PENILAIAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE
PROTEIN PADA SUBJEK SINDROM METABOLIK
DAN OBESITAS
TESIS
TRIANA NORVIA SILALAHI 080152003/PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
PENILAIAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE
PROTEIN PADA SUBJEK SINDROM METABOLIK
DAN OBESITAS
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked ( Clin. Path. ) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
TRIANA NORVIA SILALAHI 080152003/PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
Judul Penelitian : Penilaian Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein Pada Subjek Sindrom Metabolik
dan Obesitas
Nama Mahasiswa : Triana Norvia Silalahi Nomor Induk Mahasiswa : 080152003
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH Pembimbing I
DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD Pembimbing II
Disahkan oleh: Ketua Departemen Patologi Klinik
FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan
Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan
Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH NIP. 194910111979011001
Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH NIP. 19487111979032001
Telah diuji pada
Tanggal : 24 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH ( ) Anggota : 1. Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH ( ) 2. DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD ( ) 3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN ( )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala Kasih dan Anugerah Allah Yang Maha Kuasa, sehingga saya dapat mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) ini yang berjudul Penilaian Kadar hs-CRP Pada Subjek Sindrom Metabolik dan Obesitas.
Selama saya mengikuti pendidikan dan selama proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik materil dan moril dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk semua itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih saya yang tidak terhingga kepada :
Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.
telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan.
Yth, DR.dr. Darma Lindarto, SpPd-KEMD, sebagai pembimbing II saya dari Departemen Penyakit Dalam subdivisi Endokrinologi yang sudah memberikan petunjuk, pengarahan dan bantuan, mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakannya penelitian, sampai selesainya tesis ini.
Yth, Dr. Ricke Loesnihari,M.Ked.(Clin.Path.),SpPK-K, sebagai Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk selama saya mengikuti pendidikan.
Yth, Dr.Zulfikar Lubis SpPK-K, sebagai Kepala Instalasi Departemen Patologi Klinik RSUP HAM, Medan, yang sudah memberikan bimbingan dan dorongan selama saya menjalani pendidikan. Hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan.
Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution SpPK-KN, Prof. Dr. Herman Hariman PhD, SpPK-KH, Dr. Muzahar
DMM, SpPK, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr.Tapisari Tambunan
SpPK-KH, Dr.Farida Siregar SpPK Dr. Ulfah Mahidin SpPK, Dr. Lina
terimakasih saya ucapkan . Begitu juga kepada guru-guru yang telah mendahului kita yaitu Alm.Prof. Dr. Iman Sukiman SpPK-KH, Alm. Dr. R. Ardjuna M. Burhan DMM, K, Alm. Dr. Irfan Abdullah
SpPK-KH, Alm. Dr. Paulus Sembiring SpPK-K, Alm. Dr. Hendra Lumanauw
SpPK-K, saya tidak melupakan semua jasanya dalam pendidikan ini. Yth, DR. Arlinda Sriwahyuni, yang telah memberikan bantuan pengolahan data statistik selama penelitian hingga selesainya tesis ini.
Yth. Siti Rodyah S.si kepala ruangan Kimia Klinik RSUP H. Adam Malik yang telah bekerjasama dengan baik selama saya mengadakan penelitian.
Yth. Seluruh teman sejawat peserta PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis, karyawan / karyawati
di Departemen Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan.
keluarga. Juga kepada Kakak dan Adik saya yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan.
Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada suami tercinta Ir. Irwan Benedictus Situmorang yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Juga kepada anak-anakku terkasih Beatrix Situmorang, Bernadette Situmorang dan Gabriel Situmorang yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang dari saya selama saya mengikuti pendidikan, semoga ini semua dapat menjadi motivasi dalam mencapai cita-cita kalian.
Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Pembimbing... i
UcapanTerima Kasih... iii
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel... x
Daftar Gambar ... xi
Daftar Lampiran ... xii
Daftar Singkatan ... xiii
Abstrak... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 5
1.3. Hipotesa Penelitian... 5
1.4. Tujuan Penelitian... 5
1.5. Manfaat Penelitian... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. C-Reaktive Protein... 7
2.1.1. Sintesis dan Struktur CRP... 7
2.1.2. Fungsi Biologis CRP... 9
2.1.3. Inflamasi dan Respon Fase Akut... 10
2.2. Sindrom Metabolik... 16
2.2.1. Sejarah... 16
2.2.2. Definisi... 16
2.2.3. Epidemiologi... 20
2.2.4. Etiologi... 21
2.2.5. Patofisiologi Sindrom Metabolik... 26
2.2.6. Inflamasi, hs-CRP, SM dan CVD... 28
2.3. Kerangka Konsep... ... 35
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian... 36
3.2. Tempat dan Waktu ... 36
3.3. Populasi dan Subjek... 37
3.4. Perkiraan Besar Sampel... 39
3.5. Analisa Data... 40
3.6. Bahan dan Cara Kerja... 40
3.7. Pemantapan Mutu... 45
3.9. Alur Kerja... 49
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 50
BAB 5 PEMBAHASAN... 54
BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN... 57
BAB 7 RINGKASAN... 58
Daftar Pustaka... 63
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik... 18
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 2005... 19
Tabel 2.3. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia... 23
Tabel 3.1. Kontrol hs-CRP ... 47
Tabel 4.1. Karakteristik dan perbedaan subjek dan kontrol ... 50
Tabel 4.2. Perbedaan hs-CRP subjek dan kontrol ... 51
Tabel 4.3. Karakteristik pasien pada level kadar hs-CRP dalam risiko CVD... 51
Tabel 4.4. Perbedaan hs-CRP menurut jenis kelamin ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Prinsip Pemeriksaan hs-CRP... 14
Gambar 2.2. Perubahan bentuk CRP sebagai proatherosklerotik.... 29
Gambar 2.3. Peran CRP pada inflamasi vaskular ... 30
Gambar 2.4. Proses pembentukan sel foam pada aterosklerosis .... 31
Gambar 2.5. Penyakit kardiovaskular pada SM ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek
Lampiran 2. Formulir Persetujuan setelah Penjelasan
Lampiran 3. Status Pasien
Lampiran 4. Health Research Ethical Comittee
Lampiran 5. Data hasil penelitian
Lampiran 6. Tabel kontrol pemeriksaan Laboratorium
DAFTAR SINGKATAN
1. ACE = American College of Endocrinology
2. ACR = Albumin Creatinin Ratio
3. AHA = American Heart Association
4. C1q = Complement 1 q
5. C3b = Complement 3 b
6. CHD = Coronary Heart Disease
7. CRP = C-Reaktif Protein
8. CVD = CardioVascular Disease
9. DM = Diabetes Mellitus
10. DMT2 = Diabetes Mellitus Tipe 2
11. EGIR = The European Group for the Study of Insulin Resistance
12. ELISA = Enzyme Linked Immunosorbent Assay
13. FFA = Free Fatty Acid
14. HDL-C = High Density Lipoprotein Cholesterol
15. hs-CRP = High Sensitivity C-Reaktive Protein
16. IDF = International Diabetes Federation
17. IGT = Intoleransi Glukosa Terganggu 18. IL-1 = Interleukin 1
19. IL-6 = Interleukin 6
22. LDL-C = Low Density Lipoprotein-Colesterol
23. NCEP:ATP III = National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
24. NHLBI = National Heart, Lung and Blood Institute
25. NO = Nitrite Oxide
26. SM = Sindroma Metabolik 27. TD = Tekanan Darah 28. TG = Trigliserida
29. TNF-α = Tumor Necroting Factor α 30. VLDL = Very Low Density Lipoprotein
31. WC = Waist Circumference
PENILAIAN KADAR hs-CRP PADA SUBJEK SINDROM METABOLIK DAN OBESITAS
Triana Silalahi 1, Ratna Akbari Ganie 1, Dharma Lindarto 2
1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP.H. Adam Malik Medan
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar belakang penelitian: C-Reactive Protein adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Dalam keadaan tertentu pada reaksi inflamasi dapat meningkat. Kadar hs-CRP dapat diukur secara kuantitatif sampai dengan kadar < 0,2-0,3 mg/L yang disebut dengan high sensitivity C-Reactive
Protein. Sindrom Metabolik memiliki beberapa unsur kelainan, yaitu
resistensi insulin, adiposity organ visceral, penurunan kadar HDL-C, peningkatan kadar Trigliserida,hipertensi dan status pro-inflammatory
sistemik memberikan kontribusi yang besar terhadap risiko kejadian penyakit Jantung dan Pembuluh Darah serta risiko penyakit DM.
