• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN KEBIASAAN RELIGIUS

A. Pemikiran Dasar Program

Sebagaimana telah di uraikan dalam bab II pendidikan iman anak (usia 0-12 tahun) dalam keluarga merupakan suatu pendidikan yang menciptakan iklim untuk perubahan sikap, dan tata laku anak-anak dalam rangka mendewasakan kepercayaannya pada Allah. Proses pendidikan itu meliputi pemberian teladan, pembiasaan, latihan dan pengajaran. Orangtua bukan saja memberitahu tetapi juga memberi contoh hidup, melatih dan membiasakan anak-anak menjalani kebiasaan religius. Kebiasaan-kebiasaan religius yang dilakukan oleh orangtua di dalam keluarganya menciptakan iklim yang kondusif bagi pendidikan iman anak sekaligus menjadi model hidup beriman bagi anak-anak mereka.

Kebiasaan religius orangtua sangat penting bagi pendidikan iman anak dalam keluarga. Kebiasaan religius orangtua merupakan penghayatan hidup keagamaan yang biasa dikerjakan oleh orangtua untuk mendorong hidup dalam kesalehan, kehidupan yang suci dan mengikuti perintah Tuhan. Dalam arti sempit kebiasaan religius menunjuk pada kebiasaan-kebiasaan bertalian dengan ungkapan khusus dari hubungan orang beriman dengan Tuhan. Ungkapan khusus ini tampak dalam kebiasaan orang beriman berdoa secara pribadi, berdoa bersama dalam keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci, berdoa bersama umat lingkungan, beribadat

sabda, berdevosi, perayaan sakramen, singkatnya menyangkut kebiasaan doa, ibadat dan liturgi. Dalam arti luas kebiasaan religius mencakup bukan saja kebiasaan-kebisaan di bidang doa dan liturgi, tetapi termasuk di dalamnya juga kebiasaan di bidang pewartaan (pendalaman iman), kebiasan-kebiasaan di bidang persekutuan umat, dan kebiasan –kebiasaan di bidang pelayanan amal kasih. Pengertian yang luas ini tercermin dalam paparan Heuken SJ dalam Ensiklopedi Gereja yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan keagamaan di lingkungan keluarga mencakup antara lain membiasakan anak sesuai umurnya untuk berdoa, untuk menyayang dan memaafkan, untuk mengerti hari-hari raya dan kebiasaan umat (ibadat, tanda salib, gambar, buku), untuk memperhatikan keperluan sesama manusia, dan untuk bertanggungjawab atas aneka karunia ilahi (bakat, waktu, sarana)”, (Heuken.2005:172).

Dalam penyiapan program peningkatan kebiasaan religius orangtua demi pendidikan iman anak dalam keluarga penulis memahami “kebiasaan religius” dalam arti yang luas.

Kebiasaan berdoa dalam keluarga dapat dilakukan secara pribadi ataupun bersama-sama sebagai satu keluarga. Kebiasaan-kebiasaan tersebut misalnya doa sebelum dan sesudah tidur, doa sebelum dan sesudah makan, doa malam. Kebiasaan berdoa bersama umat di lingkungan juga sangat penting. Kebiasaan tersebut meliputi doa Rosario, ziarah ke gua Maria, doa untuk keperluan keluarga (seperti: ulang tahun, pekawinan, arwah), dan doa jalan salib. Tak kalah penting mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu dan menerima sakramen pengampunan secara teratur merupakan suatu kewajiban bagi orang beriman Kristiani.

Selain kebiasaan doa dan liturgi orangtua juga perlu menanamkan bentuk pendidikan iman lainnya yang bisa membantu perkembangan dan pertumbuhan iman anak yang nantinya dapat membantu pribadi anak semakin dewasa, mandiri, dan bertanggungjawab. Pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan sosial. Pendidikan sosial mengajarkan bagaimana orangtua mengajari anak-anak mereka memiliki sikap seperti sikap melayani dengan penuh cinta, sikap terbuka dalam bergaul dengan semua orang, sikap menerima orang lain apa adanya, sikap menghargai dan sikap berempati atau tenggang rasa kepada orang lain yang menderita dan yang mengalami kesusahan.

