• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA SISTEM

SUB MODEL PEMI LI HAN VARI ABEL

MODEL

Gambar 24 Konfigurasi Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME

Sistem Manajemen Basis Model

Sistem Manajemen Basis Model DETRIME merupakan integrasi dari 3 sub- model utama, yaitu terdiri atas : (1) Sub-Model Pemilihan Variabel; (2) Sub-Model Peramalan Harga; dan, (3) Sub-Model Penentuan Krisis. Sub-model sub-model ini merupakan satu kesatuan dengan Sub-Model Sistem Pakar dalam satu rangkaian Model Sistem Manajemen Ahli yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sehingga lebih memudahkan para pengguna dalam pemakaian.

Sub-Model pemilihan Variabel. Model ini digunakan untuk menentukan variabel-variabel utama yang sangat berpengaruh pada pembentukan harga eceran minyak goreng kelapa sawit, terutama yang terjadi dalam situasi krisis pada periode tahun 1997-1998 yang lalu. Tujuan pengembangan model ini adalah untuk membantu para pengguna dalam melakukan rekonstruksi keadaan melalui pemilihan variabel- variabel yang dinilai penting/berperan besar dalam pembentukan harga eceran minyak goreng kelapa sawit. Sub-model ini didasarkan atas metoda pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy. Penilaian para pakar menggunakan linguistic label dengan skala ordinal, yang merupakan representasi daya ingat optimal para pakar dalam melakukan penilaiannya. Penilian ini menggunakan skala berdimensi 5, yaitu :

ST = sangat tinggi, T = tinggi, S = sedang, R = rendah, dan SR = sangat rendah. Proses agregasi penilaian pakar dilakukan menggunakan operator Ordered Weighted Average (OWA), dengan rumus sebagai berikut :

Vi = f (Vi) = Max

[

(Qj)

BJ

]

dimana,

Vi = nilai total untuk alternatif ke- i Qj = bobot ke- j

bj = urutan dari skor alternatif ke- i yang terbesar ke- j

Setelah mendapatkan hasil agregasi pendapat para pakar kemudian dilakukan cek ulang dengan melakukan uji statistik melalui perhitungan nilai korelasi. Perhitungannya dilakukan dengan menguji korelasi variable input terhadap variable output. Variabel terpilih adalah variable-variabel yang mempunyai nilai korelasi diatas 0,95. Pengujian korelasi ini penting untuk mendapatkan nilai JST yang paling optimal. Namun demikian, dalam proses JST keberadaan nilai korelasi ini tidak mutlak, mengingat variabel yang secara teoritis mempunyai pengaruh kuat dapat digantikan dengan variabel lain, mengingat ketidak tersediaan data yang dibutuhkan. Secara diagramatis, mekanisme pemilihan variabel dapat dilihat dalam Gambar 25

MULAI

INPUT :

Data Perdagangan Minyak Sawit Dunia

Data Perdagangan Minyak Sawit Dalam Negeri

Data Konsumsi Minyak Goreng dalam Negeri

Data Produksi Minyak Goreng Dalam Negeri (29 variabel)

Penilaian Pakar Metoda : OWA Operator

Variabel Dominan A Test korelasi Mendekati - 0 Mendekati - 1

Gambar 25 Diagram Alir Model Pemilihan Variabel

Sub-Model Peramalan Harga. Model ini ditujukan untuk memberikan nilai prediksi harga eceran minyak goreng kelapa sawit berdasarkan satu model peramalan yang dibangun melalui ’proses pembelajaran’ kejadian krisis yang terjadi di masa lalu, yaitu situasi krisis yang tejadi pada periode tahun 1997-1998. Model ini akan digunakan sebagai alat (tools) untuk melakukan prediksi harga eceran minyak goreng kelapa sawit untuk periode 3 (tiga) bulan kedepan. Model pengolahan data (processing model) yang digunakan adalah model Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) menggunakan Jaringan Propagasi Balik Lapisan Jamak (Multi - layer Backpropagation Network).

