• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

B. Pemikiran Dakwah

1. Pengertian Pemikiran Dakwah

Pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikir.40 Pemikiran menurut Samsul Nizar dapat diartikan sebagai upaya cerdas (ijtihadiy) dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha untuk mencari penyelesaiannya secara bijaksana.41 Definisi pemikiran dapat disimpulkan sebagai proses pendayagunaan kerja akal dan otak seseorang untuk memecahkan persoalan demi melahirkan sesuatu yang baru.

Jadi pengertian pemikiran dakwah ialah proses memfungsikan akal yang merupakan kemampuan rasional manusia untuk mentelaah apa itu dakwah sebenarnya dan sebagai upaya asimilasi nilai-nilai Islam dalam

40

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-4. hlm. 872

41

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2001), cet ke-1, hlm. 6

kehidupan sehari-hari kaum muslimin baik yang bersifat individual maupun kolektif guna membentuk konsepsi masyarakat yang Islami.42

Pemikiran dakwah Islam adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menemukan pemahaman dan pengertian tentang konsep dakwah dan berdasarkan fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk memberikan solusi dari problematika dakwah yang ada secara nyata dan bijaksana.43

2. Aliran-aliran Pemikiran dan Gerakan Dakwah

a. Dakwah Paradigma Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan yakni menyampaikan ajaran Allah dan Rasul kepada orang lain yang penyajiannya menurut apa adanya (objektif), mengemukakan fakta-fakta, tanpa adanya unsur paksaan untuk diterima atau diikuti. Orang-orang yang menyampaikan disebut muballigh.44 Tabligh dari segi pendekatannya apabila mengacu pada definisi dan contoh yang telah dilakukan oleh Rasullah SAW dapat dibedakan menjadi dua yaitu tabligh yang melalui tulisan (Tabligh bi al-Kitaabah) dan tabligh melalui khutbah atau ceramah (Tabligh al-Khithaabah).45

Pendekatan dakwah yang dilakukan menurut paradigma ini adalah mengajak melalui nasihat-nasihat (al-mawa’izh) dan membujuk mereka untuk berhijrah dari lingkungan yang melalaikan kepada lingkungan masjid, mengembalikan mereka dari lembah maksiat

42

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011),cet ke-1, hlm. 185

43

Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo, 2005), cet-1, hlm. 58

44

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 8

45

kepada ketaatan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah dan sunah Rasul-Nya. Dalam hubungan mereka dengan Allah maupun dengan sesama makhluknya. Pendekatan seperti ini dikenal dengan sebutan bayan/ penjelasan.46

Para muballigh dalam paradigma tabligh harus mengenal pokok-pokok dakwah yang enam (usul al da’wah al-sittah) yang disarikan dari enam karakter mulia para sahabat. Enam sifat tersebut diantaranya kembali kepada komitmen tauhid, sholat dengan khusyu dan khudhu’, ilmu beserta zikir, memuliakan muslim, meluruskan niat, dan dakwah tabligh khuruj fii sabilillah. Para pendukung dakwah tabligh meyakini bahwa dengan mengingat keenam sifat tersebut, dan berusaha mempraktikannya untuk diri sendiri dan orang lain, merupakan jalan untuk membuka pintu agama dan menyebarkannya ke seluruh pejuru manusia.47

b. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat

Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi ketimbang wacana atau retorika. Kegiatannya biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti pengembangan SDM dan pendidikan madrasah atau pesantren. Dari segi metode dakwah, paradigm dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan Islam dengan cara atau jalan menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial yang bersifat transformative-emansipatoris.48

46

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 218-219

47

Ibid. 219

48

Menurut A. Ilyas Ismail dalam bukunya bahwa sasaran utama dakwah paradigma ini adalah perbaikan kehidupan masyarakat dalam segala lini kehidupan, dengan memanfaatkan pengembangan potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri.49

c. Dakwah Paradigma Harakah

Kata harakah secara harfiah berarti gerak atau gerakan. dikatakan gerak apabila seseorang berpindah atau mengambil posisi baru. Jadi, dakwah harakah adalah dakwah pergerakan. Dakwah ini lebih menekankan pada aspek tindakan atau aksi ketimbang wacana dan teori.50

