• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintah , yang meliputi kewenangan yang ada di instansi Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Bank

ANALISA SISTEM

6. Pemerintah , yang meliputi kewenangan yang ada di instansi Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Bank

Indonesia, Kementerian Negara BUMN, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan UKM, serta Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

− Menciptakan iklim usaha yang kondusif

− Menciptakan persaingan usaha yang adil

− Menjaga kestabilan harga dan pasokan minyak goreng untuk masyarakat

− Menjaga pasokan bahan baku

− Memenuhi lonjakan kebutuhan (secara cyclical)

− Menjaga kualitas minyak goreng yang dihasilkan

Formulasi Permasalahan

Pada saat ini pasokan CPO sebagai bahan baku produsen minyak goreng nasional secara mayoritas dipenuhi oleh hasil produksi perkebunan dan produsen swasta. Pemerintah (BUMN Perkebunan) melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) saat ini hanya menguasai sekitar 13 % dari seluruh produksi CPO nasional. Peranan ini diperkirakan akan terus menurun seiring dengan tambahan pasokan TBS dari perkebunan swasta baru yang akan mulai memasuki umur panen dalam beberapa tahun mendatang. Merosotnya nilai tukar rupiah telah mendorong para pengusaha untuk mencari keuntungan yang paling maksimal dengan jalan melakukan ekspor CPO sebesar-besarnya tanpa memperhatikan batas ambang minimum jumlah pasokan yang harus dipenuhi di dalam negeri. Pemerintah menerapkan pemberlakuan PE yang tinggi, namun tidak sertamerta dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Keadaan tersebut menunjukan bahwa pengenaan pajak ekspor untuk komoditi CPO di beberapa turunannya pada beberapa saat dirasakan tidak efektif. Para pengusaha masih berusaha mencari peluang untuk dapat mengekspor CPO dan beberapa produk antara. Sementara itu, penentuan pajak ekspor yang berlebihan akan menimbulkan dampak baru dalam penyerapan produk CPO di dalam negeri. Dengan memperhatikan kondisi pada penawaran dan permintaan yang dinamis, perlu disimulasikan bagaimana peran atau intervensi pemerintah yang optimal yang tidak merugikan semua pemangku kepentingan.

Selanjutnya, dengan memperhatikan struktur pasar yang terjadi saat ini, sistem perniagaan minyak goreng cenderung bersifat oligopoli, dimana konsumen dihadapkan hanya kepada beberapa pedagang besar minyak goring. Kondisi ini cenderung menyebabkan keseimbangan penawaran dan permintaan yang tidak stabil, dan secara langsung akan mengakibatkan peningkatan harga di tingkat konsumen. Berlainan dengan komoditi strategis lainnya, pemerintah tidak dapat mengatur langsung pola perniagaan minyak goreng kelapa sawit di dalam negeri, termasuk penetapan harga eceran, dan jumlah stok secara nasional. Dengan

demikian perlu ditentukan pola terbaik yang dapat diterapkan untuk penyediaan sistem pengendalian persediaan dalam negeri.

Secara singkat, permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sistem manajemen krisis perniagaan minyak goreng kelapa sawit dapat diformulasikan sebagai berikut :

1) Keadaan krisis perniagaan minyak goreng kelapa sawit yang berlangsung pada periode tahun 1997-1998 disebabkan oleh kurangnya pasokan CPO sebagai bahan baku utama. Pemerintah tidak dapat melakukan intervensi langsung untuk melakukan kontrol harga penyediaan CPO, mengingat pemerintah (melalui BUMN Perkebunan) hanya menguasai sekitar 13% dari seluruh produksi CPO Nasional,

2) Fluktuasi nilai tukar Rupiah yang cenderung melemah, sehingga lebih menarik para produsen untuk memasarkan CPO ke pasar internasional (ekspor) dibandingkan dengan menjual di dalam negeri. Saat ini, sekitar 70% produksi CPO dalam negeri diperuntukan bagi pasaran ekspor.

