PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA
SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS
T E S I S
TUT WURI HANDAYANI 097111004 / PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.
PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA
SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
TUT WURI HANDAYANI 097111004 / PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.
Judul Penelitian : Penilaian Kadar Fibrinogen Pada
Subjek Sindroma Metabolik dan Obesitas Nama Mahasiswa : Tut Wuri Handayani
Nomor Induk Mahasiswa : 197111004
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Pembimbing I
Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH
Pembimbing II
DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD
Disahkan oleh: Ketua Departemen Patologi Klinik
FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan
Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan
NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH
NIP. 19487111979032001
Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH
Telah diuji pada
Tanggal : 08 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH (...) Anggota : 1. Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...)
2. DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD (...) 3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN (...) 4. Prof.dr.Herman Hariman,PhD, SpPK-KH (...) 5. dr. Ricke Loesnihari,Mked-ClinPath,SpPK-KH (...)
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang menjadi sumber segala kehidupan dan ilmu pengetahuan di seluruh alam semesta ini. Hanya karena ridho, rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan Karya tulis (tesis) yang berjudul Penilaian Rasio ApoB / ApoA1 Pada Subjek Sindrom Metabolik dan Obesitas, Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked (Clin. Path) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada :
saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik juga beliau telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai..
2. Yth, Prof.DR.Dr Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini..
3. Yth, DR.dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, pembimbing II dari Departmen Penyakit Dalam FK-USU/RSUP Hj Adam Malik Medan, yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini.
4. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.
6. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini
7. Yth, Prof. Dr. Iman Sukiman, SpPk-KH, FISH, Dr. R. Ardjuna M Burhan, DMM, SpPK-K (Alm), Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr.
Zulfikar Lubis, SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar
Sanuddin SpPK-K, Dr. Farida Siregar, SpPK, dan Dr Nelly Elfrida
SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Eliyana Ginting dan Yanti, yang banyak membantu dalam urusan administrasi dibagian Patologi Klinik.
8. Yth, DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan.
sebagai penanggung jawab logistik bagian Patologi Klinik terima kasih atas kerjasama yang baik selama saya mengadakan penelitian.
Kepada dr. Yasmine Mashabi dan dr. Ismed terima kasih atas saran-sarannya serta sudah menjadi teman diskusi yang baik selama penulisan tesis ini. Khususnya kepada teman-teman Kepada dr. Lindayanti, dr. Budi D Sembiring, dr.Fernando, dr. Pardamean, dr.Nindia dan grup Sero yang lain terima kasih atas dukungannya serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama.
Kepada dr. Lindayanti, dr. Budi D Sembiring, dr.Fernando, dr. Rosmadewi dan dr. Yasmine Mashabi atas dukungannya sebagai teman yang selalu bersama dalam menjalani setiap stase.
10. Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur rumah Sakit umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Zainar ginting, terima kasih atas dukungannya selama saya menjalani pendidikan
12. Terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada suami saya tercinta dr. Fadel Sitepu yang mendampingi saya dengan penuh kesetiaan, pengertian, perhatian, memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah Ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Demikian juga pada kedua permata hati saya Tyasa Sarah Nadita Sitepu dan Eysia Dara Kalia Sitepu yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan.
13. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Adik kandung / adik ipar sayaHerwindo SE / Tursina SH, H. Triananda Atmojo SH yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan. Serta abang ipar / kakak ipar / adik ipar saya dr. Fredi Sitepu / Winarti AmKeb, Martiana Sitepu Spd / Drs. M. Fuad Lubis, Hj. Marlena Sitepiu SE / Suranta Sembiring yang senantiasa memberikan dukungannya buat saya. Demikian juga kepada seluruh keluarga besar yang dengan ikhlas membantu, mendukung dan memotivasi saya.
dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya.
Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin ya Robbal Alamin.
Medan, Juli 2013 Penulis,
DAFTAR ISI 1.4.2. Tujuan Khusus... Manfaat Penelitian... 1.5.1. Di bidang penelitian... 1.5.2. Di bidang Akademik... 1.5.3. Untuk Peneliti... 1.5.4. Untuk Masyarakat...
BAB 4
4.1
4.2
4.3
HASIL
Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kelompok SM dan Obesitas………... Perbandingan kadar Fibrinogen Pada Subjek SM dan Subjek Obesitas………..……... Korelasi Kadar Fibrinogen dengan Masing-Masing
DAFTAR TABEL
Metode Pemeriksaan Kadar Fibrinogen………. Kriteria Diagnosa SM Menurut IDF 2005……… Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik ……… Klasifikasi BMI Untuk Dewasa Asia………. Klasifikasi IMT………. Pemantapan kualitas pemeriksaan Fibrinogen…….. Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kelompok SM dan Obesitas………..……….... Perbandingan kadar Fibrinogen Pada Subjek SM dan Obesitas………..
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 3.1
Plasma Fibrinogen, Thrombogenesis and
Atherogenesis………. Hubungan Komponen SM dengan PKV……… Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik.….
Kurva Kalibrasi Fibrinogen………
9 11 24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan
jDAFTAR SINGKATAN
IL : Interleukin
SM : Sindroma Metabolik LDL : Low Density Lipoprotein HDL : High Density Lipoprotein
NCEP ATP III :National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
CRP : C-Reaktif Protein
PAI-I : Plasminogen Activator Inhibitor IDF : International Diabetic Federation FDP : Fibrinogen Degradation Product FFA : Free Fatty Acid
PKV : Penyakit Kardiovascular LP : Lingkar Pinggang
TDS : Tekanan Darah Sistole TDD : Tekanan Darah Diastole IMT : Indeks Masa Tubuh
VLDL : Very Low Density Lipoprotein TNF-α : Tumor Necrosis Factor
PK-C : Protein Kinase C
KGDP : Kadar Gula Darah Puasa TG : Trigliserid
PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS
Tut Wuri Handayani
1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H.Adam Malik Medan.
(1), Adi Koesoema Aman (1), Dharma Lindarto(2)
2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak
Latar Belakang : Fibrinogen memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis.