Adapun tahapan proses kerja peramalan harga eceran minyak goreng kelapa sawit, dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 26 Tahapan Proses Model Peramalan Harga Eceran Minyak Goreng Kelapa Sawit.

Data merupakan faktor yang penting dalam JST, mengingat data yang digunakan akan menjadi ’wakil’ (representative) permasalahan yang ada dalam keadaan sebenarnya (setting environment). Pengumpulan data dilakukan bedasarkan analisa dari keadaan nyata pola perniagaan minyak goreng kelapa sawit. Data yang dibutuhkan akan teridentifikasi dalam melihat pengenalan pola (pattern recognition) pada skenario keadaan yang diharapkan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rentang waktu bulanan dimulai dari periode tahun 1989 sampai dengan tahun 2002 untuk setiap set data. Satu set pola data (data pattern) terdiri atas nilai data untuk setiap variabel terpilih pada semua rentang data yang telah ditentukan dalam metodologi JST.

Normalisasi data dalam JST akan disusun dalam 3 rentang data, yaitu rentang data ( –1 , 0 ), rentang data ( 0 , +1 ), dan rentang data ( -1 , +1 ). Dalam penelitian ini, normalisasi untuk ketiga rentang data ini akan dilakukan, namun demikian, berdasarkan studi pustaka, rentang data 0 dan +1, merupakan rentang normalisasi yang paling umum, yaitu dengan membagi semua nilai yang ada dengan satu angka yang merupakan nilai terbesar dari nilai yang diwakilkan pada studi time series (Fuller 1994).

Dalam proses normalisasi data, penentuan nilai data hasil normalisasi untuk setiap rentang data menggunakan formulasi sebagai berikut :

Untuk rentang data ( -1 , 0 ) (Xi – Xmin)

X0 = , dimana dx = Xmax – Xmin

dx

Untuk rentang data ( 0 , 1 ) (Xi – Xmin) + 1

Yi = , dimana dx = Xmax – Xmin

dx

Untuk rentang data ( -1 , 1 )

2 * (Xi – Xmin) + 1

Yi = , dimana dx = Xmax – Xmin

dx

dan,

dmax = nilai data terbesar (maksimum) dmin = nilai data terkecil (minimum) yi = data ke – i (hasil normalisasi) xi = data ke – i (riil)

Mulai

Penelaahan Pola Data (DataPattern)

Studi Pustaka Penentuan Jaringan

Pemilihan Model JST

Disain Jaringan Propagasi Balik (BPN) Lapisan Jamak (MultiLayer) - Satu lapisan HiddenLayer

- Satu lapisan OutputLayer

Penentuan Arsitektur Jaringan : - Penentuan jumlah neuron * Hidden Layer

* Output Layer

- Jumlah Slab Hidden Layer

- Fungsi Aktivasi

Stop

Gambar 27 Penentuan Struktur Jaringan

Penentuan struktur JST disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penggunaan JST sebagai model pemroses data (processing model). Pada umumnya struktur jaringan diperoleh melalui cara trial and error. Tahap awal dilakukan dengan paradigma pembelajaran pola data (data pattern) yang ada. Selain itu, model JST yang akan digunakan harus mempunyai kemampuan untuk membandingkan nilai keluaran yang dihasilkan dengan nilai yang diharapkan. Kemampuan membandingkan tersebut digunakan untuk mengestimasi nilai koreksi galat (error

correction value) yang digunakan sebagai alat kontrol keberlangsungan proses simulasi yang dilakukan JST. Proses simulasi ini akan dihentikan jika nilai galat yang diperoleh dari perbandingan nilai keluaran antara ’yang diinginkan’ dan ’yang dihasilkan’ mencapai perbedaan yang paling minimal. Bila model JST telah mendapatkan nilai galat minimum maka struktur JST yang terbentuk siap untuk diimplementasikan.

Setelah diketahui pola data yang ada kemudian dilakukan penentuan struktur jaringan JST. Dalam proses ini ditentukan berapa jumlah hidden layer dan output layer yang akan digunakan dalam proses JST. Paradigma JST yang akan digunakan dalam pemelitian ini adalah Jaringan Propagasi Balik (Back Propagation Network - BPN). Jaringan propagasi balik merupakan proses modifikasi galat setelah selesai dilakukan jaringan pembelajaran maju (forward propagation network), yaitu proses pembelajaran dimulai dari input layer sampai output layer. Perhitungan BPN dimulai pada output layer dan proses kembali melalui hidden layer dan ke input layer..

