BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma metabolik adalah merupakan sekumpulan kelainan metabolik dan
dikenal dengan beberapa variasi nama seperti sindroma resistensi insulin,
sindroma X, deadly quartet dan lainnya. Sindroma metabolik sering dihubungkan
dengan resiko menderita penyakit jantung koroner dan stroke, yang merupakan
penyakit dengan mortalitas yang tinggi (Cameron et al, 2004). Penderita sindroma
metabolik juga memiliki peningkatan resiko menderita penyakit diabetes melitus
tipe 2 (Grundy et al, 2005). Peningkatan faktor resiko menderita penyakit jantung
koroner, stroke dan diabetes melitus ini disebabkan karena adanya hubungan
sindroma metabolik dengan resistensi insulin, peningkatan faktor prothrombosis
dan disfungsi endotel (Joy et al, 2008).
Defenisi sindroma metabolik menurut National Cholesterol Education
Program Expert Panel on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adults Treatment Panel II (NCEP ATP III) tahun 2001, adalah
sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non lipid yang memenuhi 3
dari 5 kriteria, yaitu obesitas sentral, dislipidemia aterogenik, hipertensi dan
kelainan kadar gula darah plasma. Dislipidemia aterogenik merupakan keadaan
Lipoprotein (LDL), serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL)
(Cameron et al, 2004).
Setiap komponen defenisi atau kriteria sindroma metabolik memiliki
prevalensi sebagai berikut, yaitu : obesitas abdomen (38,6%), dislipidemia (30%
untuk hipertrigliseridemia dan 37,1% untuk penurunan HDL), hipertensi (34%),
dan disglikemia (12,6%) (Joy et al, 2008).
Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di setiap negara. Berdasarkan
defenisi NCEP ATP III, sindroma metabolik merupakan gangguan metabolik
dengan prevalensi tinggi dan penderita sindroma metabolik ditemukan pada
hampir seperempat warga AS dewasa (47 milyar individu) yaitu sekitar 24% dari
populasi (Yamada et al, 2005), dengan prevalensi tertinggi di Mexico (usia 20-69
tahun sebanyak 26,6%) (Cameron et al, 2004). Prevalensi sindroma ini meningkat
di Korea pada dekade terakhir ini sebesar 31,3% pada tahun 2007 (Song et al,
2012).
Prevalensi sindroma metabolik dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Hal
ini tampak pada populasi di Iran, prevalensi berkurang 10% pada pria dan wanita
di usia 20-29 tahun, meningkat 38% pada pria dan 67% pada wanita di usia 60-69
tahun. Hal yang sama juga pada populasi di Prancis.
Berdasarkan defenisi ATP III, prevalensi pada usia 45-64 tahun di
Skotlandia adalah 26,2%; di Mauritius sebanyak 10,6% pada pria dan 14,7% pada
wanita; pada usia di atas 31 tahun di Turki adalah 27% pada pria dan 38,6% pada
wanita; pada usia di atas 20 tahun di India adalah 7,9% pada pria dan 17,5% pada
Perbedaan etnis juga dinyatakan mempengaruhi prevalensi sindroma
metabolik. Pada populasi Asia dengan postur tubuh lebih kecil, kriteria
berdasarkan NCEP ATP III tidak dapat dipenuhi sehingga prevalensi pada
populasi di Asia masih belum banyak diketahui. Data dari penelitian yang
dilakukan di Singapura, persentase lemak tubuh lebih tinggi walaupun Body Mass
Index (BMI) Singapura 3kg/m2 lebih kecil dari Kaukasian (Tan et al, 2004).
Etiologi sindroma metabolik terdiri dari faktor lingkungan dan faktor
genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah diet tinggi kalori,
merokok dan aktifitas fisik. Faktor genetik yang mempengaruhi sindroma
metabolik dapat berupa polimorfisme gen (Yamada et al, 2007).
Dislipidemia pada sindroma metabolik adalah keadaan dengan peningkatan
konsentrasi serum trigliserida dan penurunan konsentrasi serum High Density
Lipoprotein (HDL). Lipoprotein Lipase (LPL), apolipoprotein A5 (ApoA5) dan
apolipoprotein E (ApoE) dinyatakan mempengaruhi metabolisme trigliserida. LPL
merupakan enzim utama yang menghidrolisis trigliserida, ApoA5 merupakan
pengatur kadar trigliserida dengan meningkatkan efisiensi lipolisis, dan ApoE
berperan penting dalam receptor-mediated remnant clearance (mediator reseptor
untuk liver uptake remnant lipoprotein) (Ariza et al, 2010).