Tujuan penelitian:Untuk mengetahui perbedaan kadar hs-CRP pada subjek SM dengan Obsitas.
Metode dan cara penelitian:Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik observasional dengan pendekatan potong lintang,dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan mulai bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012. Sampel penderita SM sebanyak 33 orang dan 33 orang obesitas sebagai kontrol. Diagnosa SM ditegakkan berdasarkan kriteria IDF tahun 2005.
Hasil : Dari 33 orang pasien SM dijumpai rata-rata umur 40,4(SD5,6) tahun; wanita 19 orang (57,6%) dan pria 14 orang (42,4%). Kontrol obesitas 33 orang yang sudah disesuaikan umur dan jenis kelamin dengan pasien. Semua variabel komponen SM berbeda signifikan antara kelompok pasien SM dan obesitas. Rata-rata kadar hs-CRP pada kelompok SM adalah 3,3(SD2,2)mg/L dengan range 0,8-9,0 mg/L, sedangkan kontrol 1,1(SD0,6) mg/L dengan range 0,1-2,9 mg/L dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,001). Terdapat hubungan yang lemah antara masing-masing komponen SM dengan hs-CRP.
Kesimpulan : Kadar hs-CRP berbeda signifikan antara SM dengan obesitas dan terdapat hubungan yang lemah antara komponen SM dengan hs-CRP.
LEVEL OF hs-CRP IN SUBJECT METABOLIC SYNDROME AND SUBJECT WITH OBESITY
Triana Silalahi 1, Ratna Akbari Ganie 1, Dharma Lindarto 2 Clinical Pathology Department, Medicine Faculty
1
University of Sumatera Utara/H. Adam Malik Central Hospital Medan
2
Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
ABSTRACT
Background: C-Reactive Protein (CRP) is one of the acute phase protein included in normal serum with small quantities. In the particular condition, such as inflamation, the amount of C-reactive protein could increase. The concentration of the protein can be measured quantitavely with less than 0.2-0.3 mg/L which is called high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP). Metabolic syndrome (MS) with some disorder signs, for instance insulin resistance, adiposity organ visceral, low HDL-C levels, hypertriglyceridemia, hypertension, and the pro-inflammatory state, contribute to the risk of CardioVascular Disease, and Diabetes Mellitus.
The aim of study: This study intends to compare the concentration of hs-CRP between MS subjects and obese.
Methods: This study is analytically observation with cross sectional approach conducted in Clinical Pathology Department at H. Adam Malik Central Hospital in Medan started from August to October 2012. Is was taken 33 of MS patients and 33 of obese as controls. The obese MS diagnosis was made based on IDF criterion in 2005.
Results: There were 33 MS patients that the average age was 40,4(SD5,6) year old with 19 women (57,6%) and 14 men (42,4%). The number of control was 33 people which was comparable to age and gender of patients. In MS group, the concentration of hs-CRP in average was 3,3(SD2,2)mg/L while in control, it was 1,1(SD0,6) mg/L. The difference was statistically significant (p<0,0001). There is a low correlation between MS component and hs-CRP.
Conclusion: It was found that there was the difference of hs-CRP in MS group and obese group.There is a low correlation between MS component and hs-CRP.
PENILAIAN KADAR hs-CRP PADA SUBJEK SINDROM METABOLIK DAN OBESITAS
Triana Silalahi 1, Ratna Akbari Ganie 1, Dharma Lindarto 2
1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP.H. Adam Malik Medan
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar belakang penelitian: C-Reactive Protein adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Dalam keadaan tertentu pada reaksi inflamasi dapat meningkat. Kadar hs-CRP dapat diukur secara kuantitatif sampai dengan kadar < 0,2-0,3 mg/L yang disebut dengan high sensitivity C-Reactive
Protein. Sindrom Metabolik memiliki beberapa unsur kelainan, yaitu
resistensi insulin, adiposity organ visceral, penurunan kadar HDL-C, peningkatan kadar Trigliserida,hipertensi dan status pro-inflammatory
sistemik memberikan kontribusi yang besar terhadap risiko kejadian penyakit Jantung dan Pembuluh Darah serta risiko penyakit DM.
Tujuan penelitian:Untuk mengetahui perbedaan kadar hs-CRP pada subjek SM dengan Obsitas.
Metode dan cara penelitian:Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik observasional dengan pendekatan potong lintang,dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan mulai bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012. Sampel penderita SM sebanyak 33 orang dan 33 orang obesitas sebagai kontrol. Diagnosa SM ditegakkan berdasarkan kriteria IDF tahun 2005.
Hasil : Dari 33 orang pasien SM dijumpai rata-rata umur 40,4(SD5,6) tahun; wanita 19 orang (57,6%) dan pria 14 orang (42,4%). Kontrol obesitas 33 orang yang sudah disesuaikan umur dan jenis kelamin dengan pasien. Semua variabel komponen SM berbeda signifikan antara kelompok pasien SM dan obesitas. Rata-rata kadar hs-CRP pada kelompok SM adalah 3,3(SD2,2)mg/L dengan range 0,8-9,0 mg/L, sedangkan kontrol 1,1(SD0,6) mg/L dengan range 0,1-2,9 mg/L dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,001). Terdapat hubungan yang lemah antara masing-masing komponen SM dengan hs-CRP.
Kesimpulan : Kadar hs-CRP berbeda signifikan antara SM dengan obesitas dan terdapat hubungan yang lemah antara komponen SM dengan hs-CRP.
LEVEL OF hs-CRP IN SUBJECT METABOLIC SYNDROME AND SUBJECT WITH OBESITY
Triana Silalahi 1, Ratna Akbari Ganie 1, Dharma Lindarto 2 Clinical Pathology Department, Medicine Faculty
1
University of Sumatera Utara/H. Adam Malik Central Hospital Medan
2
Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital
ABSTRACT
Background: C-Reactive Protein (CRP) is one of the acute phase protein included in normal serum with small quantities. In the particular condition, such as inflamation, the amount of C-reactive protein could increase. The concentration of the protein can be measured quantitavely with less than 0.2-0.3 mg/L which is called high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP). Metabolic syndrome (MS) with some disorder signs, for instance insulin resistance, adiposity organ visceral, low HDL-C levels, hypertriglyceridemia, hypertension, and the pro-inflammatory state, contribute to the risk of CardioVascular Disease, and Diabetes Mellitus.
The aim of study: This study intends to compare the concentration of hs-CRP between MS subjects and obese.
Methods: This study is analytically observation with cross sectional approach conducted in Clinical Pathology Department at H. Adam Malik Central Hospital in Medan started from August to October 2012. Is was taken 33 of MS patients and 33 of obese as controls. The obese MS diagnosis was made based on IDF criterion in 2005.
Results: There were 33 MS patients that the average age was 40,4(SD5,6) year old with 19 women (57,6%) and 14 men (42,4%). The number of control was 33 people which was comparable to age and gender of patients. In MS group, the concentration of hs-CRP in average was 3,3(SD2,2)mg/L while in control, it was 1,1(SD0,6) mg/L. The difference was statistically significant (p<0,0001). There is a low correlation between MS component and hs-CRP.
