data diatas maka konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200
g = 0,018. Dosis untuk tikus:
200 g = 0,018 x 4 g
= 0,072 g/200gBB = 360 mg/kgBB.
Berdasarkan hasil orientasi infusa biji alpukat pada penelitian
nefroprotektif yang dilakukan oleh Yoseph (2013), konsentrasi maksimal infusa
biji alpukat yang dapat dibuat adalah 8g/100ml dengan asumsi berat badan hewan
uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa untuk tikus
secara p.o adalah 5 ml. Maka dilakukan perhitungan dosis tinggi perlakuan:
D x BB = C x V
D x 350 g = 8 g/ 100ml x 5 ml
D = 1142,8 mg/kgBB
Perhitungan faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi sebagai berikut.
dosis tinggi dosis rendah =
1142,8
Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis, yaitu:
Dosis I : 360 mg/kgBB : 1,78 =202,24 mg/kgBB
Dosis II : 360 mg/kgBB
Dosis III : 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8 mg/kgBB
Dosis IV : 640,8 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6mg/kgBB
6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif
.ntuk menentukan dosis aquadest digunakan berat badan tertinggi untuk
mengetahui jumlah dosis maksimum yang harus diberikan kepada hewan uji.
Berdasarkan rumus didapatkan dosis maksimum, yaitu:
D x BB = C x V
D x 350 g = 1000 mg/ml x 5ml
D = 1000 mg x 5 / 350 gBB
= 5000 mg / 0,35 kgBB =14285,7 mg/kgBB
7. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill.
Menimbang sebanyak 8 g serbuk kering lalu dimasukkan ke dalam panci
enamel, dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali dari bobot yang ditimbang,
yaitu 16 ml. Ditambahkan lagi dengan aquadest 100 ml. Selanjutnya panci enamel
dipanaskan diatas penangas air pada suhu 900 C dan dijaga suhunya selama 15
menit. Lima belas menit dihitung ketika suhu mencapai 900 C. Setelah 15 menit
larutan diambil dan diperas menggunakan kain flannel hingga mencapai volume
selama 15 menit bertujuan untuk mencegah agar senyawa metabolit sekunder
yang terkandung dalam serbuk biji alpukat tidak rusak. Sementara itu bentuk
sediaan infusa memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu
pembuatan sediaan infusa dapat dilakukan dengan mudah karena sediaan infusa
sama seperti rebusan yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Namun sediaan
infusa ini tidak bertahan lama. Apabila sudah lebih dari 24 jam maka sediaan
infusa sebaiknya tidak boleh digunakan karena ditakutkan sediaan tersebut sudah
terkontaminasi oleh mikroorganisme sehingga harus membuat ulang sediaan yang
baru. Hal tersebut merupakan kekurangan dari sediaan infusa.
8. Persiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 ekor (25 ekor jantan dan 25 ekor
betina) yang ditempatkan di dalam metabolic cage. Sebelum dilakukan penelitian,
seluruh tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari di Laboratorium Imono
Fakultas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tikus diberi makan seperti biasa, yaitu
pelet AD-2 dan diberi minum Reverse-Osmosis (RO). Penelitian dengan hewan
coba ini telah mendapat Ethical Clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran
.niversitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Lampiran 5).
9. Pengelompokan hewan uji
Lima puluh ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, yaitu satu
kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok uji
(kontrol) diberi aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB, kelompok dua sampai
lima diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis berturut-turut
202,24; 360; 640,8 dan 1140,6 mg/kgBB selama 28 hari.
10. Prosedur pelaksanaan toksisitas subakut
Sediaan infusa biji alpukat yang diberikan kepada hewan uji sesuai
dengan peringkat dosis dengan kekerapan pemberian satu kali sehari selama 28
hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberikan makan dan minum. Pada
hari ke-0 sebelum diberi perlakuan dan hari ke-29, semua tikus diambil darahnya
melalui sinus orbital mata menggunakan pipa kapiler dan ditampung pada
eppendorf kemudian dilakukan pengukuran kadar BUN dan kreatinin yang
dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) .niversitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
11. Pengamatan
a. Pengamatan berat badan hewan uji. Dilakukan dengan cara
menimbang hewan uji dengan timbangan yang dilakukan setiap hari.
Purata berat badan hewan uji dilakukan dengan menambahkan berat
badan hewan uji dan membagi dengan jumlah hewan uji tiap
kelompok perlakuan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Setelah itu, data
berat badan hewan uji tersebut dilakukan analisis dengan General
b. Pengukuran asupan pakan hewan uji. Hewan uji diberi asupan pakan
sebanyak 30 g setiap hari. Banyaknya asupan pakan dihitung dengan
cara menghitung sisa makanan yang tertinggal diwadah pada hari
kedua setelah diberi pakan pada hari pertama. Selisih dari
penimbangan tersebut dihitung sebagai asupan makanan yang
dihabiskan oleh hewan uji pada hari pertama kemudian dihitung
rata-rata jumlah pakan yang dihabiskan oleh tikus tiap kelompok perlakuan
sampai pada hari ke 28.
