Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah : prosedur pemeriksaan, penggunaan alat-alat yang harus sesuai dengan petunjuk, ataupun reagensia yang digunakan. Pemeriksaan laboratorium klinik baik apabila test tersebut teliti (precision) dan akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).
Pemantapan kualitas untuk pemeriksaan plasma fibrinogen dilakukan dengan menggunakan plasmatrol di mana hasil pemeriksaan tersebut harus terletak dalam nilai batas yang dapat diterima dengan nilai target 150 – 400 mg/dl (kurva kalibrasi). Setelah didapatkan hasil, pemeriksaan selanjutnya dilakukan pemeriksaan plasma fibrinogen sampel penderita.
Tabel 3.1 Pemantapan kualitas pemeriksaan Fibrinogen No Tanggal Pemeriksaan Kelompok Pemeriksaan Nilai Kontrol (mg/dl) Nilai Target (mg/dl) 1. 02-03-2013 N= 8 180 150-400 2. 09-03-2013 N= 6 180 150-400 3 21-03-2013 N= 5 175 150-400 4 10-04-2013 N=11 155 150-400
Untuk pemeriksaan HDL-C dan LDL-C digunakan c.f.a.s lipid Lot No. 668383. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.
KGDP digunakan C.f.a.s Lot No. 667583, dan TG digunakan C.f.a.s Lot No. 671262. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali sewaktu membuka reagen baru.
3.8. ALUR PENELITIAN
pasien kontrol
Subjek yang datang ke Poli Klinik Penyakit Dalam bagianEndokrinRSUP H.Adam Malik medan
1.Anamnesa 2.Pemeriksaan Fisik 3.RiwayatPenyakit keluarga hipertensi,DM,PKV Eksklusi 1. Penyakit inflamasi 2. Penyakit SKA 3. Kehamilan 4. Perokok aktif
Cek Parameter Sindroma Metabolik (IDF)
SM Obesitas
CEK KADAR FIBRINOGEN Pemeriksaan Laboratorium DL,KGDP,TG,HDL
3.9. Batasan Operasional 3.9.1. Fibrinogen
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode Clauss dengan alat CoaLab 6000.
Nilai : 150 – 400 mg/dl. 3.9.2. Obesitas
Dinilai dengan pengukuran IMT yaitu mengukur BB/TB2 menggunakan kriteria IDF 2005 yang dimodifikasi dari kriteria Asia-Pasific, yaitu IMT > 25 kg/m2 .
3.9.3. Sindroma Metabolik
Yaitu sekumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, obesitas, dyslipidemia, intoleransi glukosa ditentukan menggunakan kriteria IDF 2005 yang terdiri dari: 43
a. Lingkar pinggang
Digunakan untuk menentukan ada tidaknya obesitas sentral dan di ukur berdasarkan cara yang ditetapkan oleh IDF 2005 yaitu pada wanita > 80cm dan pada pria > 90cm.
b. Dislipidemia
Adalah gangguan profil lipid darah, ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida (≥150 mg/dl ) dan atau penurunan HDL (Laki-laki < 40 mg/dl , Perempuan < 50 mg/dl) atau pernah menderita dyslipidemia atau sedang minum obat anti lipid.
c. Hipertensi
Adalah peningkatan tekanan darah (≥130/85 mmHg) atau pernah menderita hipertensi atau sedang mengkonsumsi obat-obat antihipertensi.
d. Intoleransi glukosa
Meliputi toleransi glukosa puasa terganggu ataupun DM tipe 2, sesuai dengan kriteria IDF 2005 yaitu kadar gula darah puasa > 100 mg/dl.