Beberapa varian ketiga gen ini telah ditemukan. Varian gen LPL yaitu D9N
dan N291S, dinyatakan mengakibatkan perubahan asam amino yang
mengakibatkan penurunan aktifitas LPL di plasma. Kedua polimorfisme ini
dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi serum plasma trigliserida dan
diidentifikasi melalui perbandingan sekuens manusia dan tikus. Gen ApoA5
memiliki 4 ekson dan 366 asam amino, yang hanya diekspresikan di hati
(Pennachio et al, 2001). Polimorfisme ApoA5 yang sering dihubungkan dengan
perubahan kadar trigliserida pada beberapa populasi adalah polimorfisme
missense c.56G>C (S19W) dan varian promotor -1131T>C. Polimorfisme ApoE
(ε2, ε3, ε4) dinyatakan berhubungan dengan faktor resiko menderita penyakit
kardiovaskular dan kadar trigliserida, walaupun hubungan polimorfisme ApoE
dengan kadar trigliserida masih kontroversial (Ariza et al, 2010).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan polimorfisme
ApoA5-1131T>C dan sindroma metabolik. Polimorfisme ApoA5-ApoA5-1131T>C (rs 662799)
biasanya merupakan SNPs (single nucleotide polymorphism). Beberapa penelitian
menyatakan hubungan SNPs ApoA5 dengan peningkatan kadar trigliserida pada
populasi umum dan populasi dislipidemia.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan etnis dengan
polimorfisme ApoA5-1131T>C dan sindroma metabolik. Song et al (2012) telah
menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara polimorfisme
ApoA5-1131T>C dengan kadar trigliserida dan HDL kolesterol sebagai faktor resiko
sindroma metabolik pada masyarakat Korea, dan dinyatakan bahwa identifikasi
polimorfisme alel C ApoA5 -1131T>C dapat membantu dalam pencegahan
sindroma metabolik. Yamada et al (2007) menyatakan adanya hubungan
signifikan antara polimorfisme ApoA5 -1131T>C dengan peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol pada masyarakat Jepang. Begitu juga halnya dengan
inilah, maka dianggap layak untuk dapat mengetahui hubungan polimorfisme
ApoA5 gen -1131T>C dengan dislipidemia, yaitu berupa peningkatan kadar
trigliserida pada sindroma metabolik.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan polimorfisme gen apolipoprotein A5 -1131T>C
dengan kadar trigliserida pada penderita sindroma metabolik dan non sindroma
metabolik.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen apolipoprotein A5 –
1131T>C dengan kadar trigliserida pada penderita sindroma metabolik dan non
sindroma metabolik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendata kadar trigliserida penderita sindroma metabolik dan non sindroma
metabolik sebagai data sekunder.
2. Mengukur konsentrasi Deoxyribose-Nucleic Acid (DNA) penderita
sindroma metabolik dan non sindroma metabolik yang telah diisolasi
sebelumnya.
3. Melakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragment
Length Polymorphism (RFLP) gen apolipoprotein penderita sindroma
4. Untuk menganalisa polimorfisme gen apolipoprotein A5 -1131T>C pada
sindroma metabolik dan non sindroma metabolik.
5. Untuk menilai hubungan antara polimorfisme gen apolipoprotein A5
-1131T>C dengan kadar trigliserida pada sindroma metabolik dan non
sindroma metabolik.
6. Untuk menilai hubungan antara genotif TT dan CC dengan kadar trigliserida
sindroma metabolik dan non sindroma metabolik.
7. Untuk menilai polimorfisme gen apolipoprotein A5 -1131 T>C berdasarkan
Hardy Weinberg Equilibrium (HWE).
1.4 Hipotesa
Polimorfisme apolipoprotein A5 akan meningkatkan kadar trigliserida pada
sindroma metabolik.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti :
Memberikan informasi ilmiah tentang apolipoprotein A5, pengaruh
polimorfisme Apolipoprotein A5, dan pengaruh polimorfisme
apolipoprotein A5 dalam pengaturan trigliserida dan resiko menderita
sindroma metabolik.
2. Bidang Pendidikan :
Memberikan informasi ilmiah tentang apolipoprotein A5, pengaruh
apolipoprotein A5 dalam pengaturan trigliserida dan resiko menderita
sindroma metabolik.
3. Bidang Kesehatan :
Memberikan informasi ilmiah tentang apolipoprotein A5, pengaruh
polimorfisme Apolipoprotein A5, dan pengaruh polimorfisme
apolipoprotein A5 dalam pengaturan trigliserida dan resiko menderita
sindroma metabolik.
Sebagai masukan untuk penelitian sindroma metabolik lainnya dan