APLIKASI RANCANGAN MODEL
UMPAN BALIK
Hasil akhir pemilihan variabel dilakukan melalui aregasi dari pendapat para pakar, dikombinasikan dengan nilai korelasi variabel terpilih (terhadap keluaran). Variabel terpilih adalah variabel-variabel yang mempunyai nilai korelasi diatas 0,95.
Dari sejumlah 15 variabel, 4 variabel diantaranya mempunyai nilai korelasi yang paling tinggi dibandingkan dengan dengan variabel yang lainnya, yaitu : (1) Kurs (nilai Rp thdp USD); (2) Harga CPO dalam negeri (Rp/kg); (3) Harga CPO Internasional (US$/ton); dan, (4) Pajak CPO (dalam %). Namun demikian, nilai korelasi ini sifatnya tidak mutlak mengingat masih perlu diuji dengan menggunakan nilai bobot yang dihasilkan oleh setiap variabel dalam pembentukan harga secara keseluruhan pada proses JST dalam peramalan lebih lanjut.
Sub - Model Peramalan Harga Eceran Minyak Goreng Kelapa Sawit
Sub-Model Peramalan Harga Eceran Minyak Goreng Kelapa Sawit dibangun menggunakan metoda Jaringan Syaraf Tiruan (JST – Artificial Neural Network). Proses JST memberikan keluaran dalam bentuk hasil prediksi harga eceran minyak goreng kelapa sawit dengan menggunakan variabel-variabel yang sudah ditentukan sebelumnya oleh para pakar.
Arsitektur JST.
Dengan mengambil data bulanan untuk setiap variabel (15 variabel) dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2002, didapatkan sebanyak 168 pola/pattern (dimana 1 pola terdiri atas 15 data/variable. Berdasarkan pola data yang ada serta hasil penelaahan pustaka mengenai berbagai aplikasi model JST yang sesuai untuk dikembangkan, model JST yang dipilih dalam penelitian ini adalah metoda JARINGAN PROPAGASI BALIK LAPISAN JAMAK (Multi-Layer Back Propagation Network). Arsitektur model JST yang dikembangkan adalah sebagai berikut :
1) Input layer terdiri atas 15 neuron yang teridentifikasi sebagai variabel dominan pembentuk harga,
2) Hidden layer terdiri atas 21 neuron, dengan menggunakan lapisan tunggal (satu Slab),
3) Output layer terdiri atas 3 neuron yang merepresentasikan hasil peramalan, yaitu : (1) peramalan harga minyak goreng selama 1 bulan ke depan; (2) peramalan harga minyak goreng selama 2 bulan ke depan; dan, (3) peramalan harga minyak goreng selama 3 bulan ke depan,
4) Pola data, terdiri atas 80% pola (135 pola data) digunakan untuk proses pembelajaran (training), dan 20% (33 pola data) untuk proses pengujian (testing)
5) Fungsi Aktivasi yang digunakan pada hidden layer dan output layer adalah fungsi sigmoid biner,
6) Metoda penentuan bobot adalah teknik pembelajaran terawasi (Supervised Training) dengan menggunakan nilai keluaran sebagai Teacher Signal Output,
7) Rentang data (data range) dalam normalisasi digunakan adalah rentang data (0,1).
Secara diagramatis, arsitektur JST yang digunakan sebagai model peramalan harga eceran minyak goreng kelapa sawit ditunjukan dalam Gambar 36. Arsitektur tersebut memberikan proses JST yang yang paling optimal. Proses ini dilakukan melalui serangkaian pengujian dari berbagai kombinasi komposisi pola data: komposisi pola data untuk proses pembelajaran dan pengujian; rentang data: rentang data (0,1), rentang data (-1,0), rentang data (-1,1); dan, fungsi aktivasi : fungsi Sigmoid, fungsi Tanh, dan fungsi Gauss. Proses pengujian yang dilakukan sebagaimana diuraikan pada bagian verifikasi model.
1 2 15 1 2 1 2 21 1 3 2 I J M N O X1 X2 X15 Xi=Oi Wji Wji Wji Wmj Wnj Woj Oj Oj Oj Om On Oo
Tabel 27 sampai dengan Tabel 29 menunjukan nilai MSE dan nilai koefisien korelasi pearson untuk masing-masing proses pembelajaran dan pengujian dalam proses untuk mendapatkan hasil peramalan harga minyak goreng kelapa sawit yang paling fit untuk jangka waktu 1 bulan sampai dengan 3 bulan kedepan. Selanjutnya, dengan menggunakan parameter-parameter dalam arsitektur JST yang dipilih berdasarkan kinerja hasil pengujian yang memberikan yang paling optimal, struktur JST ini kemudian direkam, dan selanjutnya dijadikan sebagai ‘model baku’ dalam proses peramalan harga minyak goreng kelapa sawit di masa mendatang.