c. Pengukuran asupan minum hewan uji. Setiap hari hewan uji diberi minum air Reverse Osmose (RO) sebanyak 100 ml yang diberikan
dalam wadah botol lalu dimasukan dalam kandang. Pengukuran
banyaknya jumlah air minum yang dihabiskan dilakukan dengan cara
mengurangkan jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama
dengan jumlah air minum sisa pada hari kedua. Selisih dari
pengurangan tersebut merupakan jumlah air minum yang dihabiskan
hewan uji pada hari pertama.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis data hasil pengukuran kadar BUN (ureum) dan kreatinin tikus
jantan dan betina diuji menggunakan uji paired T-test untuk kelompok kontrol
aquadest maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah
menggunakkan uji Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk mengetahui
distribusi data tiap kelompok. Analisis akan dilanjutkan menggunakan analisis
variansi pola searah (one way ANOVA) apabila distribusi data normal dan
homogen. Tujuan dari analisis variansi pola searah (one way ANOVA) adalah
untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok dengan taraf kepercayaan
95%. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Scheffe jika p<0,05 untuk melihat
perbedaan antar kelompok.
Apabila hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data distribusi yang
tidak normal maka dilanjutkan dengan menggunakkan analisis Kruskal Walis
untuk melihat perbedaan kadar kreatinin maupun BUN antar kelompok baik
kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat. Analisis kemudian
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan uji tiap
kelompok. Selain itu, selama perlakuan infusa biji alpukat 28 hari juga dilakukan
pengamatan perubahan berat badan, pola makan dan minum tikus baik jantan
maupun betina. Data perubahan berat badan tikus jantan dan betina yang dihitung
rata-ratanya pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 dianalisis dengan menggunakan
General Linear Model (Multivariate). Sementara itu untuk data pola asupan pakan
dan minum tikus jantan dan betina akan disajikan dalam bentuk grafik pola makan
G. Skema Alur Penelitian
Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cagedan diadaptasikan selama 7 hari
Pada hari ke-0, tikus dipuasakan selama 5 jam sebelum pengambilan darah
Dilakukan pengambilan darah Hewan uji ditimbang sebelumdilakukan pengambilan darah
Hewan uji dikembalikan dalam metabolic cage
4 jam setelah pengambilan darah hewan uji diberi infusa biji alpukat secara peroral dan diberi asupan pakan pada :
Kel. Kontrol aquadest
dosis 14285,7 mg/kgBB
Kel.I Infusa biji alpukat dosis 202,24
mg/kgBB
Kel.II Infusa biji
alpukat dosis 360 mg/kgBB
Kel.III Infusa biji
alpukat dosis 640,8
mg/kgBB
Kel.IV Infusa biji alpukat dosis
1140,6 mg/kgBB
Dilakukan pengukuran asupan pakan, minum dan pengamatan berat badan selama 28 hari setiap pagi
Selama 28 hari injeksi infusa biji alpukat secara peroral pada hewan uji dilakukan pada jam yang sama dengan hari pertama
Pada hari ke-29 hewan uji dipuasakan lalu dilakukan pengambilan darah dan dianalisis dengan statistika
37 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian toksisitas subakut ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut memberikan
perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin. Pada
penelitian toksisitas subakut biji alpukat ini dilakukan determinasi biji alpukat,
pembuatan serbuk biji alpukat, penetapan kadar air serbuk biji alpukat,
pengukuran kadar B.N dan kreatinin darah tikus baik jantan maupun betina,
pengamatan perubahan berat badan, pengukuran asupan makan dan asupan
minum selama 28 hari.
A. Determinasi Tanaman
Tujuan dari dilakukannya determinasi ini adalah untuk menghindari
terjadinya kesalahan serta untuk memastikan bahwa biji yang digunakan dalam
penelitian memang benar biji dari tanaman Persea americana Mill. Determinasi
dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri morfologi dari biji Persea
americana Mill. dengan biji yang telah diketahui pasti merupakan biji tanaman
Persea americana Mill. Determinasi ini dilakukan di Fakultas Farmasi
.niversitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil determinasi telah membuktikan
bahwa biji yang digunakan memang benar berasal dari biji tanaman Persea
B.Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill.
Serbuk biji Persea americana Mill. sebelum digunakan untuk penelitian,
terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar air yang bertujuan untuk mengetahui
kandungan air dalam serbuk biji tersebut memenuhi persyaratan kadar air serbuk
simplisia yang baik atau tidak. Berdasarkan Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan RI (1995), syarat kadar air serbuk simplisia yang baik adalah
kurang dari 10%. Alasan perlu dilakukan penetapan kadar air karena apabila
serbuk mengandung air lebih dari 10%, maka memungkinkan tumbuhnya
mikroorganisme yang nantinya dapat mencemari serbuk karena air merupakan
media yang disukai oleh mikroorganisme.
Penetapan kadar air ini dilakukan dengan metode Gravimetri dengan
menggunakan alat Moisture Balance. Prinsip dari metode ini adalah penetapan
jumlah sampel berdasarkan pengukuran berat zat konstan (Sudjadi, 2010).
Sebanyak 5 g serbuk biji Persea americana Mill. dipanaskan didalam alat
Moisture Balance pada suhu 1050 C selama 15 me