• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan ST. Monika Paroki Wates - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan ST. Monika Paroki Wates - USD Repository"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN ST. MONIKA PAROKI WATES

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Sawijiratri NIM: 061124046

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini saya persembahkan kepada

(6)

v

“Didiklah anakmu,

maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu,

dan mendatangkan sukacita kepadamu”

(7)
(8)
(9)

viii

Skripsi ini berjudul PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN ST. MONIKA PAROKI WATES. Judul skripsi ini dipilih atas dasar keprihatinan bahwa berhadapan dengan situasi arus zaman materialistik yaitu hidup yang mementingkan materi (harta), ada bahaya orangtua katolik kurang menyadari akan panggilan dan perutusannya sebagai orangtua Katolik, khususnya dalam hal pendidikan iman anak dalam keluarga melalui penghayatan kebiasaan-kebiasaan religius sehari-hari.

Ada 3 (tiga) permasalahan pokok yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: a. Kebiasaan-kebiasaan religius mana sajakah yang perlu diperjuangkan untuk

dihayati orangtua Katolik demi pendidikan iman anak dalam keluarga?mengapa atau atas dasar alasan fundamental mana?

b. Bagaimana senyatanya orangtua Katolik di lingkungan St. Monika Paroki Wates menghayati kebiasaan-kebiasaan religius demi pendidikan iman anak dalam keluarga?

c. Katekese macam apa yang dapat membantu orangtua Katolik di lingkungan St. Monika Paroki Wates untuk meningkatkan penghayatan kebiasaan religius demi pendidikan iman anak dalam keluarga?

Untuk menjawab persoalan butir pertama, penulis menggunakan studi pustaka. Dengan demikian dapat diperoleh pengertian bahwa kebiasaan religius orangtua merupakan penghayatan hidup keagamaan yang biasa dikerjakan oleh orangtua untuk mendorong kehidupan yang saleh, suci, dan selaras dengan perintah Tuhan. Sedangkan pendidikan iman anak adalah suatu proses pengajaran, latihan dan pengubahan sikap maupun prilaku menuju pendewasaan kepercayaan kepada Allah. Kebiasaan religius tersebut merupakan pondasi untuk membangun keluarga sebagai persekutuan kasih, sebagai pembela kehidupan, sebagai Gereja rumah tangga, dan sebagai sel terkecil masyarakat.

Untuk menjawab persoalan butir kedua, penulis mengadakan penelitian lapangan. Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa orangtua Katolik di Lingkungan St. Monika Paroki Wates belum sepenuhnya menghayati kebiasaan religius tersebut. Hal ini terlihat dari tidak ada kebiasaan berdoa bersama dalam keluarga, tidak pernah ada kebiasaan membaca dan membahas Kitab Suci, dan hanya kadang-kadang saja mengikuti perayaan Ekaristi.

(10)

ix

This thesis is entitled THE ROLE OF CUSTOMS RELIGIOUS EDUCATION FOR PARENTS OF FAITH CHILD IN THE FAMILY IN THE ST. MONIKA PARISH WATES. The title of this essay is selected on the basis of concerns that deal with the current situation that is living a materialistic age that emphasizes the material (property), there are less aware of the danger of Catholic parents would call and mission as a Catholic parent, especially in the case of a child in a family of faith pendididkan through appreciation of the habits religiously everyday.

There are 3 (three) main problems is going to be studied in this thesis, namely:

a. Religious practices which do I need to fight for Catholic parents lived for the sake of the faith education of children in the family? Why or on the basis of which the fundamental reason?

b. What about actual Catholic parents in the neighborhood of St. Monika Parish Wates appreciate the religious practices of faith education for children in the family?

c. What kind of catechesis to assist parents in the neighborhood Catholic St. Monika Parish Wates to increase appreciation of the religious habit of faith education for children in the family?

To answer the first point, the author uses literature. Thus it can be obtained by the sense that the religious habits of the parents is living the religious life normally done by the parents to encourage righteous living, holy, and in harmony with God's command. While the child's faith education is a process of teaching, training and changing attitudes and behavior toward mature faith in God. Religious habit is a foundation to build a family as a communion of love, as a defender of life, as the domestic Church, and the smallest cell of society.

To answer the second point, the authors conducted field research. From the research results obtained by the fact that Catholic parents in the Environment St. Monika has not fully appreciate the Parish Wates the religious habit. This can be seen there is no habit of praying with the family, there has never been the habit of reading and discussing the Bible, and only occasionally follow the celebration of the Eucharist.

(11)

x

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN

IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN ST. MONIKA

PAROKI WATES”.

Selesainya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan segala upaya membantu penulis. Untuk itu penulis mengucapkan limpah terima kasih

kepada mereka semua, teristimewa kepada:

1. Dr. C. Putranto, SJ, selaku pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu, mendampingi penulis dengan penuh kesabaran dan cinta, dari

awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Drs. Ya. C.H. Mardiraharjo, selaku dosen pembimbing akademik yang sekaligus

sebagai dosen penguji II yang bersedia mendampingi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi.

3. Y. Kristianto, SFK, M.Pd, selaku dosen penguji III yang dengan tulus memberi

dukungan dan membantu menyempurnakan skripsi ini.

4. Para dosen dan staf karyawan yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian

skripsi ini.

(12)
(13)

xii

BAB II. PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA... 8

A. Kebiasaan Religius Orangtua ... 8

1. Pengertian Orangtua dan Keluarga... 8

2. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua ... 9

3. Pengertian Kebiasaan Religius ... 10

(14)

xiii

5. Macam-macam Kebiasaan Religius ... 12

a) Berdoa... 12

b) Mengikuti Perayaan Ekaristi... 13

c) Membaca dan mendengarkan Kitab Suci ... 14

B. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga... 14

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 14

2. Orangtua Sebagai Pendidik Iman Anak yang Pertama dan Utama dalam keluarga... 15

a. Pandangan Gereja Terhadap Pendidikan Iman Anak ... 15

b. Peran Orangtua Bagi Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 17

1) Kebiasaan mengajak anak untuk berdoa bersama ... 17

2) Kebiasaan mengajak anak untuk mengikuti Perayaan Liturgi 18 3) Kebiasaan mengajak anak membaca dan mendengarkan Kitab Suci ... 19

c. Menanamkan Pendidikan Nilai-nilai Hakiki Pada Anak... 20

C. Peranan Kebiasaan Religius Orangtua ... 21

D. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Anak ... 22

1. Tahapan usia 0-2 tahun... 22

2. Tahapan usia 2-6 tahun... 22

3. Tahapan usia 6-11 tahun... 23

4. Tahapan usia 12 -20 tahun... 24

5. Tahapan usia 20 tahun keatas ... 24

6. Tahapan usia 35 tahun keatas ... 25

7. Tahapan usia 45 tahun ke atas ... 25

E. Konteks Perkembangan iman Anak ... 26

1. Teladan tokoh-tokoh identifikasi... 26

2. Suasana dalam rumah ... 26

(15)

xiv

4. Komunikasi antara semua anggota keluarga ... 28

BAB III. METODOLOGI DAN HASIL PENELITIAN TENTANG PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN ST. MONIKA PAROKI WATES ... 29

A. Metodologi Penelitian ... 29

1. Jenis Penelitian ... 29

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3. Responden ... 30

4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

a. Variabel... 30

b. Definisi Operasional Variabel ... 30

c. Teknik Pengumpulan Data... 31

d. Teknik Analisis Data ... 32

B. Laporan Hasil Penelitian ... 32

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

D. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 60

BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA DEMI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA MELALUI KATEKESE... 62

A. Pemikiran Dasar Program ... 63

B. Usulan Program... 68

1. Tema dan Tujuan Umum Program ... 68

2. Tema-tema dan Tujuan Masing-masing Pertemuan ... 69

3. Penjabaran Program Katekese Untuk Orangtua ... 71

C. Contoh Persiapan Katekese ... 75

1. Pertemuan I ... 75

2. Pertemuan II ... 88

3. Pertemuan III... 100

(16)

xv

A. Kesimpulan... 110

1. Arti kebiasaan religius dan perannya bagi pendidikan iman anak dalam keluarga... 110

2. Pendidikan iman anak di lingkungan St. Monika Paroki Wates ... 111

3. Faktor pendukung dan penghambat para orangtua dalam mendidik Iman anak dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates.. 112

4. Upaya meningkatkan kebiasaan religius orangtua demi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates... 113

B. Saran... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN... 117

Lampiran 1: Identitas Responden ... (1)

Lampiran 2: Kuesioner ... (3)

Lampiran 3: Kisah Keluarga Pak Beny ... (7)

(17)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. SINGKATAN KITAB SUCI Ams : Kitab Amsal

Kej : Kitab Kejadian

Kis : Kitab Kisah Para Rasul Luk : Injil Lukas

Mat : Injil Mateus

Tim : Surat KepadaTimotius Yoh : Injil Yohanes

B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

DIM :Divini Illius Magistri, Ensiklik Pius XI tentang Pendidikan Kaum Muda, 15 Juni 1955.