Hasil PeramalanHarga Eceran Minyak Goreng Kelapa Sawit.
Dengan memperhatikan Mean Square Error (MSE) dan koefisien korelasi pada proses pembelajaran dan pengujian terlihat bahwa proses JST dengan menggunakan rentang data ( 0,1 ) memberikan hasil peramalan yang terbaik (signifikan) sampai dengan proses peramalan untuk tiga bulan kedepan, namun demikian MSE yang dihasilkan pada proses pembelajaran untuk peramalan bulan pertama sampai dengan bulan ketiga menunjukan kecenderungan yang semakin besar. Dengan memperhatikan nilai koefisien korelasi untuk peramalan sampai tiga bulan kedepan, nilai yang didapatkan berada pada rentang nilai 0.98 – 0.99. Hal ini menunjukan bahwa hasil peramalan yang diperoleh sangat valid untuk digunakan.
Selanjutnya, Gambar 37 sampai dengan Gambar 40 menunjukan tampilan layar program komputer yang dibangun. Dalam tampilan ini ditunjukan kurva nilai pembelajaran JST mengikuti kurva pola data sebenarnya (aktual). Hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran memberikan kecenderungan bahwa prediksi JST dengan menggunakan fungsi linier dan rentang data ( 0,1 ) menghasilkan nilai yang paling akurat dibandingkan dengan rentang data ( -1,1 ) dan rentang data ( 0,1 ). Simulasi yang ditunjukan dalam proses pembelajaran dengan rentang data ( 0,1 ) dan rentang data ( -1,1 ) memberikan pola data yang lebih acak (tidak beraturan) dengan nilai MSE yang besar dan koefisien korelasi pearson yang lebih kecil dibandingkan dengan rentang data ( 0,1 ).
Tabel 27 Hasil Pembelajaran dan Pengujian data masukan untuk prediksi 1 bulan kedepan
Rentang Data ( 0,1 )
Pembelajaran Pengujian Keluaran :
Pola data yang diproses 135 33
Epoch 500 500
Mean Squared Error (MSE) 0,0015039 0,0019396
Koefisien Korelasi ( R2 ) 0,98869 0,98596
Gambar 38 Proses Pembelajaran dan Pengujian pola data JST untuk prediksi 1 (satu) bulan kedepan
Tabel 28 Hasil Pembelajaran dan Pengujian data masukan untuk prediksi 2 bulan kedepan
Rentang data ( 0,1 )
Pembelajaran Pengujian Keluaran :
Pola data yang diproses 135 33
Epoch 500 500
Mean Squared Error (MSE) 0,0020577 0,0022737
Koefisien Korelasi ( R2 ) 0,98499 0,96523
Gambar 39 Proses Pembelajaran dan Pengujian pola data JST untuk prediksi 2 (dua) bulan kedepan
Tabel 29 Hasil Pembelajaran dan Pengujian data masukan untuk prediksi 3 bulan kedepan
Rentang data ( 0,1 )
Keluaran : Pembelajaran Pengujian
Pola data yang diproses 135 33
Epoch 500 500
Mean Squared Error (MSE) 0,0020132 0,0028470
Koefisien Korelasi ( R2 ) 0,98569 0,92606
Gambar 40 Proses Pembelajaran dan Pengujian pola data JST untuk prediksi 3 (tiga) bulan kedepan
Tabel 30 Bobot Hidden Layer dan Output Layer, rentang data ( 0,1 )