Menurut Al-Qathani, dakwah Harakah adalah sebuah gerakan dakwah yang berorientasi pada pembangunan masyarakat Islam yang sejatinya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, dengan melakukan reformasi dan perbaikan sendi-sendi kehidupan manusia, mulai perbaikan individu, keluarga, masyarakat atau lingkungan sekitar, dan pemerintahan dan Negara.51

Dari aspek metodologi, dakwah paradigma harakah meniscayakan adanya organisasi yang berfungsi sebagai intuisi atau wadah yang akan menghimpun dan menyatukan potensi-potensi dan kekuatan umat untuk dimanfaatkan dan diberdayakan bagi kepentngan dakwah. Ini berarti dakwah dalam paradigma ini, tidak lagi dipandang

49

Ibid. hlm. 232

50

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 12

51

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 233

sebagai tugas dan kewajiban individual, tetapi merupakan tugas dan kewajiban kolektif seluruh kaum mukmin.52

Dilihat dari segi da’i, dakwah paradigma harakah meniscayakan adanya pelaku dakwah atau da’i yang berkualifikasi

sebagai pejuang dakwah (mujahid al-da’wah). Da’i haruslah

merupakan seorang Muslim pejuang (mujahid) dan aktivis pergerakan Islam. Dengan demikian, dalam pengertian ini, tidak semua orang

memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai da’i. Sebagai pejuang dan aktivis pergerakan Islam, da’i harus membekali diri dengan imu dan wawasan Islam yang memadai, mempersenjatai diri dengan bekal ibadah, keluhuran budi pekerti (akhlak al-karimah), dan ketauladanan perilaku (uswah hasanah). Da’i juga harus memiliki komitmen dan ghiroh keislaman yang kuat, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan baik dalam menghadapi hinaan dan ejekan (takdzib), siksaan fisik (al-adza), maupun tekanan hidup menyangkut soal politik, ekonomi, dan keamanan.53

d. Dakwah Paradigma Kultural

Paradigma dakwah ini menempuh jalur lebih lunak dalam berdakwah yakni dengan dialog antara Islam dan budaya-budaya lokal. Sebab menurut mazhab ini, dakwah tidak boleh didakwahkan, kecuali

sesuai dengan karakter mad’unya. Artinya, berdakwah harus

menggunakan pendekatan-pendekatan yang familiar melalui kultur setempat seperti adat istiadat dan bahasanya.54

52

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 14

53

Ibid.

54

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm.245

Mazhab dakwah kultural berpendapat, sejarah dakwah Islam dari pertama kelahirannya hingga saat ini selalu diwarnai dengan proses akulturasi timbal balik.55 Dakwah semua Rasul tidak pernah lepas dari proses dialog dengan kultur setempat di mana mereka di utus. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Ibrahim ayat 4, yaitu :

                   

Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha

Kuasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ibrahim: 4).56

Dakwah yang dilakukan dengan dialog antara Islam dan budaya memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan dakwah harakah. Pertama, kehadiran dakwah Islam tidak akan dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan menerima dakwah Islam tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi masa lampaunya. Dan ketiga, universalisme Islam tidak hanya dianggap sebagai wacana, karena kehadiran Islam tidak dirasakan sebagai yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal.57 e. Dakwah Paradigma Multikulturalisme

Dakwah dalam paradigma multikulturalisme ialah sebuah pemikiran dakwah yang fokus pada penyampaian pesan-pesan Islam dalam konteks masyarakat umum dengan berdialog untuk mencari titik

55

Nurcholis Majdid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm.537

56

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm 379

57

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm 247

temu dan kesepakatan terhadap suatu keyakinan, nilai kelompok, dan agama.58

Dakwah multikulturalisme melakukan pendekatan dakwah diantaranya, pertama, menekankan agar target dakwah lebih diarahkan pada pemberdayaan kualitas umat dalam ranah internal, dan kerja sama, serta dialog antar agama dan budaya dalam ranah eksternal. Kedua, dalam ranah kebijakan public dan politik, dakwah ini menggagas ide tentang kesetaraan hak-hak kelompok minoritas. Ketiga, dalam ranah sosial, dakwah ini mengambil pendekatan kultural dibandingkan harakah. Keempat, dalam pergaulan global, dakwah multikulturalisme merespon feomena globalisasi yang sedikit demi sedikit menghapus sekat antarbudaya dan agama sekarang ini. Dan kelima, para penggagas dakwah harus menyegarkan kembali tentang doktrin Islam klasik, dengan melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi paham Islam.59

Dokumen terkait