Tujuan : Untuk melihat perbedaan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
Metode : Studi cross sectional ini dilakukan dengan metode observational analitik, di Poli Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H Adam Malik Medan, Februari - April 2013 pada 15 subjek sindroma metabolik dan 15 subjek obesitas.
Hasil : Pada penelitian kami nilai rata-rata fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Tidak terdapat korelasi antara kadar fibrinogen dengan komponen sindrom metabolik
Simpulan : Terdapat peningkatan kadar Fibrinogen pada kelompok sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat korelasi antara fibrinogen dengan komponen sindroma metabolik.
ASSESSMENT OF THE FIBRINOGEN LEVELS ON SUBJECT WITH METABOLIC SYNDROME AND OBESITY
Handayani TW (1), Aman AK (1), Lindarto D (2)
(1) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
(2) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
Abstract
Background: Fibrinogen plays an important role in the process of thrombosis both primary (platelets aggregation) and secondary (blood coagulation), and also play a role in increasing blood viscosity thus spur the process of the formation of the plaques ateromatous and thrombosis. Aim : To see the differences in the fibrinogen levels on the subject of metabolic syndrome and obesity.
Method: This cross-sectional study was carried out with observational analytic approach, in Department of internal medicine division Endocrine RSUP H. Adam Malik Medan, February-April 2013, in 15 subject with metabolic syndrome and 15 subject with obesity
Results: In our study the mean level of fibrinogen on the SM group was (542.9± 209.3) and obese group was (503.5 ± 192.8), but not significantly different with (p=0.633). And also there was no correlation between fibrinogen levels with metabolic syndrome components
Conclusion: There are increased of Fibrinogen levels in metabolic syndrome group compared with obese group, although there was no significantly difference. There is no correlation between the fibrinogen levels and metabolic syndrome component.
PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS
Tut Wuri Handayani
1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H.Adam Malik Medan.
(1), Adi Koesoema Aman (1), Dharma Lindarto(2)
2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak
Latar Belakang : Fibrinogen memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis.
Tujuan : Untuk melihat perbedaan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
Metode : Studi cross sectional ini dilakukan dengan metode observational analitik, di Poli Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H Adam Malik Medan, Februari - April 2013 pada 15 subjek sindroma metabolik dan 15 subjek obesitas.
Hasil : Pada penelitian kami nilai rata-rata fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Tidak terdapat korelasi antara kadar fibrinogen dengan komponen sindrom metabolik
Simpulan : Terdapat peningkatan kadar Fibrinogen pada kelompok sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat korelasi antara fibrinogen dengan komponen sindroma metabolik.
ASSESSMENT OF THE FIBRINOGEN LEVELS ON SUBJECT WITH METABOLIC SYNDROME AND OBESITY
Handayani TW (1), Aman AK (1), Lindarto D (2)
(1) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
(2) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
Abstract
Background: Fibrinogen plays an important role in the process of thrombosis both primary (platelets aggregation) and secondary (blood coagulation), and also play a role in increasing blood viscosity thus spur the process of the formation of the plaques ateromatous and thrombosis. Aim : To see the differences in the fibrinogen levels on the subject of metabolic syndrome and obesity.
Method: This cross-sectional study was carried out with observational analytic approach, in Department of internal medicine division Endocrine RSUP H. Adam Malik Medan, February-April 2013, in 15 subject with metabolic syndrome and 15 subject with obesity
Results: In our study the mean level of fibrinogen on the SM group was (542.9± 209.3) and obese group was (503.5 ± 192.8), but not significantly different with (p=0.633). And also there was no correlation between fibrinogen levels with metabolic syndrome components
Conclusion: There are increased of Fibrinogen levels in metabolic syndrome group compared with obese group, although there was no significantly difference. There is no correlation between the fibrinogen levels and metabolic syndrome component.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut dan sintesanya dapat meningkat sampai dua puluh kali lipat dengan rangsangan inflamasi yang berat. Diproduksi dihati dan distimulasi oleh sitokin (IL6) yang sangat penting sebagai mediator dari peningkatan sintesa fibrinogen selama respon fase akut. Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis. 1,2,3,4
Hiperfibrinogenemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar fibrinogen didalam darah. Banyak hal yang dapat menyebabkan keadaan ini, diantaranya pada keadaan fase akut (tindakan bedah, MCI, dan inflamasi) konsentrasi fibrinogen dalam plasma meningkat dengan cepat. Fibrinogen merupakan salah satu protein fase akut yang peningkatan kadarnya dihubungkan dengan inflamasi sistemik, selain itu fibrinogen juga dianggap memiliki hubungan dengan komponen faktor resiko sindroma metabolik . 5,6
orang pertama yang menggambarkan SM sebagai kumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 7
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan yang dikenal sebagai multiple risk faktor untuk penyakit kardiovaskular dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menamakan dengan istilah Sindroma Metabolik (SM). Konsep SM ini telah banyak diterima secara Internasional.8,9,10
dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM.8,11,12
Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria NCEP-ATP III adalah obesitas sentral . Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan transport glukosa kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular.13,14,15
sebanyak 23,4%. Dalam penelitian Soegondo yang dilakukan di Depok (2001), dengan memakai kriteria NCEP:ATP III didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita. Soewondo et al (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP-ATP III mendapatkan prevalensi SM pada pria sebanyak 30,4% dan wanita sebanyak 25,4%.18,19,20
Studi lainnya oleh Hooven et al pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subyek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% pada pria dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun.21
Pada beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan fibrinogen pada penderita SM. Seperti halnya studi oleh Imperatore et al dan Ma et al menunjukkan subjek dengan SM memiliki kadar fibrinogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak disertai SM.22,23
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
1.3. Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk melihat perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk menilai karakteristik antara subjek sindroma metabolik dan obesitas
2. Untuk menilai perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Di bidang penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang pemeriksaan fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas di RSUP-HAM.
1.5.2 Di bidang Akademik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan sumbangan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang pemahaman manfaat penilaian kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.