Conclusion: It was found that there was the difference of hs-CRP in MS group and obese group.There is a low correlation between MS component and hs-CRP.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
C-Reactive Protein ( CRP ) adalah salah satu protein fase akut
yang terdapat dalam serum normal dalam jumlah yang sangat sedikit (1ng/L). Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, kadar CRP dapat meningkat sampai 100 kali1,5. Pada kelompok Sindrom Metabolik yang berisiko atherosklerosis, proses peradangan yang terjadi bersifat menahun, dan umumnya tanpa gejala, sehingga kadar CRP-nya juga relatif rendah.2,3 Oleh karena itu diperlukan suatu pemeriksaan laboratorium yang sensitif dapat mengukur kadar CRP.
High sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP) adalah pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,2 – 0,3 mg/L.5
Sintesa CRP dan protein fase akut lainnya di hati dimodulasi oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necroting Factor
α(TNF-α), yang merupakan regulator yang sangat penting pada sintesa CRP. 2,3,4
dan pembuluh darah (CardioVascular Disease / CVD) dan Diabetes Melitus (DM). 6,7,8,9
Sindrom Metabolik (SM) dengan beberapa unsur kelainan, yaitu Resistensi Insulin, adiposity organ visceral, penurunan kadar High Density
Lipoprotein-Cholesterol (HDL-C), Hipertensi, Peningkatan kadar
trigliserida darah, peningkatan kadar kolesterol darah, dan status pro-inflammatory sistemik yang berkontribusi besar terhadap risiko kejadian berbagai jenis penyakit yang berat seperti penyakit Jantung dan Pembuluh darah dan risiko Penyakit DM. Proses inflamasi ini berlangsung perlahan-lahan dengan jangka waktu lama 6,7,8,9.
Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM.4 Prevalensi SM bervariasi di seluruh dunia yang sebagian menggambarkan umur dan etnis dari populasi yang diteliti dan kriteria penegakan diagnosa SM yang digunakan.4,6 Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45% pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III6. Anand dkk (2003) dalam penelitiannya di Asia Selatan ditemukan prevalensi SM dewasa dengan memakai NCEP:ATP III sebagai kriteria diagnosa SM adalah 25,9%.4
menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13% berdasarkan survey kesehatan rumah tangga. Tjokroprawiro dkk (2005) dalam penelitiannya di Surabaya didapat prevalensi SM 34% dimana 17,64% pada wanita dan 82,35% pada pria dengan menggunakan NCEP-ATP III sebagai kriteria SM dan melakukan penyesuaian untuk kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang yang dipakai adalah berdasarkan IMT yang disesuaikan untuk orang Asia yaitu disebut obesitas jika IMT >25kg/m2 dan lingkar pinggang wanita >80cm atau pria >90cm. Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Diantara 1591 subjek yang diteliti 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur. Sudijanto Kamso dalam penelitiannya di Jakarta (2007) menyimpulkan bahwa prevalensi SM pada wanita usia lanjut adalah 18,2% dan pada pria usia lanjut adalah 6,6%. Pada usia lanjut yang mempunyai berat badan lebih,resiko untuk SM hampir empat kali lebih tinggi dibanding dengan usia lanjut dengan IMT yang normal.11,12,13,14
membagi kelompok berisiko rendah, sedang, dan tinggi terhadap CVD dengan kadar CRP<1mg/L, 1-3mg/L, dan >3mg/L. Paul dkk (2004) menyatakan bahwa sudah waktunya mempertimbangkan pengukuran kadar hs-CRP sebagai kriteria klinik pada SM dan digunakan sebagai prediksi risiko Coronary Heart Disease ( CHD ) pada laki-laki dan wanita.15,16
Antonio dkk (2008) meneliti hubungan antara SM (komponen-komponennya) dengan kadar CRP pada obesitas usia muda (11,3±3,2 tahun) di Brazil. Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kadar CRP lebih tinggi pada kelompok SM (1,41mg/L). Kenaikan kadar CRP berhubungan signifikan dengan kenaikan komponen SM (BMI,hipertensi,hipertrigliseridemia).17
Dalam penelitian Fatma dkk (2009), didapat bahwa prevalensi SM tinggi pada populasi Cuban Amerika. Dari 161 Cuban Amerika yang berusia ≥30 tahun dijumpai 41% SM dan tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan jenis kelamin. Memiliki kadar CRP yang lebih tinggi pada SM (≥3mg/L). Kadar CRP meningkat sejalan dengan peningkatan komponen SM, dan dari semua komponen SM hanya obesitas sentral yang mempunyai hubungan signifikan dengan kenaikan kadar CRP.18
35% memiliki kadar hs-CRP diatas 3,0mg/L (konsentrasi yang berisiko tinggi dengan penyakit KardioVaskular).19
Noora dkk (2010) di Finland meneliti hubungan SM dengan penebalan carotid intima media pada dewasa muda (24-39 tahun) dengan melihat kadar hs-CRP sebagai marker proinflamatori. Disimpulkan bahwa kelompok penderita SM memiliki kadar hs-CRP (2,22±1,93 mg/L) yang lebih tinggi dibanding kelompok bukan SM (1,16±1,53 mg/L). Diantara komponen-komponen SM (obesitas, hipertrigliserida, hiperinsulinemia, hipertensi) berhubungan signifikan dengan kenaikan kadar hs-CRP.20
Sehubungan dengan latar belakang, data-data, dan hasil penelitian diatas, peneliti ingin mengetahui kadar hs-CRP penderita SM pada kelompok pasien yang melakukan pemeriksaan rutin di laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Apakah ada perbedaan kadar hs-CRP pada subjek Sindrom Metabolik dengan Obesitas
I.3. Hipotesa Penelitian
I.4. Tujuan Penelitian
I.4.1.Tujuan Umum:
Untuk mengetahui perbedaan kadar hs-CRP pada subjek Sindrom Metabolik dengan Obesitas.
I.4.2.Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui kadar hs-CRP pada kelompok Sindrom Metabolik dan Obesitas
2. Untuk mengetahui karakteristik kelompok Sindrom Metabolik dan Obesitas.
3. Untuk mengetahui hubungan komponen sindrom metabolik dengan hs-CRP
I.5. Manfaat Penelitian.
Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan mengenai pentingnya pemeriksaan kadar hs-CRP pada Sindrom Metabolik sebagai
predictor dalam menentukan kemungkinan terjadinya penyakit
Kardiovaskular, dengan demikian angka kesakitan dan kematian penyakit Kardiovaskular berkurang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 C-Reactive Protein (CRP)
2.1.1. Sintesis dan struktur dari CRP
C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil. Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, konsentrasi CRP dapat meningkat sampai 100 kali. Sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang dapat mengukur kadar CRP.1
High sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP) adalah pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,2 – 0,3 mg/L.5
CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama dipengaruhi oleh Interleukin 6 (IL-6).22,23 CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti IL-6,Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting Factor
α (TNF-α).9,22 Beberapa obat seperti colchicine dapat menghambat produksi CRP sedangkan obat immunosupresif saperti cortikosteroid dan yang lainnya atau obat anti radang (Non Steroid Anti Inflamation Drug) tidak dapat menghambat sekresinya.22
Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit rangsangan, konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan mencapai puncak sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19 jam dan menetap pada semua keadaan sehat dan sakit, sehingga satu-satunya penentu konsentrasi CRP di sirkulasi adalah menghitung sintesa IL-6 dengan demikian menggambarkan secara langsung intensitas proses patologi yang merangsang produksi CRP. Kadar CRP akan menurun tajam bila proses peradangan atau kerusakan jaringan mereda dan dalam waktu sekitar 24-48 jam telah mencapai nilai normal kembali .Kadar CRP stabil dalam plasma dan tidak dipengaruhi variasi diurnal.2,5,22
dari 206 residu asam amino, dan berikatan satu sama lain secara non kovalen, membentuk satu molekul berbentuk cakram (disc) dengan berat molekul 110 – 140 kDa, setiap unit mempunyai berat molekul 23 kDa.22
Eisenhardt dkk pada tahun 2009 menemukan bahwa C-Reactive Protein terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan monomer (mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase akut dalam respon terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan. Bentuk monomer berasal dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan mungkin dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa dan makrofag.47
2.1.2 Fungsi Biologis CRP
Fungsi dan peranan CRP di dalam tubuh ( in vivo ) belum diketahui seluruhnya, banyak hal yang masih merupakan hipotesis. Meskipun CRP bukan suatu antibodi, tetapi CRP mempunyai berbagai fungsi biologis yang menunjukkan peranannya pada proses peradangan dan mekanisme daya tahan tubuh terhadap infeksi.5
Beberapa hal yang diketahui tentang fungsi biologis CRP ialah 3,5,23,28 :
1. CRP dapat mengikat C-polisakarida (CPS) dari berbagai bakteri melalui reaksi presipitasi/aglutinasi.
3. CRP dapat mengaktifkan komplemen baik melalui jalur klasik mulai dengan C1q maupun jalur alternatif.
4. CRP mempunyai daya ikat selektif terhadap limfosit T. Dalam hal ini diduga CRP memegang peranan dalam pengaturan beberapa fungsi tertentu selama proses keradangan.
