Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
HIDAYATI NUR FAJRINA
NIM: 109051000120
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
Hidayati Nur Fajrina
Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA merupakan generasi penerus Guru Mughni, ulama besar asli Betawi ternama di akhir era 1800 dan awal 1900-an. Beliau adalah seorang muballigh yang semangat dalam menyiarkan ajaran Islam. Berdakwah, meneruskan tugas Rasulullah SAW sudah menjadi kewajiban untuk dirinya, karena beliau memiliki modal keilmuan agama yang cukup luas. Kegiatan dakwah yang dilakukannya cukup dikenal masyarakat dan terbilang sukses. Sosok Ahmad Lutfi Fathullah mengamalkan ilmu yang diperolehnya dengan mengisi
kajian di TV, radio, beberapa universitas dan majlis Ta’lim. Dalam menyebarkan
ajaran Islam, beliau menerapkan praktik dakwah dengan berbagai pendekatan, metode, dan media yang modern. Karenanya dalam dakwah haruslah dibutuhkan kontribusi pemikiran yang tepat, cara yang stategis, agar aktivitas dakwah Islam dapat tetap berjalan kapan dan di mana pun.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemikiran dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah. Dan bagaimana aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah. Metode yang digunakan penulis adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data tringulasi. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber buku, sumber informan (wawancara), dan observasi langsung. Kemudian penulis melakukan analisis yaitu dengan membandingan temuan dengan teori yang telah ada sebelumnya.
Pemikiran dakwah Ahmad Lutfi Fathullah adalah mengajak manusia agar menyembah Allah SWT dengan melaksanakan segala ajaran-Nya yang terkandung dalam Kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Dalam menyampaikan ajaran Islam, Beliau menggunakan media yang modern dan canggih. Tujuannya agar mad’u dapat menerima pesan dakwah yang disampaikannya dengan mudah. Aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah adalah berbentuk tabligh dan pengembangan masyarakat. Dalam tablighnya, Beliau menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari Quran dan Hadis
Nabi SAW, di sejumlah majlis ta’lim. Beliau menggunakan metode dan media
yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Dakwah dalam pengembangan masyarakat yang dilakukannya, yaitu dengan membangun Sekolah Perguruan Islam Al-Mughni di Jakarta, mendirikan Pusat Kajian Hadis, dan mendirikan Pesantren Hadis Untuk Keluarga di Bogor.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.
Alhamdulillaahirobbil „alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT, atas nikmat, hidayah, inayah, dan rahmat yang dilimpahkan kepada
hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya
Berkat kekuatan yang diberikan oleh Zat Yang Maha Kuat, Allah SWT.
skripsi ini bisa terselesaikan. Usaha yang maksimal telah penulis lakukan untuk
menyelesaikan tugas akhir di Program Strata1 Universitas Islam Negri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan segala kekurangan.
Penyelesaian penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan dan arahan para
pembimbing; baik formal maupun informal, serta bantuan, kemudahan, dan
kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Karena itu, sudah sepantasnyalah pada
kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya,
kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memperkenankan penulis menimba ilmu di kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Wakil Dekan I, Drs. Wahidin Saputra, MA, Wakil Dekan II, Drs.
H. Mahmud Jalal, MA, dan Wakil Dekan III, Drs. Study Rizal LK, MA.
iii
4. Umi Musyarrofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
dan sekaligus sebagai Pembimbing skripsi penulis, yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam memberikan
arahan, bimbingan, dan semangat di sela-sela kesibukan beliau.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai
harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus.
6. Segenap staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga para staff
perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan
kepada penulis selama menjalani studi di kampus.
7. Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA selaku narasumber dalam penulisan ini. Tiada
kata yang pantas terucap selain terima kasih atas kesediaan meluangkan waktu
untuk wawancara dan membantu penulis dalam rangka pengumpulan
data-data. Beliau telah memberikan pengalaman yang berharga kepada penulis.
8. Jehan Azhari, Dr. Sunandar, MA, Lidya, Restu, Tarsim, dan seluruh karyawan
Pusat Kajian Hadis, selaku narasumber, terima kasih atas kesediaan waktu dan
bantuannya dalam melengkapi data-data skripsi penulis.
9. Abiku Bapak H. Kamari serta Umiku tercinta Ibu Hj. Cholilah, yang dengan
kasih sayangnya tak pernah kenal lelah dalam mendidik dan membesarkan
anak-anaknya dan selalu memberikan motivasi, semangat, doa, dan seluruh
pengorbanannya baik moril maupun materil Sehingga penulis bisa seperti
sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat terbayar oleh apapun.
iv
10.Untuk semua saudara-saudaraku, Mamasku Suharyadi, Mamas Hendro
Setiawan, Mba Reni, Mba Heni. dan keponakanku yang lucu, Najwa dan
Azzam yang telah menemani hari-hari penulis menjadi lebih semangat. Dan
teruntuk Mamas Ali Imron, yang telah memberikan bantuannya, waktu dan
tenaga demi penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua dukungan
kalian selama ini. Do’a dan motivasi dari kalian, adalah asupan energi untuk diriku.
11.Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2009, khususnya KPI D yang telah
bersama-sama berjuang dan menimba ilmu di kampus kita tercinta ini. Terima
kasih untuk Dina, Yuli, Rina, Mega, Lulu, Nisa, Eko, Noval, Yudid, Oim,
Ana, Kiki, Okta, Bintang, Fajrin, Tika, Tari, Devi, Rizki, Yusuf, Lefi, Angga.
Terima Kasih juga untuk sahabatku Muflihatul Maghfirah, Riyadhotul
Mas’udah, dan semua teman-temanku tercinta. Terima kasih atas motivasi,
semangat, dan do’a yang kalian berikan untuk penulis. Semoga jalan hidup
yang kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama ini
dan selalu akan tetap baik selamanya. Amin Allahumma Amin…
12.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu, yang
telah membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini. Terima kasih atas
dukungannya.