FC : Familiaris Consortio.Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen Dalam Dunia Modern, 22 November 1981.

GE : Gravissium Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex iuris canonici) yang diundangkan oleh Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

C. SINGKATAN YANG LAIN Art : Artikel

(18)

xvii KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KK : Kepala Keluarga

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

SD : Sekolah Dasar

(19)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan sangat penting bagi perkembangan hidup manusia, dimana manusia hidup di tengah-tengah keluarga dan lingkungan. Dalam hal ini orangtua menjadi

pendidik pertama dan utama, sehingga orangtua memiliki tanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya. Namun pada kenyataannya orangtua kurang memperhatikan akan hal ini. Banyak anak yang kurang mendapatkan pendidikan dari orangtua

mereka. Selain itu banyak ditemui orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya, tanpa memikirkan kebutuhan yang paling mendasar bagi anaknya. Mereka berpikir praktis,

lebih mengutamakan pekerjaannya, sebab mereka mempunyai anggapan bahwa dengan bekerja mereka dapat memberikan nafkah yang cukup terhadap keluarganya dan dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya termasuk pendidikan di sekolah.

Inilah yang menunjukkan bahwa orangtua yang “pasrah” menyerahkan anaknya untuk dididik di sekolah tanpa mau terlibat aktif dalam proses pendidikan anak-anak

mereka sendiri.

Hal yang serupa juga ditemui di Paroki Wates secara khusus di lingkungan St. Monika Paroki Wates. Banyak orangtua yang kurang peduli terhadap pendidikan

iman bagi anaknya. Banyak anak yang jarang diajak ke gereja atau sekolah Minggu. Untuk saat ini jarang ditemui juga anak yang berangkat doa lingkungan bahkan

(20)

Ada beberapa fenomena yang tersembunyi di belakang permasalahan pendidikan dasar bagi anak-anak dalam keluarga. Keadaan ekonomi keluarga adalah fenomena yang paling banyak dijumpai. Keadaan ekonomi keluarga yang sering

memaksa orangtua untuk bekerja keras sehingga menyita banyak waktu dari keluarga, dengan demikian waktu untuk berkumpul dan berkomunikasi dengan anak sangat

terbatas. Selain faktor ekonomi, kawin campur, kelalaian orangtua dan kurangnya kesadaran akan pentingnya mendidik iman anak, juga kurangnya pengetahuan dan pemahaman orangtua tentang iman. Hal tersebut yang menjadi latar belakang masalah

pendidikan iman anak.

Pentinglah bagi orangtua untuk tetap memegang peranan sebagai pendidik,

pengasuh, dan pembimbing bagi anak-anak. Peran tersebut dapat dihidupi melalui perhatian, cinta, dan kepercayaan yang terbina dalam keluarga, yang akhirnya tercipta suasana keharmonisan dalam keluarga sehingga anggota keluarga dapat saling

terbuka dalam berkomunikasi.

Orangtua hendaknya menjadi saksi dan teladan bagi anak-anak dalam segala

tindakan. Pendidikan iman dalam keluarga perlu dihidupi dengan kebiasaan religius seperti kebiasaaan berdoa, mengikuti perayaan Ekaristi, sikap hormat kepada Allah dan lain-lain. Namun di sisi lain pendidikan iman anak juga perlu dihidupi dengan

etika, sopan santun, tata susila, sikap hormat kepada orangtua dan masyarakat. Paus Yohanes Paulus II dalam ajakan Apostolik Familiaris Consortio menegaskan bahwa

(21)

serta dalam karya penciptaan Allah. Dengan membangkitkan dalam dan demi cinta kasih seorang pribadi yang baru, yang dalam dirinya mengemban panggilan untuk bertumbuh dan mengembangkan diri, orangtua sekaligus sanggup bertugas mendampinginya secara efektif untuk menghayati hidup manusiawi yang sesugguhnya” (FC, art 36).

Pernyataan di atas secara jelas menegaskan garis besar pendidikan yang dapat

diperkembangkan menurut ciri-ciri dasarnya. Peranan orangtua sebagai pendidik memiliki ciri khas yakni: cinta kasih mereka sebagai orangtua yang terwujud sepenuhnya dalam tugas mendidik, sebab tugas ini menyempurnakan pengabdian

mereka pada kehidupan. Selain menjadi sumber cinta kasih orangtua merupakan prinsip yang dijiwai, serta mengarahkan kegiatan konkrit mendidik dengan sikap

seperti: keramahan, kebaikan hati, pengabdian tanpa pamrih dan pengorbanan diri yang merupakan buah hasil cinta kasih yang paling berharga. Orangtualah yang pertama-tama menjadi pelaku pendampingan bagi anak-anaknya.

Orangtua mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak terlebih perkembangan iman. Sehingga orangtua wajib menumbuhkembangkan iman anak melalui pendidikan iman dalam keluarga.

Keluarga memiliki banyak waktu untuk mengembangkan. Perkembangan iman anak yang terjadi di masyarakat pada umumnya baik, dalam arti anak-anak aktif mengikuti

kegiatan gerejani misalnya sekolah Minggu, ke gereja, doa bersama di lingkungan dan sebagainya. Selain itu anak juga memiliki sikap hormat, solider, adil dan lain-lain. Namun ada sebagian anak dalam perkembangan imannya mengalami

(22)

dipengaruhi oleh peran orangtuanya, yaitu orangtua yang kurang memberikan perhatian khusus dalam hal perkembangan iman anak, misalnya saja seorang anak yang tidak dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti kegiatan gerejani, mereka hanya

dibiarkan saja. Hal lain yang mempengaruhi adalah kurangnya penanaman nilai-nilai yang esensial dalam hidup.

Bertolak dari uraian mengenai situasi yang ada di dalam masyarakat, dan pandangan gereja terhadap pendidikan iman anak, serta peran orangtua, penulis merumuskan judul skripsi sebagai berikut “PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS

ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI

LINGKUNGAN ST. MONIKA PAROKI WATES”.

B.Rumusan Permasalahan

Bertitik tolak dari deskripsi latar belakang di atas, permasalahan yang muncul

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa pengertian kebiasaan religius dan perannya bagi pendidikan iman anak

dalam keluarga?

2. Sejauh mana pendidikan iman anak terlaksana dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates?

3. Faktor apa yang mendukung dan menghambat para orangtua dalam mendidik iman anak dalam keluarga di lingkugan St. Monika Paroki Wates?

(23)

C.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah:

1. Mendiskripsikan pengertian tentang kebiasaan religius dan peranya bagi pendidikan iman anak.dalam keluarga.

2. Memberikan gambaran pendidikan iman anak yang diberikan orangtua terhadap anak dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates.

3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat para orangtua dalam mendidik

iman anak dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates.

4. Meningkatkan kebiasaan religius orangtua demi pendidikan iman anak dalam

keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates melalui katekese.

D.Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Meningkatkan peran kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam

keluarga guna membantu anak mengembangkan diri dan imannya.

2. Memberikan masukan kepada orangtua agar mereka semakin menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman anak yang utama.

(24)

Pertama-tama penulis mengadakan riset pustaka yaitu dengan membaca buku-buku. Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif-interpretatif, yaitu menggambarkan dan menafsirkan permasalahan yang ada sehingga dapat diperoleh

data dan pengertian tentang peran kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga. Data yang dibutuhkan, diperoleh dengan kuesioner terhadap

orangtua sebagai responden. Selain itu penulis juga mengadakan dan mengembangkan kajian pustaka yang mendukung.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan ditulis dalam lima bab. Penulisan dimulai dengan

pendahuluan akan dipaparkan secara jelas pada setiap babnya, kemudian diakhiri dengan penutup berupa kesimpulan dan saran, yaitu sebagaiberikut:

Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang peran kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan

iman anak dalam keluarga yang akan dibagi dalam lima bagian di antaranya: kebiasaan religius orangtua, pendidikan iman anak dalam keluarga, peran kebiasaan religius orangtua, tahap-tahap perkembangan iman anak dan konteks perkembangan

iman anak.