1.5.3. Untuk peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara berfikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar dalam proses pendidikan.
1.5.4. Untuk Masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . FIBRINOGEN
2.1.1. Struktur Fibrinogen
Fibrinogen adalah glikoprotein yang larut dalam plasma dengan BM 340 kDa dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida, yaitu Aα, Bβ dan �. Ketiga pasang rantai ini
dihubungkan oleh ikatan disulfida untuk membentuk molekul yang simetris dan terbagi dua. Daerah tengah sepanjang fibrinopeptida A (Fp A) dan fibrinopeptida B (Fp B) disebut E-domain sedangkan dua daerah identik yang terletak pada ujung karboksi terminal menuju ke arah luar disebut D-domain. Daerah D-domain dan E-domain dihubungkan oleh suatu ruangan kumparan antara rantai α, β dan �.1,2
Fibrinogen manusia mengandung 610 asam amino pada rantai Aα, 461 asam amino pada rantai Bβ dan 411 pada rantai �yang dihubungkan
dengan jembatan disulfida. Selama pembekuan darah, trombin bereaksi pada rantai N terminal dari 16 asam amino rantai α dan 14 asam amino rantai β yang juga dikenal sebagai fibrinopeptida A dan B. Pemisahan 2
sama lain membentuk non-cross linked fibrin. Faktor XIII yang sudah diaktifkan trombin dan kalsium adalah enzim transglutaminase yang bekerja mengikat gugus � glutamil dan � lisin yang terletak pada sisi-sisi dari fibrin monomer. Ikatan akan terjadi antara 2 rantai � membentuk � dimer dan beberapa rantai α membentuk α polimer. Fibrin yang terikat
demikian ini disebut cross linked fibrin (fibrin polimer).1,2,3,4 2.1.2. Produksi dan Metabolisme Fibrinogen
Fibrinogen terutama dibentuk oleh sel hati, dalam jumlah kecil oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam granul alfa trombosit. Kecepatan produksinya sekitar 1,7 – 5,0 gram perhari (30-60 mg/kg BB) dan memiliki cadangan sintesis apabila diperlukan sebanyak 20 kali. Waktu paruh fibrinogen adalah sekitar 3-5 hari.Produksi di hati distimulasi oleh sitokin (IL-6) yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik yang berhubungan dengan terbentuknya FDP. Selain sitokin, sintesis fibrinogen juga dapat dipacu oleh asam lemak bebas, prostaglandin E1 dan E2.1,2,3
2.1.3. Fungsi Fibrinogen
Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2
Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit, dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5
Gambar 2.1 Plasma fibrinogen, thrombogenesis and atherogenesis.4
bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55
Proses koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik pada akhirnya akan membentuk trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi fibrin dan bersama dengan agregasi trombosit akan membentuk bekuan darah. Selanjutnya agar tak terjadi trombus maka fibrin dipecah oleh plasmin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Aktivasi plasmin dan plasminogen dapat dirangsang oleh berbagai aktifator fibrinolisis, diantaranya adalah tissue plasminogen activator. FDP akan menghambat polimerasi fibrin dan kerja trombin melalui mekanisme umpan balik.29,30
Pada reaksi inflamasi, fibrinogen berfungsi sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrinogen dan fibrin dapat memodulasi respon seluler melalui suatu jenis sel yang berbeda, meliputi sel endotel, sel epitel, leukosit, trombosit dan fibroblast. Kadar fibrinogen yang berkisar pada 330-370 mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Akibat adanya peningkatan kadar fibrinogen di dalam plasma ini maka viskositas plasma juga akan meningkat, sehingga meningkatkan agregasi trombosit dan eritrosit. Hal ini tentu saja akan memperburuk keadaan penderita penyakit kardiovaskular.1,7,32,33
2.1.4.Kadar Fibrinogen Plasma
Pada penderita dislipidemia dimana terjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, terjadi juga perubahan pada kadar fibrinogen. Halle mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Demikian juga halnya pada penderita dengan kadar kolesterol HDL yang menurun. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama oleh palmitat. Hipotesa lain mengatakan bahwa partikel LDL kolesterol disintesa dan disekresi secara langsung oleh hati. Pada hiperfibrinogenemia dimana dijumpai peningkatan FFA dan trigliserida mungkin menyebabkan stimulasi baik fibrinogen dan apolipoprotein secara bersamaan.24,31,35
Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar fibrinogen, seperti yang tertulis pada tabel :
Tabel 2.1. Metode pemeriksaan kadar fibrinogen.36
Method Principle
Gravimetry Fibrin clot weight Turbidimetry Fibrinogen  fibrin
conversion
Total clottable fibrinogen Nitrogen content of the clot Clotting time Fibrinogen  fibrin
conversion Radial imunodiffusion Ag – Ab raction
Viscometry Plasma vs serum viscosity measurement
2.2. Sindroma Metabolik
2.2.1 Defenisi
Sindroma metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik lipid dan karbohidrat yang ditandai oleh adanya penurunan HDL-kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi.19,22,37,38
Pada tahun 1998, Dr Gerald Reaven mengemukakan tentang the
role of insulin resistance in human disease yang meliputi topik utama yaitu adanya sejumlah tanda-tanda dan gejala sehingga muncul sindroma yang disebut “Sindrom X”, dan menghubungkan sindrom ini dengan resistensi insulin (RI) dia juga membuat hipotesa bahwa resistensi insulin dapat menjadi penyebab awal faktor resiko SM.10,39,40
Konsep dari SM telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout.41
Tahun 1991, Zimmet mengemukakan obesitas sentral, masuk dalam sindrom dan mengubah nama sindrom X menjadi sindrom resistensi insulin atau sindroma metabolik. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization memakai istilah “Sindroma Metabolik” yang banyak dipakai sampai sekarang ini.11
1. Kriteria The world Health Organization (WHO)
2. National Cholesterol Education Program Adult Treatment
Panel III (NCEP:ATP III).
3. International Diabetes Federation Criteria (IDF).
4. American Heart Association / National Heart, LUNG and
Blood Institute Criteria (AHA/NHLBI).