5. CRP mengenal residu fosforilkolin dari fosfolipid, lipoprotein membran sel rusak, kromatin inti dan kompleks DNA-histon.
6. CRP dapat mengikat dan mendetoksikasi bahan toksin endogen yang terbentuk sebagai hasil kerusakan jaringan.
2.1.3 Inflamasi dan Respon Fase Akut
Inflamasi merupakan mekanisme proteksi yang terbatas terhadap trauma atau invasi mikroba dengan reaksi yang menghancurkan atau membatasi bahan yang berbahaya dan merusak jaringan. Inflamasi diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan tetapi juga dapt memperbaiki kerusakan struktur serta gangguan fungsi jaringan. Reaksi inflamasi termasuk dalam respons imun nonspesifik. Bila terjadi inflamasi, sel-sel sistem imun yang tersebar di seluruh tubuh akan bergerak ke lokasi infeksi beserta produk-produk yang dihasilkannya24.
Selama respon ini berlangsung terjadi 3 proses yang penting yaitu24,25:
 Peningkatan permeabilitas kapiler akibat retraksi sel-sel endotel yang mengakibatkan molekul-molekul besar dapat menembus dinding vaskuler.
 Migrasi leukosit ke vaskuler
Gejala inflamasi dini ditandai oleh pelepasan berbagai mediator sel mast setempat seperti histamin dan bradikinin. Kejadian ini disertai dengan aktivasi komplemen, sistem koagulasi, sel-sel inflamasi dan sel endotel yang masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas, neutrofilia dan protein fase akut. Proses inflamasi akan berjalan terus sampai antigen dapat disingkirkan1.
Sejumlah protein plasma secara bersama disebut protein-protein fase akut. Protein-protein ini menunjukkan peningkatan dramatis dalam menanggapi mediator-mediator yang bertindak sebagai tanda bahaya dini1
juga diikat C1q dan karenanya dapat mengaktifkan komplemen atau bekerja sebagai opsonin melalui interaksi dengan reseptor C1q pada fagosit.25,26,27.
Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkan viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukkan infeksi yang tetap persisten1,26.
2.1.4. Pemeriksaan Kadar C-Reactive Protein
2.1.4.1.Prinsip dan Metode Pemeriksaan
Pada penentuan CRP, maka CRP dianggap sebagai antigen yang akan ditentukan dengan menggunakan suatu antibodi spesifik yang diketahui (antibodi anti-CRP). Dengan suatu antisera yang spesifik, CRP (merupakan antigen yang larut) dalam serum mudah dipresipitasikan.5 Jadi pada dasarnya, penentuan CRP dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
Tes presipitasi: Sebagai antigen ialah CRP yang akan ditentukan, dan sebagai antibodi adalah anti-CRP yang telah diketahui.
Tes aglutinasi pasif: Antibodi disalutkan pada partikel untuk menentukan adanya antigen di dalam serum.
ditambahkan substrat, dan reagen penghenti reaksi. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif.
Imunoturbidimetri: Merupakan cara penentuan yang kualitatif. CRP dalam serum akan mengikat antibodi spesifik terhadap CRP membentuk suatu kompleks immun. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi sebagai akibat ikatan tersebut diukur secara fotometris. Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dengan pengukuran turbidimetrik.
Gambar 2.1. Prinsip pemeriksaan hs-CRP dengan metode Particle Enhanced
Immunoturbidimetry
CRP CRP
2.1.4.2.Cara Pemeriksaan C-Reactive Protein
Ada banyak cara yang dapat dipakai untuk penentuan CRP. Beberapa cara yang sering dikerjakan di Indonesia yaitu:
• Cara presipitasi tabung kapiler • Cara Aglutinasi Latex
CRP
Antigen
Anti-CRP Antibodi
(berikatan dengan latex)
Kompleks Antigen-
• Uji Imunodifusi Radial
• Uji Imunokromatografik dari CRP (Nycocard) • High Sensitivity C-Reactif Protein
Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,2 – 0,3 mg/L sehingga disebut dengan high
sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP). Metode berdasarkan reaksi
antara antigen dan antibodi dalam larutan buffer dan diikuti dengan pengukuran intensitas sinar dari suatu sumber cahaya yang diteruskan melalui proses imuno presipitasi yang terbentuk dalam fase cair. Dalam penelitian ini memakai metode imunoturbidimetri menggunakan reagen
Cardiac C-Reactive Protein (latex) High Sensitive-Roche.
Sampel yang berisi CRP (sebagai antigen) ditambah dengan R1 ( buffer ) kemudian ditambah R2 ( latex antibodi anti CRP ) dan dimulai reaksi dimana antibodi anti CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex akan bereaksi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk kompleks Ag-Ab. Presipitasi dari kompleks Ag-Ab ini diukur secara turbidimetrik.
2.1.4.3.Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan CRP
2.2. SINDROM METABOLIK
2.2.1. Sejarah
Pada tahun 1920, Kylin dari Swedia orang yang pertama kali menjelaskan mengenai kumpulan gangguan metabolik, yang melibatkan faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular, atherosclerotic cardiovascular
disease (ASCVD),hipertensi,hiperglikemia, dan gout. Pada tahun 1988,
Reaven membuat postulat beberapa faktor rIsiko seperti
dyslipidemia,hiperglikemia,dan hipertensi yang dinamakan sebagai
multiple risk factors terhadap CVD yang disebut dengan sindrom X. Pada tahun 1998, Reaven memperkenalkan lagi hipotesa bahwa resistensi insulin juga menjadi penyebab faktor-faktor resiko asal mula gangguan metabolik. Pada tahun 1989 Kaplan menamai kembali sindroma tersebut menjadi “ The Deadly Quartet” (kuartet yang mematikan) atau sindroma dismetabolik dan pada tahun 1992 kembali dinamai ulang menjadi Sindroma Resistensi Insulin. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization diresmikan istilah “ Sindrom Metabolik” yang sekarang telah dikenal luas dan tetap menjadi deskripsi yang paling umum dari
sekelompok kelainan metabolik ini.8,9,30 2.2.2. Definisi
jantung dan pembuluh darah (CardioVascular Disease / CVD) dan Diabetes Mellitus. SM bukan merupakan suatu penyakit.6
Kriteria SM berkembang sejak WHO membuat definisi pada tahun 1998, mencerminkan pertumbuhan bukti klinis dan analisa dari beragam konferensi-konferensi konsensus dan organisasi profesional, diantaranya adalah:6,7,8,9,31
1. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP:ATP III).