Bab III dibicarakan mengenai metodologi dan hasil penelitian mengenai

(25)

penelitian, laporan hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

Bab IV penulis memberikan sumbangan gagasan atau usulan kepada para pendamping orangtua di lingkungan St. Monika Paroki Wates untuk membantu

mereka meningkatkan peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga. Bab ini meliputi pemikiran dasar program katekese dan

beberapa satuan persiapan katekese bagi orangtua di Lingkungan St. Monika Paroki Wates.

(26)

BAB II

PERANAN KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN

IMAN ANAK DALAM KELUARGA

Pada bab II ini akan dipaparkan mengenai kebiasaan religius orangtua, pendidikan iman anak dalam keluarga, peranan kebiasan religius orangtua dan tahap-tahap perkembangan iman anak, serta konteks perkembangan iman anak. Hal-hal tersebut yang menjadi landasan dasar dalam penelitian dan penyusunan program.

A. Kebiasaan Religius Orangtua

1. Pengertian Orangtua dan Keluarga

Pengertian secara umum, orangtua adalah suami-istri atau yang sudah mempunyai anak, atau bapak ibu dari anak-anaknya. Nasution (1985:1) menjelaskan bahwa orangtua ialah setiap orang yang bertanggung jawab dalam satu keluarga, yang dalam penghidupan sehari-hari lazim disebut dengan bapak-ibu. Mereka inilah yang utama memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah tangga atau keluarga. Biasa dikatakan bahwa rumah tangga merupakan sekolah pertama bagi anak oleh karena itu bapak dan ibu sebagai guru-gurunya dalam rumah tangga. Hal yang sama juga di sebutkan dalam KBBI (1990:629), orangtua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut ayah dan ibu.

(27)

arti yaitu ibu dan ayah dan saudara-saudara sekandung termasuk keluarga, dengan mereka kita hidup bersama-sama sehari-hari. Keluarga juga bisa menjadi besar karena hadirnya sanak saudara lain. Keluarga besar memberikan rasa aman karena di sana orang dapat memperoleh ruang gerak dan status sosial. Keluarga inti menjamin kepastian hidup, karena di sana tugas hidup sehari-hari yang makin rumit itu, dapat diselesaikan. Kedua bentuk keluarga itu berkaitan satu sama lain.

Berangkat dari beberapa batasan tersebut dapat dinyatakan keluarga adalah sekelompok orang yang memiliki hubungan darah/orang yang seketurunan. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil baik untuk gereja maupun untuk masyarakat umum. Dari lingkungan keluarga inilah anak mulai mengenal pola pergaulan hidup sehari-hari, di mana anak bersosialisasi dan anak mulai menyadari bahwa dirinya merupakan bagian hidup dari masyarakat.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua

(28)

harus mampu untuk mengasuh dan membimbing anak-anaknya, mengawasi pendidikan anak-anaknya.

Dalam mendidik anak orangtua berperan sebagai pembimbing. Dimana anak yang belum dewasa dibimbing dan diarahkan oleh orangtua untuk mencapai kedewasaan sehingga anak dapat berpikir, berbuat dan berkehendak.

Hal ini ditegaskan dalamKitab Hukum Kanoniksebagai berikut:

Melebihi semua yang lain orangtua wajib untuk membina anak-anak mereka dalam iman dan dalam praktek kehidupan Kristiani baik lewat perkataan maupun teladan dalam hidup mereka, demikian pula terikat kewajiban yang sama yang menggantikan orangtua dan para wali-baptis.(KHK 774, art 2) Rumusan ini menegaskan bahwa orangtua karena telah memberi hidup kepada anak-anaknya, terikat kewajiban untuk mendidik mereka, oleh sebab itu adalah pertama-tama tugas orangtua Kristiani untuk mengusahakan pendidikan Kristiani bagi anak-anak menurut ajaran yang diwariskan Gereja.

Orangtua wajib mendidik anak dengan pendidikan Kristiani dalam keluarga. Orangtua dipanggil untuk melaksanakna tugas perutusan yang dipercayakan Allah kepada mereka dalam keluarga, masyarakat, dan Gereja tanpa melupakan tugas yang pertama dan utama sebagai pendidik iman bagi anak-anaknya.

3. Pengertian Kebiasaan Religius

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang-ulang untuk hal yang sama.

(29)

dan pengertian dalam arti sempit. Religius dalam arti luas berarti keagamaan atau kesalehan. Sedangkan religius dalam arti sempit memiliki arti anggota ordo atau konggregasi yang menunjuk pada para biarawan-biarawati.

Berdasarkan dua pengertian di atas, kebiasaan religius dapat berarti penghayatan hidup keagamaan yang biasa dikerjakan untuk mendorong manusia hidup dalam kesalehan, kehidupan yang suci dan mengikuti perintah Tuhan. Dalam arti sempit kebiasaan religius berhubungan dengan ungkapan-ungkapan relasi antara manusia dengan Tuhan, misalnya doa, perayaan ibadat atau liturgi.

4. Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak dari Kebiasaan Religius Orangtua

(30)

2. Macam-macam Kebiasan Religius

Ada beragam kebiasaan religius yang mencakup segala macam ungkapan secara khusus hubungan manusia dengan Tuhan melalui doa, ibadat, perayaan liturgi. Berikut akan dipaparkan beberapa kebiasaan-kebiasaan religius:

a) Berdoa

Doa merupakan salah satu kebiasaan religius dalam hidup orang beriman. Doa sebagai kebiasaan religius tidak berarti rutinitas religius karena yang terutama dalam doa adalah pernyataan iman di hadapan Allah. Oleh Karena itu yang pokok dalam doa adalah iman, pengharapan dan kasih. Maka ketekunan dalam doa sebagai kebiasaan religius bearrti bertekun dalam iman dan kasih.

Doa juga merupakan pernyataan kepercayaan akan kasih sayang Allah (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996:195). Berdoa berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri anak Allah dan mengakui Allah sebagai Bapa. Doa hanya mungkin dilakukan dalam dan oleh Roh Kudus, sebab kita adalah anak Allah tercinta oleh Roh Kudus.

(31)

kebiasaan religius yang berdampak pada pendidikan iman anak. Heuken (1979: 18), menyatakan bahwa orang kristiani mempunyai banyak kesempatan untuk berdoa, misal: doa malam, doa sebelum dan sesudah makan, serta doa sebelum tidur dan bangun tidur.

b) Mengikuti Perayaan Ekaristi

Ekartisti berasal dari kata eucharistia yang berarti puji syukur (Martasudjita dkk, 2009:26). Perayaan Ekaristi merupakan warisan yang sangat berharga dari Tuhan Yesus Kristus. Dalam perayaan Ekaristi, kita merayakan syukur atas penebusan Tuhan sebagai karya penyalamatan Allah bagi manusia. Maka dengan Ekaristi, kita dapat merasakan dan mengalami tinggal dalam Tuhan.

Dalam Buku Iman Katolik (1996:401) juga dikatakan bahwa Ekaristi merupakan sakramen utama. Pernyataan ini sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II yang menyebutkan bahwa Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani yaitu misteri wafat dan kebangkitan Kristus.

(32)

c) Membaca dan Mendengarkan Kitab Suci

Anne Marie Zanzucchi (1986:46) mengatakan bahwa Kitab Suci adalah buku pegangan bagi penganut agama Kristen Katolik, yang mana melalui buku ini orangtua dapat memperkenalkan anak-anaknya pada Allah dan Yesus. Dengan membaca dan mendengarkan Kitab Suci anak dapat memiliki pemahaman tentang Allah yang penuh kasih, Allah yang mengasihi dan menyelamatkan manusia. Dengan melalui sabda-Nya Tuhan akan menanamkan prinsip-prinsip dasar iman.

B. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

1. Pengertian Pendidikan Iman anak

Pendiddikan iman terdiri dari dua kata yaitu: “pendidikan“ dan “Iman”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “mendidik” berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran-pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1988:204). Istilah “pendidikan” berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1988:204). Seperti juga yang dikatakan oleh Sumadi Suryabrata (1984:317) bahwa pendidikan merupakan usaha manusia (pendidik) untuk membimbing anak-anak didik menuju pada kedewasaan dengan penuh tanggung jawab.

(33)

beriman Kristiani mengartikan iman merupakan penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyatakan diri tidak dengan terpaksa, melainkan dengan suka rela (KWI, 1996:128). Dalam kaitannya dengan pendidikan, pendidikan juga diidentikkan dengan bimbingan. Seperti yang dikemukakan oleh Suwarno. Ia mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Suwarno, 1992:3).

Bertolak dari pengertian kata pendidikan dan iman seperti di atas, maka pendidikan iman anak dimengerti sebagai suatu pendidikan menuju proses pengubahan sikap, dan tata laku anak-anak dalam rangka mendewasakan kepercayaannya pada Allah melalui proses pengajaran dan latihan. Proses pengajaran dilakukan melalui keteladanan hidup, perkataan dan perbuatan orangtua. Sedangkan latihan-latihan diberikan untuk mendidik anak melalui kebiasaan-kebiasaan yang mendukung proses pendidikan iman anak (Cooke, 1972:9).

2. Orangtua Sebagai Pendidik Iman Anak yang Pertama dan Utama dalam

Keluarga

a. Pandangan Gereja Terhadap Pendidikan Iman Anak

(34)

mana ia diciptakan. Tujuan akhir yang mau dicapai dari pendidikan ialah Kristus sendiri, sebab Dia adalah jalan, kebenaran dan hidup (DIM art:9). Pada intinya pendidikan yang dilaksanakan oleh Gereja adalah untuk mengantar kaum muda sampai pada kebaikan tetinggi yaitu Allah dan mengantar msyarakat sampai pada kesejahteraan setinggi-tingginya yang dapat dicapai di dunia. Pendidikan yang di lakukan oleh Gereja ditujukan bagi segala bangsa karena Kristus memerintahkan pada para murid-Nya untuk mengajar semua bangsa (DIM art:31). Oleh karena itu semua umat manusia menjadi sasaran Gereja.

Dasar tugas Gereja dalam pendidikan ialah perutusan yang diterima dari Tuhan (Mat 28:18-20). Gereja bertanggung jawab untuk membimbing dan membentuk umat manusia dalam pergaulan dan tindakan-tindakan ke arah cara hidup menurut ajaran yang telah diterima dari Yesus. Maka Gereja memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik dan mengasuh seluruh umat manusia (DIM, art:19-21).

Allah menganugerahkan hak pada keluarga untuk mendidik anak, maka keluarga berhak atas pendidikan anak. Orangtua berhak dan berkewajiban menentukan pendidikan iman bagi anak-anaknya, karena merekalah yang melahirkan dan membesarkan. Dengan demikian orangtua dituntut untuk selalu berjuang agar tetap berkuasa sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya yang selaras dengan nilai-nilai Kristiani.

(35)

usaha-uasaha untuk mengarahkan orang pada persatuan dengan Allah, dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus melalui sakramen Baptis. Pendidikan Kristiani harus bersifat menyeluruh dan keluarga wajib mengajarkan semua segi kehidupan termasuk, keagamaan, kesusilaan dan kewarganegaraan, sebab semua saling berkaitan sehingga anak-anak akan mampu menata dan menyempurnakan hidup selaras dengan teladan dan ajaran Kristus. Dengan demikian anak diharapkan mampu mencintai kehidupan di dunia dengan segala aspeknya, menghormati, dan menghargai kehidupan duniawi yang bersifat jasmani. Anak juga diharapkan mampu bersikap terbuka terhadap perkembangan sejarah kebudayaan dan kemajuan-kemajuan lainnya sehingga dapat menadi seorang warga Gereja dan warga negara yang baik.

b. Peran Orangtua Bagi Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Gereja menempatkan orangtua sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anaknya, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama (F C:61).

Untuk membantu anak dalam menginternalisasi nilai religius dalam keluarga, orangtua perlu menanamkan kebiasaan-kebiasaan seperti mengajak anak berdoa bersama, mengajak anak mengikuti perayaan liturgi, membaca dan mendengarkan Kitab Suci.

1) Kebiasaan mengajak anak untuk berdoa bersama

(36)

menanamkan kebiasaan berdoa dalam diri mereka sendiri melalui keteladanan orangtua. Orangtua juga perlu menjelaskan pada anaknya bahwa berdoa merupakan komunikasi dengan Tuhan, sehingga anak akan membangun gambaran tentang Tuhan dalam diri dan untuk mengambil sikap yang pantas pada saat berdoa. Dengan demikian anak akan melihat dan meniru apa yang diperbuat oleh orangtuanya, seperti yang ditulis oleh Anne Marie Zanzucchi (1999:49) berikut ini:

“Pada suatu malam, ketika ia sudah agak besar, ia melihat saya dan bapaknya sedang berdoa, ia langsung berdiri dan mencoba memanjat kisi-kisi. Kami lalu mengangkatnya keluar dan ia langsung ikut berlutut di sebelah kami. Pada mulanya ia cuma berdiam diri. Ia cuma menirukan sikap kami. Kemudian ia mulai belajar beberapa kata doa “Bapa Kami” dan “Salam Maria”. Kami hanya membiarkannya, karena kami tidak ingin merepotkannya dengan doa orang dewasa.

Perbuatan menirukan orangtua merupakan saat yang baik bagi anak untuk belajar berdoa karena anak mungkin baru belajar pada taraf menirukan apa yang dilihatnya.

2) Kebiasaan mengajak anak untuk mengikuti perayaan liturgi

(37)

halnya pada waktu pesta paskah, pentakosta, dan pesta-pesta Maria dapat merupakan kesempatan bagus untuk bercerita mengadakan percakapan rohani.”

Pada hari minggu sebaiknya orangtua juga mengajak anak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Demikian juga, orangtua perlu memberikan pemahaman pada anak mengenai makna peryaaan Ekaristi sebagai perjamuan kasih Tuhan. Orangtua juga perlu menjelaskan bahwa perayaan Ekaristi adalah perayaan syukur atas karya keselamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus.

3) Kebiasaan mengajak anak membaca dan mendengarkan Kitab Suci

Banyak kisah menarik yang terdapat dalam Kitab Suci, yang dapat digunakan oleh orangtua untuk mengajak anak-anak membaca dan mendengarkannya. Melalui cerita-cerita dalam Kitab Suci orangtua dapat memperkenalkan kebaikan Tuhan kepada manusia (Zanzucchi 1999:43). Dengan membaca dan mendengarkan Kitab Suci membantu pemahaman anak tentang Allah yang penuh kasih, Allah yang mengasihi dan menyelamatkan manusia. Dengan demikian orangtua dapat menanamkan prinsip-prinsip dan nilai dasar iman Kristiani kepada anak.

(38)

c. Menanamkan Pendidikan Nilai-nilai Hakiki Pada Anak

Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak untuk belaar menemukan, mewujudkan, menghayati dan memperkembangkan nilai-nilai, yakni segala sesuatu yang positif, yang baik, indah, benar dan yang berguna bagi kehidupan pribadi maupun orang lain. Wignyosumarto (2000:159-161) mengatakan bahwa nilai-nilai hakiki yang perlu ditanamkan sejak dini pada diri anak sebagai berikut:

 Anak hendaknya dibesarkan dengan sikap bebas yang tepat terhadap harta jasmani, diajak menjalani corak hidup ugahari tanpa kemanjaan, dan insaf sepenuhnya bahwa manusia lebih bernilai dari pada apa yang dimilikinya. Hal ini penting sebab dalam masyarakat modern ini, manusia dinilai hanya dari apa yang ia miliki dan ia pakai, bukan dari kenyataan bahwa ia adalah sesama manusia ciptaan Allah yang sederajat sebab sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (bdk. Kej 1: 26)

 Sikap adil (keadilan). Orangtua perlu menanamkan kesadaran dalam diri anak, nilai keadilan sejati, solider terhadap sesama dan pengabdian yang tanpa pamrih pada mereka yang miskin dan tersingkir. Jika sejak dini anak telah dibekali sikap belas kasih, adil dan jujur maka sesuai dengan hukum perkembangan hingga dewasa anak akan mewujudkan nilai-nilai itu didalam hidupnya sehari-hari. Karena semua telah menjadi miliknya dan menjadi bagian dari hidupnya sendiri.