5. The European Group for the Study of Insulin Resistance
Definition (EGIR).
6. American College of Endocrinology Criteria (ACE)
Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau DM, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria.42
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 2005.43
Komponen SM Batasan
Obesitas LP≥94cm (pria Eropa)
LP>90cm (Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang)
LP>80cm (wanita)
Trigliserida meningkat ≥ 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau
dalam pengobatan untuk trigliserida Kolesterol HDL rendah Pria < 40 mg/dl ; wanita < 50 mg/dl atau
Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL Tekanan darah meningkat TDS ≥ 130 mmHg atau TDD ≥ 85 mmHg
atau dalam pengobatan hipertensi Kadar gula darah puasa
meningkat
> 100 mg/dl atau dalam pengobatan untuk kadar gula darah
Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain
Keterangan: LP: Lingkar Pinggang, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistole, TDD: Tekanan Darah Diastole
Komponen Obesitas IMT>30kg/m2
atau
Keterangan: TD: Tekanan Darah, HDL: High Density Lipoprotein, TG: Trigliserida, LP: Lingkar Pinggang, DMT2: Diabetes Melitus Tipe 2, KGDP: Kadar Gula Darah Puasa, ACR: Albumin Creatinin Ratio.
kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular.44
2.2.2. Epidemiologi
Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45% pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Di Prancis, SM pada usia 30-64 tahun <10% pada pria dan wanita, sedangkan pada umur 60-64 tahun sekitar 17,5%.41
Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidak seragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM.46,47
Penelitian Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subjek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun.( Hooven
Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.20,37
Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys ,prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun, 52% pada pria dan 54% pada wanita dengan usia 60 tahun.48
Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di dunia, secara umum prevalensi sindroma metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor resiko terjadinya sindroma metabolik meliputi ; 35,49
1. Obesitas.
2. Kurangnya aktivitas 3. Usia
4. Diabetes Melitus
2.2.3.Etiologi Sindroma Metabolik
Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti . Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM. 8,12,45
2.2.4.Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan.16,22
Tabel 2.4. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia.51
Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko
Co-morbidities
Underweight < 18,5 Rendah (Resiko tinggi
masalah klinik lain)
Normal range 18,5-22,9 Sedang
Overwight
Tabel 2.5. Klasifikasi IMT.37,50
Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada
obesitas
Eropa Pria >94 Wanita >80
Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia-India
Pria >90 Wanita >80
China Pria >90 Wanita >80
Jepang Pria >85 Wanita >90
Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa
hingga tersedia data spesifik
Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa
hingga tersedia data spesifik
2.2.5.Dislipidemia
trigliserida hepatik, namun pada kondisi fisiologis insulin lebih menghambat daripada meningkatkan sekresi VLDL ke sirkulasi sistemik.52,53
Pada Hipertrigliseridemia dapat terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein yang juga menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan trigliserida (TG), menjadikannya partikel kecil dan padat, sebagian dari fungsi cholesterol ester transfer protein (CETP), menyebabkan peningkatan bersihan di sirkulasi. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi diikuti dengan penurunan kolesterol HDL mengakibatkan terjadinya peningkatan juga pada fibrinogen yang akhirnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hal ini telah cukup lama diketahui, tetapi mekanismenya masih belum jelas sampai sekarang.20,54
2.3.Patofisiologi Sindroma Metabolik
telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin juga merupakan salah satu faktor yang berperan pada sebagian besar pasien dengan sindroma metabolic.7,8,55
lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56
Obesitas juga menyebabkan resistensi insulin yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α,leptin, IL-6, PAI-1 dan penurunan adiponektin.
Selain PAI-1, jaringan adipose yang berlebihan juga meningkatkan pelepasan fibrinogen serum, faktor Von Willebrand, faktor VII dan thrombin sehingga mencetuskan keadaan protrombik yang dapat merangsang terjadinya atherogenesis dan menimbulkan kerentanan untuk mengalami kejadian kardiovaskular seperti sindroma koroner akut.14,17,57
Gambar 2.3. Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma
2.4. Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular
Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pembekuan darah juga berpengaruh terhadap perkembangan aterosklerosis sedang peningkatan viskositas darah akan meningkatkan resiko thrombosis. Fibrinogen merupakan salah satu faktor pembekuan darah yang penting dan peningkatan kadar fibrinogen akan meningkatkan viskositas darah dan mengakibatkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Selain dari peningkatan viskositas, fibrinogen juga mengikat trombosit yang telah teraktivasi melalui glikoprotein IIb / IIIa sehingga terjadi agregasi trombosit. Kadar fibrinogen yang tinggi juga membuat formasi dari fibrin dan sebagai protein fase akut fibrinogen juga mempunyai peran dalam keadaan inflamasi.4,60
Penelitian Ernst menyatakan bahwa peningkatan plasma fibrinogen juga mempertinggi resiko untuk terjadinya PJK, demikian juga dengan Tarallo yang juga menyatakan fibrinogen sebagai faktor independen pada PJK.63,64
2.5. Kerangka Konsep
OBESITAS
RESISTENSI INSULIN
SINDROMA METABOLIK
DISFUNGSI ENDOTEL
Aktifasi platelet
Thrombus
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara cross sectional (potong lintang), dimana penelitian terhadap sampel hanya dilakukan satu kali saja dan tidak dilakukan tindak lanjut.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik dan bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan. Periode bulan Februari 2013 sampai dengan April 2013
3.3. Populasi Penelitian dan Subjek Penelitian
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus.
n = 2�² (�1−α/2+ �1−β )² (µ0−µ�)²
Dimana : σ2 = 6.25 z1-α = 5
Z1-β = 90 µ0 = 285 µa = 290 N = Sample size
σ² = Population variance
Z1-α = Level of significan Z1-β = Power of the test (%)
µ0 = Test value of the populasi mean µa = Anticipated populasi mean Jumlah sampel yang dibutuhkan :
n = 2�6.25 (2,5+90%)² (285−290)²
n = 12.5(11.56) (25)
n = 6
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
1. IMT>25 kg/m2
2. Individu dengan sindrom metabolik sesuai dengan kriteria IDF 2005.
3. Usia 20 – 50 tahun
4. Bersedia ikut dalam penelitian 3.5.2. Kriteria Ekslusi
Penderita akan dikeluarkan dari penelitian jika: 1. Penderita sindrom koroner akut
2. Penderita-penderita yang secara klinis terbukti adanya penyakit inflamasi.
3. Perokok aktif 4. Kehamilan
3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent
Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan Nomor: 24/KOMET/FK USU/2013.