Tahapan proses pembelajaran pada model Jaringan Propagasi Balik dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pilih pasangan pola pembelajaran (training pattern) pertama dari kumpulan pasangan trainging pattern yang ada. Namakan pasangan pola (pattern) ini sebagai pasangan , x merupakan variabel input dan y merupakan variabel output yang diinginkan.

) , (x y

2. Dalam input layer variable x akan menghasilkan nilai yang sama sebagai output dari input layer pada proses processing element dalam input layer, seperti ditunjukan dalam Gambar 28.

3. Proses pada Hidden Layer dan subsequent layer-nya pada gambar 27 adalah dengan menghitung aktivasi dari setiap unit pada subsequent layer (setiap unit) dengan menggunakan persamaan berikut,

= = n i ji i j t w t o t Net 1 ( ) ( ) ) (

Input Layer I Hidden Layer J X1 X2 Xi X1 = O1 X2 = O2 Xi = Oi O1 Ok Oj Output Layer K

Gambar 28 Input x dalam Input Layer (Mashudi 2001)

Perhitungan ini melakukan perhitungan nilai masuk dan keluar pada tiap unit dalam jaringan - J dan pada saat waktu t. Pengertian mewakili net sinyal input ke unit kesekian pada unit Jth didalam hidden layer, mewakili output dari unit kesekian Ith dari input layer dalam jaringan, mewakili nilai bobot (weighting value) yang berhubungan pada hubungan yang ada dari unit Ith ke unit Jth, dan nilai n mewakili banyaknya unit lain yang terhubung pada input didalam unit Jth (Gambar 28).

) (t Netj ) (t oi ) (t wji

4. Kemudian gunakan fungsi aktivasi yang sesuai (misalnya fungsi sigmoid atau fungsi tanh), dan kemudian ditandakan sebagai untuk hidden layer dan untuk output layer, pada tiap unit dalam subsequent layer. Fungsi persamaan ini dituliskan sebagai berikut:

) (neth f ) (neto f ) 1 ( 1 ) ( x e x f + =

netj f(netj) O1Wj1 O2Wj2 O3Wj3 OiWji Oj Oj Oj

Gambar 29 Elemen Pemrosesan dalam Hidden Layer

bila menggunakan fungsi tanh, fungsi persamaan menjadi: f(x)=tanh(x)

dan, bila menggunakan fungsi gauss, fungsi persamaan menjadi f(x) = e(x2).

5. Ulangi step 3 dan 4 untuk tiap layer dalam network. Nilai output (O) yang dihasilkan akan dibandingkan dengan variable y, untuk melihat apakah output yang dihasilkan sesuai atau tidak. Bila tidak maka hitung kesalahan (error) yang terjadi, , yang terjadi pada patternp untuk semua unit di Koutput layer units dengan menggunakan persamaan:

0 pk δ ) ( ) ( 0 0 k k k pk = yo fnet δ

dimana, yk = targetvalue dari unit k dalam pattern p output layer

netk f(netk) O1Wk1 O2Wk2 O3Wk3 OjWkj Ok

Gambar 30 Elemen Pemrosesan dalam Output Layer

6. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung kesalahan yang terjadi (error), , untuk semua unit Ihidden layer dengan menggunakan formula recursive:

h pj δ

= ′ = K k kj o pk h j h pj f net w 1 ) ( δ δ

f′(nethj) = turunan dari sigmoid function untuk hiddenlayer.

7. Dari kesalahan nilai error, nilai hubungan bobot diperbaharui untuk hidden layer dengan menggunakan persamaan berikut:

i h pj ji ji t w t x w ( +1)= ( )+ηδ

dimana η adalah nilai pembelajarn (learning rate) yang digunakan untuk membatasi besarnya perubahan terjadi yang diperbolehkan untuk setiap hubunganselama satu siklus pola pembelajaran..

