• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan RTRW Provinsi

Bab 5 Pemetaan Pemangku Kepentingan

5.2 Pemetaan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan RTRW Provinsi

Dalam Permen PU No. 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi disebutkan bahwa prosedur penyusunan RTRW provinsi merupakan pentahapan yang harus dilalui dalam penyusunan RTRW provinsi sampai dengan pembahasan raperda RTRWProvinsi yang melibatkan pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota termasuk masyarakat. Masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan dalam penyusunan RTRW Provinsi terdiri atas:

a. Orang perseorangan atau kelompok orang;

b. Organisasi masyarakat tingkat provinsi atau yang memiliki cakupan wilayah

146

— MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG BERDASARKAN PERSPEKTIF PENGURANGAN RISIKO BENCANA

layanan satu provinsi atau lebih dari satu provinsi yang sedang melakukan penyusunan RTRW Provinsi;

c. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat provinsi dan provinsi yang berdekatan secara sistemik (memiliki hubungan interaksi langsung) yang dapat terkena dampak dari penataan ruang di daerah yang sedang disusun RTRW Provinsinya; dan

d. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat provinsi dan provinsi dari daerah yang dapat memberikan dampak bagi penataan ruang di daerah yang sedang disusun RTRW Provinsi-nya.

Prosedur penyusunan RTRW Provinsi meliputi:

a. Pembentukan tim penyusun RTRW Provinsi yang beranggotakan unsur-unsur dari pemerintah daerah provinsi, khususnya dalam lingkup Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) provinsi yang bersangkutan;

b. Pelaksanaan penyusunan RTRW Provinsi;

c. Pelibatan peran masyarakat di tingkat provinsi dalam penyusunan RTRW Provinsi melalui:

1) Pada tahap persiapan pemerintah telah melibatkan masyarakat secarapasif dengan pemberitaan mengenai informasi penataan ruang antara lain melalui media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); brosur, lealet, lyers, surat edaran, buletin, jurnal, buku;kegiatan pameran;kegiatan kebudayaan; multimedia (video, VCD, DVD); website; dan sebagainya.

2) Pada tahap pengumpulan data peran masyarakat/organisasi masyarakat dapat lebih aktif dalam bentuk:

(a) pemberian data & informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya; (b) pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan;

(c) pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan

(d) identifikasi potensi dan masalah penataan ruang.

3) Pada tahap perumusan konsepsi RTRW provinsi, masyarakat terlibat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukanantara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya.

d. Pembahasan raperda tentang RTRW provinsi oleh pemangku kepentingan di tingkat provinsi. Pada tahap pembahasan ini, masyarakat dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap rancangan RTRW provinsi dan naskah raperda RTRW provinsi.

Seperti disebutkan di atas, penyusunan RTRW provinsi dilakukan oleh tim penyusun RTRW provinsi yang beranggotakan unsur-unsur dari pemerintah

MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG BERDASARKAN PERSPEKTIF PENGURANGAN RISIKO BENCANA —

147

daerah provinsi, khususnya dalam lingkup Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) provinsi yang bersangkutan. Dalam Permendagri No. 50 tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah disebutkan bahwa Gubernur dalam melaksanakan koordinasi penataan ruang membentuk BKPRD Provinsi, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut (pasal 3):

a. Penanggung jawab: Gubernur dan Wakil Gubernur; b. Ketua: Sekretaris Daerah Provinsi;

c. Sekretaris: Kepala Bappeda Provinsi;

d. Anggota: SKPD terkait penataan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.