3.10. Analisa Data Statistik
Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17. Gambaran karakteristik kelompok SM dan obesitas disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Kenormalan data di uji dengan Kolmogorov-Smirnov Test. Perbedaan parameter fibrinogen antara subjek SM dan obesitas digunakan uji t-independent, karena data yang didapat berdistribusi normal. Berdasarkan pada IMT, data tekanan darah sistole dan diastole setelah dilakukan uji normalitas, data yang tidak berdistribusi normal dilakukan analisis dengan menggunakan uji non parametrik yaitu Mann Whitney . Untuk melihat korelasi antar variabel digunakan uji korelasi Pearson. Akan tetapi untuk data yang tidak berdistribusi normal, digunakan uji korelasi Spearman. Hasil tes dikatakan bermakna bila nilai p<0.05
BAB 4 HASIL
Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang. Dari 30 sampel ini sebanyak 15 orang menderita Sindroma Metabolik (Subjek) dan 15 orang menderita obesitas terdiri dari pria 16 orang (46.7%) dan wanita 14 orang (53.3%), dengan umur rata-rata pada penderita sindrom metabolik (37.87±6.51)
Tabel 4.1 Karakteristik pada Kelompok SM dan obesitas No Karakteristik SM n = 15 orang (x±SD) Obesitas N = 15 orang (x±SD) P-value 1 Umur (Tahun) 37.9 ± 6.5 36.9 ± 5.3 0.647 2 IMT(kg/m2) 30.7 ± 4.7 29.0 ± 3.4 0.264 3 Lingkar Pinggang (cm) 99.3 ± 9.0 94.9 ± 8.1 0.166 4 TD Sistole (mmHg) 121.3 ± 11.9 113.3 ± 4.9 0.023* 5 TD Diastole (mmHg) 76.3 ± 6.7 73.3 ± 4.9 0.171 6 HDL – C (mm/dL) 39.7 ± 8.6 54.1 ± 11.4 0.001* 7 TG (mg/dL) 173.8 ± 44.2 100.0 ± 35.6 0.000* 8 KGDP (mg/dL) 93.4 ± 17.6 85.9 ± 9.3 0.151 Keterangan: * menyatakan signifikan hasil penelitian dengan P-value < 0.005. IMT
(Indeks Massa Tubuh). LP (Lingkar Pinggang). TDS (Tekanan Darah Sistole). TDD (Tekanan Darah Diastole). HDL-C (High Density Lipoprotein-Cholesterol), TG
(TriGliserida). KGDP (Kadar Gula Darah Puasa). * Uji kemaknaan dengan t-independent. bermakna jika p<0.05.
Rata-rata umur subjek adalah 37.86 ± 6.51 tahun dan kontrol 36.86 ± 5.26 tahun dan tidak ditemukan perbedaan antara subjek dan kontrol (p = 0.647). Rata-rata IMT pada kelompok SM (30.7 ± 4.7) dan kelompok obesitas (29.0±3.4), dengan (p=0.264) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata lingkar pinggang pada kelompok SM (99.3 ± 9.0) dan kelompok obesitas (94.9 ± 8.1), dengan (p=0.166) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan darah sistole pada kelompok SM (121.3 ± 11.9) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (113.3 ± 4.9), dengan (p=0.023) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan diastole pada kelompok SM (76.3 ± 6.7) dan kelompok
obesitas (73.3 ± 4.9), dengan (p=0.171) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata HDL-C pada kelompok SM (39.7 ± 8.6) lebih rendah dibandingkan kelompok obesitas (54.1 ± 11.4), dengan (p=0.001) berbeda signifikan secara statistik. Sementara rata-rata TG pada kelompok SM (173.8 ± 44.2) lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas (100.0 ± 35.6), dengan (p=0.000) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata KGD-P pada kelompok SM (93.4 ± 17.6) dan kelompok obesitas (85.9 ± 9.3), dengan (p=0.151) tidak berbeda signifikan secara statistik.
Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Fibrinogen Pada subjek SM dan obesitas Variabel SM (Mean±SD) Obesitas (Mean±SD) P-value Fibrinogen(mg/dl) 542.9 ± 209.3 503.5 ± 192.8 0.633
Keterangan: Uji perbedaan dengan menggunakan uji t-independent, bermakna jika
p<0.05
Nilai rata-rata kadar fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.
Tabel 4.3 Korelasi kadar Fibrinogen dengan masing-masing komponen SM
Komponen SM Fibrinogen
R P
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 0.08 0.75
Lingkar Pinggang (cm) 0.40 0.14
Gula Darah Puasa (mg/dL) 0.43 0.10
HDL-C (mg/dL) - 0.01 0.95 Trigliserida (mg/dL) 0.29 0.28 Tekanan Darah (mmHg) • Sistole • Diastole 0.03 0.18 0.91 0.50 *Keterangan: Uji korelasi pearson,bermakna jika p<0.05.
Tabel 4.3 menggambarkan hubungan masing-masing komponen SM terhadap fibrinogen, dimana tidak ada komponen SM yang berkorelasi dengan fibrinogen.
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini pemeriksaan kadar fibrinogen dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok SM dan kelompok obesitas, dengan menggunakan kriteria International Diabetes Federation (IDF), dan didapatkan 15 orang penderita SM dan 15 orang yang menderita obesitas sebagai kontrol.