Terima kasih atas semua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
berdiskusi bersama, berbagi info serta memberikan inspirasi dalam penyusunan
skripsi ini selesai pada waktunya. Semoga Allah Yang Maha Pemberi, membalas
v
Dan Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin…
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Mei 2013
vi
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dakwah ... 12
B. Pemikiran Dakwah ... 26
C. Aktivitas Dakwah ... 32
BAB III BIOGRAFI DR. AHMAD LUTFI FATHULLAH, MA A. Latar Belakang KeluargaAhmad Lutfi Fathullah... 35
B. Latar Belakang Pendidikan Ahmad Lutfi Fathullah ... 38
C. Pengalaman Karir Ahmad Lutfi Fathullah ... 41
vii
A. Pemikiran Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah ... 45
B. Aktivitas Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah ... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad SAW, untuk membina umat manusia agar bepegang
teguh kepada ajaran-ajaran yang benar dan diridhai, serta mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Keberadaan Islam tidak dapat dipisahkan
dari aktivitas dakwah. Tanpa dakwah, maka tidak akan terealisir nilai-nilai
ajaran Islam kepada masyarakat sebagai rahmatan lil’alamin.1
Maka dakwah mutlak diperlukan sebagai suatu ikhtiar untuk
menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat, agar tercipta individu
(khairul bariyyah), keluarga (usroh), dan masyarakat (jama’ah) yang menjadikannya sebagai pola pikir (way of thinking), dan pola hidup (way of
life) agar tercipta kehidupan bahagia dunia dan akhirat.2
Dakwah Islam bukan sebuah propaganda, baik dalam niat, cara,
maupun tujuannya. Niat dakwah adalah ikhlas, tulus karena Allah SWT, serta
bebas dari unsur-unsur subjektivitas. Dakwah tidak boleh dikotori oleh
kepentingan-kepentingan tertanam (vested interest). Demikian itu didasarkan
atas pemikiran One God for all, satu Tuhan untuk semua manusia, sehingga
1
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 22
2
niat dakwah yang bukan didasari oeh watak keuniversalan Tuhan, menjadi
tidak relevan.3
Visi seorang juru dakwah adalah sebagai pembangun dan pengembang
masyarakat Islam, seperti dapat dilihat dan dibaca dalam pandangan para
pemikir dan pelaku dakwah (rijal al Fikr wa al-da’wah). A. Ilyas Ismail
dalam bukunya mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan, seorang da’i harus
memerankan enam tugas atau misi, diantaranya sebagai tutor (muhaddits),
edukator (mudarris), orator (khathib), mentor (muhadhir), pembuka dialog
(munaqisy wa muhawwir), budayawan (adib), dan penulis (katib).4
Melihat kenyataan yang dihadapi saat ini yaitu banyak para aktivis
dakwah yang muncul dan diidolakan masyarakat, umumnya tidak memiliki
basis keilmuan dakwah yang kuat (tsaqofah, knowledge, skill, dan hard
competence). Sosok da’i haruslah menjadi penyemangat (motivator) yang
dapat mengajak masyarakat menuju tatanan hidup yang sejahtera.
Kegiatan para juru dakwah bukan hanya dengan sosok muballigh
dengan muka berapi-api di depan ribuan orang. Dakwah verbal seperti pidato
dan ceramah terkadang tidak efektif karena tidak langsung menyentuh
masyarakat. Maka, dengan kehadiran media massa yang semakin canggih,
patutlah para aktivis dakwah memanfaatkannya dalam menyebarkan ajaran
Islam.
3
Ahmad lyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2011), hlm. 13
4
Seiring dengan problematika dakwah saat ini, maka seorang da’i
haruslah pandai menyelesaikan segala persolan yang ada. Da’i harus
menggunakan pemikiran yang tepat dalam mencari metode alternatif,
sehingga proses dakwahnya dapat terus berjalan di mana dan kapan saja.
Selepas meninggalnya Guru Mughni, yang merupakan ulama betawi
ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-an, sempat terjadi beberapa
kefakuman dalam aktivitas keagamaan. Sehingga Ahmad Lutfi Fathullah yang
merupakan cucu dari Ulama yang mempunyai nama lengkap Abdul Mughni
bin Sanusi bin Ayyub bin Qais, meneruskan perjuangan Sang Kakek dalam
menegakkan kalimatullah di muka bumi.
Ahmad Lutfi Fathullah terlahir dari pasangan H. Fathullah dan Hj.
Nafisah, pada tanggal 25 Maret 1964, di Kuningan, Jakarta Selatan. Beliau
mengawali jenjang pendidikannya di SDN 01 Kuningan Timur Jakarta Selatan
yang lulus pada tahun 1977. Sebagai pasangan orangtua, H. Fathullah dan Hj.
Nafisah mempersiapkan diri Ahmad Lutfi Fathullah dengan mendaftarkan
sekolah ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo untuk belajar ilmu
agama. Selama tujuh tahun (1977-1984), masa pendidikan SMP dan SMA
beliau habiskan di sana.
Belajar di luar kota dan jauh dari tempat kelahirannya, merupakan hal
yang biasa dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah. Setelah lulus dari Pondok
Gontor, beliau mendapat kesempatan beasiswa S1 di Damascus University,
kuliah di jurusan Ilmu Hadist dan Tafsir. Gelar doktor beliau dapatkan di
Universitas Kebangsaan Malaysia dan berijazah remi pada tahun 2000.5
Ahmad Lutfi Fathullah adalah seorang muballigh yang semangat
dalam menyiarkan ajaran Islam. Berdakwah, meneruskan tugas Rasulullah
SAW sudah menjadi kewajiban untuk dirinya, karena beliau memiliki modal
keilmuan agama yang cukup luas. Kegiatan dakwah yang dilakukannya cukup
dikenal masyarakat dan terbilang sukses. Sosok Ahmad Lutfi Fathullah
mengamalkan ilmu yang diperolehnya dengan mengisi kajian di TV, radio,
beberapa universitas dan majlis Ta’lim. Beliau menerapkan praktik dakwah
dengan berbagai pendekatan, metode, dan media yang modern. Semuanya
Beliau lakukan agar umat muslim di muka bumi ini dapat berbuat kebaikan
dan meninggalkan kemunkaran, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam penyampaian dakwahnya (tabligh) Ahmad Lutfi Fathullah tidak
hanya berkhutbah di atas mimbar. Beliau juga memanfaatkan hadirnya media
massa, baik media cetak ataupun elektronik. Dalam dakwahnya beliau
mengajak kaum muslim untuk tidak melupakan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
SAW. Ada sebagian orang berpikir bahwa mempelajari Hadis begitu rumit
dan sulit. Kitab yang jumlahnya tidak sedikit juga menjadi masalah ketika
seseorang ingin mencari sebuah Hadis. Banyak dalil yang telah mendorong
kita untuk berpegang teguh pada landasan Hadist Nabi SAW. Sebagaimana
Allah telah berfirman:
5
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21).6
Ayat tersebut mengungkapkan bahwa tidak ada panutan kecuali diri
Rasulullah SAW, tidak ada pengikutan keuali kepada beliau, dan tidak ada
keselamatan kecuali dengan mengikuti jalannya. Maka tidak shahih
pengakuan cinta seorang muslim, jika ia tidak mengikuti dan berkonsisten
terhadap Sunnah Nabi SAW.
Beberapara problematika diatas membuat Ahmad Lutfi Fathullah
untuk mengemas dakwahnya dalam bentuk digitalisasi. Beliau memanfaatkan
kecanggihan teknologi saat ini, dalam menciptakan media dakwah yang
memudahkan umat Islam untuk mempelajari ajaran Allah.7 Pesan-pesan dakwah yang disampaikannya diterima masyarakat yang tidak terjangkau
dengan media lisan. Beliau mendapatkan respon positif dari masyarakat
karena penyampaian ajaran dakwahnya dengan berbagai media dakwah
tersebut.
