• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

2. Pemilihan Metode

Proses sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh mempunyai dua tahapan reaksi, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi hidrolisis asam. Tahapan reaksi paling kritis adalah reaksi oksidasi karena reaksi ini merupakan reaksi yang dapat balik, sehingga untuk mengarahkan kesetimbangan reaksi ke arah terbentuknya senyawa vanilin (produk) dibutuhkan kondisi proses yang sesuai (Kurniawan, 2005).

Oleh karena itu pada penelitian pendahuluan ini dicobakan beberapa metode untuk menghasilkan kondisi proses oksidasi yang sesuai digunakan untuk kapasitas oven gelombang mikro sehingga menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi.

Metode yang pertama disebut metode modifikasi 1 menggunakan basis metode penelitian sintesis vanilin yang dilakukan oleh Sastrohamidjojo (1981) dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol dan nitrobenzene sebesar 1 : 7,8 serta perbandingan mol isoeugenol dan KOH 76 % sebesar 1 : 6,5 yang menghasilkan rendemen vanilin kasar sebesar 56,25 %. Modifikasi dilakukan dengan pengecilan volumenya menjadi 1/8 kali. Pengecilan volume ini didasarkan dari kapasitas maksimum yang sesuai dan batas aman penggunaan untuk

pemanasan dengan gelombang mikro. Menurut Gallawa (1989), besarnya energi panas gelombang mikro tergantung dari dalamnya daya tembus gelombang mikro ke dalam zat dengan volume yang meruah, dimana oven gelombang mikro hanya dapat menembus bahan dengan kedalaman tertentu.

Pemakaian tingkat daya yang dilakukan pada penelitian pendahuluan dengan menggunakan oven gelombang mikro ini yaitu 560 Watt pada power level medium high dan lama reaksi 4 menit. Pemilihan tingkat daya dan lama reaksi ini digunakan karena pada daya 560 Watt dan lama reaksi 4 menit ini diperkirakan reaktan mencapai suhu sekitar 130 oC, yaitu suhu yang digunakan oleh Sastrohamidjojo untuk mensistesis vanilin dengan pemanasan konvensional.

Metode yang kedua disebut metode modifikasi 2 juga berbasis metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo. Hanya saja pemakaian nitrobenzene dan KOH untuk sintesis ini diambil dari gabungan metode penelitian Kurniawan (2005) dengan perbandingan penggunaan mol oksidator nitrobenzene terhadap mol isoeugenol 2 : 1 yang menghasilkan rendemen 81,6 % dan metode Boult et al., (1970) dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 20 % 1 : 2. Penggunaan metode modifikasi 2 ini diharapkan dapat menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi dengan menghemat bahan-bahan kimia yang digunakan.

Hasil sintesis vanilin dari metode modifikasi 1 dengan menggunakan daya 560 Watt dan lama reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian campuran vanilin sebesar 49,01 % dan kemurnian produk vanilin kasar setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar 90,44 % dengan rendemen 6,86 % (kromatogram metode modifikasi 1 terdapat pada Lampiran 6 dan 7). Sedangkan sintesis vanilin dari metode modifikasi 2 dengan menggunakan daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1 menghasilkan kemurnian campuran vanilin sebesar 32,97 % dan kemurnian produk vanilin kasar setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar 85,88 % dengan rendemen 2,46 % (kromatogram metode modifikasi 2

terdapat pada Lampiran 8 dan 9). Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin dengan metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 dapat dilihat pada Tabel 13, sedangkan penyajian data dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Untuk selanjutnya, garis simpangan pada histogram menunjukkan standar deviasi dari dua ulangan.

Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi dan metode modifikasi 2.