Salah satu tugas BKPRD dalam melaksanakan koordinasi penataan ruang di daerah adalah memaduserasikan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah dengan rencana tata ruang provinsi serta mempertimbangkan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan melalui instrumen KajianLingkungan Hidup Strategis (KLHS) (pasal 4 ayat 1). Bila ditelaah tugas-tugas yang diamanatkan kepada BKPRD, terlihat sudah memasukkan instrumen KLHS dalam pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan ke dalam penataan ruang, namun belum memuat tentang pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam penataan ruang. Padahal KLHS baru diamanatkan penyusunannya pada tahun 2009 dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), sementara penyelenggaraan penanggulangan bencana diatur melalui UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Apakah ini terkait dengan tidak masuknya BNPB/BPBD dalam keanggotaan BKPRN/BKPRD, sementara Menteri Negara Lingkungan Hidup merupakan anggota BKPRN dan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup menjadi anggota Tim Pelaksana BKPRN sehingga koordinasi dapat berjalan lebih baik?

Namun demikian, bila dilihat pada pasal 5 Permendagri No. 50 tahun 2009, disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BKPRD Provinsi dapat (a) menggunakan tenaga ahli yang diperlukan; (b) membentuk Tim Teknis untuk menangani penyelesaian masalah-masalah yang bersifat khusus; dan (c) meminta bahan yang diperlukan dari SKPD Provinsi. Dengan demikian sebenarnya BPBD Provinsi dapat dimasukkan dalam Tim Teknis untuk penyelesaian masalah kebencanaan, bila kebencanaan merupakan salah satu isu strategis di provinsi yang bersangkutan.

Selain itu, pada pasal 7 Permendagri No. 50 tahun 2009 disebutkan bahwa BKPRD Provinsi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh (a) Sekretariat BKPRD

148

— MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG BERDASARKAN PERSPEKTIF PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Provinsi; dan (b) Kelompok kerja. Kelompok kerja ini terdiri atas (Pasal 9) (a) Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang; dan (b) Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.Pembentukan BKPRD Provinsi, Sekretariat BKPRD, dan Kelompok Kerja ditetapkan dengan Keputusan Gubernur (Pasal 12). Sehubungan dengan belum masuknya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam salah satu tugas BKPRD dan tidak masuknya kelembagaan bencana, BPBD, sebagai anggota BKPRD, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana meningkatkan kapasitas BKPRD terhadap kebencanaan, terutama dalam upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam penataan ruang? Ada beberapa alternatif yang dapat diambil:

(1) Memasukkan kelembagaan bencana, dalam hal ini BPBD, sebagai salah satu anggota BKPRD; atau

(2) Memasukkan BPBD ke dalam Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang pada saat penyusunan rencana tata ruang, dan ke dalam Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada saat rencana tata ruang sudah selesai disusun dan masuk pada tahap implementasi; atau (3) Memasukkan BPBD dalam Tim Teknis tentang penanggulangan bencana. Terkait dengan upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam penataan ruang, BKPRD perlu berkoordinasi dengan BPBD.Kedua badan ini dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi sebagai ketua, sehingga seharusnya koordinasi diantara keduanya dapat dilakukan dengan baik.Selain itu, sebagai bagian dari pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam penataan ruang, perlu dilakukan pengintegrasian kajian risiko bencana ke dalam muatan RTRW Provinsi.Berarti dalam penyusunan RTRW Provinsi perlu pula melibatkan Tim Substansi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) di provinsi yang bersangkutan dengan BPBD sebagai ketua dan Bappeda sebagai wakil ketua.

Selain Sekretaris Daerah berperan sebagai ketua BKPRD dan ketua BPBD, Bappeda juga terlibat dalam kedua badan tersebut, yaitu di BKPRD sebagai sekretaris BKPRD dan ketua Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang; sedang di BPBD, Bappeda terlibat sebagai wakil ketua dalam Tim Substansi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.Dengan demikian, seharusnya pengintegrasian kajian risiko bencana ke dalam penyusunan rencana tata ruang dapat dikoordinasikan dengan baik.Dalam hal ini perlu koordinasi antara Bappeda sebagai Sekretaris BKPRD dengan BPBD.

MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG BERDASARKAN PERSPEKTIF PENGURANGAN RISIKO BENCANA —

149

5.3 Pemetaan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan RTR Kawasan Strategis

Dokumen terkait