Melihat dari berbagai pemikiran dan aktivitas yang dilakukan oleh
Ahmad Lutfi Fathullah, penulis tertarik untuk mengakaji lebih mendalam.
Oleh karena itu, peneliti menulis judul tentang “PEMIKIRAN DAN
AKTIVITAS DAKWAH DR. AHMAD LUTFI FATHULLAH, MA”
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 670
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pemikir dakwah adalah yang sesuai dengan Rijalul Fikr wa
Da’wah. Penulis membatasi penulisan ini hanya mengenai pemikiran
tentang da’i, mad’u, dan media dakwah. Aktivitas dakwah yang dimaksud
adalah aktivitas dakwah dalam berbagai bentuk. Peneliti membatasi
bentuk aktivitas dakwah sesuai dengan paradigma dakwah dan memuat
konten materi pesan dakwah.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma
dakwah?
b. Bagaiamana aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut
paradigma dakwah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep dakwah Ahmad Lutfi Fathullah yang sesuai
dengan paradigma dakwah
b. Untuk mengetahui aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah. yang
sesuai dengan paradigma dakwah
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
perkembangan dakwah saat ini. Hasil penelitian dapat memberikan
[image:16.595.103.514.222.602.2]ini juga dapat memberikan tambahan referensi dan perbandingan,
khususnya bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan dan
melakukan penelitian lanjutan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menambah ilmu dan memperluas wawasan
dalam berdakwah tentang bagaimana umat menerapkan ajaran-ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian juga dapat memberikan
sumbangan dan masukan bagi pelaku komunikasi khususnya bagi
Ahmad Lutfi Fathullah.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang
bersifat deskriptif analisis, yakni metode prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.8
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode tringulasi.
Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber buku, informan
(wawancara), dan observasi langsung. Kemudian melakukan analisis
yaitu perbandingan antara temuan dengan teori yang ada.
8
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Ahmad Lutfi Fathullah, dan
obyek penelitiannya adalah pemikiran dan aktivitas dakwah Ahmad Lutfi
Fathullah.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yakni dari bulan
Februari sampai Mei 2013. Penelitian berlangsung di kantor Pusat Kajian
Hadis (PKH), Jl. Gatot Subroto Kav. 26, Kuningan, Jakarta Selatan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada tiga teknik yang dilakukan untuk
mengumpulkan data, diantaranya :
a. Kepustakaan
Penulis menggunakan buku sebagai sumber informasi utama.
Dilakukan dengan membaca dan menelaah mengenai artikel dakwah di
media massa, dan dokumentasi sebagai bahan informasi pelengkap
tentang Amhad Lutfi Fathullah.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengadakan tanya jawab langsung kepada narasumber dengan
menggunakan wawancara terstruktur yang disiapkan oleh penulis.9 Wawancara dilakukan secara langsung dengan Ahmad Lutfi Fathullah,
Ibu Jehan Azhari (istri Ahmad Lutfi Fathullah), Tarsim, Ibu Lidya, Ibu
Restu (murid Ahmad Lutfi Fathullah), dan Bapak Sunandar (teman
9
Ahmad Lutfi Fathullah). Peneliti mewawancarai mereka karena adanya
hubungan keakraban dan kedekatan dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
c. Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara
langsung oleh peneliti, yakni dengan cara mengumpulkan data, di
mana peneliti mengadakan pengamatan langsung atau berhadapan
dengan subyek yang akan diteliti. Peneliti mengadakan observasi di
tempat berbeda dengan mengikuti kegiatan dakwah yang dilakukan
oleh Ahmad Lutfi Fathullah, seperti di PKH, TVRI, Sekolah
Al-Mughni, dan Masjid Baitul Mughni Jakarta.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan ke dalam bentuk
yang lebih mudah dan diinterpretasikan.10 Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pemikiran dan
aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah. Kemudian menganalisnya,
dengan membuat perbandingan antara data temuan dengan teori yang telah
ada sebelumnya. Dan terakhir disajikan dalam bentuk laporan hasil
penelitian.
Teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) terbitan CeQDA
(Center for quality Development and Assurance), tahun 2007, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
E. Tinjauan Pustaka
Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam
mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan penelitian yang
sedang ditulis, hal tersebut bertujuan agar tidak adanya kesalahan dalam
mengolah data dan menganalisisnya. Beberapa judul skripsi yang berkaitan,
diantaranya :
Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Ustadz Nur Maulana, disusun oleh
Ambo Illang, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam. Penelitian ini dibatasi
pada pemikiran dan aktivitas dakwah di acara Islam Itu Indah Trans Tv.
Perbedaan dengan penulis yakni terletak pada subyek yang diteliti.
Pemikiran Dakwah Prof DR H Mohammad Ardani. disusun oleh Sipa
Fauziah, mahasiswa KPI, tahun 2012. Penelitian ini dibatasi hanya pada
pemikiran Prof DR Mohammad Ardani saja. Perbedaannya dengan penulis,
yakni penulis meneliti tentang pemikiran dan aktivitas dakwah.
Pemikiran dan Aktifitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf (Pimpinan
Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan), disusun
oleh mahasiswa KPI, Wida Maulida, tahun 2011. Persamaan dengen penulis
yakni dibatasi pada masalah pemikiran dan aktivitas dakwah. Dan
perbedaannya terletak pada subyek yang diteliti.
Pemikiran dan Kiprah Dakwah Ustadz Saiful Islam Al-Payage,
disusun oleh Pathiyatul Wirdiyah, mahasiswa Jurusan KPI, tahun 2012.
Perbedaan dengan penulis, yakni terletak pada subyek yang diteliti.
Penelitian tentang pemikiran dan aktivitas dakwah memang sudah
satupun hasil laporan penelitian yang mengangkat tokoh mengenai Dr. Ahmad
Lutfi Fathullah, MA. sehingga penulis tidak bisa membandingkan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam menganalisa studi ini,
diperlukan sistematika penulisan. Penelitian yang akan dibahas terdiri dari
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yaitu:
BAB I : Pada bab ini terdiri dari Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Pada bab ini membahas Tinjauan Teoritis, yang terdiri dari Tinjauan Dakwah, meliputi Pengertian dan Unsur-Unsur Dakwah, Pengertian
Pemikiran Dakwah, dan Pengertian Aktivitas Dakwah.
BAB III : Pada bab ini berisi tentang Biografi Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA yang meliputi Latar Belakang Keluarga, Latar Belakang Pendidikan,
Pengalaman Karir dan Karya Ahmad Lutfi Fathullah.
BAB IV : Pada bab ini berisi Hasil Penelitian yang meliputi Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah.