3.7. Bahan, Cara Kerja dan alur Penelitian
3.7.1. Bahan yang diperlukan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serum yang tidak lisis.
3.7.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik
Terhadap semua pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dilakukan:65
a. Anamnese dan pencatatan umur, jenis kelamin,riwayat merokok, riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi, infark miokard, riwayat penggunaan obat, serta aktifitas fisiknya.
b. Pengukuran Tinggi Badan (cm) dengan menggunakan pengukur tinggi badan, kemudian subjek diminta melepaskan alas kaki (sepatu/sandal), dan topi. Subjek berdiri tegak dengan posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, bokong dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. Pandangan lurus kedepan dan tangan dalam posisi bergantung bebas. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma.
berat seperti kunci dan lain-lain, kemudian subjek diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tapi tidak menutupi jendela baca. Minta subjek bersikap tenang (tidak bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan).
d. Pengukuran tekanan darah dengan alat sphygmomanometer (nova), dimana pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada lengan kanan dan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali dan diambil nilai reratanya.
e. Pengukuran lingkar pinggang dengan pita pengukur merk buterfly
(tanpa ada penghalang seperti tali pinggang, korset) dalam keadaan akhir ekspirasi dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua tungkai 20-25 cm. Pengukuran dilakukan melingkar pertengahan antara puncak krista iliaca dan tepi bawah kosta terakhir. Hasil pengukuran dinyatakan dengan sentimeter. Pengukuran yang benar di lakukan dengan menempelkan pita pengukur di atas kulit langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan.
3.7.3. Pengambilan Sampel
4 cc darah tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serum dilakukan untuk pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, profil lipid.
3 cc darah dengan 0,4 cc antikoagulan Na-sitrat 3,2 % untuk mendapatkan plasma dilakukan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen. 3 cc darah Ehylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dilakukan untuk pemeriksaan darah lengkap.
3.7.4. Pemeriksaan laboratorium
Untuk pengukuran KGDP, TG, HDL-C, dilakukan segera setelah sampel terkumpul. Sedangkan untuk pengukuran kadar fibrinogen dilakukan serentak setelah sejumlah sampel terkumpul.
3.7.4.1.Pemeriksaan Darah lengkap
Dengan alat automatic cell counting Sysmex XT 2000i. Bahan sampel darah EDTA. Prinsip pemeriksaan flowcytometri.
3.7.4.2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik berdasarkan reaksi hexokinase dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501. Sampel yang digunakan adalah serum pada panjang gelombang 340 nm.
Hexokinase mengkatalisis fosforilasi glukosa oleh ATP untuk membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Mengikuti reaksi, enzim kedua, glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PDH) digunakan untuk katalisis oksidasi dari glukosa-6-fosfat oleh NADP+ untuk membentuk NADPH.
D-glucose-6-phosphate + NADP+ G6PDH .D-6-phosphogluconate+ NADPH+ H+
Sampel stabil : 8 jam pada suhu 20-250C, 72 jam pada suhu 4-80C 3.7.4.3. Pemeriksaan Trigliserida
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik tes dengan gliserol fosfat oksidase dan 4-aminophenazone, dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501.
Prinsip :
Trigliserida di hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi gliserol dan asam lemak.
Trigliserida LPL gliserol + asam lemak
Gliserol kemudian mengalami fosforilasi menjadi gliserol-3-fosfat oleh ATP pada reaksi katalisasi oleh enzim gliserol kinase (GK).
Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP
Oksidasi dari gliserol-3-fosfat di katalisasi oleh enzim gliserol fosfat oksidase (GPO) untuk menghasilkan dihidroksiaseton fosfat dan hidrogen peroksidase (H2O2)
2H2O2 + 4-aminofenazon+4-klorofenol POD Quinoneimine dye +4 H2O Sampel stabil : 7 hari pada 40C, 3 bulan pada -200C, Beberapa tahun -700C
3.7.4.4. Pemeriksaan HDL-C
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik tes, dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501
Prinsipnya :
Konsentrasi kolesterol dari HDL-C ditentukan secara enzimatik oleh kolesterol esterase dan kolesterol oksidase yang berikatan dengan Polyethylene Glycol (PEG). Kolesterol ester dipecah secara kuantitatif menjadi kolesterol bebas dan asam lemak oleh kolesterol esterase. Kolesterol dioksidasi oleh kolesterol oksidase menjadi ∆4 -cholestenone dan hidrogen peroksidase
HDL-C ester + H2O PEG- kolesterol esterase HDL-C + RCOOH
HDL-C + O2 PEG- kolesterol oksidase ∆4-cholestenone + H2O2
Intensitas warna dari pewarna biru quinoneimine dibentuk berbanding lurus dengan konsentrasi HDL-C. Hal ini ditentukan dengan mengukur peningkatan absorben pada panjang gelombang 583 nm.
2H2O2 + 4-aminoantipyrine + HSDA + H+ Peroksidase pigmen biru ungu +4H2O
7-14 hari pada suhu -200C, HDL-C menurun signifikan, tetapi penurunannya tidak relevan secara klinis
3.7.4.5.Pemeriksaan Kadar Fibrinogen
Darah sitrat dengan perbandingan 9: 1 segera disentrifuge selama 15 menit, dengan kecepatan 2000 g kemudian plasma dipindahkan secara hati-hati kedalam tabung plastik tertutup. Spesimen tersebut disimpan dalam tabung plastik pada temperatur -30C selama dua minggu dan kemudian setelah sampel terkumpul, sampel lalu dikeluarkan segera pada temperatur ruangan kemudian dilakukan pemeriksaan fibrinogen. Sementara menurut Laboratory Procedure Manual yang dikeluarkan oleh Universitas Washington Medical Centre plasma dapat disimpan selama 9 bulan pada suhu -700 C.65 Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode Clauss dengan alat CoaLab 6000.