3) Struktur pasar perniagaan minyak goreng cenderung oligopoli, dimana konsumen hanya dihadapkan pada beberapa pedagang besar minyak goreng. 4) Lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pengambilan

kebijakan penanggulangan krisis perniagaan minyak goreng,

5) Neraca penawaran dan permintaan CPO sampai dengan tahun 2010 diperkirakan masih belum seimbang. Perkiraan jumlah permintaan, khusus- nya permintaan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor,

6) Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri oleokimia, serta pengembangan biodiesel sebagai substitusi bahan bakar solar fosil, memberi-kan konsekwensi pada tambahan penyediaan CPO untuk kebutuhan di dalam negeri.

Berpedoman pada pengalaman krisis pada tahun 1997-1998, serta dengan memperhatikan permasalahan utama yang ada dalam perniagaan minyak goreng kelapa sawit saat ini dan prediksinya sampai dengan tahun 2010, maka dibutuhkan suatu mekanisme yang setiap saat dapat memantau keadaan perniagaan secara

nasional. Selain itu, dengan memperhatikan pola kelembagaan, dimana belum tedapatnya satu unit khusus (baik di pemerintah maupun swasta) yang secara dini dapat menangani keadaan krisis. Selain itu, belum adanya kesiapan dari para pemangku kepentingan, khususnya para penentu kebijakan, dalam menangani masalah krisis yang timbul, maka sudah menjadi tuntutan yang mendesak untuk segera mengembangkan sistem deteksi dini keadaan krisis, dipadukan dengan manajemen pengendaliannya. Penelitian ini ditujukan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi.

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan pencarian hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pengetahuan ini diperlukan untuk perancangan model dari sistem deteksi dini yang akan dikembangkan. Agregasi atas kepentingan setiap pemangku kepentingan teridentifikasi bahwa manajemen pengelolaan situasi krisis merupakan optimalisasi dari sumber daya tata niaga minyak goreng kelapa sawit dalam negeri.

Sistem manajemen krisis yang akan dikembangkan menghadapi berbagai kendala klasik yang selalu dihadapi di Indonesia, bagaimana sistem yang akan dikembangkan ini dapat mengoptimalkan setiap kepentingan dari para pemangku kepentingan. Tujuan utama pengembangan sistem dini ini adalah untuk menjamin bagaimana masyarakat/konsumen dapat terjamin mendapatkan kebutuhan minyak goreng dengan harga yang terjangkau. Dengan demikian, akurasi pendugaan dari variable-variabel yang mempengaruhi hasil akhir yang diinginkan merupakan prasyarat bagi keberhasilan sistem yang dibangun.

Tujuan tersebut merupakan gambaran output yang dikehendaki yaitu ketersediaan stok minyak goreng yang memadai dengan harga wajar baik untuk bahan baku industri dan konsumen langsung/masyarakat, serta terciptanya iklim usaha yang kondusif di dalam negeri. Perancangan sistem yang dilakukan akan mencakup pengendalian variable-variabel input yang merupakan rantai belakang dan kedepan (backward dan forward lingkage) dari sistem tata niaga.

Dari aspek penyediaan bahan baku, bagaimana CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng nasional dapat selalu tersedia baik dari segi jumlah, volume, dan mutu dengan harga yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat konsumen dan industri. Besarnya permintaan atas CPO internasional serta fluktuasi nilai mata uang asing di dalam negeri menjadi kendala terbesar dalam mempertahankan pola penyediaan bahan baku industri minyak goreng di dalam negeri

Penyelesaian permasalahan dalam tata niaga minyak goreng kelapa sawit nasional dilakukan dengan melakukan rekayasa manajem kontrol yang dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

Secara diagramatis, sistem manajemen kristis perniagaan minyak goreng kelapa sawit dapat dilihat dalam Gambar 23 yang menunjukan hubungan antara masukan dengan keluaran melalui proses transformasi yang menggambarkan sebagai kotak hitam (black box). Secara garis besar, input dapat dikelompokan dalam input yang terkendali dan input yang tidak terkendali, sedangkan output terbagi atas output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Dalam perancangan sistem, output yang tidak dikehendaki ini diatur menjadi input yang dapat dikendalikan melalui pengendalian manajemen krisis.