12
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’a – yad’u –
da’watan, artinya memanggil, mengajak, atau menyeru.1 Jadi arti dakwah
menurut kebahasaan yaitu seruan kepada jalan yang benar. Dakwah
merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu
yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi
ajakan tersebut.2
Definisi dakwah secara terminologi menurut Taufik al-Wa’iy
dalam bukunya menyebutkan bahwa dakwah bermakna upaya lewat
perkatan dan perbuatan untuk mengajak manusia untuk berpihak kepada
da’i. Ruang lingkup pemahaman istilah dakwah adalah seputar upaya
lewat ucapan dan perbuatan untuk Islam, menerapkan ajarannya, meyakini
aqidahnya, dan melaksanakan syariatnya.3
Ada beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya :
1) Toha Yahya Omar, mendefinisikan dakwah sebagai tindakan mengajak
menusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
1
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Da’wah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.17
2
Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 1
3
perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia
dan akhirat.4
2) Menurut A. Hasjmy, dakwah yaitu mengajak orang lain utuk meyakini
dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyah, namun terlebih
dahulu harus diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.5 3) M. Quraish Shihab mengartikan bahwa dakwah adalah seruan atau
ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi menjadi situasi
yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun
masyarakat.6
Allah SWT telah memerintahkan dan memotivasi untuk berdakwah
dalam banyak ayat, sebagaimana FirmanNya :
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Al- Fushilat: 33)7
Dalam ayat tersebut, Allah telah menjelaskan, bahwa sebaik-baik
manusia, perkataan, dan perbuatannya adalah orang yang mengajak
manusia lainnya kepada Allah dan menunjukinya, mengajarkan agama
kepada para hamba dan membuat mereka paham. Dengan inilah maka
mereka menjadi sebaik-baik manusia dan bermanfaat bagi manusia
lainnya.8
4
Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1979), hlm. 1
5
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm.18
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Mayarakat, (Bandung: Mizan, 1994), cet ke-6, hlm. 194
7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.778
8
Dakwah pada hakikatnya adalah usaha orang beriman untuk
mewujudkan Islam dalam semua segi kehidupan, baik pada tataran
individu, keluarga, masyarakat, maupun umat dan bangsa. Usaha
mewujudkan iman dan Islam dapat dilakukan diantaranya melalui kontrol
sosial (al-nahi „an al-munkar), keteladanan perilaku (uswatun khasanah), pengembangan pendidikan (al-ta’lim wa al-tarbiyah) yang sesuai dengan visi dan misi cita-cita Islam.9
Kegiatan dakwah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan
wajib dilakukan di mana, kapan, dan kepada siapa saja, sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Upaya pengingatan dan perwujudan kebenaran
oleh para juru dakwah harus dilakukan karena upaya itu akan selalu
bermanfaat, tidak sia-sia, dan Allah akan selalu menghargainya10. Dalam hal ini, motivasi yang diisyaratkan Al-Quran yaitu :
Artinya: “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian Dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak
(pula) hidup” (Al-A’la: 9-13)11
Asep Muhiddin mengutip pendapat Sayyid Quthub dalam
tafsirnya, memberikan penafsiran tentang ayat tersebut dengan
mengomentarinya sebagai berikut :
9
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta : Grafindo, 2005), hlm. 40
10
Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 77
11
Selama masih bermanfaat peringatan itu, dan memang upaya peringatan itu akan selalu bermanfaat, dengan tidak perlu melihat banyak atau sedikitnya orang yang memanfaatkannya. Kendatipun sudah rusaknya moral kehidupan manusia ini, dunia tidak akan pernah sunyi dari generasi yang memperjuangkan, mendengar, dan memanfaatkan pringatan itu.12
Dari berbagai pengertian definisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa dakwah merupakan kegiatan menyampaikan atau menyerukan
ajaran Islam untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, demi
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan kegiatan dakwah
yang berlangsung secara terus menerus maka akan menciptakan tatanan
masyarakat yang harmonis sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan
Rasul-Nya.
Tujuan dakwah dicapai dengan mangajak manusia ke jalan Allah
dengan sungguh-sungguh dan usaha merealisir ajaran Islam dalam segenap
aspek kehidupan manusia. Maka, diharapkan umat manusia akan memetik
buahnya berupa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.13
Dakwah Islam memiliki tujuan agar timbul dalam diri umat
manusia suatu pengertian tentang nilai-nilai ajaran Islam, kesadaran sikap,
penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama dengan ikhlas.
Dengan demikian tujuan dakwah Islam yakni memberikan seruan kepada
umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan ajaran Allah SWT agar menjadi pedoman dalam hidupnya. Adapun tujuan
dakwah menurut Asmuni Syukir, yakni:
1) Mengajak manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.
12
Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an, hlm.78
13
2) Membina mental orang Islam yang masih Muallaf.14
3) Mengajak umat manusia yang belum beriman, agar beriman kepada Allah (memeluk agama Islam).
4) Mendidik anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.15
Sukses atau tidaknya dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa
atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka.
Sukses tersebut diukur pada bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak
pendengarnya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, kemudian
tercermin dalam tingkah lakunya. Untuk mencapai sukses tersebut,
tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian para da’i.16
2. Unsur-Unsur Dakwah
a. Da’i
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah, baik dengan
lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan secara individu,
kelompok, atau melalui organisasi atau lembaga. Da’i sering disebut
juga dengan muballigh, yakni orang yang menyampaikan ajaran Islam.
Namun sebutan muballigh ini memiliki arti yang sempit untuk
sebagian orang. Mereka cenderung mengartikannya sebagai orang
yang menyampaikan ajaran Islam hanya melalui lisan saja, seperti
penceramah, khatib, dan sebagainya.17
Seorang da’i diibaratkan seperti seorang guide atau pemandu
yakni terhadap orang-orang yang ingin mendapatkan keselamatan
14
Muallaf adalah orang muslim yang masih lemah imannya. Lih. Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah. hlm. 265
15
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.49
16
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke- 6, hlm. 194
17
hidup di dunia dan akhirat. Ia menjadi petunjuk jalan yang harus
mengerti dan memahami jalan mana yang boleh dan tidak boleh dilalui
oleh seorang muslim. Oleh karena itu, da’i di tengah-tengah
masyarakat memiliki peran penting. Perbuatan dan tingkah lakunya
menjadi tolak ukur. Maka hendaklah seorang da’i menjadi uswatun
hasanah bagi masyarakatnya.18
Visi seorang da’i adalah sebagai pembangun dan pengembang
masyarakat Islam, seperti dapat dilihat dan dibaca dalam pandangan
para pemikir dan pelaku dakwah (rijal al Fikr wa al-da’wah). A. Ilyas Ismail dalam bukunya mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan,
seorang da’i harus memerankan enam tugas atau misi, diantaranya
sebagai tutor (muhaddits), edukator (mudarris), orator (khathib),
mentor (muhadhir), pembuka dialog (munaqisy wa muhawwir),
budayawan (adib), dan penulis (katib).19
Tugas da’i dalam menyiarkan syiar Islam harus mampu
menciptakan jalinan komunikasi yang erat antara dirinya dan
masyarakat. Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku yang
sesuai. Ia harus berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh
masyarakatnya. Maka, penting sekali seorang da’i harus mengetahui
latar belakang dan kondisi masyarakat yang dihadapi.20
Seorang da’i harus mempunyai kemampuan dan kecakapan
agar ia mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
sebagai pembangun dan pengembang masyarakat. Kompetensi da’i
18
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. ke-1, hlm. 69.