Metode: Clauss
Prinsip : Turbodensitometric
Didasarkan pada kecepatan terbentuknya bekuan dari plasma citrat yang diencerkan setelah penambahan trombin. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya bekuan setelah penambahan trombin ke dalam plasma yang diencerkan sebanding kadar fibrinogen dalam plasma.66
Bahan : Plasma citrat
Fibroquant yang terdiri dari : - Thrombin reagen
- Owren’s veronal buffer ( pH7,4 - Fibrinogen calibrator
Alat : CoaLAB 6000
3.7.4.6.Prosedur Kalibrasi dan Pemeriksaan Fibrinogen
1. Prosedur Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi ini dilakukan secara otomatis dengan alat CoaLaB 6000. Prosedur dalam pembuatan kurva kalibrasi :
1. Thrombin dicampur dengan 500 µl suspensi kaolin dan 500 µl air suling, tunggu 5 menit, jangan dikocok tetapi goyangkan perlahan-lahan sampai homogen biarkan selama 10 menit.
2. Kalibrator fibrinogen dicampur dengan 1 cc air suling, tunggu 5 menit, jangan dikocok tetapi goyangkan perlahan-lahan sampai homogen dan biarkan selama 10 menit.
Tabung no. I II III
Owren’s buffer - 450 µl 700 µl Fibrinogen kalibrator 600 µl 150 µl 100 µl Larutan (kalibrator) - 1 : 4 1 : 8
Konsentrasi fibrinogen ( C)
3. Masukkan menu rutin
4. Masukkan larutan kalibrator ke dalam cup sampel 5. Program alat untuk test kalibrasi
6. Masukkan larutan thrombin dan washing solution 7. Ukur clotting time larutan kalibrator
Gambar 3.1.Kurva Kalibrasi fibrinogen
o
2. Pemeriksaan Fibrinogen
1. Larutkan sampel plasma dengan owrens buffer 1: 8
2. Masukkan sejumlah reagent Fibroquant thrombin dan washing solution.
3. Program alat untuk mengukur kadar fibrinogen plasma 0
200 400 600 800 1000 1200
25.4 12.8 8.1
Tim e (sec)
M
g
/d
Interpretasi Hasil :
1. Konsentrasi fibrinogen didalam 1 : 8 larutan plasma menggambarkan 100% konsentrasi fibrinogen dari sampel.
2. Sampel dengan hasil Fibrinogen mean error ( FME) harus dilakukan pemeriksaan ulang.
3. Sampel dengan NCF ( no clotting found ) harus diulang dengan perbandingan 1:4 dari larutan plasma.
4. Nilai target yang diharapkan adalah 150 – 400 mg/dl
3.7.5. Pemantapan Kualitas.
Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah : prosedur pemeriksaan, penggunaan alat-alat yang harus sesuai dengan petunjuk, ataupun reagensia yang digunakan. Pemeriksaan laboratorium klinik baik apabila test tersebut teliti (precision) dan akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).
Tabel 3.1 Pemantapan kualitas pemeriksaan Fibrinogen
No Tanggal Pemeriksaan
Kelompok Pemeriksaan
Nilai Kontrol (mg/dl)
Nilai Target (mg/dl)
1. 02-03-2013 N= 8 180 150-400
2. 09-03-2013 N= 6 180 150-400
3 21-03-2013 N= 5 175 150-400
4 10-04-2013 N=11 155 150-400
Untuk pemeriksaan HDL-C dan LDL-C digunakan c.f.a.s lipid Lot No. 668383. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.
3.8. ALUR PENELITIAN
pasien kontrol
Subjek yang datang ke Poli Klinik Penyakit Dalam bagianEndokrinRSUP H.Adam Malik medan
1.Anamnesa
2.Pemeriksaan Fisik
3.RiwayatPenyakit keluarga hipertensi,DM,PKV
Eksklusi
1. Penyakit
inflamasi
2. Penyakit
SKA
3. Kehamilan
4. Perokok
aktif
Cek Parameter Sindroma Metabolik (IDF)
SM Obesitas
3.9. Batasan Operasional
3.9.1. Fibrinogen
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode Clauss dengan alat CoaLab 6000.
Nilai : 150 – 400 mg/dl. 3.9.2. Obesitas
Dinilai dengan pengukuran IMT yaitu mengukur BB/TB2 menggunakan kriteria IDF 2005 yang dimodifikasi dari kriteria Asia-Pasific, yaitu IMT > 25 kg/m2 .
3.9.3. Sindroma Metabolik
Yaitu sekumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, obesitas, dyslipidemia, intoleransi glukosa ditentukan menggunakan kriteria IDF 2005 yang terdiri dari: 43
a. Lingkar pinggang
Digunakan untuk menentukan ada tidaknya obesitas sentral dan di ukur berdasarkan cara yang ditetapkan oleh IDF 2005 yaitu pada wanita > 80cm dan pada pria > 90cm.
b. Dislipidemia
c. Hipertensi
Adalah peningkatan tekanan darah (≥130/85 mmHg) atau pernah menderita hipertensi atau sedang mengkonsumsi obat-obat antihipertensi.
d. Intoleransi glukosa
Meliputi toleransi glukosa puasa terganggu ataupun DM tipe 2, sesuai dengan kriteria IDF 2005 yaitu kadar gula darah puasa > 100 mg/dl.