8. Dilanjutkan dengan memperbaharui nilai hubungan bobot untuk output layer dengan menggunakan persamaan:

) ( ) ( ) 1 ( hj o pk kj kj t w t f net w + = +ηδ ′

9. Ulangi step 2 sampai 9 untuk semua pasangan pola dalam set pembelajaran, dan dinamakan satu epoch pembelajaran.

Yk 0 p k

δ

h p1

δ

h p j δ ) 1 (t+ wji ) 1 ( 1 1 t+ w ) 1 ( 1 t + wj ) 1 ( 1 2t+ w ) 1 ( 2 t+ wj ) 1 ( 1 t+ wi ) 1 (t + wk j ) 1 ( 1 t + wk

Gambar 31 Proses Pembelajaran dalam Jaringan Propagasi Balik

10. Ulangi steps 1 sampai 10 untuk sebanyak epochs yang mungkin untuk mengurangi sum squared error sampai nilai minimal. Perhitungan sum squared error dilakukan untuk unit pada output layer saja dalam P pola pembelajaran, sesuai dengan formula berikut:

∑∑

= = = P p K k o pk E 1 1 2 ) (δ

Ketika learning rate kecil, proses pada perubahan weight akan berlangsung sangat lambat, sebaliknya ketika learning rate besar, proses berlangsung sangat lambat menurut waktu yang tersedia dalam mencapai minimum error dan mungkin akan terjadi overshoot berulang kali sebelum berhenti. Untuk mencegah perubahan

yamg lambat, dapat digunakan momentum (α). Momentum digunakan pada persamaan perhitungan connection-weight sebagaimana berikut:

i h pj ji

ji t w t x

w ( +1) =α ( )+ηδ , untuk hidden layer ) ( ) ( ) 1 ( h j o pk kj kj t w t f net

w + =α +ηδ ′ , untuk output layer.

Dengan meningkatkan momentum dari low end rate akan membawa BPN learning progress pada perubahan yang diharapakan lebih cepat. Dilain pihak, ketika rate yang digunakan terlalu besar, perubahan yang diharapakan semakin tidak reliable.

Sub-Model Penentuan Krisis. Sub Model ini merupakan penerapan dari threshold analyis yang dikembangkan untuk menentukan rentang (range) harga eceran minyak goreng kelapa sawit yang masih bisa diterima oleh para pemangku kepentingan berdasarkan keluaran yang dihasilkan dari proses peramalan. Secara garis besar, batas ambang ini dibagi atas maksimum dan minimum. Batas ambang atas (maksimum) dihitung berdasarkan atas pertimbangan kemampuan daya beli konsumen, sedangkan batas ambang bawah (minimum) diperoleh dari perhitungan kemampuan produsen minyak goreng. Keadaan dimana hasil peramalan diluar kedua batas ambang tersebut (diatas batas ambang maksimum, dan/atau dibawah batas ambang minimum), dikatagorikan dalam kondisi krisis.

Sub-Model ini direkayasa dengan menggunakan pendekatan heuristik. Kebutuhan data untuk sub-model ini diperoleh dari beberapa sumber. Untuk penentuan batas ambang bawah (minimum), yaitu tingkat kemampuan industri untuk tetap dapat beropearasi diukur dari profit margin industri. Masukan data didapatkan dari hasil olahan data struktur biaya industri minyak goreng kelapa sawit, yang didapatkan dari beberapa beberapa perusahaan Sedangkan untuk penentuan batas ambang atas (maksimum), diperhitungkan dari tingkat kemampuan maksimum masyarakat untuk membeli minyak goreng kelapa sawit. Tingkat kemampuan ini diukur dari jumlah pengeluaran maksimum (rata-rata) untuk pembelian minyak

goreng. Input data yang akan digunakan untuk perhitungan ini digunakan data sekunder yang berasal beberapa instansi pemerintah, antara lain data tingkat pendapatan rata-rata perkapita, prosentase tingkat pengeluaran rata-rata masyarakat untuk konsumsi minyak goreng, tingkat inflasi, dan data pertumbuhan ekonomi. Secara diagramatik, bagan alir tata laksana sub-model penentuan krisis ini dapat ditunjukan dalam Gambar 32.

