• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pemilihan Material Mixed Matrix Membrane

Faktor yang dapat mempengaruhi performa pemisahan gas pada MMM adalah pemilihan material polimer dan anorganik. Pemilihan material polimer dengan selektivitas yang tinggi menyebabkan performa pemisahan gas yang lebih baik. Oleh karena itu, polimer glassy yang bersifat kaku (rigid) lebih berpotensi untuk digunakan dalam preparasi MMM, karena memiliki selektivitas yang tinggi, dibandingkan dengan polimer

13 rubbery yang memiliki permeabilitas yang tinggi namun selektivitas yang kurang baik (Aroon dkk., 2010). Salah satu jenis polimer glassy yang banyak digunakan untuk pembuatan MMM sebagai aplikasi pemisah gas adalah polisulfon.

Polisulfon merupakan material yang cukup menarik ketika digabungkan dengan material anorganik berpori, karena memiliki kombinasi selektivitas dan permeabilitas yang baik serta mudah dalam prosesnya (Zimmerman dkk., 1997; Zulhairun, Ismail, dkk., 2014). Polisulfon juga bersifat polar karena adanya gugus sulfon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, sehingga polisulfon dapat meningkatkan interaksi kimia dengan gas yang memiliki momen kuadrat polar tinggi (Bastani dkk., 2013). Akibatnya, gas tersebut dapat dengan mudah teradsorp ke dalam matriks polisulfon dan meningkatkan selektivitasnya.

Gambar 2.4 Struktur polisulfon

Nilai selektivitas dan permeabilitas yang baik dengan menggunakan polisulfon ditunjukkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Magueijo dkk. (2013), dimana nilai permeabilitas CO2 dan selektivitas CO2/O2 secara berturut-turut dapat mencapai 262 GPU dan 1,5. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zulhairun dkk., (2017), dimana nilai permeabilitas H2 dan selektivitas H2/CH4 secara berturut-turut dapat mencapai 196 GPU dan 69,40.

Faktor lain yang dapat meningkatkan performa pemisahan gas pada MMM adalah pemilihan material anorganik. Pemilihan material anorganik tersebut didasarkan pada komposisi kimia, bentuk partikel, dan kesesuaian dengan matriks polimer yang digunakan (Goh dkk., 2011). Salah satu material yang banyak digunakan sebagai pengisi pada MMM adalah zeolit (Vinoba dkk.,

14

2017). Zeolit memiliki struktur pori yang tetap dan seragam, serta memiliki sifat fisika, kimia, adsorpsi dan difusi yang baik (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011). Sifat zeolit tersebut dapat meningkatkan performa pemisahan gas seperti yang ditunjukkan pada penelitian Mohamad dkk., (2016). Pada penelitian tersebut, MMM PSf/zeolit-T (4% berat) memiliki peningkatan permeabilitas CO2 dari 12,33 menjadi 78,90 GPU dan selektivitas CO2/CH4 dari 2,63 menjadi 3,37. Namun, terdapat hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Husain dan Koros, (2007), dimana MMM ultem/zeolit HSSZ-13 (4,4% berat) tidak memiliki peningkatan performa pemisahan gas. Hal tersebut disebabkan karena adanya cacat pada morfologi membran yang disebut “sieve-in-a-cage”. Cacat dapat terjadi ketika adhesi antarmuka zeolit-polimer bersifat lemah.

Di sisi lain, terdapat material anorganik berupa karbon aktif yang memiliki sifat adhesi antarmuka diantara polimer-anorganik yang lebih tinggi, luas permukaan yang besar (>500m2g -1), volume pori yang besar, stabil secara termal dan mekanik, serta bersifat ringan (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011; Konwar dan De, 2013). Sifat-sifat karbon aktif tersebut juga dapat meningkatkan performa pemisahan gas seperti yang ditunjukkan pada penelitian Anson dkk., (2004). Pada penelitian tersebut dua jenis karbon aktif (AC1 dan AC2) digabungkan dengan polimer ABS (acrylonitrile butadiene styrene) untuk preparasi MMM. MMM ABS/AC1 (10% berat) memiliki peningkatan permeabilitas CO2 dari 4,72 menjadi 18,40 barrer dan selektivitas CO2/CH4 dari 13,80 menjadi 19,96. Sedangkan MMM ABS/AC2 (20% berat) memiliki peningkatan permeabilitas CO2 dari 4,72 menjadi 10,13 barrer dan selektivitas CO2/CH4 dari 13,80 menjadi 15,42. Peningkatan permeabilitas dan selektivitas MMM ABS/AC2 lebih rendah dibandingkan MMM ABS/AC1, hal tersebut disebabkan karena AC2 memiliki distribusi ukuran pori yang lebih lebar dibandingkan AC1 (Anson dkk., 2004). Lebarnya distribusi ukuran pori dapat mengakibatkan performa pemisahan gas tidak dapat meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki

15 sifat dari zeolit dan karbon aktif, maka perlu adanya modifikasi dengan cara mensintesis material karbon jenis baru berupa karbon tertemplat zeolit (KTZ) (Choi dkk., 2015).

KTZ merupakan material karbon jenis baru yang unik dan berpotensi serta belum mendapat perhatian untuk digunakan sebagai pengisi pada MMM (Choi dkk., 2015; Nishihara dkk., 2009; Nishihara dan Kyotani, 2012). KTZ disintesis menggunakan zeolit sebagai templat dan prekursor karbon dengan metode impregnasi. Salah satu jenis zeolit yang sering digunakan sebagai templat adalah zeolit-Y, karena sangat murah dan telah diproduksi dalam skala industri. Serta prekursor karbon yang dapat digunakan adalah sukrosa, karena memiliki ukuran molekul 0,7 × 0,9 nm (Ramm dkk., 1982). Ukuran molekul dari sukrosa sesuai dengan ukuran pori dari zeolit-Y, sehingga molekul sukrosa dapat masuk ke dalam pori dari zeolit-Y (0,74 nm) (Vinoba dkk., 2017). Prosedur sintesis KTZ secara umum ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Prosedur sintesis KTZ (Nishihara dkk., 2008) Namun tantangan terbesar dalam mensintesis KTZ adalah saat proses sintesis komposit karbon/zeolit-Y, karena terdapat kemungkinan karbon tidak dapat masuk ke dalam pori dari zeolit-Y seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Karbon tersebut akan

16

menghalangi karbon lain untuk masuk ke dalam pori zeolit-Y, sehingga karbon dapat membentuk lapisan rapat pada permukaan luar kristal zeolit-Y sebelum pori terisi penuh oleh karbon. Akibatnya, KTZ yang dihasilkan setelah proses pencucian komposit karbn/zeolit-Y memiliki karakteristik pori yang tidak sesuai untuk digunakan sebagai material anorganik pada mixed matrix membrane.

Gambar 2.6 Molekul sukrosa (a) yang dapat masuk ke dalam pori window zeolit-Y, (b) yang tidak dapat masuk ke dalam pori window zeolit-Y (Gunawan, 2015) KTZ yang berhasil disintesis menggunakan metode impregnasi ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Anggarini (2013). KTZ tersebut memiliki karakteristik berupa ukuran partikel yang relatif kecil (0,414 µm), distribusi ukuran pori berupa mesopori (44,97%) dan mikropori (55,03%), luas

17 permukaan yang relatif tinggi (1359 m2/g), serta ukuran pori yang relatif besar (3,339 nm). Ukuran partikel KTZ yang relatif kecil dapat meningkatkan distribusi partikel secara merata di dalam matriks polimer, sehingga tidak adanya aglomerasi partikel yang dapat menurunkan nilai selektivitas (Aroon dkk., 2010). Ukuran pori berupa mesopori dapat memungkinkan rantai polimer berpenetrasi ke dalam pori KTZ, sehingga kompatibilitas antara KTZ dengan polimer dapat meningkat (Rezakazemi dkk., 2014). Luas permukaan KTZ yang relatif tinggi dapat memaksimalkan adsorpsi gas (Aroon dkk., 2010; Dong dan Chen, 2013). Ukuran pori yang relatif besar (3,339 nm) juga dapat menyediakan mekanisme transport gas berupa knudsen diffusion atau surface diffusion, dimana mekanisme tersebut dapat meningkatkan permeabilitas dan selektivitas pada MMM.

Dokumen terkait