2. The European Group for the Study of Insulin Resistance Definition (EGIR).
3. American College of Endocrinology Criteria (ACE) 4. International Diabetes Federation Criteria (IDF).
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik8
Obesitas IMT>30kg/m2 atau WHR>0,90 (pria)
DMT2 atau IGT KGDP≥110mg/dL atau sedang
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 20058
Komponen SM Cutt points kategori
Obesitas WC≥94cm (pria Eropa)
WC≥90cm (Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang) WC≥80cm (wanita)
Trigliserida meningkat ≥ 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau
dalam pengobatan untuk trigliserida
Kolesterol HDL rendah Pria < 40 mg/dl ; wanita < 50 mg/dl atau Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL
Tekanan darah meningkat TDS ≥ 130 mmHg atau TDD ≥ 85 mmHg atau dalam pengobatan hipertensi
Kadar gula darah puasa meningkat ≥ 100 mg/dl atau dalam pengobatan untuk
kadar gula darah
Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain
Keterangan: WC: Weist Circumference, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistol, TDD: Tekanan Darah Diastol
Kriteria yang dibuat WHO berdasar pada hipotesa Reaven dengan
syndrome x ditambah dengan obesitas dan mikroalbuminuria yang
memberi perhatian lebih dalam menetapkan risiko CVD dan DM dengan memberikan intervensi dini sehingga menurunkan risiko kematian CVD dan DM.6,8
2.2.3. Epidemiologi
Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidakseragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM.18 Prevalensi SM bervariasi di seluruh dunia yang sebagian menggambarkan umur dan etnis dari populasi yang diteliti dan kriteria penegakan diagnosa SM yang digunakan.6
Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45% pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Anand dkk (2003) dalam penelitiannya ditemukan prevalensi SM dewasa dengan memakai NCEP:ATP III sebagai kriteria diagnosa SM di Asia Selatan adalah 25,9%.7
Di Amerika Serikat, SM lebih sedikit pada pria African-Amerika, lebih banyak pada wanita Mexican-Amerika. Berdasar data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi SM di Amerika Serikat adalah 34% pada pria dan 35% pada wanita. Di Prancis, SM pada usia 30-64 tahun <10% pada pria dan wanita, sedangkan pada
Di Indonesia sendiri telah dilakukan beberapa penelitian SM. Diantaranya, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Diantara 1591 subjek yang diteliti 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13% berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) dengan memakai NCEP:ATP III sebagai kategori SM didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita.Tjokroprawiro dkk (2005) dalam penelitiannya di Surabaya didapat prevalensi SM 34% dimana 17,64% pada wanita dan 82,35% pada pria dengan menggunakan NCEP-ATP III sebagai kriteria SM dan melakukan penyesuaian untuk kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang yang dipakai adalah berdasarkan IMT yang disesuaikan untuk orang Asia yaitu disebut obesitas jika IMT >25kg/m2 dan lingkar pinggang wanita >80cm atau pria >90cm.11,12,13
2.2.4. Etiologi Sindroma Metabolik
2.2.4.1.Resistensi Insulin
insulin ini adalah hiperinsulinemia postprandial, diikuti dengan hiperinsulinemia puasa dan akhirnya hiperglikemia.6,32
Kontributor dini yang utama terhadap berkembangnya resistensi insulin adalah asam-asam lemak yang beredar di sirkulasi dalam jumlah yang berlebih-lebih. Hipotesa Stress Oksidatif merupakan teori sepihak pada umur dan predisposisi SM. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan didapat gangguan posporilasi oksidatif mitokondria dengan penumpukan trigliserida dan hubungan molekul-molekul lemak. Penumpukan lemak yang di otot ini dihubungkan dengan resistensi insulin.6,37
Mekanisme lain menyatakan ketika sel-sel yang dipenuhi dengan bahan bakar yang berlebih seperti karbohidrat atau lemak menyebabkan jaringan ini menjadi resisten terhadap insulin. Dimana di dalam sel-sel akan muncul proses metabolik bersifat kritikal seperti penumpukan Uridine
diphosphate (UDP), glukosamine yang ketika tersaturasi mengakibatkan
perubahan kompleks aktivitas enzyme dan merubah respon insulin jadi berhenti.32
2.2.4.2.Obesitas
obesitas berhubungan dengan jumlah jaringan lemak di visceral dan bukan berdasar berat badan. Penilaian persentase lemak tubuh lebih baik daripada IMT. Di Asia Selatan morbiditas obesitas lebih berhubungan dengan adipositas jaringan dibanding dengan IMT, sehingga WHO menyarankan cuts-off IMT diturunkan menjadi 25kg/m2 pada kelompok Asia Pasifik.32,33
Tabel 2.3. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia.33
Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko Co-morbidities
Underweight < 18,5 Rendah (Resiko tinggi masalah klinik lain)
Normal range 18,5-22,9 Sedang
Overwight
Keterangan : IMT: Indeks Massa Tubuh
Sejumlah faktor baik genetik maupun lingkungan mempengaruhi perkembangan obesitas, antara lain tingginya konsumsi makanan luar rumah, tingginya porsi makanan, kebiasaan minum soft drink , kebiasaan mengkonsumsi makanan restoran, kebiasaan menonton TV, penggunaan komputer, berkurangnya aktivitas fisik baik di sekolah maupun tempat kerja.3
Dalam populasi umum, obesitas merupakan penyebab utama kenaikan penyakit Kardiovaskular(Garrison dkk,1996). Obesitas juga menjadi penyebab utama DMT2 dan morbiditas lain, dan diduga obesitas memberi dampak penyakit Kardiovaskular di populasi umum kira-kira sama dengan penyebab merokok dan kenaikan LDL-C.32
Manifestasi klinis obesitas dengan penyakit Kardiovaskular antara lain penyakit aterosklerotik koroner, kardiomiopati dan gagal jantung, arritmia dan kematian tiba-tiba, penyakit tromboemboli vena, dan stroke.8,38
Obesitas juga jadi penyebab resistensi insulin. Kerja insulin sebagai hormon antilipolitik gagal sehingga terjadi penumpukan Non Esterify Fatty
Acid (NEFA) di sirkulasi dan terjadi penumpukan lemak di hati dan
2.2.4.3.Intoleransi Glukosa Terganggu
Gangguan kerja insulin menimbulkan kegagalan penekanan produksi glukosa oleh hati dan ginjal dan menurunkan uptake glukosa dan metabolisme di dalam jaringan yang sensitif dengan insulin, misalnya otot dan jaringan adiposa. Untuk mengkompensasi gangguan kerja insulin, sekresi dan atau clearance insulin harus dimodifikasi untuk menahan
euglycemia. Akhirnya mekanisme kompensasi gagal, biasanya karena
gangguan sekresi insulin, sehingga kegagalan glukosa puasa atau intoleransi glukosa terganggu jatuh ke DM.6,39
2.2.4.4.Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi ditetapkan dengan baik. Pada keadaan fisiologi normal, insulin adalah vasodilator yang mereabsorbsi natrium di ginjal. Pada obesitas, efek vasodilator insulin ini hilang tetapi efek reabsorbsi natrium menetap. Efek insulin untuk meningkatkan aktivitas sistem syaraf simpatis juga menetap. Di endothelium terjadi ketidakseimbangan produksi NO dan sekresi endothelin-1, sehingga terjadi penurunan aliran darah.6,40
2.2.4.5.Adiponektin
Adiponektin adalah sitokin antiinflamasi yang dihasilkan adiposit. Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dan menghambat proses inflamasi. Di hati, adiponektin menghambat ekspresi enzyme glukoneogen dan laju produksi glukosa. Di otot, adiponektin meningkatkan transport glukosa dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Adiponektin ini berkurang pada SM.6,36
2.2.4.6.Dislipidemia
Secara umum, peningkatan asam lemak bebas di hati dihubungkan dengan peningkatan produksi apoB yang berisi trigliserida yang kaya VLDL. Proses ini sangat kompleks, tetapi hipertrigliseridemia adalah penanda yang tepat dari keadaan resistensi insulin.6
