BAB III METODE PENELITIAN
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran, ketebalan, konsistensi dan warna. Gambar makroskopik sponge Suberites
diversicolor Becking & Lim dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 50-52. 3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutupi dengan cover glass (kaca penutup) kemudian dilihat di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik serbuk simplisia sponge dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 53.
3.5.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen) (Depkes RI, 1995).
Cara kerja :
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah
30
toluen mulai mendidih kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, disaring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol (95%). Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut
31
dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g zat serbuk ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
pijarkan hingga bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.6 Pemeriksaan Senyawa Kimia
Pemeriksaan senyawa kimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid (Depkes RI, 1995; Farnsworth, 1996).
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
− Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
32
− Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan pada paling sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan di atas (Depkes RI,1995).
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Positif flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI, 1995).
3.6.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm, pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.6.4 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1996).
3.6.5 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling ditambah
33
dengan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml fitrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, kemudian dikocok lalu didiamkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada
suhu tidak lebih dari 50oC. Sisa penguapan dilarutkan dalam 2 ml metanol.
Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut: larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula (Depkes RI, 1995).
3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna merah ungu atau biru hijau bila menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Farnsworth, 1966).
3.7 Pembuatan Ekstrak
Cara kerja :
Sebanyak 280 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian n-heksan, ditutup biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan n-heksan hingga diperoleh 100 bagian. Maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, dienaptuangkan atau disaring. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan bantuan alat rotary
34
evaporator pada temperatur ±40°C sampai diperoleh ekstrak kental. Bagan pembuatan ekstrak n-heksan serbuk simplisia sponge Suberites diversicolor Becking & Lim dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 55.
3.8 Analisis Ekstrak n-heksan Secara KLT
Terhadap ekstrak n-heksan dilakukan analisis secara KLT menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel 60 F254 dan fase gerak campuran n-heksan–
etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40) dan (50:50) penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.
Cara kerja :
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis silika gel 60 F254, kemudian dimasukkan
ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard kemudian dipanaskan dalam oven pada
suhu 105oC selama 10 menit, lalu diamati perubahan warna yang terjadi dan
dihitung harga Rf-nya. Kromatogram KLT ekstrak n-heksan Suberites
diversicolor Becking & Lim dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 57.
3.9 Pemisahan Isolat Secara KLT Preparatif
Ekstrak n-heksan selanjutnya diisolasi secara KLT preparatif, sebagai fase diam silika gel 60 GF254, fase gerak digunakan n-heksan-etilasetat (70:30) dan
sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard. Cara kerja:
35
dari tepi bawah plat KLT berukuran 20 x 20 cm yang telah diaktifkan. Setelah kering, plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase gerak n-heksan-etilasetat (70:30), pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada. Setelah mencapai batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Bercak senyawa steroid/triterpenoid yang berwarna merah ungu pada sisi kanan dan kiri dihubungkan, bagian tengah plat yang tidak disemprot dikerok, dikumpulkan, dimasukkan ke dalam vial ditambahkan metanol dan direndam selama satu malam lalu disaring, kemudian pelarutnya diuapkan sampai kering dengan bantuan hair dryer ditambahkan sedikit metanol dingin dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Isolat yang terbentuk dikromatografi lapis tipis, selanjutnya dilakukan uji kemurnian isolat secara KLT dua arah. Kromatogram hasil KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 58.
3.10 Uji Kemurnian Isolat
3.10.1 Uji kemurnian isolat secara KLT satu arah
Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan KLT satu arah menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel 60 F254, fase gerak n-heksan-
etilasetat (70:30) dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann- Burchard.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 F254 yang sebelumnya
36
jenuh dengan uap pengembang dan ditutup rapat. Sesudah elusi selesai plat dikeluarkan dari bejana kromatografi dan dikeringkan di udara, kemudian plat disemprot dengan larutan penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann- Burchard. Plat dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 10 menit, lalu diamati warna noda yang terjadi. Kromatogram isolat hasil KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 59.
3.10.2 Uji kemurnian isolat secara KLT dua arah
Isolat hasil isolasi secara KLT preparatif dilakukan uji kemurnian secara KLT dua arah menggunakan dua sistem pengembang yang berbeda kepolarannya. Fase gerak pertama digunakan n-heksan-etilasetat (70:30) dan fase gerak kedua digunakan toluen-etilasetat (80:20), sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 F254, kemudian dielusi
memakai fase gerak I yaitu n-heksan-etilasetat (70:30) hingga mencapai batas pengembangan, lalu plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat yang telah kering diputar 90o dan diletakkan kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh memakai fase gerak II yaitu toluen-etilasetat (80:20) hingga mencapai batas pengembangan, dikeringkan dan disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Plat dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 10 menit, kemudian diamati warna noda yang terjadi dan dihitung harga Rf-nya. Kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat murni dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 60.
37
3.11 Identifikasi Isolat
3.11.1 Identifikasi isolat secara spektrofotometri ultraviolet
Isolat hasil isolasi dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel, selanjutnya absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum ultraviolet dari isolat murni sponge Suberites diversicolor Becking & Lim dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 61.
3.11.2 Identifikasi isolat secara spektrofotometri inframerah
Identifikasi isolat secara spektrofotometri inframerah dilakukan dengan cara mencampurkan sedikit kistal isolat dengan KBr, dicetak menjadi pelet, kemudian diukur menggunakan spektrofotometer inframerah pada frekuensi
4000-400 cm-1. Spektrum inframerah dari isolat murni sponge Suberites
38