Deskripsi Input Layer Hidden1 Hidden2 Hidden3 Hidden4 Hidden5 Hidden6 Hidden7 Hidden8 Hidden9 Hidden10 Hidden11 Hidden12 Bias -0,4174 0,4611 ,0,5509 -0,8424 0,4679 -0,3845 -0,0394 -0,6013 -0,1348 -0,4363 0,6624 -0,6848 Total Produksi CPO (ton) -0,3030 -1,1582 -1,1102 -0,2988 -0,7537 -0,3622 -0,7374 0,7427 -0,4802 -0,0812 -0,8377 -0,1217 Konsumsi CPO Dunia (ton) -0,2776 -0,0899 -0,1529 0,0343 -0,7705 0,0230 0,3824 -0,4062 -0,3880 0,1784 -0,0993 0,1274 Pasokan Ekspor CPO Dunia (ton) -0,3007 -0,4199 -0,0400 -0,1709 -0,0621 -0,8369 0,1984 -0,4612 -0,1710 0,5112 -0,0741 -1,1168 Pasokan Ekspor CPO Indonesia (ton) 0,0027 -0,4205 -0,1551 0,1491 0,8169 -1,1213 0,5575 0,9724 0,4573 -0,5689 -1,1186 1,1948 Pasokan Ekspor Minyak Goreng Indonesia (ton) 0,3296 -0,6453 0,3011 -0,2272 -0,9767 -1,1020 0,1906 -0,1145 0,1333 -0,0441 0,3780 -1,2093 Nilai Ekspor Minyak Goreng Indonesia (US$ ribu) 0,1067 -0,2851 0,2418 -0,0874 -0,0264 0,6275 1,0725 -0,2409 -0,3397 -0,1765 0,3788 0,0322 Nilai Impor Minyak Goreng Substitusi Indonesia (US$ ribu) -0,5977 -0,1037 -0,2254 -0,1557 0,7747 0,4832 -0,1588 -0,9784 0,6271 0,5303 0,2336 -1,3288 Harga Minyak Goreng Dalam Negeri (Rp./kg) 1,5283 -0,5244 -0,8437 -0,3925 -0,4079 -0,1222 -0,4164 -0,1446 -0,5536 -0,3121 -05990 -0,0328 Konsumsi Minyak Goreng Dalam Negeri (ton) -0,0031 -0,0313 -0,7670 -0,1890 -0,5806 -1,1248 -0,3681 0,0591 0,4423 -0,9829 -0,8336 0,1797 Konsumsi CPO Dalam Negeri (ton) 0,2838 0,0286 -0,2592 0,2416 -0,1073 0,3594 -0,4645 -0,3308 -0,9155 -1,0219 -0,0876 -1,1300 Pasokan CPO Dalam Negeri (ton) 0,6187 0,3899 -0,2106 -0,8764 -0,2727 0,6456 -0,7582 0,0667 0,2626 -0,4719 0,1758 -0,9647 Kebutuhan Impor CPO Dalam Negeri (ton) -0,3923 -0,2109 -0,7332 0,6346 0,2832 -0,4463 -0,3595 -0,3939 -05121 0,1919 -0,0419 -0,5201 Harga CPO Dalam Negeri (Rp./US$) 2,1148 -0,3723 0,3608 -0,7943 -1,4775 -0,8955 0,6098 1,0029 -0,2681 -0,7854 0,4543 2,4260 Harga CPO Internasional (US$/ton) 0,8821 -0,3615 -0,1164 1,1921 -0,6882 2,7865 -0,8757 -0,4106 -1,2199 0,9852 0,0278 -1,2770 Kurs (Rp.US$) 4,1941 -0,1101 -0,2044 0,1400 -2,1064 0,3766 -1,4579 0,9381 -0,7116 0,8371 0,3483 0,8045 Pajak CPO (%) 0,6983 -0,2256 -0,7953 -0,3738 0,8654 -1,7410 -1,6066 -0,0566 -0,0461 -0,7148 -0,3626 2,0198
Deskripsi Input Layer Hidden13 Hidden14 Hidden15 Hidden16 Hidden17 Hidden18 Hidden19 Hidden20 Hidden21 Treshold,Min Treshold,Max Bias 0,7890 -0,1350 -0,2943 0,6967 0,3819 -0,3338 0,0951 0,7385 0,9313
Total Produksi CPO (ton) -0,1941 -0,5711 -0,9785 -0,5412 -0,1063 0,0568 -1,1250 0,2166 -0,4182 163,746 560,688 Konsumsi CPO Dunia (ton) 0,4791 -0,1206 0,3719 -0,6678 0,5616 -0,2264 0,4390 0,3713 -0,3827 708,917 1,572,417 Pasokan Ekspor CPO Dunia (ton) -0,2384 0,2351 0,0828 -0,2705 -0,3395 -0,2410 -0,1110 -0,5625 0,3275 531,750 1,096,732 Pasokan Ekspor CPO Indonesia (ton) 0,5769 -0,0057 -0,4447 0,7477 -0,8760 -0,2821 -0,0827 1,4652 0,0347 82,583 436,608