Gangguan yang lain berupa penurunan HDL-C, merupakan konsekuensi dari perubahan komposisi dan metabolisme HDL. Hipertrigliseridemia dan penurunan HDL-C adalah konsekuensi dari penurunan ester kolesterol dari core lipoprotein dalam penggabungannya dengan protein pemindah ester kolesterol melalui perubahan dalam trigliserida membuat partikel kecil dan padat.6,41
2.2.4.7. Sitokin-sitokin proinflamasi
dari massa jaringan adiposa. Subjek dengan obesitas sebenarnya berada dalam keadaan proinflamasi, hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar high sensitivity C- reactive protein (CRP) serum. Peningkatan hs-CRP secara tidak langsung mencerminkan tingginya kadar sitokin dalam serum.6,9
2.2.5. Patofisiologi Sindrom Metabolik
Asam lemak bebas (FFA) dilepas dalam jumlah yang banyak dari massa jaringan lemak yang berkembang. Di dalam hati,asam lemak bebas yang meninggi diproduksi dari glukosa dan trigliserida dan sekresi dari VLDL. Hubungan abnormalitas lipid atau lipoprotein termasuk penurunan kolesterol HDL dan peningkatan densitas LDL. Asam lemak bebas juga menurunkan sensitifitas insulin dalam otot melalui penghambatan
insulin-mediated glucose uptake. Hubungan gangguan ini termasuk penurunan
pembentukan glukosa menjadi glikogen dan peningkatan akumulasi lipid dalam trigliserida. Peningkatan glukosa,asam lemak bebas,sekresi insulin di sirkulasi membuat suatu keadaan hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia mungkin menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium dan meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatis yang berkontribusi ke hipertensi karena peningkatan kadar asam lemak bebas di sirkulasi.6
Necroting Factor α (TNF-α) yang dihasilkan adiposit dan monosit turunan makrophag menghasilkan keadaan resistensi insulin yang berlebih dan lipolisis simpanan trigliserida jaringan lemak menjadi asam lemak bebas di sirkulasi. IL-6 dan sitokin-sitokin yang lain juga meningkatkan produksi glukosa dan VLDL di hati dan resistensi insulin di otot. Sitokin dan asam lemak bebas juga meningkatkan produksi fibrinogen dari hati dan
Plasminogen Activator Inhibitor 1 (PAI-1) dari sel adiposa membuat suatu keadaan prothrombotic state. Kadar sitokin yang lebih tinggi juga merangsang hati untuk mengeluarkan CRP.6,9,30
2.2.6. Inflamasi, hs-CRP, Sindrom Metabolik dan Penyakit Kardiovaskular
Hotamisligil dkk yang pertama kali menjelaskan hubungan antara inflamasi dan obesitas dan menjadi fundasi pertama konsep ini. Mereka mendukung hubungan kuat antara obesitas dan proses inflamasi, seperti mereka tunjukkan bahwa jaringan adiposa mengekspresikan mediator-mediator inflamasi ( TNF-α, IL-6, CRP, MIF/Migration Inhibitor Factor ). Mereka juga menunjukkan bahwa mekanisme inflamasi berperan pada resistensi insulin dan ahli patologi juga menghubungkannya dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Insulin berefek sebagai antiinflamatori di endotel dan sel-sel mononuklear dengan melalui kenaikan kadar I-κB, sehingga kadar sitokin-sitokin proinflamasi (TNF-α,IL-6, adhesion
molecule, intercellular adhesion molecule dan kemokin seperti CRP)
berkurang. Efek inilah yang dihambat resistensi insulin dan sitokin-sitokin
Menurut Khreiss dkk, CRP berbentuk pentamer mengalami dissosiasi menjadi monomer sebelum dapat merangsang terjadinya inflamasi.46
Gambar 2.2. Perubahan bentuk CRP sebagai proatherosklerotik46
Gambar 2.3. Peran CRP pada inflamasi vaskular47
Protein fase akut CRP mendatangkan efek proatherogenik dan proinflamatori secara langsung dan bekerja sebagai mediator langsung pada gangguan fungsi endothel. CRP pada kadar yang bisa diterima umum sebagai prediktor terjadinya risiko penyakit kardiovaskular secara langsung menurunkan produksi NO sabagai relaksan di sel endotelial melalui sintesa endothelial NO (eNOS). Dengan berkurangnya kadar NO, CRP menghambat angiogenesis dan merangsang apoptosis sel endothel. CRP juga mengawali pelepasan endothelium-derived contracting factor
endothelin-1 (ET-1) dan IL-6 dari sel-sel endotel, menginduksi
CRP juga merangsang pelepasan MCP-1 yang memfasilitasi transmigrasi leukosit. Bukti juga menunjukkan bahwa CRP juga meningkatkan upregulasi NF-κB yang memfasilitasi transkripsi sejumlah gen proatherosklerotik. Dalam proses atherogenik, CRP secara langsung menaikkan uptake LDL alami ke dalam makrofag.9,42,43,47
Gambar 2.3. Proses pembentukan sel foam pada aterosklerosis49
Masuknya sel-sel Monosit dan Limfosit T sebagai respon inflamasi terhadap Modified-LDL adalah tahap awal pembentukan lesi aterosklerosis. Adhesion Molecules Spesific seperti Von Willebrand Factor, Selectin, dan VCAM-1, ditampilkan di permukaan sel-sel endotel pembuluh darah yang diaktifkan Mediated Leukocyte Adhesion. Sel-sel mononukleus masuk secara langsung ke dinding arteri melalui
Chemoattractant Chemokine seperti Monocyte Chemoattractant Protein-1
(MCP-1). Partikel-partikel LDL yang terperangkap di intima cenderung mengalami oksidasi yang progresif, membuat mereka dapat dikenal oleh reseptor-reseptor scavenger makrofag sehingga Modified-LDL menjadi target-target internalisasi oleh sel-sel ini.49
Pada pengambilan ekstensive Modified LDL melalui reseptor-reseptor scavenger (CD36 dan SR-A), makrofag akhirnya masuk ke dalam sel foam. Proses differensiasi ini kemungkinn dipercepat oleh MCSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), Lipopolisakarida (LPS) melalui rseptor CD14 dalam hubungannya dengan Toll-Like Receptor 4 (TLR-4) oleh HSP-60 (Heat Shock Protein) melalui CD14, dan oleh Platelet Activity
Factor (PAF) dan sitokin-sitokin yang di lepas dari makrofag secara
autokrin.49
sel endotel. Mobilisasi sel Limfosit T dan interferon-γ (IFN-γ) aktivasinya mensekresikan sitokin-sitokin dimana peran utama makrofag yang membuat mereka lebih mudah kena dengan TLR. Sel Limfosit T juga mengekspresikan ligand CD40 dalam makrofag. Chemoattractant yang dilepas dari LDL, makrofag, dan sel-sel foam (MCP-1) mempercepat pengambilan monosit lebih banyak lagi ke tunika intima.49
Pada Januari 2003 The Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) dan AHA mempublikasikan petunjuk awal untuk mengesahkan pemakaian hs-CRP sebagai tambahan screening faktor risiko tradisional penyakit Kardiovaskular.43
Ridker PM dkk dalam penelitiannya tahun 2003 menyimpulkan bahwa pengukuran CRP merupakan tambahan klinis yang penting untuk memberikan informasi prognostik SM.16
Dalam penelitian Framingham Offspring oleh Ruter MK dkk
Nilai cut-off points yang direkomendasikan oleh CDC/AHA terhadap risiko penyakit CVD adalah44,50:
Risiko rendah jika hs-CRP < 1,0 mg/L. Risiko sedang jika hs-CRP 1,0-3,0 mg/L Risiko tinggi jika hs-CRP > 3,0 mg/L
2.3. Kerangka Konsep
Hipertensi
TG↑ Obesitas
HDL-C↓
Gangguan Metabolisme Glukosa
Sindrom
Metabolik
Peradangan
yang bersifat
perlahan-lahan
dan menahun
Atherosclerosis
Penyakit Jantung
dan Pembuluh
hs-CRP
Inhibitor : gangguan fungsi
hati, mengkonsumsi obat
statin, colchitin
Enhancer : Infeksi, artritis,
merokok aktif
Hati
IL-1
IL-6
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dengan metode pengukuran data secara cross-sectional (potong lintang). Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, jumlah sampel dibatasi minimal sesuai perkiraan jumlah sampel atau sampai batas waktu pengumpulan sampel yang ditetapkan dimana pengukuran hanya dilakukan satu kali dan kepada subjek yang diteliti tidak diberi perlakuan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik dan bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik Medan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium rutin di Departemen Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.3.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien dengan sindroma metabolik dan memenuhi kriteria subjek penelitian yang datang melakukan pemeriksaan laboratorium rutin di Departemen Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian ini akan dipilih dengan cara consecutive sampling.