(39)

keseluruhan pribadi seutuhnya, jiwa-badan, jasmani rohani, emosi, perasaan, cara berpikir dan cara bertindak bahkan menyangkut seluruh eksistensinya. Dalam keluarga orangtua perlu memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Dengan demikian memungkinkan anak untuk menerima dirinya sendiri sebagai laki-laki atau perempuan yang pada gilirannya merekapun akan dapat menerima orang lain apa adanya.

C. Peranan Kebiasan Religius Orangtua

Orangtua adalah orang pertama dan utama yang bertanggung jawab dalam mendidik anak. Hal ini ditegaskan dalam FC, art 39 yang menyatakan bahwa orangtualah yang pertama-tama menjadi pelaku pendampingan bagi anak-anaknya. Pendidikan iman bagi anak tidak hanya terlaksana dengan kata- kata instruksional saja melainkan melalui kesaksian hidup keagamaan, ibu dan ayahnya. Gereja menyatakan dengan tegas mengenai hak dan kewajiban orangtua, seperti yang tampak dalam kutipan berikut:

“Karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang petama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orangtua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka” (GE, art 3)

(40)

seperti: kebiasaan berdoa, etika, sopan santun, tata susila dan sikap hormat kepada Allah, orangtua, serta lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu peranan kesaksian kehidupan Iman orangtua bagi perkembangan iman anak-anaknya sangat vital.

D. Tahap-tahap Perkembangan Iman Anak.

Penting bagi orangtua mengetahui tahap-tahap perkembangan iman anak, agar orangtua dapat memeberikan pendidikan iman sesuai dengan tahap perkembangan anak. Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang dalam beberapa tahapan. Menurut James W. Fowler, (Cremers, 1995:95-243) tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahapan usia 0-2 tahun

Tahapan ini disebut “tahapan primal”. Benih iman pada kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh “rasa percaya si anak pada orang-orang yang mengasuhnya” dan oleh “rasa aman yang dialaminya di tengah lingkungannya”. Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak bagi perkembangan imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan iman adalah interaksi yang menumbuhkan keyakinan pada dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai.

2. Tahapan usia 2-6 tahun

(41)

ini ialah intuisi si anak, yang sifatnya belum rasional. Intuisi tersebut dipakainya untuk memaknai dunia di sekitarnya. Intuisi itu memungkinkannya menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci (yakni ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster dan sebagainya). Maka, pada tahapan ini si anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster atau tokoh berpengaruh yang lain. Pada tahapan ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan hormat pada tokoh-tokoh kunci itu. Usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada tahapan usia ini seyogyanya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata.Usaha-usaha pendidikan iman pada tahapan ini hendaknya lebih mengandalkan keteladanan, melalui perilaku yang nyata dari para tokoh kunci.

3. Tahapan usia 6-11 tahun

(42)

iman anak pada tahapan ini seyogyanya tetap dilaksanakan dengan cara sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran.

4. Tahapan usia 12 -20 tahun

Tahapan ini disebut “tahapan sintetis-konvensional”. Tahap ini muncul pada masa adolosen (usia 12-20 tahun). Di sini muncul kemampuan kognitif baru yaitu operasi-operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik. Di sini sudah ada kemampuan menyusun gambaran percaya pada person tertentu, termasuk person yang Ilahi.

5. Tahapan usia 20 tahun ke atas

(43)

sendiri. Manusia mengalami dirinya sebagai yang khas, unik, aktif, kritis, kreatif penuh daya.

6. Tahapan usia 35 tahun ke atas

Tahapan ini disebut “konjungtif”. Tahap ini ditandai oleh suatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan dicapai melalui dialektika, karena sadar bahwa manusia memerlukan suatu tafsiran yang majemuk. Di sini beragama dan kepercayaan juga di bayang-bayangi oleh simbol, metafora, cerita, mitos, dll yang memerlukan penafsiran kembali.

7. Tahapan usia 45 tahun ke atas

Tahapan ini disebut “universalitas”. Pribadi melampaui tindakan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berangkat pada kesatuan yang ultim , yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Pribadi sudah berhasil melepaskan diri (kenosis) dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan dan tolok ukur kehidupan yang mutlak. Perjuangan akan kebenaran, keadilan dan kesatuan sejati berdasarkan semangat cinta universal ini secara antisipatif menjelmakan daya dan dinamika Kerajan Allah sebagai persekutuan cinta dan kesetiakawanan antara segala sesuatu yang ada.

(44)

tahap usia 0-11 tahun.

E. Konteks Perkembangan Iman Anak

Perkembangan iman anak biasanya berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal berikut.

1. Teladan tokoh-tokoh identifikasi

Iman biasanya tumbuh pada anak, pada saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh-tokoh identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat bagi anak, yakni orangtuanya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau perilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutannya. Anak lebih mampu memahami sesuatu dengan melihat contoh-contoh yang konkrit dan cenderung mengikuti contoh-contoh tersebut. Karena itulah, pimpinan Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak menemukan teladan hidup beriman pertama-tama dalam diri orangtua dan anggota-anggota keluarganya sendiri.

DalamCT art 68 ditegaskan bahwa sejak usia dini para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman.

2. Suasana dalam rumah

(45)

keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya (CT art 68).

Suasana di rumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan, melainkan karena “direkayasa” (dalam arti positif) sedemikan rupa sehingga ia memungkinkan perkembangan iman. Suasana seperti itu dapat diciptakan dengan: sikap dan perilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban; acara dan irama hidup yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan; ruang-ruang rumah dan kebun yang ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan suasana yang manusiawi dan kristiani; dan tersedianya fasilitas yang memadai, terutama bagi anak.

3. Pengajaran

(46)

4. Komunikasi antara semua anggota keluarga

(47)

BAB III

METODOLOGI DAN HASIL PENELITIAN TENTANG PERANAN

KEBIASAAN RELIGIUS ORANGTUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK

DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN ST MONIKA PAROKI WATES

Pada Bab III ini penulis akan mengadakan sebuah penelitian untuk

memperoleh data tentang peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman

anak dalam keluarga di lingkungan St. Monika Paroki Wates. Pemaparan metodologi

dan hasil penelitian sebagai berikut:

A. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

deskriptif ex-post-facto artinya penelitian sesudah fakta. Pendekatan yang dipakai

dalam penelitian ini yakni kualitatif, dan sarana yang dipakai dengan menggunakan

koesioner. Koesioner ini untuk mengetahui sejauh mana peran kebiasaan religius

orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penulis melaksanakan penelitian di Lingkungan St Monika Paroki Wates dan

(48)

3. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga Katolik khususnya para

orangtua Katolik dalam macam-macam situasi yakni: normal, single parent dan

kawin campur di lingkungan St. Monika Paroki Wates. Sehingga satu keluarga

mendapat satu lembar koesioner. Responden yang akan diteliti berjumlah 28 KK,

adapun jumlah tersebut termasuk normal yakni pasangan suami istri katolik, para

single parent yakni suami saja atau istri saja karena suami atau istrinya telah

meninggal, dan pasangan kawin campur. Hal tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

normal (pasangan suami istri) berjumlah 24 KK, single parent berjumlah 3 KK dan

kawin campur berjumlah 1 KK.

4. Teknik Pengumpulan data

a. Variabel

Berdasarkan judul skripsi ini, yakni “Peranan Kebiasaan Religius Orangtua Bagi

Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga di Lingkungan St. Monika Paroki Wates”

terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu ”Kebiasaan Religius Orangtua” dan

“Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga”.

b. Definisi Operasional variabel

Ada dua variabel dalam penelitian ini yakni:

(49)

 Variabel Terikat : Pendidikan iman anak dalam keluarga Variabel-variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1) Kebiasaan Religius Orangtua merupakan penghayatan hidup keagamaan yang

biasa dikerjakan oleh orangtua untuk mendorong hidup dalam kesalehan,

kehidupan yang suci dan mengikuti perintah Tuhan.