19
Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 75
20
yang ideal menurut A. Ilyas harus memiliki kekuatan intelektual
(knowledge), keterampilan (skill), sikap dan moral (attitude), dan
kekuatan spiritual (spiritual power).21
Keberadaan seorang da’i dalam masyarakat luas mempunyai
fungsi yang cukup menentukan. Fungsi da’i diantaranya :
1) Meluruskan aqidah
Aqidah adalah dasar dari segalanya. Semua dakwah Rasul
SAW. bertugas untuk merealisasikannya. Melihat kenyataan saat
ini, masih banyak ritual-ritual perbuatan musyrik yang dilakukan
sebagaian orang Muslim. Maka keberadaan para da’i sangat
dibutuhkan untuk meluruskan kembali akidah mereka. Agar
mereka dapat kembali kepada fitrahnya, yakni percaya kepada
Dzat Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.
2) Memotivasi umat untuk beribadah dengan baik dan benar
Allah SWT menciptakan semua mahkluknya di muka bumi
untuk beribadah menyembah-Nya. Namun, masih banyak
pelaksanaan ibadah yang belum sesuai dengan syariat Islam
sebenarnya. Oleh karena itu, da’i hadir sebagai pembimbing yang
memotivasi umat untuk beribadah dengan benar dan baik.
3) Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar
Dalam aktivitasnya sehari-hari, manusia hidup sebagai
mahkluk sosial. Konsep Islam yang luhur menganjurkan umatnya
untuk saling berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.
21
Prinsip ini harus ditegakkan karena akan menciptakan umat Islam
yang harmonis, dan erat tali persaudaraannya.
4) Menolak kebudayaan yang menyimpang
Seorang da’i harus pandai menganalisa dan memberikan
alternatif jika terdapat budaya yang bertentangan. Sebagai umat
Islam seharusnya jangan mudah menerima aspek baru tersebut,
harus terlebih dahulu di analisa, apakah itu baik atau tidak.22 b. Mad’u
Mad’u ialah orang yang menerima pesan-pesan dakwah, baik
yang beragama Islam ataupun non Islam. Dakwah yang ditujukan
kepada non muslim bertujuan untuk mengajak mereka agar mengikuti
agama Islam. Sedangkan untuk umat muslim dakwah bertujuan
meningkatkan kualitas iman, islam, dan ihsan.23 Pernyataan ini sesuai
dengan QS. Saba’ ayat 28, yaitu :
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”24
Menurut Prof. Dr. Husul Aqib Suminto dalam bukunya, mad’u
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa lapisan atau tingkatan,
diantaranya :
1) Mayarakat umum yakni kelompok yang biasanya berada di tempat-tempat umum, seperti masjid, madrasah, lapangan terbuka, dan
22
Samsul Munir Amin, Ilmu dakwah, hlm. 75
23
M. Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-1, hlm. 21-22.
24
sebagainya. Da’i dapat menyampaikan dakwahnya melalui
ceramah.
2) Masyarakat penguasa yakni orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Pada lapisan ini, para da’i hendaklah menggunakan cara personal approach, yaitu menggalang
hubungan pribadi. Melalui pendekatan ini diharapkan para da’i
memperoleh dukungan dari pihak penguasa, sehingga dapat membantu kelancaran pelaksanaan dakwah.
3) Masyarakat terpelajar yaitu masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi atau biasanya terdapat di perguruan tinggi. Pada kalangan ini harus dihadapi melalui pendekatan ilmiah. Berdakwah di kalangan intelektual, cendikiawan dan masyarakat kampus dituntut keilmuan yang cukup, analisis serta rasional, sehingga pesan-pesan dakwah yang disampaikan da’i dapat diterima.
4) Masyarakat desa yakni masyarakat yang mempunyai kesederhanaan, baik dalam pola hidup maupun cara berpikir.
Dalam menghadapi mad’u dari kalangan ini, da’i harus memilih
materi dakwah yang sederhana dengan penyampaian yang mudah dipahami.25
Mad’u (penerima dakwah) sebagai objek dakwah harus
diklasifikasi oleh da’i dalam aktivitas dakwahnya. Dengan klasifikasi
tersebut, akan memudahkan da’i dalam menyampaikan pesan-pesan
dakwahnya. Klasifikasi objek dakwah ini penting, agar pesan-pesan
Islam dapat diterima dengan baik oleh mad’u. Kegiatan dakwah juga
akan menjadi lebih terarah.26 c. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan-pesan dakwah Islam yang
disampaikan da’i kepada mad’unya. Sumber materi dakwah adalah
Al-Qur’an dan Hadis. Secara umum, materi dakwah dapat diklasifikasikan
menjadi tiga pokok, yaitu:
25
H. A. Suminto, Problematika Dakwah, (Jakarta: Tinta mas, 1973), cet. ke-1, hlm. 114-115.
26
1) Masalah keimanan (Aqidah)
Akidah adalah pokok kepercayaan dalam agama Islam.
Aqidah diibaratkan sebagai pondasi awal dalam sebuah bangunan.
Akidah Islamiyah itu berkaitan dengan rukun iman. Di luar dari
rukun iman yang enam itu, umat Islam tidak wajib untuk
mempercayainya.
2) Masalah keislaman (Syariat)
Syariat mempunyai dua pengertian yakni mengatur tentang
hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) yang disebut dengan
ibadah, dan mengatur human relation dan human activity di dalam
masyarakat (horizontal), disebut muamalah.27 3) Masalah budi pekerti (Akhlaqul karimah)
Ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas
perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi
kejiwaannya. Islam mengajarkan kepada manusia agar berbuat baik
dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT. Maka seseorang
yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah
dengan Tuhannya dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan
bermuamalat baik dengan sesamanya.28
Menyampaikan materi dakwah pada dasarnya bukanlah ajaran
yang semata-mata berkaitan dengan wujud eksistensi wujud Allah
SWT namun bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam agar
27
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid 1 : Akdah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), cet ke-3, hlm. 8
28
mampu memanifestasikan akidah, syariah, dan akhlak dalam amalan
sehari-hari.
d. Metode Dakwah
Kata metode memiliki pengertian suatu cara yang bisa
ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan
menyelesaikan tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia.29 Maka metode dakwah dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang
da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mad’u.
Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam
sebuah ayat yang berbunyi :
Artinya : “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka menurut cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya, dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl: 125).30
Dalam ayat tersebut, terdapat tiga metode dakwah, diantaranya :
1) Bi Al-Hikmah
Bi Al-Hikmah adalah berdakwah yang dilakukan dengan
benar dan tepat. Kebenaran dan ketepatan yang dicakup harus
mempunyai tiga unsur. Pertama, menyangkut situasi dan kondisi
29
M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1992), cet. ke-1, hlm. 160
30
mad’u. Kedua, menyangkut kadar materi yang disampaikan. Dan
ketiga, menyangkut metode dan teknik yang digunakan.31
Dalam metode hikmah, seorang juru dakwah tidak
menggunakan satu bentuk metode saja. Mereka harus
menggunakan berbagai metode dakwah yang sesuai dengan realitas
yang dihadapinya.32 Al Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Tidak semua orang dapat meraih hikmah, sebab Allah
memberikannya untuk orang-orang yang layak mendapatkannya,
Firman Allah :
Artinya: “Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” ( Al-Baqoroh: 269).33
2) Mau’izatul Hasanah
Mau’izatul Hasanah adalah berdakwah dengan
memberikan nasihat yang baik. Menurut Ali Musthafa Yakub,
metode dakwah ini berisi ucapan nasihat yang baik dan
bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen yang
memuaskan sehingga mereka dapat menerima apa yang
31
Ahmad Ilyas Islmail, Paragdigma Dakwah Sayyid Quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), hlm.248
32
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-2. hlm. 13
33
disampaikan oleh da’i.34
Metode dakwah ini mengandung arti yaitu
kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang
dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak
membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain.35 3) Mujadalah Billati Hiya Ahsan
Metode ini mempunyai arti berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya
dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan
kepada sasaran dakwah.36
Mohammad Natsir mengutip pendapat dari Syekh Muhammad
Abduh dalam menyimpulkan QS. An-Nahl: 125, bahwa umat yang
dihadapi seorang da’i dibagi tiga golongan, yaitu:
1) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini dapat dipanggil dengan hikmah. Karena dalil yang disampaikan dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
2) Golongan awam yaitu orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil dengan Mauizah Hasanah, dengan bimbingan yang baik dan ajaran yang mudah dipahami mereka. 3) Golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan
tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak akan sesuai pula bila dilayani seperti golongan awam. Mereka suka membahas sesuatu, tetapi tidak terlalu mendalam.37
Tujuan da’i memilih metode dakwah yang tepat adalah untuk
mempengaruhi objek dakwah. Mempengaruhi untuk menuju pribadi
yang lebih baik dan mampu mengamalkan ajaran Islam dengan benar.
34
Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 21
35
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-2. hlm. 17
36
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 244
37
e. Media Dakwah
Kata media merupakan jamak dari bahasa Latin yakni medion,
yang berarti alat perantara. Secara istilah media berarti segala sesuatu
yang dapat digunakan utuk mencapai tujuan tertentu. Maka media
dakwah dapat diartikan dengan segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan dakwah yang telah direncanakan.38
Menurut Zaini Muhtarom, media yang dapat dijadikan sebagai
media dakwah, diantaranya:
1) Media lisan
Media ini merupakan media yang sering digunakan karena sifatnya yang praktis dan ekonomis. Termasuk di dalamnya media lisan adalah diskusi, khutbah, ramah tamah, dan sebagainya.
2) Media cetak
Ide-ide pemikiran tentang Islam dituangkan dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, bulletin, spanduk, majalah, dan sebagainya.
3) Media elektronik
Media ini merupakan media yang lahir karena pemikiran manusia dalam bidang teknologi modern. Segala perbuatan, perkataan, dan tingkah laku dapat dimunculkan pada media ini. Media elektronik dapat berupa radio, televisi, film, dan sebagainya. 4) Media organisasi
Organisasi dakwah merupakan alat pelaksanaan dakwah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui organisasi, dakwah dapat dilaksanakan dalam kegiatan intern dan ekstern.
5) Media seni dan budaya
Dakwah lewat seni dan budaya dilakukan oleh para guru dan da’i terdahulu sampai sekarang, seperti gamelan, wayang, sastra, dan sebagainya.39
Seiring dengan kemajuan zaman saat ini, dakwah tidaklah
cukup jika disampaikan dengan lisan tanpa bantuan berbagai alat
modern canggih. Dengan menggunakan media massa tersebut maka
38
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.163
39
jangkauan dakwah tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Untuk
berdakwah pada masyarakat yang majemuk tidak lagi membutuhkan
waktu lama, pesan-pesan ajaran agama Islam yang disampaikan dapat
diterima secara serempak dan bersama-sama. Tentu sarana ini dapat
memudahkan tugas para aktivis dakwah.
Dengan demikian, keahlian dan kepandaian seorang da’i sangat
dituntut dalam melihat peluang media dakwah yang benar-benar dapat
dimanfaatkan keberadaannya untuk menunjang keberhasilan dakwah
yang dilakukan hingga mencapai hasil yang maksimal.
B. Pemikiran Dakwah
1. Pengertian Pemikiran Dakwah
Pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti proses, cara,
atau perbuatan memikir.40 Pemikiran menurut Samsul Nizar dapat diartikan sebagai upaya cerdas (ijtihadiy) dari proses kerja akal dan kalbu
untuk melihat fenomena dan berusaha untuk mencari penyelesaiannya
secara bijaksana.41 Definisi pemikiran dapat disimpulkan sebagai proses pendayagunaan kerja akal dan otak seseorang untuk memecahkan
persoalan demi melahirkan sesuatu yang baru.
Jadi pengertian pemikiran dakwah ialah proses memfungsikan akal
yang merupakan kemampuan rasional manusia untuk mentelaah apa itu
dakwah sebenarnya dan sebagai upaya asimilasi nilai-nilai Islam dalam
40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-4. hlm. 872
41
kehidupan sehari-hari kaum muslimin baik yang bersifat individual
maupun kolektif guna membentuk konsepsi masyarakat yang Islami.42 Pemikiran dakwah Islam adalah suatu keaktifan pribadi manusia
untuk menemukan pemahaman dan pengertian tentang konsep dakwah dan
berdasarkan fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk memberikan
solusi dari problematika dakwah yang ada secara nyata dan bijaksana.43
2. Aliran-aliran Pemikiran dan Gerakan Dakwah
a. Dakwah Paradigma Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan yakni menyampaikan ajaran
Allah dan Rasul kepada orang lain yang penyajiannya menurut apa
adanya (objektif), mengemukakan fakta-fakta, tanpa adanya unsur
paksaan untuk diterima atau diikuti. Orang-orang yang menyampaikan
disebut muballigh.44 Tabligh dari segi pendekatannya apabila mengacu pada definisi dan contoh yang telah dilakukan oleh Rasullah SAW
dapat dibedakan menjadi dua yaitu tabligh yang melalui tulisan
(Tabligh bi al-Kitaabah) dan tabligh melalui khutbah atau ceramah
(Tabligh al-Khithaabah).45
Pendekatan dakwah yang dilakukan menurut paradigma ini
adalah mengajak melalui nasihat-nasihat (al-mawa’izh) dan membujuk mereka untuk berhijrah dari lingkungan yang melalaikan kepada
lingkungan masjid, mengembalikan mereka dari lembah maksiat
42
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011),cet ke-1, hlm. 185
43
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo, 2005), cet-1, hlm. 58
44
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 8
45
kepada ketaatan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat
Allah dan sunah Rasul-Nya. Dalam hubungan mereka dengan Allah
maupun dengan sesama makhluknya. Pendekatan seperti ini dikenal
dengan sebutan bayan/ penjelasan.46
Para muballigh dalam paradigma tabligh harus mengenal
pokok-pokok dakwah yang enam (usul al da’wah al-sittah) yang disarikan dari enam karakter mulia para sahabat. Enam sifat tersebut
diantaranya kembali kepada komitmen tauhid, sholat dengan khusyu
dan khudhu’, ilmu beserta zikir, memuliakan muslim, meluruskan niat, dan dakwah tabligh khuruj fii sabilillah. Para pendukung dakwah
tabligh meyakini bahwa dengan mengingat keenam sifat tersebut, dan
berusaha mempraktikannya untuk diri sendiri dan orang lain,
merupakan jalan untuk membuka pintu agama dan menyebarkannya ke
seluruh pejuru manusia.47
b. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat
Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih
mengutamakan aksi ketimbang wacana atau retorika. Kegiatannya
biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan
seperti pengembangan SDM dan pendidikan madrasah atau pesantren.