Pasokan Ekspor Minyak Goreng Indonesia (ton) -1,3132 -0,8621 0,1431 -0,4495 0,2645 -0,5938 0,2027 0,3710 -0,9827 21,505 280,077 Nilai Ekspor Minyak Goreng Indonesia (US$ ribu) 1,2521 0,0419 0,0027 -0,4552 -1,3762 -0,0189 -0,5703 -0,1246 0,2561 39,107 200,811 Nilai Impor Minyak Goreng Substitusi Indonesia (US$ ribu) -0,2754 -0,4582 0,0296 0,5039 0,4084 0,0892 -0,4823 -0,8408 0,3186 5,118 36,015 Harga Minyak Goreng Dalam Negeri (Rp./kg) 0,6806 0,0246 -0,3422 -0,5652 -0,1212 -0,4507 -0,8766 0,4617 -1,5870 817 6,834
Konsumsi Minyak Goreng Dalam Negeri (ton) 0,0042 -0,1499 0,2672 -0,6626 0,1486 -0,8493 0,3428 1,0639 -0,4524 16,762 238,041 Konsumsi CPO Dalam Negeri (ton) -0,4773 -1,0142 0,2591 -0,9254 -0,4164 -1,1736 -0,1957 -0,4570 -0,4120 102,750 321,833 Pasokan CPO Dalam Negeri (ton) 0,0196 0,1590 -0,9108 -0,7481 -0,2349 -0,4541 0,0096 0,6238 0,6589 81,163 342,755 Kebutuhan Impor CPO Dalam Negeri (ton) 0,4916 0,0772 -0,5360 0,1270 0,1690 -0,0571 0,0662 -0,2714 -2,0272 -72,896 95,776 Harga CPO Dalam Negeri (Rp./US$) 0,0009 0,0456 0,6500 -1,0570 -0,7837 -0,3639 0,7226 0,8124 -0,2747 475 3,219 Harga CPO Internasional (US$/ton) -2,6268 -0,1081 -0,7827 0,0498 -0,7367 -0,0315 -0,3324 -2,1550 -0,2747 235 723 Kurs (Rp.US$) -1,9884 0,4961 -1,2388 -2,9804 -0,0923 -0,1945 -0,3525 -1,0541 -2,9900 1,805 14,821 Pajak CPO (%) -2,2547 0,1227 -0,3558 1,3508 -0,1917 0,0495 0,9451 1,6295 1,3575 0 60
Deskripsi Output Layer Bias Hidden1 Hidden2 Hidden3 Hidden4 Hidden5 Hidden6 Hidden7 Hidden8 Hidden9 Hidden10 Hidden11 Hidden12 Harga Minyak Goreng Bulan 1 -0,4072 1,8665 -0,5669 -0,5831 -2,3665 -0,8329 1,1114 -1,7088 2,0116 -1,2795 1,6615 -0,4574 -1,9478 Harga Minyak Goreng Bulan 2 -0,0342 2,6917 -0,0707 -0,0906 -0,8366 -1,5506 1,6274 -2,1846 0,6380 -0,9315 1,7997 0,5879 -2,8360 Harga Minyak Goreng Bulan 3 0,2918 3,1677 0,1748 -0,5585 0,7077 -1,7339 2,4775 -1,3279 -0,9199 -0,4816 1,1078 0,6251 -2,8687
Deskripsi Output Layer Hidden13 Hidden14 Hidden15 Hidden16 Hidden17 Hidden18 Hidden19 Hidden20 Hidden21 Treshold,Min Treshold,Max Harga Minyak Goreng Bulan 1 -1,7891 2,3406 -1,6051 -1,2004 1,1642 -0,4249 0,3331 -1,2719 -2,1509 824 6,834 Harga Minyak Goreng Bulan 2 -2,1512 1,1331 -1,2976 -2,4612 0,9589 -0,0782 -0,4088 -1,6826 -1,9872 831 6,834 Harga Minyak Goreng Bulan 3 -2,6229 -0,2728 -0,7168 -2,3236 0,6567 -0,5498 -0,4426 -1,8895 -2,8151 838 6,834
Hasil pembelajaran dan pengujian yang diperoleh dalam proses JST memberikan keluaran sangat berbeda dengan asumsi awal yang digunakan. Dalam asumsi awal, rentang data terpanjang, atau rentang data (-1.1), diharapkan akan memberikan hasil peramalan yang paling paling baik dan akurat ternyata tidak terbuktikan. Rentang data yang terbaik adalah rentang data ( 0,1 ).