2) Pendidikan iman anak merupakan suatu pendidikan yang menciptakan iklim

untuk perubahan sikap, dan tata laku anak-anak dalam rangka mendewasakan

kepercayaannya pada Allah melalui proses pengajaran dan latihan. Proses

pengajaran dilakukan melalui keteladanan hidup, perkataan dan perbuatan

orangtua. Sedangkan latihan-latihan diberikan untuk mendidik anak melalui

kebiasaan-kebiasaan yang mendukung proses pendidikan iman anak (Cooke,

1972:9).

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data penulis menggunakan teknik penelitian dengan

koesioner. Koesioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan

menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab atau diisi oleh

responden (Hadari Nawawi, 1985:177). Jenis kuesioner yang digunakan bersifat

semi tertutup (Sanafiah Faisal, 1981:4), dengan menyediakan tempat kosong untuk

memberi kebebasan kepada responden menjawab pertanyaan seandainya alternatif

(50)

Kisi-kisi Kuesioner

No Variabel- variabel No item Jumlah

1 Identitas Responden 1,2,3,4,5,6 6

2 Kebiasaan-kebiasaan Yang Dilakukan Orangtua

Dalam Rangka Mendidik Iman Anak

7,8,9,10,1

1,12,13,14

,1516,17

11

3 Pengetahuan Orangtua Tentang Pendidikan Iman

Anak

18,19,20,2

122,23

6

4 Kesulitan-kesulitan Yang Berkaitan Dalam

Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak

24,25,26 3

5 Faktor-faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan

Pendidikan Iman Anak

27,28,29,

30

4

d. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang diperoleh dari kuesioner

dianalisis, dideskripsikan secara kualitatif. Keterbatasan dalam penelitian ini yakni

berkenaan dengan validitas, reliabilitas, dan obyektivitas tidak diuji cobakan.

B. Laporan Hasil Penelitian

Dalam bagian ini penulis menyampaikan hasil penelitian tentang peran kebiasaan

(51)

Penulis memaparkan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengumpulan

kuesioner yang disebar pada keluarga-keluarga Katolik. Pembahasan hasil penelitian

ini diuraikan dalam bentuk tabel, data disajikan menurut urutan variabel.

Tabel I

Identitas Responden (N: 28)

No Aspek Yang Terungkap Jumlah %

1. Jenis Kelamin

(52)

Pada tabel I, aspek yang terungkap adalah identitas responden yang terdiri

dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, dan status

perkawinan. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada 28 keluarga Katolik. Dari hasil

penelitian, jenis kelamin responden menunjukkan bahwa 57,14% adalah pria dan

42,85% adalah wanita. Dari segi usia, orangtua di Lingkungan St Monika yang

memiliki usia 21-25 tahun sebanyak 3,57%, orangtua yang memiliki usia 26-30 tahun

sebanyak 14,28%, dan orangtua yang memiliki usia 31 tahun ke atas sebanyak

82,14%. Situasi orangtua dari segi tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa 10,74%

berpendidikan SD, 17,85% berpendidikan SMP, 42,85% berpendidikan SMA, dan

28,57% berpendidikan Sarjana.

Dilihat dari jenis pekerjaan orangtua di lingkungan St Monika yang

menyatakan bekerja sebagai pegawai negeri sebanyak 32,14%, petani sebanyak

7,14%, wiraswasta sebanyak 50%, karyawan swasta sebanyak 10,74%. Dilihat dari

segi tingkat ekonomi/pendapatan perbulan orangtua,yang memiliki penghasilan

kurang dari atau sama dengan Rp 500.000,00 sebanyak 28,57%, yang memiliki

penghasilan berkisar Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebanyak 32,14%, yang

memiliki penghasilan berkisar Rp 1.000.000,00 –Rp 1.500.000,00 sebanyak 17,85%,

dan yang berpenghasilan lebih dari Rp 1.500.000,00 sebanyak 21,42%. Status

perkawinan orang tua di lingkungan St Monika pada saat ini menunjukkan bahwa

status perkawinan masih lengkap dan kawin seagama sebanyak 82,14%, masih

lengkap tetapi kawin campur sebanyak 10,74%, duda kawin seagama sebanyak

(53)

Tabel II

Kebiasaan-kebiasaan yang Dilakukan Orangtua Dalam Pendidikan Iman Anak

(N: 28)

No Aspek Yang Terungkap Jumlah %

7. Kebiasaan Bapak/ibu mengajak anak ke Gereja untuk perayaan Ekaristi

a. Sering

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah karena pergi sendiri bersama teman –temannya 8. Kebiasaan Bapak/ibu membaca Kitab Suci bersama

anak 9. Kebiasaan bapak/ibu mengajak anak berdoa

bersama 10. Kebiasaan Bapak/ibu dalam kebersamaan dengan

anak-anak bercerita tentang kisah orang-orang kudus 11. Keterlibatan bapak/ibu mengikuti kegiatan doa

lingkungan 12. Kegiatan mengisi waktu luang bersama anak-anak

a. Memperkenalkan lambang-lambang seperti salib, gambar orang kudus, patung orang kudus,

(54)

Rosario.

b. Wisata rohani (Ziarah ke Gua Maria) c. Di rumah saja 13. Keterlibatan bapak /ibu dalam doa di keluarga

a. Selalu 14. Pemanfaatan waktu khusus untuk membaca dan

membahas Kitab Suci 15. Mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu

a. Selalu 17 Keterlibatan bapak/ibu dalam kegiatan

kemasyarakatan

memiliki kebiasaan mengajak anak ke gereja untuk merayakan Ekaristi sebanyak

39,28%, yang menyatakan kadang-kadang memiliki kebiasaan mengajak anak ke

gereja untuk merayakan Ekaristi ada 42,85%, sementara yang menyatakan tidak

(55)

pergi sendiri bersama teman-temannya ada 10,74%, dan yang menyatakan lain yaitu

selalu mengajak dan menyatakan tidak perlu karena anak sudah dewasa sebanyak

7,14%. Jumlah responden yang menyatakan bahwa sering memiliki kebiasaan

membaca kitab Suci bersama anak sebanyak 10,74%, yang menyatakan

kadang-kadang memiliki kebiasaan membaca kitab Suci bersama anak sebanyak 28,57%,

yang menyatakan tidak pernah memiliki kebiasaan membaca kitab Suci bersama anak

sebanyak 53,57%, dan yang menyatakan lain yaitu membaca sendiri karena anak

sudah besar sebanyak 7,14%.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa sering memiliki kebiasaan

mengajak anak berdoa bersama sebanyak 10,74%, yang menyatakan kadang-kadang

memiliki kebiasaan mengajak anak berdoa bersama sebanyak 25%, dan yang

menyatakan tidak pernah memiliki kebiasaan mengajak anak berdoa bersama

sebanyak 64,28%. Jumlah responden yang menyatakan bahwa sering memiliki

kebiasaan bersama dengan anak bercerita tentang kisah orang kudus sebanyak 7,14%,

yang menyatakan kadang-kadang memiliki kebiasaan bersama dengan anak bercerita

tentang kisah orang kudus sebanyak 39,28%, yang menyatakan tidak pernah memiliki

kebiasaan bersama dengan anak bercerita tentang kisah orang kudus sebanyak 50%,

dan yang menyatakan lain yaitu tidak perlu karena anak sudah dewasa sebanyak

3,57%.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa sering mengikuti kegiatan doa

lingkungan sebanyak 39,28%, yang menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan

(56)

kegiatan doa lingkungan sebanyak 32,14%. Jumlah responden yang menyatakan

bahwa kegiatan mengisi waktu luang bersama anak adalah memperkenalkan

lambang-lambang seperti salib, gambar orang kudus, patung orang kudus dan Rosario

sebanyak 14,28%, yang menyatakan kegiatan mengisi waktu luang bersama anak

adalah wisata rohani (ziarah ke gua Maria) sebanyak 3,57%, sementara yang

menyatakan kegiatan mengisi waktu luang bersama anak adalah di rumah saja

sebanyak 82,14%.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa selalu memiliki keterlibatan doa