Karakteristik Metode Modifikasi 1

Metode Modifikasi 2

Kemurnian campuran vanilin Kemurnian produk vanilin kasar Rendemen Titik leleh Densitas Kelarutan 49,01 % 90,44 % 6,86 % 63,20 oC 0,598 g/cm3 1 : 2 dalam alkohol 70 % 32,97 % 85,88 % 2,46 % 66,70 oC 0,536 g/cm3 1 : 2 dalam alkohol 70 %

Gambar 15. Pengaruh modifikasi metode terhadap kemurnian vanilin. Garis simpangan menunjukkan standar deviasi dari 2 ulangan 49,01 90,44 32,97 85,88 0 20 40 60 80 100

campuran vanilin produk vanilin kasar

vanilin % k e m u rn ia n

Gambar 16. Pengaruh modifikasi modifikasi terhadap rendemen vanilin.

Kemurnian produk vanilin kasar dan rendemen pada Gambar 15 dan Gambar 16 yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 lebih rendah jika dibandingkan hasil metode modifikasi 1. Hal ini disebabkan karena pada metode modifikasi 2 konsentrasi KOH yang digunakan lebih rendah, yaitu sebesar 20 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 2 jika dibandingkan dengan metode modifikasi 1 yang menggunakan konsentrasi KOH 76 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 6,5. Hasil analisis standar deviasi menunjukkan bahwa pemilihan metode memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian dan rendemen vanilin.

Penurunan konsentrasi larutan KOH berarti berkurangnya jumlah molekul KOH dan bertambahnya jumlah molekul air dalam larutan. Menurut Gsianturi (2002), sifat kelarutan senyawa kalium lebih tinggi dibandingkan dengan natrium, sehingga kalium mudah larut dalam air. Semakin tinggi ratio air : garam, maka semakin rendah kandungan senyawa kalium.

Molekul KOH bersifat sukar menguap, sedangkan molekul air menguap pada suhu 100 oC, sehingga semakin besar jumlah molekul air dalam larutan mengakibatkan tekanan uap semakin tinggi. Adanya air dalam jumlah yang banyak menyebabkan energi panas yang dihasilkan oleh oven gelombang mikro diserap oleh bahan secara berlebih sehingga akan menaikkan suhu bahan secara cepat. Menurut Connors (1990), kadar air yang tinggi dalam suatu larutan akan berpengaruh terhadap peningkatan pemanasan, dimana kecepatan pemanasannya tergantung dari

2,46 6,86 0 2 4 6 8

metode modifikasi 1 metode modifikasi 2

Metode % R e n d em en

konsentrasi air dalam larutan. Oleh karena itu pada tingkat daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1, pada metode modifikasi 2 larutan cepat sekali mendidih dan terjadi tekanan uap yang tinggi sehingga larutan yang ada dalam wadah naik ke atas permukaan wadah. Cepatnya laju reaksi ini tidak membentuk produk isoeugenolat yang semakin banyak, karena banyaknya air menyebabkan garam isoeugenolat yang terbentuk terlarut di dalamnya. Menurut Sastrohamidjojo (1981), isoeugenol merupakan asam lemah, sehingga garam isoeugenolat dalam sistem yang mengadung H2O berlebih dapat terhidrolisis.

Menurut Soewarso et al., (2002), adanya H2O dalam reaksi akan menghambat terbentuknya garam isoeugenolat dalam jumlah yang banyak, karena kesetimbangan akan bergeser ke sebelah kiri atau ke arah pembentukan isoeugenol kembali. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 17. OH OK OCH3 OCH3 + KOH + H2O CH=CH-CH3 CH=CH-CH3 Isougenol K-isoeugenolat

Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri

Oleh karena itu, untuk menggeser kesetimbangan ke sebelah kanan atau ke arah pembentukan garam isoeugenolat, maka H2O dalam sistem harus dikeluarkan dan basa yang digunakan harus berlebih. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 18.

OH OK

OCH3 OCH3

+ KOH + H2O

CH=CH-CH3 CH=CH-CH3 Isougenol K-isoeugenolat

Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan Basa

berlebih

H2O

dikeluarkan Arah pergeseran kesetimbangan

Adanya basa berlebih dalam sistem akan bereaksi dengan senyawa yang mudah melepaskan H+. Apabila air dikeluarkan dari sistem reaksi, maka KOH berlebih akan bereaksi dengan H+ yang berasal dari isoeugenol. H+ yang bersifat asam akan ditarik oleh KOH menjadi H2O (Soewarso et al., 2002). Rendahnya kandungan air dapat memudahkan pemindahan KOH dari fase air ke fase organik, sehingga isoeugenol dan KOH dapat berinteraksi dengan baik.