3.10. Analisa Data Statistik
BAB 4
HASIL
Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Tabel 4.1 Karakteristik pada Kelompok SM dan obesitas Keterangan: * menyatakan signifikan hasil penelitian dengan P-value < 0.005. IMT
(Indeks Massa Tubuh). LP (Lingkar Pinggang). TDS (Tekanan Darah Sistole). TDD
(Tekanan Darah Diastole). HDL-C (High Density Lipoprotein-Cholesterol), TG
(TriGliserida). KGDP (Kadar Gula Darah Puasa). * Uji kemaknaan dengan t-independent.
bermakna jika p<0.05.
obesitas (73.3 ± 4.9), dengan (p=0.171) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata HDL-C pada kelompok SM (39.7 ± 8.6) lebih rendah dibandingkan kelompok obesitas (54.1 ± 11.4), dengan (p=0.001) berbeda signifikan secara statistik. Sementara rata-rata TG pada kelompok SM (173.8 ± 44.2) lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas (100.0 ± 35.6), dengan (p=0.000) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata KGD-P pada kelompok SM (93.4 ± 17.6) dan kelompok obesitas (85.9 ± 9.3), dengan (p=0.151) tidak berbeda signifikan secara statistik.
Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Fibrinogen Pada subjek SM dan obesitas
Variabel SM (Mean±SD)
Obesitas (Mean±SD)
P-value
Fibrinogen(mg/dl) 542.9 ± 209.3 503.5 ± 192.8 0.633
Keterangan: Uji perbedaan dengan menggunakan uji t-independent, bermakna jika
p<0.05
Tabel 4.3 Korelasi kadar Fibrinogen dengan masing-masing komponen SM
Komponen SM Fibrinogen
R P
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 0.08 0.75
Lingkar Pinggang (cm) 0.40 0.14
Gula Darah Puasa (mg/dL) 0.43 0.10
HDL-C (mg/dL) - 0.01 0.95
Trigliserida (mg/dL) 0.29 0.28
Tekanan Darah (mmHg) • Sistole
• Diastole
0.03 0.18
0.91 0.50 *Keterangan: Uji korelasi pearson,bermakna jika p<0.05.
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini pemeriksaan kadar fibrinogen dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok SM dan kelompok obesitas, dengan menggunakan kriteria International Diabetes Federation (IDF), dan didapatkan 15 orang penderita SM dan 15 orang yang menderita obesitas sebagai kontrol.
sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.6,9,20,21
Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys, prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun.68
Hal yang berbeda terlihat pada penelitian kami di medan, dimana karakteristik jenis kelamin terdiri dari wanita 53.3% dan pria 46.7% .Hal yang sama didapatkan pada penelitian dari Ma et al (2009) di china dimana prevalensi pria sebanyak 45.5% dan wanita 54.5% . Zhang et al
(2007), pada populasi cina mendapatkan prevalensi SM lebih besar yaitu 34,1% dan lebih banyak pada wanita secara bermakna (p<0,01). Perbedaan ini mungkin karena perbedaan kultur, budaya dan gaya hidup.23,67,69
Menurut Imperatore et al (1998) terdapat perbedaan lingkar pinggang pada kelompok SM dan non SM. Sedangkan menurut Ma et al
Pada data karakteristik antara kelompok SM dan obesitas terdapat peningkatan yang signifikan kadar TG dan tekanan darah sistole pada kelompok SM dibandingkan dengan obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik, hal ini menjelaskan mengapa pada SM terjadi peningkatan tekanan darah.(NCEP ATP III). Adanya resistensi insulin akan mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida. Terdapat peningkatan yang signifikan pada kadar HDL pada kelompok obesitas dibandingkan kelompok SM. Hal ini mungkin karena pada SM, VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatic lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56
terjadi pada kedua kelompok ini, sehingga pada kedua kelompok SM dan obesitas tidak berbeda bermakna.48
Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut yang disintesa di hati, dan merupakan komponen yang penting pada kaskade koagulasi. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kadar fibrinogen dengan kejadian SM dan komponennya. Walaupun hubungan antara kadar fibrinogen dan komponen yang spesifik dari SM masih belum jelas.23
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Kadar Fibrinogen lebih tinggi pada kelompok SM dibandingkan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda secara signifikan
2. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara komponen SM dengan Fibrinogen
6.2. Saran
BAB 7
RINGKASAN
Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut dan sintesanya dapat meningkat sampai 20 kali lipat dengan rangsangan inflamasi yang berat. Diproduksi dihati dan distimulasi oleh sitokin (IL6) yang sangat penting sebagai mediator dari peningkatan sintesa fibrinogen selama respon fase akut. Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis. 1,2,3,4
. Fibrinogen merupakan salah satu protein fase akut yang peningkatan kadarnya dihubungkan dengan inflamasi sistemik, selain itu fibrinogen juga dianggap memiliki hubungan dengan komponen faktor resiko sindroma metabolik . 5,6
Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2
dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5
Konsep dari Sindroma Metabolik (SM) telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan SM sebagai kumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 7
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan yang dikenal sebagai multiple risk faktor untuk penyakit kardiovaskular dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menamakan dengan istilah Sindroma Metabolik (SM). Konsep SM ini telah banyak diterima secara Internasional.8,9,10
Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55
Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Greer JP, Foerster J, Lukens, JN, Rodgers et al . Blood coagulation and fibrinolysis. In: Wintrobe’s clinical hematology. 11thed, Philadelphia : Lippincot williams and wilkins. 2004: 719-726.
2. Robert HR, Monroe DM, Hoffman M. Molekular biology and biochemistry of the coagulation factors and pathways of hemostasis. In: William Hematology.6th ed. New York : MC Graw Hill. 2004;1423-26
3. Cook GK, Tuddhenham EGD, Mervey JH. Normal Hemostasis in Post Graduate Haematologi, 5 th ed, Blackwell Publishing. 2005; 812-13. 4. Kamath S, Lip GY. Fibrinogen: biochemistry, epidemiology and
determinants. QJ Med . 2003:96; 711-729.
5. Ernst E, Resch KL. Fibrinogen as a cardiovascular risk factor: a meta-analysis and review of the literature. Ann Intern Med. 1993: 118; 956-63.
