• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pemeriksaan laboratorium

Autoantibodi tiroid, TgAb, dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves’ maupun tiroiditis Hashimoto, namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves’.4 Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves’ dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormon (TSH).

Artinya, bila T3 dan T4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves’, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T4 bebas (free T4/FT4). 4,7

2.5 Pengobatan.

Walaupun mekanisme autoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves’, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme.2,7

Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves’, yaitu: Obat anti tiroid, pembedahan dan terapi yodium radioaktif.17 Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya. 2,7

2.5.1 Obat Antitiroid: Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. 1,2,4 Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling

iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol).20 Atas dasar kemampuan menghambat konversi T4 ke T3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosisi tunggal.17 Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT.18 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. 10 Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).19 Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg, 1 atau2kalisehari.18

Propiltiourasil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves’.20 Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5-20 mg perhari.18 Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3 x 100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.20 Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. 20

Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu

gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.17

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti I131 atau operasi. Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba diganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.17

Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves’ adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid.19 Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. 1

BAB III

Dokumen terkait