Selain itu jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada metode modifikasi 2 ini hanya berbanding 2 : 1 dengan isoeugenolnya dan pemakaian pelarut DMSO hanya satu kali volume nitrobenzene. Berbeda dengan jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada metode modifikasi 1 dengan perbandingan mol nitrobenzene dan isoeugenol 7,8 : 1 dan pemakaian pelarut DMSO dua kali volume nitrobenzene. Penggunan oksidator nitrobenzene dengan perbandingan yang terlalu kecil dengan mol isoeugenolnya akan mempengaruhi kerja oksidator tersebut sehingga reaksi oksidasi yang terjadi pada metode modifikasi 2 ini tidak berjalan sempurna.

Sastrohamidjojo (2002) mengatakan reaksi oksidasi isoeugenol dapat dilakukan dengan menggunakan oksidator nitrobenzene. Reaksi oksidasi ini berlangsung dalam fase organik, sehingga untuk membawa oksidator nitrobenzene ke dalam fase organik dibutuhkan pelarut Dimetil sulfoksida (DMSO). Agar reaksi berjalan sempurna, jumlah oksidator dan pelarut yang digunakan harus melebihi jumlah bahan yang akan direaksikan.

Menurut Boult, et al. (1970), penggunaan oksidator yang berlebih diharapkan dapat mengoksidasi isoeugenol secara maksimal, dan diharapkan faktor penghambat medium reaksi antara oksidator dengan isoeugenol dapat dihilangkan. Hal ini dikarenakan pada reaksi kimia sintesis vanilin dari isoeugenol dengan nitrobenzene, terdapat faktor terjadinya penghambatan reaksi seperti homogenitas medium reaksi (kemudahan kontak antar senyawa pereaksi).

Oleh karena itu, pada metode modifikasi 1 dengan jumlah oksidator yang lebih banyak menghasilkan rendemen dan kemurnian yang lebih

tinggi jika dibandingkan dengan metode modifikasi 2. Hal ini dapat dilihat pada hasil kromatogram campuran vanilin metode modifikasi 2 (Lampiran 8) memperlihatkan adanya puncak isoeugenol pada waktu retensi 7,26 menit dengan jumlah yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan reaksi bergeser ke sebelah kiri atau ke arah pembentukan isoeugenol kembali, tidak bereaksi menjadi K-isoeugenolat dan K-vanilat yang akan membetuk vanilin ketika direaksikan dengan asam (reaksi hidrolisis asam), sehingga produk vanilin yang dihasilkan mempunyai tingkat kemurnian dan rendemen yang rendah.

Menurut Suwarso, et al (2002), penyebab rendahnya rendemen hasil reaksi adalah karena sebagian besar substrat awalnya tidak bereaksi. Kemungkinan lainnya disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa reaksi samping bukan pembentuk produk (by-product).

K-isoeugenolat dan K-vanilat merupakan tahap penentu kecepatan reaksi oksidasi. Oleh karena itu, reaksi oksidasi pembentukan vanilin haruslah merupakan suatu reaksi kesetimbangan.

Dari data hasil analisis kemurnian produk vanilin dan rendemen metode modifikasi 1 dipilih sebagai metode yang digunakan dalam penelitian utama untuk mensintesis vanilin dari isoeugenol dengan menggunakan gelombang mikro pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt. Namun hasil analisis titik leleh, densitas dan kelarutan dari kedua metode tersebut tidak jauh berbeda, sehingga tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian utama.

Selain mensistesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro dengan memakai metode modifikasi 1, juga dilakukan sintesis vanilin menggunakan cara konvesional dengan metode yang sama. Hasil sintesis vanilin dengan cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil sintesis vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.

Dokumen terkait