• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Sampel

Pada penelitian kali ini, kulit pisang kepok kuning (Musa balbisiana) yang digunakan diperoleh dari seorang pedagang pisang goreng di daerah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten yang dikumpulkan pada bulan November. Tanaman pisang kepok yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi, Cibinong, Jawa Barat. Bagian lengkap tanaman pisang kepok diperoleh dari perkebunan pisang kepok di daerah Cilawu, Garut, Jawa Barat. Determinasi ini dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil determinasi yang diperoleh adalah tanaman tersebut merupakan tanaman pisang kepok (Musa balbisiana) yang berasal dari suku

Musaceae (Lampiran 2).

4.2Penyiapan Sampel

Limbah kulit pisang kepok sebanyak 7 kg disortasi kering untuk memisahkan kulit pisang kepok kuning dengan yang masih kehijauan, bagian kulit pisang dipisahkan dari bagian bonggolnya. Limbah kulit pisang kepok kuning dicuci bersih dengan air mengalir untuk meghilangkan kotoran yang melekat pada bagian luar dan dalam kulit pisang kepok. Limbah kulit pisang kepok kuning yang sudah dicuci bersih kemudian ditiriskan airnya dengan diangin-anginkan, setelah itu limbah kulit pisang kepok kuning dirajang kecil-kecil untuk mempermudah proses pengeringan. Pengeringan limbah kulit pisang kepok kuning dilakukan di BALITTRO, Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 5 kg limbah kulit pisang kepok kuning dikeringkan dengan oven blower pada suhu 45⁰C, dan menghasilkan 1 kg simplisia kering. Simplisia yang sudah kering kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk oleh pihak BALITTRO. Simplisia dibuat dalam bentuk serbuk karena bertujuan agar memperluas permukaan simplisia sehingga kontak antara pelarut dengan simplisia lebih maksimal.

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3Ekstraksi Limbah Kulit Pisang Kepok

Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia limbah kulit pisang kepok kuning diekstraksi dengan 2 liter pelarut etanol 96% dengan cara direndam selama 3 hari sambil sesekali dilakukan pengadukan. Proses maserasi dilakukan sebanyak 13 kali sampai warna maserat mendekati jernih dan sudah tidak ada senyawa yang tertarik lagi oleh pelarut. Maserat yang diperoleh dari maserasi dipekatkan dengan

vaccum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental. Total ekstrak etanol 96% limbah kulit pisang kepok kuning yang diperoleh sebanyak 67,52 gram dengan persen rendemen 13,50%.

Prinsip maserasi adalah pelarut yang digunakan dalam proses maserasi akan masuk ke dalam sel tanaman melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dengan di luar sel melalui proses difusi hingga terjadi keseimbangan antara larutan di dalam sel dan larutan di luar sel (Ansel, 1989). Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yang banyak digunakan dan paling sederhana diantara metode lain, yaitu hanya dengan merendam sampel dalam pelarut yang sesuai. Sampel dibuat dalam bentuk serbuk dengan tujuan memperluas permukaan bidang sentuh antara etanol dan serbuk simplisia, dengan demikian penyarian dapat lebih efektif . Pada saat maserasi, konsentrasi lingkungan luar sel lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam sel, sehingga isi sel termasuk zat aktifnya akan keluar dan terlarut dalam pelarut (Anonim, 1993 dalam Yulianty, et al., 2011).

Pemilihan etanol sebagai pelarut karena etanol (96%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1994). Menurut Agustiningsih (2010) dalam Mardiyaningsih (2014), etanol merupakan pelarut yang paling maksimal menarik senyawa fenolik dan flavonoid dibandingkan dengan pelarut air atau campuran etanol-air.

Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986).

Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari (Anonim, 1986).

4.4Karakterisasi Ekstrak

A. Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak

Nama tanaman : Musa balbisiana BBB. Bagian tanaman : Kulit buah

Nama Indonesia tanaman : Pisang Kepok Organoleptik

Bentuk : cairan kental Warna : cokelat kehitaman

Bau : khas

Rasa : agak pahit

B. Uji Kadar Air Pada Ekstrak

Kadar air ekstrak etanol 96% limbah kulit pisang kepok yang diperoleh adalah 6,7%. Uji kadar air dilakukan dengan tujuan untuk memberikan batas minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes RI, 2000). Range kadar air menurut Voight (1995), tergantung terhadap jenis ekstrak yaitu ekstrak kering kadar air <5%, ekstrak kental 5-20%, ekstrak cair >20%.

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan produk pangan dan terkait aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Produk yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah rusak karena produk tersebut dapat menjadi

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

media yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme. Produk dengan kadar air rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang dari pada produk yang berkadar air tinggi (Pardede, et al., 2013).

Karakterisasi ekstrak perlu dilakukan untuk menilai kualitas ekstrak yang digunakan sebagai bahan uji, maka perlu dilakukan pemeriksaan organoleptis dan kadar air. Uji kadar air sangat penting dilakukan karena untuk mengetahui kadar air ekstrak yang akan digunakan sebagai agen antibakteri. Air merupakan media untuk bakteri tumbuh, maka dari itu kadar air pada ekstrak uji sangatlah penting.

4.5Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol 96% limbah kulit pisang kepok kuning sehingga dapat diketahui senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri. Pada skrining fitokimia ini, dilakukan uji golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan kuinon.

Berdasarkan hasil uji fitokimia (Tabel 1.) yang didapatkan, ekstrak terbukti positif mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon. Hasil uji fitokimia yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zainab, et al. (2013) dan Subrata, et al. (2011) dalam Fadhilah (2014), yang menyatakan bahwa komponen fitokimia dari kulit pisang adalah tanin, kuinon, alkaloid, flavonoid, dan saponin sebagai agen antimikroba. Kandungan lainnya yaitu steroid, serotonin dan dopamin yang memberikan efek farmakologi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 1 Hasil Uji Skrining Fitokimia

Metabolit Sekunder

Hasil Pengamatan Hasil Uji Gambar

Alkaloid Terjadi endapan

berwarna merah + Flavonoid Terdapat perubahan warna menjadi merah +

Saponin Terbentuk busa

stabil +

Tanin Terbentuk warna

hijau kehitaman +

Kuinon Terbentuk warna

merah +

Efek antibakteri merupakan karena adanya saponin, flavonoid, tanin, kuinon, fenol, dan lektin (Priosoeryanto, 2005). Seyawa aktif berupa tanin, saponin, flavonoid, terpenoid, alkaloid dan senyawa polifenol yang berperan utama sebagai penghambat pertumbuhan bakteri patogen (Okoli, et al., 2009).

Prasetyo, et al., (2008) menyatakan bahwa saponin merupakan senyawa metabolik sekunder yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga memiliki

Dokumen terkait