Mulai

InputData:

- Nilai peramalan harga minyak goreng - Struktur harga produksi minyak goreng - Makro ekonomi : pertumbuhan, inflasi - Konsumsi minyak goreng per kapita - Pendapatan per kapita rata-rata

Proses perhitungan model krisis

Gambar 32 Sub-Model Penentuan Keadaan Krisis

industriminyakgoreng

Proses perhitungan ambang bawah melihat profit margin industri minyak

goreng Proses perhitungan ambang atas melihat

kemampuan daya beli konsumen

Sistem Pakar Cek kemampuan profit margin industri Cek kemampuan

daya beli konsumen

Dengan mengetahui struktur pembentukan harga industri minyak goreng kelapa sawit, dapat ditentukan komposisi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Berdasarkan data struktur harga industri minyak goreng kelapa sawit tahun 2005 (Deperindag, 2005), struktur terbesar ditentukan oleh komponen bahan baku, terutama CPO. Komponen bahan baku ini memberikan kontribusi lebih kurang sebesar 90% (dan bagian terbesarnya adalah untuk pembelian CPO) kepada pembentukan harga minyak goreng, sedangkan 10% sisanya berupa komponen input lainnya, seperti tenaga kerja, energi (listrik), distribusi, dan overhead lainnya. Berdasarkan data ini, maka dapat diambil asumsi bahwa profit margin industri pengolahan sangat tergantung dari komponen non-bahan baku yang totalnya berjumlah 10 % tersebut, sehingga apabila harga CPO melebihi 90% dari harga yang terjadi maka akan dianggap sangat membahayakan kelangsungan industri.

Untuk penghitungan batas ambang bawah (minimum) krisis ditentukan secara formula sebagai berikut :

Pcpo / Pt > 0.90 dikatagorikan sebagai keadaan krisis

dimana, Pt = harga minyak goreng hasil peramalan Pcpo = Harga CPO aktual

Dalam perhitungan batas ambang atas (maksimum), yaitu kemampuan daya beli konsumen (maksimum) untuk pembelian minyak goreng dihitung berdasarkan data pendapatan perkapita tahunan yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik. Pendapatan perkapita rata-rata perbulan didapatkan dari pendapatan perkapita tahunan dibagi dengan 12 (jumlah bulan). Dengan menggunakan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional oleh BPS (2003), dimana pengeluaran penduduk rata-rata perbulan untuk mengkonsumsi minyak goreng dan lemak adalah 2,64% dari pendapatan perbulan, dan dengan asumsi bahwa 30%-40% dari nilai tersebut merupakan konsumsi masyarakat hanya untuk minyak goreng, maka dapat diperoleh besaran nilai maksimum kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi minyak goreng. Secara matematis, formula penentuan batas ambang atas (maksimum) krisis, dapat dituliskan sebagai berikut :

Yn+1 = Yn

{

1 + ( Ir / 12 )( G /12 )

}

dimana,

Yn+1 = pendapatan perkapita pada bulan ke – n+1 Yn = pendapatan perkapita pada bulan ke – n Ir = Tingkat inflasi rata-rata (tahunan) G = Pertumbuhan ekonomi riil (tahunan) selanjutnya,

Cmg = Kmg x Yn+1

dimana,

Cmg = Konsumsi masyarakat untuk minyak goreng

Kmg = Konstansta, persentase pengeluaran mayarakat untuk

konsumsi minyak goreng (bulanan)

dengan demikian, keadaan krisis pada batas ambang atas (maksimum) adalah apabila harga prediksi minyak goreng kelapa sawit pada bulan ke-1 sampai dengan bulan ke- 3 (P1 – P3), nilainya melebihi tingkat pengeluaran (konsumsi) maksimum masyarakat untuk membeli minyak goreng (Cmg).