(menciptakan doa) dalam keluarga sebanyak 10,74%, yang menyatakan sering

memiliki keterlibatan doa (menciptakan doa) dalam keluarga sebanyak 64,28%, dan

yang menyatakan kdang-kadang memiliki keterlibatan doa (menciptakan doa) dalam

keluarga sebanyak 10,74%, sementara yang menyatakan tidak pernah memiliki

keterlibatan doa (menciptakan doa) dalam keluarga sebanyak 14,28%. Jumlah

responden yang menyatakan bahwa selalu menyediakan waktu khusus untuk

membaca dan membahas Kitab Suci sebanyak 7,14, yang menyatakan sering

menyediakan waktu khusus untuk membaca dan membahas Kitab Suci sebanyak

3,57%, dan yang menyatakan kadang-kadang menyediakan waktu khusus untuk

membaca dan membahas Kitab Suci sebanyak 50%, sementara yang menyatakan

tidak pernah menyediakan waktu khusus untuk membaca dan membahas Kitab Suci

sebanyak 39,28%

Jumlah responden yang menyatakan bahwa selalu mengikuti perayaan

(57)

perayaan Ekaristi setiap hari Minggu sebanyak 28,57%, yang menyatakan

kadang-kadang mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu sebanyak 35,71% dan yang

menyatakan tidak pernah mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu sebanyak

0%. Jumlah responden yang menyatakan bahwa selalu mengikuti kegiatan koor di

lingkungan sebanyak 7,14%, yang menyatakan sering mengikuti kegiatan koor di

lingkungan sebanyak 17,85% yang menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan

koor di lingkungan sebanyak 25%, sementara yang menyatakan tidak pernah

mengikuti kegiatan koor di lingkungan sebanyak 50%. Jumlah responden yang

menyatakan bahwa selalu ikut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan sebanyak

10,74%, yang menyatakan sering ikut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan

sebanyak 32,14%, yang menyatakan kadang-kadang ikut terlibat dalam kegiatan

kemasyarakatan sebanyak 46,42%, sementara yang menyatakan tidak pernah ikut

terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan sebanyak 10,74%.

Tabel III

Pengetahuan Orang tua Tentang Pendidikan Iman Anak (N: 28)

No Aspek Yang Terungkap Jumlah %

18. Penanggung jawab utama pendidikan iman anak a. Orang tua 19. Tanggung jawab terpenting orangtua dalam

keluarga

a. Membesarkan anak

b. Memberi makan dan kebutuhan hidup

2 2

(58)

c. Menanamkan nilai-nilai Kristiani

c. Anak mampu mandiri serta dapat diteladani d. Lain-lain……… 22. Pendapat orang tua tentang maksud pendidikan

iman anak

a. Memperkenalkan Yesus pada anak menuju persekutuan hidup bersamanya.

b. Orang tua terlibat langsung dalam perkembangan iman anak 23. Megajak anak ke gereja merupakan

a. Kebutuhan

Pada tabel III, aspek yang terungkap adalah pengetahuan orangtua tentang

pendidikan iman anak. Jumlah responden yang menyatakan bahwa pendidikan iman

anak merupakan tanggung jawab orangtua sebanyak 89,28%, dan 3,57% menyatakan

bahwa pendidikan iman anak merupakan tanggung jawab guru/sekolah, yang

menyatakan bahwa pendidikan iman anak merupakan tanggung jawab Gereja

(59)

merupakan tanggungjawab orangtua dan guru/sekolah. Jumlah responden yang

menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab orangtua dalam keluarga adalah

membesarkan anak sebanyak 7,14%, dan yang menyatakan bahwa tugas dan

tanggungjawab orangtua dalam keluarga adalah memberi makan dan kebutuhan hidup

sebanyak 7,14%, yang menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab orangtua dalam

keluarga adalah menanamkan nilai-nilai Kristiani sebanyak 28,57%, dan yang

menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab orangtua dalam keluarga adalah

mendampingi anak-anak sampai mandiri sebanyak 57,14%.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa bapak/ibu kurang memperhatikan

tahap-tahap perkembangan iman dalam memberikan pendidikan iman anak sebanyak

21,42%, sementara yang menyatakan bahwa bapak/ibu memperhatikan tahap-tahap

perkembangan iman dalam memberikan pendidikan iman anak sebanyak 60,71%, dan

17,85% yang menyatakan bahwa bapak/ibu hanya kadang-kadang memperhatikan

tahap-tahap perkembangan iman dalam memberikan pendidikan iman anak. Jumlah

responden yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan iman anak adalah menjadi

orang yang bertagwa dan beribadat sebanyak 39,28%, dan yang menyatakan bahwa

tujuan pendidikan iman anak adalah anak menjadi aktif dalam kegiatan hidup

menggereja sebanyak 14,28%, sementara yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan

iman anak adalah anak mampu mandiri serta dapat diteladani sebanyak 39,28% dan

yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan iman anak mencakup ketiga-tiganya

(60)

Jumlah responden yang menyatakan bahwa maksud diadakannya pendidikan

iman anak adalah memperkenalkan Yesus pada anak menuju persekutuan hidup

bersamaNya sebanyak 17,85%, dan yang menyatakan bahwa maksud diadakannya

pendidikan iman anak adalah orangtua terlibat langsung dalam perkembangan iman

anak sebanyak 7,14%, yang menyatakan bahwa maksud diadakannya pendidikan

iman anak adalah agar anak teguh dalam iman dan meneladani hidup Yesus sebanyak

71,42%, sementara yang menyatakan bahwa maksud diadakannya pendidikan iman

anak menyangkut ketiga-tiganya sebanyak 3,57%. Jumlah responden yang

menyatakan bahwa mengajak anak kegereja merupakan kebutuhan sebanyak 10,74%,

yang menyatakan bahwa mengajak anak kegereja merupakan pendidikan iman anak

sebanyak 60,71%, dan yang menyatakan bahwa mengajak anak kegereja merupakan

kewajiban sebagai orangtua sebanyak 28,57%.

Tabel IV

Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dalam pelaksanaan pendidikan iman Anak

(N: 28)

No Aspek Yang Terungkap Jumlah %

24. Permasalahan yang dihadapi orang tua dalam mendidik iman anak

a. Terlalu sibuk bekerja

b. Kurangnya waktu kebersamaan dengan anak c. Kurangnya pengetahuan iman 25. Penyebab macetnya komunikasi dalam keluarga

a. Salah satu anggota ada yang meninggalkan imannya

(61)

b. Tidak ada keterbukaan dalam keluarga c. Hubungan antara bapak-ibu kurang harmonis d. Lain-lain………. 26. Permasalahan anak yang biasa dihadapi bapak-ibu

dalam mengaktifkan mereka a. Anak-anak nakal

b. terlalu banyak bermain c. Anak merasa tidak ada teman d. Lain-lain………

Pada tabel IV membahas mengenai kesulitan-kesulitan yang berkaitan dalam

pelaksanaan pendidikan iman anak. Jumlah responden yang menyatakan bahwa

permasalahan yang dihadapi orangtua dalam mendidik iman anak karena terlalu sibuk

bekerja sebanyak 14,28%, yang menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi

orangtua dalam mendidik iman anak karena kurangnya waktu kebersamaan dengan

anak sebanyak 21,42%, yang menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi

orangtua dalam mendidik iman anak yaitu karena kurangnya pengetahuan iman

sebanyak 42,85%, sementara ada 21,42% menyatakan bahwa orangtua tidak

menghadapi kesulitan dalam mendidik iman anak.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa penyebab macetnya komunikasi

dalam keluarga adalah salah satu anggota ada yang meninggalkan imannya sebanyak

7,14%, yang menyatakan bahwa penyebab macetnya komunikasi dalam keluarga

adalah tidak ada keterbukaan dalam keluarga sebanyak 60,71%, dan yang

menyatakan bahwa penyebab macetnya komunikasi dalam keluarga karena hubungan

antara bapak-ibu kurang harmonis sebanyak 7,14%, sementara ada yang menyatakan

(62)

responden yang menyatakan bahwa permasalahan anak yang biasa dihadapi

bapak/ibu dalam mengaktifkan mereka adalah anak-anak nakal sebanyak 0%, yang

menyatakan bahwa permasalahan anak yang biasa dihadapi bapak/ibu dalam

mengaktifkan mereka adalah anak terlalu banyak bermain sebanyak 39,28%, yang

menyatakan bahwa permasalahan anak yang biasa dihadapi bapak/ibu dalam

mengaktifkan mereka adalah anak merasa tidak ada teman sebanyak 32,14%,

sementara ada 28,57% yang menyatakan bahwa permasalahan anak yang biasa

dihadapi bapak/ibu dalam mengaktifkan mereka adalah anak memiliki berbagai

kesibukan, ada yang beralasan capek atau malas, tetapi ada juga yang ditemui tidak

ada permasalahan

Tabel V

Faktor-faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak (N: 28)

No Aspek Yang Terungkap Jumlah %

27. Faktor yang paling mendukung dalam pelaksanaan pendidikan iman anak

a. Tersedianya buku doa dan majalah katolik b. Adanya waktu untuk berkumpul bersama

keluarga 28. Faktor pendukung dalam pendidikan iman anak

yang baik dan efektif oleh orang tua a. Wawasan yang luas

b. Pengalaman yang banyak

(63)

memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya. a. Menyadari peran sebagai orang tua kristiani b. Memberi kesempatan kepada anak untuk ikut

kegiatan rohani di gereja

c. Keinginan orangtua agar anak setia terhadap agama yang dianutnya 30. Situasi keluarga yang sangat mendukung dalam

mendampingi iman anak

a. Ada kerjasama dalam anggota keluarga b. Saling menghormati satu sama lain

c. Aman, tenang, damai dan tidak ada pertentangan d. Saling mengingatkan satu sama lain.