Untuk melaksanakan hal-hal di atas maka orangtua perlu menyediakan lahan yang subur sebagai tempat untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan religius. Adapun lahan yang subur tersebut meliputi: penciptaan suasana atau tata ruang yang mendukung bagi pendidikan iman anak (misalnya memasang salib, patung Bunda Maria, patung Tuhan Yesus dan gambar-gambar rohani), menciptakan kebiasaan saling mengampuni dalam diri suami-istri, menumbuhkan sikap pertobatan untuk menjadi manusia baru di tengah keluarga, serta menumbuhkan hubungan yang sehat antar anggota keluarga dan juga masyarakat. Apabila dalam keluarga orangtua sudah menanamkan pendidikan ini dan memberi kepercayaan penuh kepada anak-anaknya sejak masih kecil dalam keluarga, maka anak akan semakin bertanggungjawab dengan sikap hidupnya baik di dalam keluarga, sekolah, Gereja maupun masyarakat yang lebih luas.

religius orangtua dapat memperolehnya melalui berbagai cara misalnya dengan membaca buku-buku rohani, mengikuti pendalaman iman, mendengarkan siaran radio, melihat tayangan televisi, dan lain sebagainya. Melalui berbagai hal itu, pengertian dan wawasan orangtua tentang kebiasaan religius akan berkembang sehingga pada akhirnya orangtua mampu meyakini dengan kokoh bahwa kebiasaan religius sungguh penting bukan saja bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi pendidikan iman anak.

Untuk membangun kebiasaan religius atau memilih dengan sengaja suatu perilaku religius yang belum terbiasa dilakukan menjadi kebiasaan baru, dituntut adanya perpaduan antara pengertian, kehendak, dan ketrampilan melaksanakan (Stephen R. Covey, 1994:36-37). Hal ini dapat digambarkan demikian:

Kebiasaan Pengetahuan

Keinginan Ketrampilan

Berdasarkan hasil penelitian, kebiasaan religius orangtua di lingkungan St. Monika belum sepenuhnya dihidupi oleh setiap keluarga. Data hasil penelitian menyatakan bahwa hanya segelintir keluarga yang melakukan kebiasaan berdoa bersama dalam keluarga. Juga kebiasaan membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama, serta mengikuti perayaan Ekaristi belum menjadi kebutuhan setiap keluarga. Hal tersebut terjadi bukan saja karena kurangnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga tetapi kiranya juga karena kekurangan orangtua dalam hal pemahaman, motivasi atau kehendak, dan ketrampilan berkaitan dengan kebiasaan religius Katolik yang belum dijalani.

Mempertimbangkan gagasan Covey dan data dari lapangan penulis berpendapat bahwa orangtua di lingkungan St. Monika Paroki Wates membutuhkan pengertian atau kesadaran baru, kehendak atau motivasi baru, dan ketrampilan baru berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan religius Katolik yang belum dijalankan serta arti pentingnya bagi pendidikan iman anak dalam keluarga.

Untuk mencapai sasaran itu, dibutuhkanlah langkah-langkah pengembangan yang kongkret. Cara yang penulis usulkan adalah dengan serangkaian katekese yang terprogram. Program katekese tersebut diharapkan dapat membantu orangtua dalam menumbuhkan pemahaman, sikap dan perbuatan baru berkaitan dengan kebiasaan religius yang selama ini belum dijalankan. Pemahaman baru misalnya orangtua awalnya memandang bahwa doa kurang penting, dengan katekese diharapkan muncul kesadaran bahwa berdoa sangatlah penting. Sikap baru berarti kemauan untuk bertindak, misalnya jika selama ini orangtua belum tergerak meluangkan waktu untuk

menghidupi kebiasaan religius maka dengan ini, orangtua berusaha meluangkan waktu. Perbuatan baru artinya bila sebelumnya orangtua tidak terbiasa menerapkan doa bersama, kini mulai membiasakan doa bersama dalam keluarga.

Serangkaian katekese yang penulis usulkan terdiri dari 6 pertemuan yakni: 1. Panggilan dan perutusan khas orangtua Katolik

2. Kebiasaan- kebiasaan religius orangtua Katolik dan artinya bagi pendidikan iman anak dalam keluarga

3. Keluarga Katolik berdoa bersama

4. Keluarga Katolik mendengarkan dan mewartakan Sabda Tuhan 5. Keluarga Katolik membangun persekutuan dan persaudaraan 6. Keluarga Katolik beramal kasih

Model katekese yang penulis usulkan adalah model SCP (Shared Cristian Praxis). Dasar pertimbangannya adalah model ini bersifat dialogis dan partisipatif, menekankan kemitraan dan dalam penyelenggaraannya menempatkan peserta sebagai subjek pergulatan, keprihatinan dan harapan hidupnya.

Dokumen terkait