Dari segi metode dakwah, paradigm dakwah pengembangan
masyarakat berusaha mewujudkan Islam dengan cara atau jalan
menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial
yang bersifat transformative-emansipatoris.48
46
Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 218-219
47
Ibid. 219
48
Menurut A. Ilyas Ismail dalam bukunya bahwa sasaran utama
dakwah paradigma ini adalah perbaikan kehidupan masyarakat dalam
segala lini kehidupan, dengan memanfaatkan pengembangan potensi
yang ada pada masyarakat itu sendiri.49 c. Dakwah Paradigma Harakah
Kata harakah secara harfiah berarti gerak atau gerakan.
dikatakan gerak apabila seseorang berpindah atau mengambil posisi
baru. Jadi, dakwah harakah adalah dakwah pergerakan. Dakwah ini
lebih menekankan pada aspek tindakan atau aksi ketimbang wacana
dan teori.50
Menurut Al-Qathani, dakwah Harakah adalah sebuah gerakan
dakwah yang berorientasi pada pembangunan masyarakat Islam yang
sejatinya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, dengan
melakukan reformasi dan perbaikan sendi-sendi kehidupan manusia,
mulai perbaikan individu, keluarga, masyarakat atau lingkungan
sekitar, dan pemerintahan dan Negara.51
Dari aspek metodologi, dakwah paradigma harakah
meniscayakan adanya organisasi yang berfungsi sebagai intuisi atau
wadah yang akan menghimpun dan menyatukan potensi-potensi dan
kekuatan umat untuk dimanfaatkan dan diberdayakan bagi kepentngan
dakwah. Ini berarti dakwah dalam paradigma ini, tidak lagi dipandang
49
Ibid. hlm. 232
50
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 12
51
sebagai tugas dan kewajiban individual, tetapi merupakan tugas dan
kewajiban kolektif seluruh kaum mukmin.52
Dilihat dari segi da’i, dakwah paradigma harakah
meniscayakan adanya pelaku dakwah atau da’i yang berkualifikasi
sebagai pejuang dakwah (mujahid al-da’wah). Da’i haruslah merupakan seorang Muslim pejuang (mujahid) dan aktivis pergerakan
Islam. Dengan demikian, dalam pengertian ini, tidak semua orang
memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai da’i. Sebagai pejuang dan
aktivis pergerakan Islam, da’i harus membekali diri dengan imu dan
wawasan Islam yang memadai, mempersenjatai diri dengan bekal
ibadah, keluhuran budi pekerti (akhlak al-karimah), dan ketauladanan
perilaku (uswah hasanah). Da’i juga harus memiliki komitmen dan
ghiroh keislaman yang kuat, sehingga mampu melaksanakan
tugas-tugas dakwah dengan baik dalam menghadapi hinaan dan ejekan
(takdzib), siksaan fisik (al-adza), maupun tekanan hidup menyangkut
soal politik, ekonomi, dan keamanan.53 d. Dakwah Paradigma Kultural
Paradigma dakwah ini menempuh jalur lebih lunak dalam
berdakwah yakni dengan dialog antara Islam dan budaya-budaya lokal.
Sebab menurut mazhab ini, dakwah tidak boleh didakwahkan, kecuali
sesuai dengan karakter mad’unya. Artinya, berdakwah harus
menggunakan pendekatan-pendekatan yang familiar melalui kultur
setempat seperti adat istiadat dan bahasanya.54
52
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 14
53
Ibid.
54
Mazhab dakwah kultural berpendapat, sejarah dakwah Islam
dari pertama kelahirannya hingga saat ini selalu diwarnai dengan
proses akulturasi timbal balik.55 Dakwah semua Rasul tidak pernah lepas dari proses dialog dengan kultur setempat di mana mereka di
utus. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Ibrahim ayat 4, yaitu :
Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ibrahim: 4).56
Dakwah yang dilakukan dengan dialog antara Islam dan
budaya memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan dakwah
harakah. Pertama, kehadiran dakwah Islam tidak akan dipandang
sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan
menerima dakwah Islam tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi
masa lampaunya. Dan ketiga, universalisme Islam tidak hanya
dianggap sebagai wacana, karena kehadiran Islam tidak dirasakan
sebagai yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal.57 e. Dakwah Paradigma Multikulturalisme
Dakwah dalam paradigma multikulturalisme ialah sebuah
pemikiran dakwah yang fokus pada penyampaian pesan-pesan Islam
dalam konteks masyarakat umum dengan berdialog untuk mencari titik
55
Nurcholis Majdid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm.537
56
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm 379
57
temu dan kesepakatan terhadap suatu keyakinan, nilai kelompok, dan
agama.58
Dakwah multikulturalisme melakukan pendekatan dakwah
diantaranya, pertama, menekankan agar target dakwah lebih diarahkan
pada pemberdayaan kualitas umat dalam ranah internal, dan kerja
sama, serta dialog antar agama dan budaya dalam ranah eksternal.
Kedua, dalam ranah kebijakan public dan politik, dakwah ini
menggagas ide tentang kesetaraan hak-hak kelompok minoritas.
Ketiga, dalam ranah sosial, dakwah ini mengambil pendekatan kultural
dibandingkan harakah. Keempat, dalam pergaulan global, dakwah
multikulturalisme merespon feomena globalisasi yang sedikit demi
sedikit menghapus sekat antarbudaya dan agama sekarang ini. Dan
kelima, para penggagas dakwah harus menyegarkan kembali tentang
doktrin Islam klasik, dengan melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi
paham Islam.59
C. Aktivitas Dakwah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata aktivitas mempunyai
makna keaktifan, kegiatan, kesibukan atau kerja yang dilaksanakan dalam
setiap bagian.60 Aktivitas merupakan suatu kegiatan aktif untuk menghasilkan sesuatu. Jadi pengertian aktivitas dakwah adalah segala kegiatan subyek
dakwah yang berhubungan dengan dakwah Islam demi terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia.