Bentuk obesitas pada pria adalah obesitas sentral dimana obesitas sentral merupakan bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan dengan sindroma metabolik, Hal ini menjelaskan mengapa pada pria prevalensi SM lebih meningkat dibandingkan pada wanita. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%.(Hooven et al, 2006) Hal yang sama ditemukan oleh Syukran dkk (2005) di Medan melaporkan prevalensi sindroma metabolik pada karyawan perkebunan sebesar 38,8% dengan menggunakan kriteria NCEP ATP III dimana pria 38,12 % sedang wanita 16,67 %.(Syukran et al, 2005) Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian
sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.6,9,20,21
Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys, prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun.68
Hal yang berbeda terlihat pada penelitian kami di medan, dimana karakteristik jenis kelamin terdiri dari wanita 53.3% dan pria 46.7% .Hal yang sama didapatkan pada penelitian dari Ma et al (2009) di china dimana prevalensi pria sebanyak 45.5% dan wanita 54.5% . Zhang et al
(2007), pada populasi cina mendapatkan prevalensi SM lebih besar yaitu 34,1% dan lebih banyak pada wanita secara bermakna (p<0,01). Perbedaan ini mungkin karena perbedaan kultur, budaya dan gaya hidup.23,67,69
Menurut Imperatore et al (1998) terdapat perbedaan lingkar pinggang pada kelompok SM dan non SM. Sedangkan menurut Ma et al
(2009) tidak terdapat perbedaan lingkar pinggang pada kelompok SM dan non SM, hal yang sama ditemukan pada penelitian kami dimana pengukuran lingkar pinggang pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan, pada penelitian kami mungkin dikarenakan kontrol yang dipakai adalah kelompok obesitas, sehingga rata-rata lingkar pinggang pada kedua kelompok tidak berbeda. 22,23
Pada data karakteristik antara kelompok SM dan obesitas terdapat peningkatan yang signifikan kadar TG dan tekanan darah sistole pada kelompok SM dibandingkan dengan obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik, hal ini menjelaskan mengapa pada SM terjadi peningkatan tekanan darah.(NCEP ATP III). Adanya resistensi insulin akan mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida. Terdapat peningkatan yang signifikan pada kadar HDL pada kelompok obesitas dibandingkan kelompok SM. Hal ini mungkin karena pada SM, VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatic lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56
Kadar gula darah pada penelitian kami tidak terjadi kenaikan dikarenakan tubuh kita masih dapat mengkompensasi pada kondisi hiperglikemia, yaitu pankreas akan meningkatkan sekresi insulin untuk mengembalikan glukosa plasma menjadi normal, sehingga plasma insulin akan meningkat dan kadar glukosa normal kembali. Ini yang mungkin
terjadi pada kedua kelompok ini, sehingga pada kedua kelompok SM dan obesitas tidak berbeda bermakna.48
Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut yang disintesa di hati, dan merupakan komponen yang penting pada kaskade koagulasi. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kadar fibrinogen dengan kejadian SM dan komponennya. Walaupun hubungan antara kadar fibrinogen dan komponen yang spesifik dari SM masih belum jelas.23
Menurut Ma et al (2009) di China, terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata fibrinogen pada subjek dengan SM dibandingkan dengan control normal. Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Imperatore et al (1998) di italia.22,23 Pada penelitian kami di dapatkan peningkatan kadar rata-rata fibrinogen pada kelompok obesitas maupun SM, tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara dua kelompok tersebut dengan p= 0.633. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kontrol yang digunakan pada penelitian kami adalah obesitas, sementara penelitian sebelumnya menggunakan kontrol normal. Karena obesitas juga berhubungan dengan adanya inflamasi, seperti pada subjek SM sehingga rata-rata nilai fibrinogen pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Kadar Fibrinogen lebih tinggi pada kelompok SM dibandingkan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda secara signifikan
2. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara komponen SM dengan Fibrinogen
6.2. Saran
Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar .
BAB 7 RINGKASAN
Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut dan sintesanya dapat meningkat sampai 20 kali lipat dengan rangsangan inflamasi yang berat. Diproduksi dihati dan distimulasi oleh sitokin (IL6) yang sangat penting sebagai mediator dari peningkatan sintesa fibrinogen selama respon fase akut. Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis. 1,2,3,4
. Fibrinogen merupakan salah satu protein fase akut yang peningkatan kadarnya dihubungkan dengan inflamasi sistemik, selain itu fibrinogen juga dianggap memiliki hubungan dengan komponen faktor resiko sindroma metabolik . 5,6
Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2
Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit,
dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5
Konsep dari Sindroma Metabolik (SM) telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan SM sebagai kumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 7
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan yang dikenal sebagai multiple risk faktor untuk penyakit kardiovaskular dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menamakan dengan istilah Sindroma Metabolik (SM). Konsep SM ini telah banyak diterima secara Internasional.8,9,10
Penyebab aterosklerosis pada penderita sindroma metabolik bersifat multi faktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stress oksidatif, serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. SM dihubungkan dengan keadaan proinflamasi dan protrombosis. Keadaan proinflamasi ditandai dengan peningkatan kadar CRP sedangkan keadaan protrombosis ditandai dengan peningkatan kadar fibrinogen dan PAI-1.16,17
Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55
Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Pada penelitian didapatkan rata-rata umur subjek adalah 37.86 ± 6.51 tahun dan kontrol 36.86 ± 5.26 tahun dan tidak ditemukan perbedaan antara subjek dan kontrol (p = 0.647). Rata-rata IMT pada
kelompok SM (30.7 ± 4.7) dan kelompok obesitas (29.0±3.4), dengan (p=0.264) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata lingkar pinggang pada kelompok SM (99.3 ± 9.0) dan kelompok obesitas (94.9 ± 8.1), dengan (p=0.166) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan darah sistole pada kelompok SM (121.3 ± 11.9) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (113.3 ± 4.9), dengan (p=0.023) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan diastole pada kelompok SM (76.3 ± 6.7) dan kelompok obesitas (73.3 ± 4.9), dengan (p=0.171) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata HDL-C pada kelompok SM (39.7 ± 8.6) lebih rendah dibandingkan kelompok obesitas (54.1 ± 11.4), dengan (p=0.001) berbeda signifikan secara statistik. Sementara rata-rata TG pada kelompok SM (173.8 ± 44.2) lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas (100.0 ± 35.6), dengan (p=0.000) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata KGD-P pada kelompok SM (93.4 ± 17.6) dan kelompok obesitas (85.9 ± 9.3), dengan (p=0.151) tidak berbeda signifikan secara statistik. Nilai rata-rata kadar fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Pada penelitian juga didapatkan bahwa tidak ada komponen SM yang berkorelasi dengan fibrinogen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Greer JP, Foerster J, Lukens, JN, Rodgers et al . Blood coagulation and fibrinolysis. In: Wintrobe’s clinical hematology. 11thed, Philadelphia : Lippincot williams and wilkins. 2004: 719-726.
2. Robert HR, Monroe DM, Hoffman M. Molekular biology and biochemistry of the coagulation factors and pathways of hemostasis. In: William Hematology.6th ed. New York : MC Graw Hill. 2004;1423-26
3. Cook GK, Tuddhenham EGD, Mervey JH. Normal Hemostasis in Post Graduate Haematologi, 5 th ed, Blackwell Publishing. 2005; 812-13. 4. Kamath S, Lip GY. Fibrinogen: biochemistry, epidemiology and
determinants. QJ Med . 2003:96; 711-729.
5. Ernst E, Resch KL. Fibrinogen as a cardiovascular risk factor: a meta-analysis and review of the literature. Ann Intern Med. 1993: 118; 956-63.
6. Soegondo S. Atherogenic dyslipidemia and the metabolic syndrome clinical practice. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2005: 37;177-183
7. Eckel RH, Krauss RM. Defenition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus, provisional report of a WHO consultation. Diabet Med. 1998: 15; 539-53.
8. Reaven GM. Role of insulin resistance in human disease. Diabetes. 1988: 37; 1595–1607.
9. Alberti KGMM, Zimmet PZ (2007). Metabolic syndrome: nomenclatur, definition, and diagnosis. In: Krentz AJ and Wong ND (Ed.). The Metabolic Syndrome and Cardiovascular Disease. Informa Healthcare USA. New York. 2007; 1-16.
10. Mittal S. The Metabolic Syndrome in Clinical Practice. Springer, London. 2008:1-16; 36-56.
11. Alberti KGMM, Zimmet PZ. Defenition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complication. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus, provisional report of a WHO consultation. Diabet Med . 1998: 15; 539-53.
12. Bjorntorp P. Heart and soul: stress and the metabolic syndrome.
Scand Cardiovasc J. 2001: 35; 172-7.
13. Liu M-L. LDL Oxidation and LDL Particle Size in The Development of Atherosclerosis. Helsinki: University Press Helsinki. 2002
14. Ninomiya JK, L’Italien G, Criqui MH, Whyte JL, Gamst A, Chen RS. Association of the metabolic syndrome with history of myocardial infarction and stroke in the third national health and nutrition examination survey. Circulation. 2004: 109; 42-46.
