• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Vanilin Semi Sintetik Dari Isoeugenol Minyak Cengkeh Dengan Pemanasan Gelombang Mikro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Vanilin Semi Sintetik Dari Isoeugenol Minyak Cengkeh Dengan Pemanasan Gelombang Mikro"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI

F34102007

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Rosi Cisadesi. F34102007. Pembuatan Vanilin Semi Sintetik dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli dan Edy Mulyono. 2006.

RINGKASAN

Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor Indonesia. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1317 ton. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh. Harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, sedangkan harga eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan isoeugenol Rp 95.000,00 per kg.

Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg). Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi.

Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO (Dimetil sulfoksida) pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3 jam dengan cara pemanasan konvensional. Lamanya reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro. Metode ini relatif mudah dilaksanakan sehingga efisiensi proses tercapai.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sintesis vanilin dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro sehingga dapat mempersingkat lama reaksi, mengetahui perbedaan sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional dan pemanasan gelombang mikro serta mengetahui pengaruh tingkat daya (tingkat pemanasan) dan lama reaksi pada proses sintesis vanilin.

(3)

pemanasan konvensional pada suhu 130 oC, lama reaksi 3 jam dengan dua kali ulangan. Analisa yang dilakukan meliputi kemurnian, rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya dan lama reaksi sangat berpengaruh terhadap pembentukan vanilin, rendemen, densitas, titik leleh serta kelarutan dalam alkohol 70 %. Semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama waktu aplikasi gelombang mikro, maka semakin banyak vanilin yang terbentuk. Hasil yang dicapai dengan pemanasan gelombang mikro lebih baik daripada pemanasan konvensional.

Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar melalui tahapan ekstraksi signifikan lebih tinggi dari campuran vanilin, namun produk yang dihasilkan masih mengandung komponen senyawa pengotor.

Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 39,42 %, 80,25 % dan 98,90 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 89,76 %, 95,35 % dan 57,95 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, 4 menit sebesar 80,30 %, 98,25 % dan 99,60 %.

Rendemen produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,40 %, 6,84 % dan 9,10 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, dan 4 menit diperoleh rendemen sebesar 4,13 %, 5,96 % dan 8,98 %. Densitas produk vanilin kasar yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3 dan titik lelehnya 61,7 – 74,1 oC serta larut dalam alkohol 70 % dengan rata-rata perbandingan 1 : 2.

Sedangkan analisa produk vanilin kasar pada pemanasan konvensional menghasilkan kemurnian 94,66 %, rendemen 6,20 %, titik leleh 63,8 oC dan densitas 0,621 g/cm3 serta larut dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2.

(4)

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI

F34102007

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: ROSI CISADESI

F34102007

Dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1984 Di Indaramayu

Tanggal lulus : 29 Desember 2006

Menyetujui Bogor, Januari 2007

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Rosi Cisadesi, lahir di Indramayu pada tanggal 17 Desember 1984 dari orang tua yang bernama Achdini dan Albanah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Sindang 1, Indramayu pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama di SLTPN II Sindang Indramayu pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis lulus dari SMUN 1 Sindang Indramayu. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum Laboratorium Lingkungan pada tahun 2004, asisten praktikum Teknologi Minyak Lemak dan Oleokimia pada tahun 2005, asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2005 dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2006. Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan (PL) di Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Gula Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Unit II Jatitujuh pada tahun 2005 dengan judul Teknologi Proses Produksi dan Kesetimbangan Uap Air di PT. Rajawali Unit II Jatitujuh- Majalengka. Penulis menyelesaikan penelitian tingkat Sarjana bekerjasama dengan peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor pada tahun 2006 dengan judul Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak cengkeh dengan Menggunakan Gelombang Mikro.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini ditekankan pada sintesis senyawa yang dihasilkan oleh minyak atsiri khususnya minyak cengkeh dengan judul “Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro”untuk memenuhi syarat kelulusan studi S1 di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

ƒ Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan, bimbingan, dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

ƒ Ir. Edy Mulyono, MS selaku dosen pembimbing kedua, peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (BB Litbang) Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingannya dan kerjasamanya selama peneltian berlangsung hingga selesai.

ƒ Dr. rer nat. Indah Kristanti selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran, masukan dan menguji penulis.

ƒ Papah, mamah, dan adikku Reri tercinta yang selalu memberikan dukungan, perhatian, semangat, didikan, do’a, kasih sayang dan usahanya yang tak kenal lelah memperjuangkan segalanya.

ƒ Dra. Sri Yuliani, Apt dan Ir. Tatang Hidayat, M.Si., peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

ƒ Pak Danu atas bantuannya dalam menganalisis Kromatografi Gas.

ƒ Pak Tri, Pak Budi, Pak Pujo, Bu Pia atas bantuannya di laboratorium kimia BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.