Hubungan bobot yang dihasilkan pada proses JST merupakan kesatuan nilai yang menggambarkan suatu kondisi keadaan (setting environment)yang terjadi pada satuan waktu tertentu pada pembentukan JST. Skenario keadaan tersebut membentuk nilai bobot sesuai dengan keluaran yang dikehendaki. Selanjutnya, nilai bobot pada hidden layer berbeda hasilnya untuk prediksi bulan ke-1, ke-2, dan ke-3. Hal ini dikarenakan perubahan nilai yang terjadi pada tiap bulannya. Oleh karena itu sangatlah penting dalam setiap tahunnya data yang ada terus diperbaharui sehingga setiap keadaan yang terjadi dapat terinventarisasi setiap saat. Dengan demikian keadaan atau kejadian baru yang belum terwakili pada ’setting’ keadaan sebelumnya dapat diperbaharui. Gambaran keadaan yang baru secara otomatis akan merubah ambang batas hidden yang baru sebagai representasi perubahan kondisi baru yang belum terwakili sebelumnya.
Secara keseluruhan hubungan nilai masukan, akan diproses pada semua neuron di hidden layer dan setiap nilai hidden layer akan diproses pada semua output layer. Hubungan antara masukan neuron, hidden neuron dan output layer akan ditentukan oleh bobot yang dihasilkan untuk menentukan hubungan yang diinginkan. Melihat hubungan ini, dan proses menentukan bobot untuk mendapatkan nilai prediksi keluaran, akan memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan terhadap nilai masukan yang ada dalam menentukan keluaran output prediksi. Seperti diketahui nilai masukan merupakan data-data yang digunakan dalam menentukan prediksi harga minyak goreng. Setiap data tersebut akan mempunyai nilai bobot tersendiri dan berbeda antara proses peramalan untuk bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-3. Besaran bobot tersebut mencerminkan pengaruh satu variabel pada nilai peramalan
yang dihasilkan. Dengan diketahuinya nilai bobot tersebut maka gambaran pengaruh yang diberikan oleh setiap variabel masukan terhadap variabel keluaran akan teridentifikasi. Dengan demikian, apabila nilai satu nilai prediksi ternyata diperoleh berbeda jauh dari nilai yang diharapkan dapat dilakukan penyesuaian atau modifikasi variabel yang teridentifikasi sangat kuat mempunyai pengaruh terhadap nilai keluaran yang dihasilkan.
Dari distribusi bobot yang dihasilkan pada proses pembelajaran di hidden layer, seluruh variabel menunjukan kontribusi yang signifikan dalam pembentukan nilai keluaran yang dihasilkan. Namun demikian, dari 15 variabel masukan tersebut, terdapat empat pola data yang sangat mempengaruhi dominan pada hasil peramalan sampai dengan jangka waktu tiga bulan kedepan, yaitu :
- Nilai tukar mata uang (Kurs) Rupiah terhadap US Dollar - Harga CPO internasional
- Harga CPO dalam negeri, dan - Pajak CPO
Berdasarkan hubungan bobot yang diperoleh ditunjukan bahwa dari keempat variabel dominan tersebut memberikan kontribusi yang berbeda pada nilai peramalan setiap bulannya. Untuk peramalan satu bulan kedepan (P1) variabel Nilai Tukar Rupiah (kurs) terhadap mata uang Dollar merupakan variabel yang paling dominan dalam menetukan harga domestik minyak goreng., namun untuk peramalan dua bulan kedepan (P2) dan bulan ke-3 (P3) variabel Harga CPO dalam negeri merupakan variabel yang mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan harga eceran minyak goreng kelapa sawit. Namun demikian, membandingkan nilai bobot keempat pola data pada peralamalan sampai tiga bulan, bobot nilai tukar masih terlihat signifikan dibandingkan dengan tiga variabel lainnya dalam mempengaruhi pembentukan nilai peramalan harga, hal ini dapat diartikan bahwa nilai tukar (kurs) rupiah dapat dijadikan sebagai sinyal yang kasat mata dalam mendeteksi keadaan krisis.
Pada keadaan nilai kurs Rupiah (khususnya terhadap nilai tukar mata uang Dolar) mengalami peningkatan yang cukup tajam, para pengambil kebijakan harus
segera waspada dan mengambil inisatif untuk melakukan analisis awal terhadap keadaan perniagaan minyak goreng. Bila dengan analisis tersebut telah dapat teridentifikasi gejala krisis, maka para pengambil kebijakan dapat langsung menentukan langkah-langkah penenggulangannya. Namun, bila dengan indikator nilai tukar ini belum teridentifikasi, maka para pengambil kebijakan dapat meminta tim untuk melakukan analisis rinci dengan menggunakan 15 variabel yang ada dalam memprediksi keadaan krisis yang dimaksud. Proses analisis perlu dilakukan secara periodik, selain untuk melatih ketrampilan para pengguna dalam mengoperasikan model, juga diharapkan dapat melatih ketajaman intuisi dalam pengelolaan krisis dimasa mendatang.