15. Sanusi H. Obesitas toleransi glukosa terganggu dan resiko kardiovasculer. In: Adam JMF,editor. Obesitas dan Sindroma Metabolik. Bandung. 2006; 21-31.
16. Grundy SM. Metabolic syndrome: connecting and reconciling cardiovascular and diabetes world. J Am Coll Cardiol . 2006: 47; 1093-100.
17. Halcox J, Quyyumi AA. Metabolic syndrome; overview and current guidelines. Hospital Physicians. 2006; 1-12.
18. Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S.adult: findings from the Third National Health and Nutrition Examination Survey. JAMA. 2002: 287; 356-9.
19. Soegondo S. Obesitas pada sindroma metabolik : penyebab atau akibat. editor: Setiati S, Alwi I, Simadibrata M, Sari NK, Chen K. Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Penyakit Dalam UI, Jakarta. 2005; 83-86.
20. Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S. Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta, Indonesia: The Jakarta primary non-communicable disease risk factors surveillance 2006. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2010; 199-203.
21. Hooven CVD, Ploemacher J, Godwin M. Metabolic syndrome in a family practice population. Can Fam physician. 2006:52; 982-3.
22. Imperatore G, Riccardi G, Iovine C, Rivellese AA, Vaccaro O. Plasma fibrinogen: a new factor of the metabolic syndrome. Diabetes Care. 1998: 21; 649–54.
23. Ma J, Xu A, Jia C, Liu L et al. Association of fibrinogen with metabolic syndrom in rural chinese population. Accepted for publication. 2009: 17; 486-92.
24. Smith EB. Fibrinogen, fibrin and fibrin degradation products in Relation to atherosclerosis. Clin Haematol. 1986:15; 355–70.
25. Budiwarsono. Fibrinolisis primer. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 774-76.
26. Kannel WB. Diabetes Fibrinogen and Risk of Cardiovascular Disease; The Framingharm Experience. American Heart Journal. 1990:120 (3); 672-6
27. Folsom AR, Rosamond WD, Shahar E, Cooper LS, Aleksic A, Nieto FJ
et al. Prospective study of markers of hemostatic function with risk of ischemic stroke. Circulation. 1999: 100; 736-42.
28. Landin K, Tengborn I, Smith U. Elevated fibrinogen and plasminogen activator inhibitor (PAI-1) in hypertension are related to metabolic risk factor for cardiovascular disease. J Intern Med. 1990: 227; 273-278. 29. Goodnight SH, Hathaway WE. Disorders of Hemostasis and
Thrombosis a Clinical Guide. Mc Graw Hills. Newyork. 2001; 175-83. 30. Schwartz SL, Caruana CC. Disorders of Plasma Clotting Factors in
Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis 4th ed. F.A.Davis Company Philadelphia. 2002; 495-520.
31. Halle M, Berg A, Keul J, Baumstark MW. Association between serum fibrinogen concentration and HDL and LDL subfaction phenotypes in healty men. Arteriosclerosis and Vascular Biology. 1996:16;144-48. 32. Larasati T. Kadar Fibrinogen dan Faktor Fibrinolisis (D-Dimer) pada
Penderita Hipertensi Ringan dan Sedang di RSUP H.Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan Oktober 1999. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2001
33. Byrne CD, Wild SH, (2005a). Inflamation cardiovascular disease and the metabolic syndrome. In: Byrne CD, Wild SH (Ed). The Metabolic Syndrom. Wiley West Sussex. 2005; 208-13.
34. Byrne CD, Wild SH. Atherothrombosis and the metabolic syndrome In: Byrne CD, Wild SH (Ed.). The Metabolic Syndrome. Wiley. West Sussex. 2005; 177.
35. Diamant M, Tushuizen ME (2006). The metabolic syndrome and endothelial dysfunction: common highway to type 2 diabetes and CVD.
Curr Diab Rep. 2006:6; 279-86.
36. Maresca G, Blasio AD, Marchioli R, Minno GD. Measuring plasma fibrinogen to predict stroke and myocardial infarction, an update.
Arterisclerosis, thrombosis , and vascular biology. 1999:19;1368-77. 37. Soegondo, Sidartawan. Sindrom metabolik. Dalam: Buku Ajar
Penyakit Dalam. 2006; 1871-1872.
38. Pranoto A, Kholili U, Tjoktoprawiro A dkk. Metabolic Syndrome as Observed in Surabaya. Universitas Airlangga. 2011 (Abstrak)