3.3.3. Kriteria Inklusi Subjek Penelitian
1. Bersedia ikut dalam penelitian
2. Individu dengan Sindrom Metabolik sesuai dengan kriteria IDF 2005.
3.3.4 Kriteria Eksklusi Subjek Penelitian
1. Perokok aktif
2. Orang yang sedang infeksi selama 2 minggu sebelum penelitian.
3. Obesitas sekunder 4. Penderita artritis 5. Gangguan fungsi hati.
3.3.5. Batasan Operasional
3.3.5.1. Sindrom Metabolik
Menggunakan kriteria IDF 2005, yaitu jika dijumpai obesitas ditambah 2 dari komponen berikut ini :
• Hipertensi : TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi anti hipertensi
• Hipertrigliserida: TG≥150 mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG.
• Penurunan HDL-C: HDL-C<40mg/dL (pria); HDL-C<50mg/dL (wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL-C.
• Obesitas: WC≥90 cm (pria); WC≥80cm (wanita)
3.3.5.2. Kadar hs-CRP
Diukur memakai alat Cobas C 501 analyzer dengan metode immunoturbidimetri menggunakan reagen CRPHS (Cardiac C-Reactive Protein (latex) High Sensitive) dari Roche, dengan satuan mg/L.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel dari subjek yang diteliti dipakai rumus:
n1= n2 = 33
Keterangan: n = Besar sampel .
Z1-α/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu.
= 1,96
Z1-β = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu.
= 0,841
σ2
= Harga varians di populasi20 = 2,3409
2σ2(Z1-α/2 + Z1-β)2 (μ0-μa)2
μo-μа = Perkiraan selisih nilai mean yang diteliti
dengan mean di populasi. = 1,06
3.5. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik komputerisasi program SPSS 17 for windows. Gambaran karakteristik kelompok SM dan Obesitas disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Kemaknaan perbedaan konsentrasi hs-CRP diantara kelompok SM dengan Obesitas dilakukan uji independent sample t test.
Untuk melihat korelasi komponen sindrom metabolik dengan hs-CRP dipakai uji korelasi Pearson. Untuk melihat hubungan komponen sindrom metabolik dengan hs-CRP digunakan uji korelasi pearson. 4
3.6. Bahan dan Cara Kerja
3.6.1. Bahan yang diperlukan
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah darah EDTA dan darah tanpa antikoagulan.
3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik
sphygmomanometer (nova), dimana pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada lengan kanan dan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali dan diambil nilai reratanya. Seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam status khusus penelitian.
3.6.3. Pengukuran Antropometrik
Pengukuran berat badan (kg) dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan merk Camry, dimana pasien berpakaian minimal tanpa memakai alas kaki. Pengukuran tinggi badan (m) dilakukan dengan memakai alat pengukur tinggi badan Microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. Subjek dalam posisi berdiri tegak tanpa memakai alas kaki dan topi.
Lingkar pinggang diukur ( tanpa ada penghalang seperti tali pinggang, korset) dalam keadaan akhir ekspirasi dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua tungkai 25-30 cm. Pengukuran dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak krista iliaca dan tepi bawah kosta terakhir pada garis axilaris medialis. Hasil pengukuran dinyatakan dengan sentimeter.
3.6.4. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
5cc darah, kemudian dimasukkan 2cc ke dalam tabung plastik EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap dan 3cc ke dalam tabung plastik tanpa antikoagulan.
Untuk pemeriksaan darah lengkap segera diperiksa dengan memakai alat Sysmex XT 2000i. Sampel darah beku setelah dibiarkan membeku selama 20 menit pada suhu ruangan, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit, serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung plastik (microtube) masing-masing 1 ml. Tabung microtube pertama untuk pengukuran kadar hs-CRP disimpan dalam freezer -38º C sampai waktu pemeriksaan yang telah ditentukan (maksimum 6 bulan)2. Tabung aliquot kedua untuk pemeriksaan KGDP, HDL-C, TG, SGOT, SGPT.
3.6.5. Pemeriksaan laboratorium
Untuk pengukuran KGDP, TG, HDL-C, SGOT, SGPT, dilakukan segera setelah sampel terkumpul. Sedangkan untuk pengukuran kadar hs-CRP dilakukan serentak setelah sejumlah sampel terkumpul.
3.6.5.1. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengukur jumlah leukosit subjek dipakai alat Sysmex XT 2000i, dengan metode flowcitometri.
3.6.5.2. Pemeriksaan KGDP
Menggunakan alat Cobas C 501 Analyzer , dengan metode enzimatik kolorimetrik berdasarkan reaksi:
D-Glukosa-6-pospat + NADP+ G6PDH D-6-Phosphoglukonat + NADPH + H+
Konsentrasi NADPH yang dibentuk secara langsung menjadi konsentrasi glukosa, absorbsinya diukur pada panjang gelombang 340 nm.
3.6.5.3. Pemeriksaan Trigliserida
Menggunakan alat Cobas C 501 Analyzer dengan metode enzimatik kolorimetrik, dengan reaksi :
Trigliserida lipoprotein lipase Gliserol + Asam lemak
Absorbsi warna merah quinoneimine dye diukur pada panjang gelombang 512 nm.
3.6.5.4. Pemeriksaan HDL-C
Menggunakan alat Cobas C 501 Analyzer dengan metode enzimatik kolorimetrik, dengan reaksi :
HDL-C ester + H2O
detergent cholesterol esterase
kolesterol + Asam lemak bebas
HDL-C + O2
Absorbsi warna Purple blue diukur pada panjang gelombang 583 nm.
3.6.5.5. Pemeriksaan SGOT
Menggunakan alat Cobas C 501 Analyzer dengan metode enzimatik kolorimetrik, dengan reaksi :
L-aspartate + 2-oxoglutarae aspartate aminotransferase oksaloasetat+ L-glutamat
Laju oksidasi NADH secara langsung merupakan proporsi aktivitas aspartat aminotransferase yang absorbsinya diukur pada panjang gelombang 340 nm
3.6.5.6. Pemeriksaan SGPT
Menggunakan alat Cobas C501 Analyzer dengan metode enzimatik kolorimetrik, dengan reaksi :
L-alanine + 2-oxoglutarate alanin aminotransferase pyruvat + L-glutamat
Pyruvat + NADH + H+ lactate dehydrogenase L-laktat + NAD+
Laju oksidasi NADH secara langsung merupakan proporsi aktivitas alanin aminotransferase, absorbsinya diukur pada panjang gelombang 340 nm.
3.6.5.7. Pemeriksaan hs-CRP
Prinsip pemeriksaan: particle-enhanced immuno turbidimetric assay.
CRP pasien akan beraglutinasi dengan partikel latex yang dilapisi dengan antibodi monoklonal. Presipitasinya diukur secara turbidimetri.
Reagent-working solutions:
R1: TRIS (tris hydroxymethyl-aminomethane) buffer dengan serum bovine albumin dan imunoglobulin (tikus); bahan pengawet; stabilizers
R2: Partikel latex yang dilapisi dengan anti-CRP (tikus) dalam buffer glycine ; bahan pengawet; stabilizers
Penyimpanan dan stabilitas:
CRPHS dan diluent NaCl 9% disimpan pada temperatur 2-80C, stabil hingga sampai batasan waktu di pack label.
Sampel: Serum dan plasma (Li-heparin dan K2-EDTA)
Kalibrator: Kalibrasi menggunakan larutan Calibrator for Automated System (c.f.a.s) protein Cat. No. 11355279 216 kode 656.