. Sub-Model Penentuan Krisis
Sub-model Penentuan Krisis dikembangkan untuk mengukur kelayakan nilai keluaran yang dihasilkan oleh Sub-Model Peramalan. Nilai harga merupakan hasil keluaran sub-model peramalan, merupakan masukan proses bagi Sub-Model Penentuan Krisis. Nilai harga minyak goreng yang dihasilkan dari proses peramalan diukur keberadaannya apakah terletak pada rentang harga yang layak dan dapat diterima konsumen (masyarakat) dan industri minyak goreng atau tidak. Pengukuran ini dilakukan melalui penentuan batas ambang atas (maksimum) yang diukur dari kemampuan daya beli konsumen untuk membeli minyak goreng, dan batas bawah yang diukur dari tingkat ketahanan/kemampuan industri minyak goreng agar dapat tetap beroperasi.
Rekayasa sub-model ini dirancang menggunakan teknik heuristik dengan dasar operasi perhitungan matematik sederhana. Untuk memudahkan para pengguna, penentuan batas ambang bawah dan batas ambang bawah dikembangkan melalui sistem dialog. Dialog dilakukan dengan memasukan input parameter-parameter yang dipilih sesuai dengan pendekatan yang disusun. Parameter-parameter yang
dibutuhkan untuk penentuan batas ambang atas ini adalah parameter pada keadaan bulan dasar, yang meliputi :
Pendapatan perkapita bulanan (dalam Rp), Tingkat inflasi rata-rata tahunan (dalam %), Tingkat pertumbuhan riil tahunan (dalam %),
Tingkat pengeluaran masyarakat rata-rata bulanan untuk konsumsi minyak goreng (dalam %), diukur terhadap tingkat pendapatan perkapita rata-rata bulanan,
sedangkan, untuk penentuan batas ambang bawah parameter yang digunakan adalah Harga CPO (dalam Rp) pada bulan dasar.
Setelah batas/rentang ambang atas dan bawah ini terformulasi, nilai harga hasil peramalan ini kemudian diukur keberadaannya. Melalui proses pengukuran ini akan teridentifikasi 2 sinyal keadaan sebagai keluaran, yaitu ’sinyal keadaan krisis’ dan ’sinyal keadaan normal’. Selanjutnya, sinyal-sinyal tersebut merupakan masukan bagi pemrosesan lanjut pada Sub-Model Kebijakan. Dari kedua jenis sinyal yang keluar tersebut, hanya ’sinyal keadaan krisis’ yang akan diproses secara lebih detil dalam Sub-Model Kebijakan. Sinyal keadaan krisis ini berupa keadaan harga prediksi yang tidak normal, dan keberadaannyaakan teridentifikasi diatas batas ambang maksimum atau dibawah batas ambang minimum. Sedangkan ’sinyal keadaan normal’ tidak akan mendapatkan perlakuan lebih lanjut, mengingat sinyal ini menunjukan indikasi positif dan dapat merepresentasikan keadaan bahwa kebijakan yang sedang berjalan (current policy) masih efektif untuk menangani kondisi perniagaan sampai prediksi tiga bulan mendatang.
Sub-Model Kebijakan
Sub-Model Kebijakan ini merupakan representasi pengetahuan pakar dalam manajemen kontrol untuk pengendalian krisis perniagaan minyak goreng kelapa
sawit. Sub-Model Kebijakan ini didesain sedemikian rupa agar memudahkan para pengguna dalam menentukan jenis kebijakan yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan krisis dalam pola perniagaan minyak goreng kelapa sawit secara nasional.
Dalam penerapannya, masukan sinyal keadaan krisis yang diperoleh dari Sub- Model Penentuan Krisis akan diolah dalam Sub-Model Kebijakan. Sinyal ini meng- gambarkan peningkatan harga minyak goreng (pada bulan prediksi) dibandingkan dengan harga minyak goreng pada bulan dasar (P0). Kenaikan harga ini kemudian dianalisa oleh sistem menjadi 2 tingkat (level) keadaan, yaitu :
Keadaan Waspada, yaitu keadaan dimana kenaikan harga eceran minyak goreng pada bulan prediksi besarnya sama atau sampai dengan dengan 2 kali dibandingkan dengan harga awal pada bulan dasar,
Keadaan Bahaya, yaitu keadaan dimana kenaikan harga eceran mengalami peningkatan diatas 2 kali dibandingkan dengan harga awal pada tahun dasar. Dengan mengambil kerangka kebijakan yang telah disusun melalui serangkaian kegiatan diskusi diantara para pakar, maka strategi yang perlu diambil pada ’Keadaan Bahaya’ ini meliputi :
Pengaturan Pajak Ekspor CPO
Penataan Kelembagaan Distribusi Minyak Goreng Oprerasi pasar, dan /atau
Pengawasan stok minyak goreng nasional.