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data dalam MODEL DETRIME merupakan kumpulan data yang digunakan untuk pengolahan bagi sistem manajemen basis model dan sistem manajemen basis pengetahuan. Sistem manajemen basis data dirancang bersifat interaktif dan fleksibel untuk memudahkan perubahan atau modifikasi yang diperlukan.

Mulai

Penentuan ruang lingkup sistem pakar (pemilihan pakar, pemilihan teknik akuisisi,

proses akuisisi)

Penyusunan Matriks Perihal

Pengukuran Dampak dan Manfaat Kebijakan kepada Masyarakat

Penentuan diskripsi Tindakan/Kebijakan

Akuisisi Pengetahuan Pakar

Penentuan strategi representasi pengetahuan dan penalaran

Implementasi sistem pakar ke komputer (pemilihan alat pengembangan)

Pengujian model Pengujian Pakar? Sub-Model Kebijakan Ya Tidak Selesai

Data dalam sistem ini meliputi data ketersediaan bahan baku, produksi mnyak goreng, sistem perniagaan minyak goreng, permintaan pasar luar negeri, permintaan pasar dalam negeri, serta data kebijakan pemerintah

Sistem Manajemen Basis Pengetahuan

Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (knowledge base) merupakan sarana yang akan diterapkan pada Sub-model Kebijakan perniagaan minyak goreng kelapa sawit. Perancangan dari model ini diperoleh dari akuisisi pengetahuan para pakar yang selalu terkait dengan penanganan perniagaan minyak goreng kelapa sawit secara rutin. Akuisisi pengetahuan ini akan dibagi kedalam 2 tahapan kerja, yaitu perumusan solusi, melalui penyusunan matriks perihal. Selanjutnya setelah teridentifikasi perumusan solusi tersebut dilanjutkan dengan perumusan tindakan yang dilakukan melalui representasi pengetahuan pakar mengenai tindakan-tindakan praktis yang layak diterapkan bagi setiap kotak tindakan yang telah ditentukan dalam matriks perihal. Selanjutnya, seluruh pengetahuan ini disusun dalam bentuk program komputer sebagai alat pengambilan keputusan berdasarkan kriteria if, then, else. Secara diagramatis, bagan alir akuisisi pengetahuan pakar dalam manajemen krisis perniagaan minyak goreng kelapa sawit dapat dilihat dalam Gambar 33.

Penyusunan Matriks Kebijakan. Penyusunan matriks ini dilakukan dengan menggunakan kerangka kerja penyusunan matriks perihal dalam menggambarkan posisi prioritas. Mekanisme kerja dilakukan dengan mengadakan diskusi yang melibatkan beberapa orang pakar dari Lembaga Litbang Perdagangan Dalam Negeri – Departemen Perdagangan; Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan – Departemen Perindustrian; Asosiasi Minyak Makan Indonesia. Diskusi tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kerangka solusi/pemecahan masalah penanganan krisis perniagaan minyak goreng kelapa sawit dengan mengambil referensi keadaan yang berlangsung pada periode tahun 1997-1998.

Dari diskusi yang dilakukan dapat teridentifikasi 11 perihal sebagai solusi (pemecahan masalah) krisis yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi realisasi tujuan serta memenuhi kriteria logika krisis, kemudian para pakar melakukan penalaran dan alasan pemilihan setiap perihal tersebut, dikaitkan dengan pengalaman penanganan rutin sistem perniagaan minyak goreng dimasa lalu.

Setelah solusi pemecahan masalah krisis disepakati, kemudian para pakar melakukan debat tentang posisi prioritas setiap perihal berdasarkan pertimbangan strata kepentingan dan dampak, masing-masing terbagi dalam tiga kategori : rendah, cukup, dan tinggi. Selanjutnya pada tahap akhir dari diskusi, para pakar kemudian melakukan diskripsi setiap tindakan untuk masing-masing perihal.

Seluruh pola pikir dan langah-langkah tindakan para pakar tersebut kemudian direpresentasikan dalam bentuk program komputer, sehingga memudahkan para pengguna yang bukan pakar untuk dapat mengoperasikannya.