5

Pada tabel V membahas mengenai faktor-faktor pendukung dalam

pelaksanaan pendidikan iman anak. Jumlah responden yang menyatakan bahwa

faktor yang paling mendukung dalam pelaksanaan pendidikan iman anak adalah

tersedianya buku doa dan majalah katolik sebanyak 32,14%, dan yang menyatakan

bahwa faktor yang paling mendukung dalam pelaksanaan pendidikan iman anak

adalah adanya waktu untuk berkumpul bersama keluarga sebanyak 60,71%,

sementara ada yang menyatakan bahwa faktor yang paling mendukung dalam

pelaksanaan pendidikan iman anak adalah adanya kunjungan pastor sebanyak 7,14%.

Jumlah responden yang menyatakan bahwa faktor pendukung pendidikan iman anak

yang baik dan efektif adalah memiliki wawasan yang luas sebanyak 7,14%, yang

menyatakan bahwa faktor pendukung pendidikan iman anak yang baik dan efektif

adalah pengalaman yang banyak sebanyak 0% dan yang menyatakan bahwa faktor

pendukung pendidikan iman anak yang baik dan efektif adalah sikap dan teladan

(64)

Jumlah responden yang menyatakan bahwa faktor yang mendorong orangtua

dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya adalah menyadari peran

sebagai orangtua kristiani sebanyak 50%, yang menyatakan bahwa faktor yang

mendorong orangtua dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya adalah

memberi kesempatan kepada anak untuk ikut kegiatan rohani di gereja sebanyak

14,28%, yang menyatakan bahwa faktor yang mendorong orangtua dalam

memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya adalah keinginan orangtua agar

anak setia terhadap agama yang dianutnya sebanyak 28,57%, sementara ada 7,14%

yang menyatakan lain-lain yaitu ketiga-tiganya merupakan faktor pendorong, agar

anak dapat hidup sesuai dengan teladan Yesus. Jumlah responden yang menyatakan

bahwa situasi keluarga yang paling mendukung dalam mendampingi iman anak

adalah ada kerjasama dalam anggota keluarga sebanyak 17,85%, yang menyatakan

bahwa situasi keluarga yang paling mendukung dalam mendampingi iman anak

adalah saling menghormati satu sama lain sebanyak 10,74%, yang menyatakan bahwa

situasi keluarga yang paling mendukung dalam mendampingi iman anak adalah

aman, tenang, damai dan tidak ada pertentangan sebanyak 50%, sementara yang

menyatakan bahwa situasi keluarga yang paling mendukung dalam mendampingi

iman anak adalah saling mengingatkan satu sama lain sebanyak 21,42%.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Identitas responden

(65)

(82,14%) pada umumnya diatas 31 tahun. Sedangkan usia yang terendah (3,57%)

adalah 21-25 tahun. Data ini menunjukkan bahwa para orangtua yang mengisi

kuesioner bervariasi usianya dari keluarga muda sampai yang sudah lama hidup

dalam perkawinan. Dilihat dari usia, para orangtua pada umumnya sudah matang

dalam pengalaman hidup, sehingga mereka mampu mendidik dan memikirkan

perkembangan anak-anak, berpeluang untuk melakukan pendidikan iman anak.

Tingkat pendidikan orangtua di lingkungan St. Monika sebagian besar

(42,85%) sudah menyelesaikan tingkat SMA, sedangkan sebagian kecil orangtua

(10,74%) berpendidikan SD. Dari data yang ada menunjukkan bahwa mereka

tergolong masyarakat yang berpendidikan, minimal sampai tingkat SD. Tingkat

pendidikan, wawasan dan kemampuan orangtua dapat menjadi peluang bagi

berlangsungnya pendidikan iman anak dalam keluarga.

Dari segi mata pencaharian, kebanyakan responden sudah memiliki pekerjaan

yang tetap sebagai wiraswaasta (50%) dan sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu

7,14%. Berdasarkan aspek yang terungkap dari hasil penelitian ini, penulis

berpendapat bahwa orangtua Kristiani di lingkungan St Monika mayoritas bekerja

sebagai wiraswasta. Dari jenis pekerjaan responden, penulis berpendapat bahwa pada

umumnya mereka sudah dapat hidup secara layak. Sebab kesetabilan ekonomi

keluarga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kebahagiaan keluarga

(Hadisubroto, 1990: 16).

Tingkat ekonomi/pendapatan responden perbulan, hasil penelitian

(66)

menjawab berkisar antara Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00. Hal ini menunjukkan

bahwa para orangtua di Lingkungan St Monika memiliki penghasilan yang tetap

setiap bulannya karena ketekunan dan semangat kerja keras para orangtua. Kesibukan

pekerjaan sungguh banyak menyita waktu, sehingga kurang ada kesempatan untuk

berkumpul bersama dalam keluarga, sehingga berpengaruh pada kurangnya perhatian

orangtua terhadap pendidikan iman bagi anak-anaknya.

Dilihat dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan di

lingkungan St Monika bervariasi. Sebagian besar responden menyatakan status

perkawinan mereka kawin seagama dan masih lengkap yaitu sebanyak 82,14%. Hal

inilah yang sangat mendukung dalam pendidikan iman anak di keluarga.

2. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orangtua dalam rangka mendidik iman

anak

Dari tabel II, apa yang dilakukan orangtua terhadap anak ternyata kurang

selaras dengan kesadaran mereka akan tanggung jawab dalam mendidik karena

sebagian besar orangtua hanya kadang-kadang memiliki kebiasaan mengajak anak

pergi ke gereja bersama untuk merayakan Ekaristi (42,85%). Pada hakekatnya

kebiasaaan ini membuat anak terbantu untuk belajar mengungkapkan iman secara

bersama dan sekaligus memperdalam iman pribadi. Dalam mengusahakan pendidikan

iman anak selanjutnya, orangtua perlu menanamkan iman di tengah keluarga melalui

kegiatan-kegiatan keagamaan dan sarana yang mendukung (Zanzucchi, 1995: 51-52).

Referensi

Dokumen terkait

BAGI YANG MASIH TERDAPAT KETIDAKSESUAIAN DATA, SILAHKAN HUBUNGI ADMIN REPORT CENTER.. PENGUMUMAN DAN PENETAPAN JUARA DILAKUKAN PADA TANGGAL

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi dan pemungkin terhadap keinginan ibu hamil

Sekolah Dasar Negeri 16 Kayuagung untuk mengolah datanya masih bersifat manual contohnya daftar siswa maupun guru masih ditulis pada sebuah buku, sehingga jika mencari

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) ikan mas (rCcGH) dalam pakan buatan yang memberikan performa terbaik pada bobot tubuh, biomassa,

1) Dengan menggunakan program n cause-related n marketing, n pemasar diharapkan dapat mempertimbangkan untuk memaksimalkan keterlibatan konsumen dalam menjadi donator

Peningkatan penerapan model pembelajaran kooperatif Course Review Horay (CRH) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan ksp di kelas XI SMA Negeri 5 Pekanbaru

(untuk air conditioni ng/AC, lift, escalator , pompa dan conveyor) Portofolio terkait kemampuan dalam pemasangan komponen dan sirkit instalasi motor listrik (untuk air

Implikatur khusus yang terdapat dalam dialog mempunyai makna tersirat dari tuturan Fatma yang ingin menghentikan langkah kakinya Adit.. Makna tersirat dari tuturan Aditya