sedangkan, strategi kebijakan untuk mengatasi ’Keadaan Waspada’ meliputi strategi : Insentif investasi untuk industri minyak goreng
Inovasi teknologi produksi
Kampanye hemat penggunaan minyak goreng Penyediaan subsidi harga minyak goreng
Penelitian dan pengembangan alternatif substitusi CPO yang layak.
Berdasarkan pembagian level tersebut, keadaan yang paling krisis dan paling mendesak untuk ditangani adalah ’Keadaan Bahaya’. Kenaikan harga minyak goreng pada keadaan terjadi lebih dari 2 kalinya dibandingkan dengan harga pada tahun dasar. Harga yang terjadi ini merupakan akibat bukan penyebab yang ditimbulkan dari berbagai keadaan, dengan demikian pemecahannya santa terkait dengan penanggulangan faktor penyebabnya.
Strategi penanggulangan krisis yang disarankan didapatkan dari hasil pemikiran para pakar, kemudian disusun lebih lanjut kedalam program komputer. Terdapat 32 parameter yang harus dilengkapi sebelum aplikasi sistem pakar dapat digunakan, yaitu parameter masukan, keluaran, aturan (rule), dan nilai/satuan parameter.
Parameter input merupakan pengukuran dampak dan manfaat dari satu kebijakan terhadap masyarakat (Gambar 41). Parameter ini merupakan pembatas (constraint) yang merupakan ‘persyaratan’ pada aturan (rule). Sedangkan parameter output merupakan paramater sebagai variabel keluaran (subyek) pada aturan (rule) yang berlaku. Parameter output ini berisikan rincian strategi pemecahan solusi yang didapatkan dari hasil diskusi para pakar. Inisialisasi parameter output ditunjukkan pada Gambar 42.
Gambar 42 Tampilan Halaman Output Variabel (Strategi) pada Modul Kebijakan
Dengan melakukan serangkaian formulasi if-then rule yang terdiri atas penilaian untuk setiap masukan (dampak dan manfaat) yang dibagi masing-masing atas 3 (tiga) kelas penilaian, akan menghasilkan 1 (satu) atau lebih output parameter. Nilai parameter atau skala penilaian dirancang sebagai satuan dari parameter, dan nilai parameter inilah yang akan menjadi batasan sebuah ukuran (rule) sebagaimana pada Gambar 43. Nilai-nilai yang didapatkan pada diskripsi aturan yang dibentuk akan menjadi masukan dari pengguna pada saat konsultasi. Tampilan halaman dialog skenario rule base dapat ditunjukkan pada gambar 44.
Gambar 43 Tampilan Halaman Dialog Skenario Rule Base pada Modul Kebijakan
Verifikasi dan Validasi Hasil MODEL DETRIME
Proses verifikasi dan validasi hasil/keluaran dari model merupakan tahapan yang ditujukan untuk menilai kesuaian antara keluaran model dan keluaran dari sistem sebenarnya. Dari proses ini dapat disimpulkan apakah model yang dibangun dapat dijadikan perwakilan yang syah (valid) dari realitas keadaan yang diinginkan. Tahapan ini merupakan proses penyempurnaan dari Model Sistem Manajemen Ahli – DETRIME yang telah dibangun. Pendekatan ini selain mendapatkan umpan balik untuk kesahihan model yang dibangun juga memudahkan dalam melakukan evaluasi keadaan berdasarkan kejadian yang berjalan. Untuk menguji akurasi keluaran yang dihasilkan oleh model, proses verifikasi dan validasi akan dilakukan melalui pengujian model pada keadaan perioda waktu yang sudah terjadi. Proses ini dimulai dengan memasukan data variabel masukan (input) untuk keadaan bulan Desember 2005. Berdasarkan masukan tersebut, proses peramalan harga eceran minyak goreng kelapa sawit akan dilakukan untuk 3 periode waktu: 1 (satu) bulan kedepan (bulan Januari 2006); 2 (dua) bulan kedepan (bulan Februari 2006); dan, 3 (tiga) bulan kedepan (bulan Maret 2006).