Situasi nyata pengembangan sistim deteksi dini dalam manajemen kontrol perniagaan minyak goreng kelapa sawit sangat kompleks, sehingga dalam pendekatannya secara lebih efektif dan efisien dilakukan melalui permodelan sistem. Mengingat bahwa model merupakan abstraksi dari suatu realitas (kenyataan sesungguhnya), maka model sistem deteksi dini yang akan dibangun wujudnya dapat lebih disederhanakan, namun tetap harus dapat mereprentasikan keadaan yang sesungguhnya. Selain itu, model yang dibangun diharapkan dapat memperlihatkan hubungan antara peubah masukan (input) dan keluaran (output) melalui proses algoritmik dan hubungan matematis.

Peningkatan Kapsitas Industri Pajak Peningkatan Konsumsi Masyarakat Pengaturan Ekspor Pengaturn Distribusi Dalam Negeri Penetrasi Pasar Manajemen Krisis Krisis Ekonomi Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah Peningkatan Usaha Spekulasi Program Pemerintah Devisa Kelangkan Supply + + + + + + + + + + + - - - - Ekspor CPO Penurunan Nilai Tukar Rupiah Peningkatan Biaya Input Kapasitas Produksi Industri Minyak Goreng Kekurangan Pasokan CPO di Dalam Negeri Pendapatan Pemerintah - + + + + - - + - - - - - +

Tahapan penting yang merupakan dasar pengembangan model deteksi dini sistem deteksi dini perniagaan minyak goring kelapa sawit adalah dengan menemukan peubah-peubah penting dan tepat, serta dapat menggambarkan hubungan antar peubah-peubah tersebut pada situasi yang dialami pada kondisi krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1997 – 1998.

- Ketersediaaan stok yang

memadai

- Tingkat harga yang murah - Memenuhi pola

permintaan masyarakat - Penyediaan CPO untuk

bahan baku industri

- Iklim usaha yang kondusif

- Kekurangan pasokan bahan

baku industri pengolahan minyak goreng

- Kekurangan pasokan minyak

goreng ditingkat retail (pengecer)

- Peningkatan biaya input

- Peningkatan harga jual di

dalam negeri

- Munculnya produk

minyak goreng yang tidak berkualitas - Munculnya spekulan Manajemen MANAJEMEN KRISIS PENIAGAAN MINYAK GORENG

Output yang dikehendaki

Output yang tidak dikehendaki

Pengendalian

- Kebijakan Pemerintah

- Potensi bahan baku yang

dimiliki Pemerintah - Sistem perpajakan - Kontrol pemerintah LINGKUNGAN STRATEGIS - Krisis Kepercayaan masyarakat

- Penurunan nilai tukar

rupiah

- Kondisi sosial-ekonomi

masyarakat

Input tak terkendali

Input terkendali

Gambar 23 Diagram Input - Output Sistem Manajemen Krisis Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit Nasional

Konfigurasi Model

Rekayasa model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit dirancang kedalam paket program komputer. Model ini terdiri atas beberapa komponen, yaitu: Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Pengetahuan, dan Sistem Manajemen Basis Model. Ketiga sistem tersebut dihubungkan oleh sistem pengolahan terpusat yang dibantu dengan sistem manajemen dialog untuk memudahkan para pengguna berkomunikasi secara lebih interaktif.

Berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya, pengembangan sistem deteksi dini perniagaan minyak goreng kelapa sawit melibatkan berbagai komponen dengan pola interaksi yang sangat kompleks sehingga perlu disusun satu model yang dapat menggambarkan satu keadaan nyata (real world) yang lebih sederhana. Model tersebut dirancang dalam bentuk perangkat lunak Model Sistem Manajemen Ahli (Expert Management System) berbasis komputer yang diberi nama DETRIME.

Rekayasa Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME ditujukan untuk membantu para pengambil kebijakan dalam memprediksi keadaan krisis perniagaan minyak goreng kelapa sawit lebih awal melalui pengembangan sistem deteksi dini. Dengan diketahuinya gejala krisis lebih awal, diharapkan keputusan yang dihasilkan dapat lebih akurat dan cepat dalam keadaan yang diperkirakan akan selalu berubah (dinamis). Melalui paket program komputer yang dirancang, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara interaktif, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Paket program MODEL DETRIME dirancang dengan menggunakan bahasa program Microsoft Visual Basic Versi 6.0.

Konfigurasi Model Sistem Manajemen Ahli untuk keadaan krisis dalam perniagaan minyak goreng kelapa sawit tercakup dalam Model DETRIME yang disajikan dalam Gambar 24.

SISTEM MANAJEMEN