Kontrol: Larutan kontrol menggunakan Precinorm protein (3x1mL) Cat. No. 10557897 122 kode 302.29
Cara kerja: Sampel yang beku dicairkan pada suhu ruang, kemudian disamaratakan dengan vortex. Larutan kontrol juga disamakan dengan suhu ruang (20-25̊ C). Sampel ditambah dengan Reagen R1( buffer) kemudian ditambah R2 ( latex Antibodi Anti CRP ).Reaksi dimana antibody anti CRP yang berikatan dengan micropartikel latex akan bereaksi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk kompleks Ag-Ab. Presipitasi dari kompleks Ag-Ab ini diukur secara turbidimetrik.
Batasan pengukuran: 0,15-20,0 mg/L. Pada sampel dengan kadar yang tinggi, dilakukan pengenceran secara otomatis dengan perbandingan 1:15. Hasilnya kemudian secara otomatis dikalikan dengan 15.
3.7. Pemantapan Mutu
kontrol terhadap alat-alat yang digunakan, agar penentuan konsentrasi zat yang belum diketahui dapat dipercaya (valid).
3.7.1 Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium
Kalibrasi pengukuran konsentrasi hs-CRP digunakan C.f.a.s. protein Lot No. 646954. Kalibratornya dalam bentuk cair dan sudah dalam keadaan siap pakai. Kalibrasi ini berguna untuk menilai protein-protein kalibrator oleh 6 faktor (S2: 0,0125; S3: 0,0250; S4: 0,0500; S5: 0,100; S6: 0,200) untuk menentukan konsentrasi standart pada kurva kalibrasi sehingga didapat kurva kalibrasi yang bersifat linier. Untuk titik nol digunakan aquadest sebagai zero calibrator. Selama penelitian kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.
Gambar 3.1. Grafik kalibrasi hs-CRP
diencerkan dengan 3 mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membola-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit, kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali sewaktu membuka reagen baru.
Untuk pemeriksaan HDL-C digunakan c.f.a.s lipid Lot No. 668383. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3 mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membola-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit, kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.
Kalibrasi alat sysmex XT2000i dilakukan langsung oleh teknisi.
3.7.2 Kontrol kualitas pemeriksaan laboratorium
Untuk pemeriksaan hs-CRP digunakan kontrol Precinorm protein
Lot No. 16164300. Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan hs-CRP dilakukan sebanyak 7 kali bersamaan dengan pemeriksaan sampel, dengan nilai target yang akan dicapai.
Tabel 3.1. Kontrol hs-CRP lot no. 16164300
No Tanggal Jumlah sampel Hasil (mg/L) Nilai target (mg/L)
1 9-8-2012 N=8 10,9 10,2-13,8
2 17-8-2012 N=12 12,63 10,2-13,8
3 28-8-2012 N=12 12,57 10,2-13,8
4 4-9-2012 N=6 11,32 10,2-13,8
5 25-9-2012 N=12 11,8 10,2-13,8
6 2-10-2012 N=10 12,67 10,2-13,8
Kontrol kualitas pemeriksaan SGOT, SGPT , KGDP, HDL-C dan TG digunakan precinorm Lot No. 16177400. Kontrol dilakukan setiap kali ada pemeriksaan sampel.
Kontrol pemeriksaan darah lengkap dilakukan setiap hari dengan memakai kontrol normal, kontrol rendah dan tinggi.
3.8. Ethical Clearance dan Informed Concent
Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang
3.9.Alur Kerja
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Jumlah pasien obesitas pada penelitian ini sebanyak 66 orang. Dari 66 orang obesitas sebanyak 33 orang Sindrom Metabolik (Subjek) terdiri dari wanita 19 orang (57,6%) dan pria 14 orang (42,4%) dan 33 orang non-Sindrom Metabolik (kontrol) terdiri dari wanita 24 orang (71,6%) dan pria 9 orang (29,4%).
Tabel 4.1. Karakteristik dan perbedaan kelompok subjek dan kontrol
Karakteristik SM
*Keterangan: Data dalam bentuk Mean±SD.
IMT (Indeks Massa Tubuh), LP (Lingkar pinggang), TDS (Tekanan Darah Sistol), TDD (Tekanan Darah Diastol), HDL-C (High Density Lipoprotein-Cholesterol), TG
(TriGliserida), KGDP (Kadar Gula Darah Puasa). *Uji kemaknaan dengan t-independent, bermakna jika p<0,05
Semua variabel komponen Sindrom Metabolik berbeda signifikan antara subjek dengan kontrol.
Tabel 4.2. Perbedaan hs-CRP antara subjek dan kontrol
Variabel SM Obesitas p-value
hs-CRP (mg/L) 3,49(SD 2,06) 1,12(SD 0,68) 0,001*
*Keterangan: Uji perbedaan dengan menggunakan uji t-independent, bermakna jika p<0,05
Rata-rata kadar hs-CRP pada kelompok subjek adalah 3,49 (SD2,06) mg/L dengan range 0,84-9,02 mg/L, sedangkan pada kontrol 1,12(SD0,68) mg/L dengan range 0,1-2,97 mg/L dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p = 0,001).
Tabel 4.3. Karakteristik pasien pada level kadar hs-CRP dalam risiko CVD
hs-CRP (mg/L) p
Tabel ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada usia, jenis kelamin, IMT, WC, Trigliserida, HDL-C, Tekanan darah sistole dan kadar gula darah puasa antara grup 1 (hs-CRP<1mg/dL), grup 2 (hs-CRP ≥1 sd ≤3 mg/dL) dan grup 3 (hs-CRP >3 mg/dL). Kecuali Tekanan darah diastole tidak dijumpai perbedaan yang signifikan. Pada perbedaan umur baik pria maupun wanita tidak menggambarkan kecenderungan kenaikan hs-CRP dengan peningkatan umur. Indeks Massa Tubuh, WC, TG, HDL-C, KGDP, dan TDS terdapat kecenderungan kenaikan hs-CRP, dimana semakin tinggi ukuran dan kadar dari komponen SM maka akan semakin meningkat hs-CRP-nya.
Tabel 4.4. Perbedaan kadar hs-CRP menurut jenis kelamin
Jenis kelamin hs-CRP (mg/L) p-value
Pria (n=23) 6,7(SD22,7) 0,369 Wanita (n=43) 2,3(SD2,2)
Keterangan: Uji perbedaan dengan menggunakan uji t-independent, bermakna jika p<0,05
Tabel 4.5. Korelasi komponen SM dengan hs-CRP
Komponen SM hs-CRP (mg/L) p
Lingkar pinggang (cm) 0,13 0,26 Gula Darah Puasa (mg/dL) 0,14 0,23 HDL-C (mg/dL) -0,82 0,51 Trigliserida (mg/dL) 0,20 0,10 Tekanan Darah (mmHg)
• Sistole 0,03 0,76 • Diastole 0,04 0,75
Keterangan: Uji korelasi pearson,bermakna jika p<0,05. HDL-C: High Density Lipoprotein Cholesterol
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan membandingkan kadar hs-CRP kelompok Sindrom Metabolik dan Obesitas, mengetahui karakteristik masing-masing kelompok, dan melihat hubungan komponen SM dengan hs-CRP.
Diperoleh sampel obesitas sebanyak 66 orang yang terdiri dari 33 orang Sindrom Metabolik dan 33 orang obesitas sesuai dengan kriteria IDF tahun 2005. Umur dan jenis kelamin telah disesuaikan pada kedua kelompok tersebut. Diperoleh rata-rata umur pada Sindrom Metabolik 40,42(SD5,66) tahun dengan range 30-55 tahun dan obesitas 38,42(SD6,99) tahun dengan range 29-57 tahun.
Pada penelitian ini dijumpai bahwa komponen Sindrom Metabolik seperti IMT, Lingkar pinggang, Trigliserida, Tekanan Darah Sistol dan Diastol, Kadar Gula Darah Puasa lebih tinggi kadar dan ukurannya pada kelompok Sindrom Metabolik dan perbedaan ini bermakna secara statistik. Sedangkan kadar HDL-C lebih rendah pada kelompok obesitas dan berbeda bermakna secara statistik. Sesuai dengan penelitian Antonio dkk di Brazil dan Fatma G.Huffman dkk di Florida, mendapatkan perbedaan ini bermakna pada kedua kelompok. 17,18