Dalam proses peramalan, nilai prediksi harga yang dihasilkan untuk bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2006 dilewatkan melalui proses penilaian pada sub-model penentuan krisis. Dalam sub-model ini akan diukur kelayakan prediksi harga yang dapat diterima oleh konsumen masyarakat dan industri. Penilaian batas ambang tersebut dilakukan melalui memasukan parameter-parameter penentu kritis untuk periode bulan Desember 2005. Apabila nilai prediksi harga yang diperoleh berada diluar batas ambang yang ditentukan, maka keadaan tersebut dinamakan sebagai keadaan krisis. Sinyal krisis yang dihasilkan akan diproses dalam sub-model Kebijakan untuk ditentukan tindakan yang diperlukan untuk penanggulangannya.
Hasil yang diperoleh dari penerapan Model Sistem Manajemen Ahli - DETRIME akan dievaluasi dengan keadaan yang berjalan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2006. kebijakan pemerintah yang terjadi. Apakah pada rentang bulan
Januari 2006 sampai dengan bulan Maret 2006 telah terdeteksi keadaan krisis atau tidak. Apabila dalam operasi model teridentifikasi keadaan normal, berarti diasumsikan bahwa pada rentang waktu Januari sampai dengan Maret 2006 tidak terdapat kebijakan pemerintah yang dikeluarkan berkaitan dengan perniagaan minyak goreng nasional. Demikian pula sebaliknya, apabila dari hasil peramalan tersebut teridentifikasi keadaan krisis, maka harus ada kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri Keuangan tentang Besaran Tarif Pajak Ekspor, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Harga Patokan Ekspor (HPE), atau kebijakan lainnya yang ditujukan untuk pengamanan dan pengaturan stok CPO di dalam negeri.
Berdasarkan pendekatan tersebut, masukan nilai variabel pembentuk harga untuk bulan Desember 2005, adalah sebagai berikut :
Tabel 31 Nilai variabel Penentu Harga Eceran Minyak Goreng Kelapa Sawit, posisi pada bulan Desember 2005
Variabel
No. Nilai
Harga CPO Dalam Negeri (Rp/Kg) 3.759
1
2 Harga CPO Internasional (US$/ton) 415
3 Nilai Tukar (Rp/US$) 9.535
4 Pajak CPO (%) 3
5 Total Produksi CPO (ton) 1.292.000
6 Konsumsi CPO Dunia (ton) 5.970.000
7 Pasokan Ekspor CPO Dunia (ton) 2.140.000
8 Pasokan Ekspor CPO Indonesia (ton) 938.000
9 Pasokan Ekspor Minyak Goreng Indonesia (ton) 176.410 10 Nilai Ekspor Minyak Goreng Indonesia (ribu US$) 674 11 Nilai Impor Minyak Goreng Indonesia (ribu US$) 33.872
12 Konsumsi Minyak Goreng Indonesia (ton) 422.000
13 Konsumsi CPO Dalam Negeri (ton) 1.170.000
14 Pasokan CPO Dalam Negeri (ton) 1.370.000
15 Kebutuhan Impor CPO untuk Dalam Negeri (ribu ton) 0
Bedasarkan nilai variabel tersebut, didapatkan hasil peramalan harga dan deteksi keadaan sebagai berikut :
Hasil peramalan 1 bulan kedepan (Januari 2006),
Dengan menggunakan model JST, didapatkan hasil peramalan yang cukup memuaskan. Nilai koefisien korelasi untuk fungsi pembelajaran (training) dan pengujian (testing) cukup signifikan, yaitu masing-masing 0,9887 dan 0,9860. Nilai peramalan untuk bulan Januari 2006, harga eceran minyak goreng kelapa sawit diprediksi sebesar Rp. 4.791/kg. Bila dibandingkan dengan harga sebenar- nya yang terjadi pada bulan Januari 2006, yaitu Rp.4.600 (min) – Rp. 4.700 (maks) perkg, secara ilmiah nilai prediksi ini masih bisa dipertanggungjawabkan.
Peramalan 1 bulan kedepan, Rentang Data (0,1)
Keluaran: Pembelajaran Pengujian
Pola yang diproses: 135 33
Epoch 500 500
R squared: 0,98869 0,98596
Mean squared error: 0,0015039 0.0019396
Harga Minyak Goreng (Rp.) 4.791
Peramalan Keadaan Kritis
Harga Eceran Rp. 4.791
Normal Deteksi Keadaan
Tindakan Kontrol Penanganan
Rutin
Gambar 45 Nilai Pembelajaran, Nilai Aktual Prediksi, dan Nilai Peramalan Harga pada bulan Januari 2006