Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas perbantuan dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125), sebagaimana ketentuan pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : ”Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraaan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas perbantuan...”.
Sedangkan penjelasan pasal 2 ayat (4) UUPA menyatakan: ”Ketentuan dalam ayat (4) adalah bersangkutan dengan asas otonomi daerah dan medebewind dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya merupakan tugas pemerintah pusat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945) dengan demikian maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari negara atas tanah adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah ”. Sehingga tampak bahwa rumusan pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah sinkron dengan penjelasan pasal 2 ayat (4) UUPA.
Dalam kaitannya dengan kedudukan daerah sebagai subyek Hak Menguasai Negara disamping masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 ayat (4) UUPA perlu kiranya diperjelas siapa sesungguhnya subyek Hak Menguasai Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) UUPA.
Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh ketentuan umum undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut diatas dan dalam kaitannya dengan rumusan pasal 2 ayat (4) UUPA telah menjadi jelas bahwa subyek Hak Menguasai Negara adalah daerah. Pasal 2 ayat (4) UUPA berbunyi ” Hak Menguasai Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah- daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat...”.
Daerah swatantra tersebut saat ini dikenal sebagai daerah Kabupaten dan daerah Kota. Disebut sebagai daerah yang menurut konsep Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah sama dengan daerah otonom. Hal
tersebut menunjukkan bahwa persepsi pasal 2 ayat (4) UUPA menunjukkan konsistensinya terhadap sifat publik dari Hak Menguasai Negara atas tanah.
Sebagai konsekuensi dari sifat hukum publik dari Hak Menguasai Negara tersebut maka penguasaan tanah oleh daerah Kabupaten/Kota dalam wujud Hak Pengelolaan adalah juga bersifat publik, sehingga berlaku perbuatan-perbuatan hukum publik dan bukan perbuatan-perbuatan hukum privat. Perbuatan-perbuatan hukum publik yang bersegi satu atas tanah antara lain pelepasan hak dan menerima pelepasan hak dan perbuatan-perbuatan hukum privat yaitu jual beli tanah, sewa- menyewa tanah dan lain-lain yang berasas hukum privat.
Dalam ilmu hukum ada dua jenis badan hukum yang dipandang dari segi kewenangan yang dimilikinya :
a. Badan hukum publik (publiekrechspersoon) yang mempunyai kewenangan mengeluarkan kebijakan publik.
b. Badan hukum Privat (Privaatrechtspersoon) yang tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan kebijakan publik yang mengikat masyarakat umum.
Ada tiga kriteria untuk menentukan status Badan hukum publik yaitu Pertama, dilihat dari pendiriannya, badan hukum itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yang didirikan oleh penguasa dengan Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya; Kedua, lingkungan kerjanya yaitu melaksanakan perbuatan-perbuatan publik; Ketiga, badan hukum itu diberi wewenang publik seperti membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Termasuk dalam kategori badan hukum publik yaitu negara, Provinsi, Kabupaten/Kota dan lain-lain.51
51 Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, UII Press Yogyakarta, 2002,
Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subyek Hak Pengelolaan adalah Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat yang didirikan oleh Negara.
Pemerintah Kota Medan sebagai badan hukum publik yang dibentuk oleh Pemerintah, dapat diberikan Hak Pengelolaan berdasarkan permohonan dari yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Pemerintah Daerah dapat mempunyai Hak Pengelolaan yaitu Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUPA. Hak Menguasai dari Negara ini memberikan wewenang sebagai berikut :
d. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
e. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
f. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Wewenang hak menguasai dari Negara ini berada di tangan Pemerintah Pusat, jadi Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan wewenang Hak menguasai dari Negara tanpa ada delegasi dari Pemerintah Pusat mengenai wewenang mana saja yang diserahkan.
Jika disepakati, bahwa Hak Pengelolaan merupakan bentuk atau wujud dari pelaksanaan Hak Menguasai Negara, maka sampai saat ini pun tidak dijumpai adanya Masyarakat Hukum Adat yang ditetapkan sebagai subyek Hak Pengelolaan atas tanah. Padahal, Pasal 2 ayat (4) UUPA secara eksplisit telah mengakui eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagai subyek pelaksanaan Hak Menguasai Negara atas tanah.
Perkembangan sifat hukum publik dari Hak Menguasai Negara kepada sifat hukum privat diketahui melalui telaah terhadap subyek hak pemegang Hak Pengelolaan. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Negara dan Hak Pengelolaan, dalam pasal 67 telah menentukan subyek-subyek pemegang Hak Pengelolaan yaitu :
a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah; b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah; d. PT.Persero;
e. Badan Otorita;
f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah
Mencermati ketentuan mengenai subyek-subyek hak dari Hak Pengelolaan tersebut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 maka subyek Hak Pengelolaan telah bergeser dari yang semestinya merujuk kepada filosofi yang bersifat publik dari Hak Menguasai Negara, ternyata telah bergeser kepada Badan Hukum Privat dapat menjadi subyek hak pengelolaan.
Hal ini menunjukkan bahwa sifat komunal religius yang diinginkan dalam konsepsi hukum tanah nasional telah berkembang ke sifat komersial atau bisnis dengan menunjuk badan hukum privat dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan.
Hak Menguasai Negara atas tanah berasaskan sifat hukum publik, maka sifat hukum publik ini akan mengikuti kepada siapapun pelaksanaan Hak Menguasai Negara tersebut dikuasakan atau dilimpahkan, termasuk kepada Pemerintah Kota Medan.