6. Soegondo S. Atherogenic dyslipidemia and the metabolic syndrome clinical practice. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2005: 37;177-183
8. Reaven GM. Role of insulin resistance in human disease. Diabetes. 1988: 37; 1595–1607.
9. Alberti KGMM, Zimmet PZ (2007). Metabolic syndrome: nomenclatur, definition, and diagnosis. In: Krentz AJ and Wong ND (Ed.). The Metabolic Syndrome and Cardiovascular Disease. Informa Healthcare USA. New York. 2007; 1-16.
10. Mittal S. The Metabolic Syndrome in Clinical Practice. Springer, London. 2008:1-16; 36-56.
11. Alberti KGMM, Zimmet PZ. Defenition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complication. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus, provisional report of a WHO consultation. Diabet Med . 1998: 15; 539-53.
12. Bjorntorp P. Heart and soul: stress and the metabolic syndrome.
Scand Cardiovasc J. 2001: 35; 172-7.
13. Liu M-L. LDL Oxidation and LDL Particle Size in The Development of Atherosclerosis. Helsinki: University Press Helsinki. 2002
14. Ninomiya JK, L’Italien G, Criqui MH, Whyte JL, Gamst A, Chen RS. Association of the metabolic syndrome with history of myocardial infarction and stroke in the third national health and nutrition examination survey. Circulation. 2004: 109; 42-46.
16. Grundy SM. Metabolic syndrome: connecting and reconciling cardiovascular and diabetes world. J Am Coll Cardiol . 2006: 47; 1093-100.
17. Halcox J, Quyyumi AA. Metabolic syndrome; overview and current guidelines. Hospital Physicians. 2006; 1-12.
18. Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S.adult: findings from the Third National Health and Nutrition Examination Survey. JAMA. 2002: 287; 356-9.
19. Soegondo S. Obesitas pada sindroma metabolik : penyebab atau akibat. editor: Setiati S, Alwi I, Simadibrata M, Sari NK, Chen K. Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Penyakit Dalam UI, Jakarta. 2005; 83-86.
20. Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S. Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta, Indonesia: The Jakarta primary non-communicable disease risk factors surveillance 2006. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2010; 199-203.
21. Hooven CVD, Ploemacher J, Godwin M. Metabolic syndrome in a family practice population. Can Fam physician. 2006:52; 982-3.
22. Imperatore G, Riccardi G, Iovine C, Rivellese AA, Vaccaro O. Plasma fibrinogen: a new factor of the metabolic syndrome. Diabetes Care.
23. Ma J, Xu A, Jia C, Liu L et al. Association of fibrinogen with metabolic syndrom in rural chinese population. Accepted for publication. 2009: 17; 486-92.
24. Smith EB. Fibrinogen, fibrin and fibrin degradation products in Relation to atherosclerosis. Clin Haematol. 1986:15; 355–70.
25. Budiwarsono. Fibrinolisis primer. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 774-76.
26. Kannel WB. Diabetes Fibrinogen and Risk of Cardiovascular Disease; The Framingharm Experience. American Heart Journal. 1990:120 (3); 672-6
27. Folsom AR, Rosamond WD, Shahar E, Cooper LS, Aleksic A, Nieto FJ
et al. Prospective study of markers of hemostatic function with risk of ischemic stroke. Circulation. 1999: 100; 736-42.
28. Landin K, Tengborn I, Smith U. Elevated fibrinogen and plasminogen activator inhibitor (PAI-1) in hypertension are related to metabolic risk factor for cardiovascular disease. J Intern Med. 1990: 227; 273-278. 29. Goodnight SH, Hathaway WE. Disorders of Hemostasis and
Thrombosis a Clinical Guide. Mc Graw Hills. Newyork. 2001; 175-83. 30. Schwartz SL, Caruana CC. Disorders of Plasma Clotting Factors in
31. Halle M, Berg A, Keul J, Baumstark MW. Association between serum fibrinogen concentration and HDL and LDL subfaction phenotypes in healty men. Arteriosclerosis and Vascular Biology. 1996:16;144-48. 32. Larasati T. Kadar Fibrinogen dan Faktor Fibrinolisis (D-Dimer) pada
Penderita Hipertensi Ringan dan Sedang di RSUP H.Adam Malik dan
RSUD Dr. Pirngadi Medan Oktober 1999. Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2001
33. Byrne CD, Wild SH, (2005a). Inflamation cardiovascular disease and the metabolic syndrome. In: Byrne CD, Wild SH (Ed). The Metabolic Syndrom. Wiley West Sussex. 2005; 208-13.
34. Byrne CD, Wild SH. Atherothrombosis and the metabolic syndrome In: Byrne CD, Wild SH (Ed.). The Metabolic Syndrome. Wiley. West Sussex. 2005; 177.
35. Diamant M, Tushuizen ME (2006). The metabolic syndrome and endothelial dysfunction: common highway to type 2 diabetes and CVD.
Curr Diab Rep. 2006:6; 279-86.
36. Maresca G, Blasio AD, Marchioli R, Minno GD. Measuring plasma fibrinogen to predict stroke and myocardial infarction, an update.
Arterisclerosis, thrombosis , and vascular biology. 1999:19;1368-77. 37. Soegondo, Sidartawan. Sindrom metabolik. Dalam: Buku Ajar
Penyakit Dalam. 2006; 1871-1872.
39. Inoue S, Zimmet P, et al. The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and It’s Treatment.WHO Western Asia-Pasific Perspective.
Australia.. 2000
40. Byrne CD, Wild SH, (2005c). The global burden of the metabolic syndrome and its consequences for diabetes and cardiovascular disease. In: Byrne CD, Wild SH (Ed.). The Metabolic Syndrome. Wiley. West Sussex. 2005: 1-32.
41. Eckel RH. The metabolic syndrome. In: Fauci SA, Kasper DL, Longo DL et al (Ed.). Harrison’s Endocrinology. 2th Edition. Medica. United State. 2010; 259-266.
42. World Health Organization . Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complication. Part a: Diagnosis and classification of diabetes mellitus. World Health Organization, Geneva. 1999
43. International Diabetes Federation. The IDF Consensus Worldwide Definition of the Metabolic Syndrome: Volume 5, International Diabetes Federation. 2005