Pembentukan Mesin Inferensi. Basis pengetahuan merupakan sekumpulan fakta dan informasi yang terkait dan terorganisasi dengan baik. Untuk pemanfaatan basis pengetahuan ini dibentuk satu mesin inferensi yang merupakan alat penalaran bagi sistem. Mekanisme inferensi merupakan bagian yang mengandung mekanisme fungsi berpikir dan pola-pola penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar. Mekanisme akan menganalisa suatu masalah tertentu dan selanjutnya akan mencari jawaban, kesimpulan atau keputusan yang terbaik. Teknik Inferensi ada dua macam yaitu : Pelacakan ke belakang (backward chaining) yang memulai penalarannya dari sekumpulan hipotesa menuju fakta yang mendukungnya. Pelacakan ke depan (forward chaining) merupakan kebalikan dari pelacakan ke belakang, memulai dari sekumpulan data menuju keputusan.

Metoda tersebut dipengaruhi oleh tiga macam teknik penelusuran yaitu: depth-first seach (melakukan penelusuran kaidah secara mendalam dari simpul akar bergerak menurun ke tingkat dalam yang berurutan), breadth-first search (Bergerak dari simpul akar, simpul yang ada pada setiap tingkat diuji sebelum pindah ke tingkat

selanjutnya), dan best-first search (bekerja berdasarkan kombinasi dari kedua teknik tersebut).

Sistem Manajemen Dialog. Sistem manajemen dialog merupakan komponen Model Sistem Manajemen Ahli – DETRIME dirancang untuk mempermudah interaksi antara pengguna dengan sistem manajemen ahli yang dibangun. Masukan dari para pengguna berupa data, variabel, dan hasil penilaian. Sedangkan keluaran yang dihasilkan sistem berupa nilai, pernyataan, parameter, atau tabel dan gambar yang dinilai mudah dipahami oleh para pengguna sebagai bahan pendukung dalam pengambilan keputusan.

Penggunaan Aplikasi Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME

Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME merupakan aplikasi program komputer sistem manajemen ahli yang berisikan gabungan dari program sistem penunjang keputusan (decision support system - DSS) untuk model deteksi dini keadaan krisis, dan program sistem pakar (expert system - ES) yang berisikan manajemen kontrol pengendalian perniagaan minyak goreng kelapa sawit. Model ini dirancang untuk membantu para pengguna dalam proses pengambilan keputusan pada pendugaan awal suatu situasi dimasa mendatang apakah akan terjadi keadaan krisis atau tidak, dikombinasikan dengan sistem yang dapat menentukan kebijakan sebagai langkah antisipasi untuk mengendalikan keadaan agar sistem perniagaan yang berjalan terhindar dari keadaan yang krisis atau.

Setelah melalui serangkaian pemrograman model, penggunaan MODEL DETRIME dapat berjalan dengan baik apabila proses instalasi awal dilakukan secara benar kedalam perangkat keras. Dalam tahapan instalasi, program Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME dapat ditampilkan menggunakan shortcut di layar komputer. Halaman pertama MODEL DETRIME menampilkan dialog untuk akses

ke aplikasi yang berisikan fungsi otorisasi bagi penggunaan lanjut aplikasi program, dengan menampilkan dialog jenis pengguna dan password-nya.

Aplikasi Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME terdiri atas 4 sub-model utama, yaitu sub-model pemilihan variabel, sub-model peramalan harga, sub-model penentuan krisis, dan sub-model kebijakan. Masing-masing sub-model dapat diakses dengan cara meng-klik komponen yang sesuai dan ditempatkan pada bagian atas aplikasi model.

Sub-model penentuan variabel dirancang untuk membantu para pengguna dalam melakukan analisis atau identifikasi elemen-elemen penentu yang membentuk terjadinya harga eceran dalam satu ’setting’ keadaan, misalnya pada periode krisis ekonomi. Keluaran dari model ini adalah berupa informasi variabel-variabel utama sebagai input model peramalan. Model ini dibangun menggunakan metoda pengambilan keputusan pendapat jamak dengan menggunakan teknik OWA untuk agregasinya.

Sub-model peramalan harga dikembangkan untuk membantu para pengguna