58
Ibid. hlm. 263
59
Ibid. 280
60
Samsul Munir Amin dalam bukunya, mengkatagorikan secara umum
dakwah Islam menjadi tiga bentuk, diantaranya:
1. Dakwah bi Al-Lisan
Dakwah bi Al-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan dengan lisan,
seperti ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan sebagainya. Metode
dakwah ini memang sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah.
Dakwah ini mengutamakan kemampuan retorika yang baik didepan
mad’u. Sehingga mad’u dapat mencerna isi dakwah dengan seksama.
2. Dakwah bi Al-Qolam
Dakwah bi Al-Qolam yaitu berdakwah dengan mengunakan
keterampilan tulis menulis, berupa artikel atau naskah yang dimuat dalam
majalah, surat kabar, brosur, buletin, buku, blog, dan sebagianya. Dakwah
seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu
yang lebih lama. Jangkauan dakwah ini juga lebih luas jika dibandingkan
dengan media lisan. Kapan saja dan di mana saja, mad’u atau objek
dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qolam ini.
Para aktivis dakwah haruslah menyiapkan dirinya tidak saja
dengan kemampuan retorika yang baik, tetapi juga dengan kependaian
menulis. Mad’u dapat mempelajari isi pesan dakwah secara berulang
-ulang, sehingga pengetahuan mereka akan bertambah.
3. Dakwah bi Al-Hal
Dakwah bi Al-Hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang
melipuiti keteladanan. Dakwah ini dilakukan dengan berbagai kegiatan
dengan karya nyata. Misalnya dengan amal yang hasilnya langsung dapat
dirasakan oleh masyarakat (mad’u).61
Bentuk dakwah bi Al-Hal ini dilakukan sebagai solusi kebutuhan
masyarakat banyak, misalnya membangun sekolah-sekolah Islam,
perguruan tinggi Islam, membangun pesantren, rumah sakit, dan
kebutuhan masyarakat lainnya.62
Aktivitas dakwah harus terlebih dahulu mengetahui problematika yang
dihadapi oleh penerima dakwah. Maka hal yang harus diperhatikan
diantaranya :
a. Aktivitas dakwah harus mengetahui adat dan tradisi penerima dakwah b. Aktivitas dakwah harus mampu menyesuaikan materi dakwah dengan
masalah kontemporer yang dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. c. Aktivitas dakwah harus meninggalkan materi yang bersifat emosional d. Aktivitas dakwah harus mampu menghayati ajaran Islam dengan seluruh
pesannya serta menguasai masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat agar antara ajaran agama dan masalah-masalah yang aktual dapat dikaitkan.
e. Aktivitas dakwah harus menyesuaikan tingkah lakunya dengan materi dakwah yang disampaikannya.63
Dakwah adalah suatu aktivitas yang mulia di mata Allah SWT. Di
dalamnya mengandung suatu seruan atau ajakan keinsafan atau usaha
mengubah situasi yang buruk menjadi lebih baik, yakni terhadap pribadi dan
masyarakat disekitarnya.
Aktivitas dakwah akan menghasilkan tujuan yang diharapkan jika
dilakukan oleh para da’i yang memiliki kearifan. Ia harus tetap sabar, tabah,
lapang dada menghadapi semua tanggapan dari para mad’u.
61
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 11
62
Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, hlm. 12
63
35
A. Latar Belakang Keluarga Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
Ahmad Lutfi Fathullah adalah putra Betawi asli yang lahir pada
tanggal 25 Maret 1964 di Kuningan, Jakarta Selatan. Beliau terlahir dari
pasangan H. Fathullah dan Hj. Nafisah. Kediaman beliau sejak dilahirkan
sampai saat ini masih berdomisili di tempat yang sama, yakni di Komplek
Masjid Baitul Mughni, Jl. Gatot Subroto Kav. 26, Kuningan, Jakarta Selatan.1 Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah tergolong sebagai keluarga yang
berkecukupan. Dari keadaan ekonomi sampai pendidikan dapat dikatakan
sukses. H. Fathullah adalah keturunan Guru Mughni. Beliau merupakan ulama
besar asli Betawi ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-an. Guru Mughni
mempunyai nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais,
yang lahir sekitar tahun 1860. Sedangkan Ibu Hj, Nafisah adalah anak dari
seorang ketua rombongan haji, meskipun pada zaman itu belum banyak jasa
travel seperti sekarang. Sehingga sejak umurnya mencapai 14 tahun, Ibu Hj.
Nafisah sudah dapat merasakan pergi ke Masjidil Haram. Pertemuan antara H.
Fathullah (16 tahun) dan Hj, Nafisah terjadi di dalam pesawat, meskipun
mereka bukan satu rombongan haji.2
Ahmad Lutfi Fathullah tumbuh dan berkembang dari keluarga yang
religiusnya tinggi. Sejak kecil beliau sudah sering diajarkan ilmu agama oleh
keluarganya. Paman dan sepupu beliau banyak yang menjadi Kyai.
1
Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013.
2
Suasana di kampung Kuningan masih kondusif dan sangat Islami.
Belum banyak pembangunan gedung dan perbedaan budaya, sehingga
kebudayaan Betawi asli masih kental dirasakan oleh masyarakat di sana. Pada
zaman itu orang yang belajar agama akan dihormati oleh masyarakat.
Masing-masing keluarga menginginkan anak-anak mereka untuk belajar di pesantren
atau bahkan di Timur Tengah. Hampir semua orang di kampung beliau setiap
hari selepas ba’da Maghrib mengaji di masjid.3
Anak-anak di sekolahkan di dua tempat yaitu Sekolah Dasar (SD) dan
madrasah. SD adalah tempat untuk menuntut ilmu yang berhubungan dengan
pengetahuan alam. Sedangkan Madrasah sebagai tempat untuk mengenal,
mempelajari, dan memperdalam ilmu agama. Semua ini dilakukan oleh
orangtua mereka yang mengetahui betul tentang hakikat ilmu pengetahuan
dunia, dan akhirat agar kehidupan dapat berjalan seimbang.
Sang Kakek, Guru Mughni, memiliki visi agar anak dan keturunannya
mengikuti jejaknya untuk menjadi ulama. Sehingga hal ini membuat kedua
orangtua Ahmad Lutfi Fathullah bertekad kelak anak-anaknya menjadi pribadi
yang mandiri namun tetap berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni.
Mereka tidak segan-segan mengirim putranya untuk bermukim dan menuntut
ilmu agama di luar negeri, walau usia mereka masih muda belia.
Ahmad Lutfi Fathullah adalah sosok seorang anak penurut kepada
kedua orangtuanya. Beliau berbakti dan mematuhi apa yang diperintahkan
kepadanya. Beliau sangat termotivasi d