(9)

ƒ Hari Susanto, Farikhin, Wahyudin, Lani Kasigit, Andri Susanto, Rini Budiarti, Fitriati, Iffa selaku teman seperjuangan atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian di BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.

ƒ Sahabat-sahabatku Reni, Dossi, Juari, Dede dan Hendro atas bantuan, dorongan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan.

ƒ Teman-teman Wisma Panineungan dan Wisma Azzuhkruff atas kebersamaannya.

ƒ Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian khususnya dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian atas pengetahuan dan dorongannya serta teman-teman TIN’ 39 atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Desember 2006

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. MINYAK DAUN CENGKEH ... 4

1. Sifat Fisiko – Kimia ... 4

2. Komposisi Kimia ... 6

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN ... 10

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO ... 19

1. Gelombang Mikro ... 19

2. Prinsip Pemanasan ... 21

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro ... 23

4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro ... 25

III. BAHAN DAN METODE ... 27

A. BAHAN DAN ALAT ... 27

1. Bahan Baku ... 27

2. Bahan Kimia ... 27

3. Alat... ... 27

B. METODE PENELITIAN ... 28

1. Penelitian Pendahuluan ... 28

2. Penelitian Utama ... 30

3. Prosedur Penelitian ... 30

(11)

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI

F34102007

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Rosi Cisadesi. F34102007. Pembuatan Vanilin Semi Sintetik dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli dan Edy Mulyono. 2006.

RINGKASAN

Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor Indonesia. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1317 ton. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh. Harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, sedangkan harga eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan isoeugenol Rp 95.000,00 per kg.

Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg). Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi.

Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO (Dimetil sulfoksida) pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3 jam dengan cara pemanasan konvensional. Lamanya reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro. Metode ini relatif mudah dilaksanakan sehingga efisiensi proses tercapai.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sintesis vanilin dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro sehingga dapat mempersingkat lama reaksi, mengetahui perbedaan sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional dan pemanasan gelombang mikro serta mengetahui pengaruh tingkat daya (tingkat pemanasan) dan lama reaksi pada proses sintesis vanilin.

(13)

pemanasan konvensional pada suhu 130 oC, lama reaksi 3 jam dengan dua kali ulangan. Analisa yang dilakukan meliputi kemurnian, rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya dan lama reaksi sangat berpengaruh terhadap pembentukan vanilin, rendemen, densitas, titik leleh serta kelarutan dalam alkohol 70 %. Semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama waktu aplikasi gelombang mikro, maka semakin banyak vanilin yang terbentuk. Hasil yang dicapai dengan pemanasan gelombang mikro lebih baik daripada pemanasan konvensional.

Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar melalui tahapan ekstraksi signifikan lebih tinggi dari campuran vanilin, namun produk yang dihasilkan masih mengandung komponen senyawa pengotor.

Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 39,42 %, 80,25 % dan 98,90 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 89,76 %, 95,35 % dan 57,95 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, 4 menit sebesar 80,30 %, 98,25 % dan 99,60 %.

Rendemen produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,40 %, 6,84 % dan 9,10 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, dan 4 menit diperoleh rendemen sebesar 4,13 %, 5,96 % dan 8,98 %. Densitas produk vanilin kasar yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3 dan titik lelehnya 61,7 – 74,1 oC serta larut dalam alkohol 70 % dengan rata-rata perbandingan 1 : 2.

Sedangkan analisa produk vanilin kasar pada pemanasan konvensional menghasilkan kemurnian 94,66 %, rendemen 6,20 %, titik leleh 63,8 oC dan densitas 0,621 g/cm3 serta larut dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2.

(14)

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI

F34102007

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI

ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: ROSI CISADESI

F34102007

Dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1984 Di Indaramayu

Tanggal lulus : 29 Desember 2006

Menyetujui Bogor, Januari 2007

(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

Rosi Cisadesi, lahir di Indramayu pada tanggal 17 Desember 1984 dari orang tua yang bernama Achdini dan Albanah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Sindang 1, Indramayu pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama di SLTPN II Sindang Indramayu pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis lulus dari SMUN 1 Sindang Indramayu. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum Laboratorium Lingkungan pada tahun 2004, asisten praktikum Teknologi Minyak Lemak dan Oleokimia pada tahun 2005, asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2005 dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2006. Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan (PL) di Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Gula Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Unit II Jatitujuh pada tahun 2005 dengan judul Teknologi Proses Produksi dan Kesetimbangan Uap Air di PT. Rajawali Unit II Jatitujuh- Majalengka. Penulis menyelesaikan penelitian tingkat Sarjana bekerjasama dengan peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor pada tahun 2006 dengan judul Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak cengkeh dengan Menggunakan Gelombang Mikro.

(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini ditekankan pada sintesis senyawa yang dihasilkan oleh minyak atsiri khususnya minyak cengkeh dengan judul “Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro”untuk memenuhi syarat kelulusan studi S1 di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

ƒ Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan, bimbingan, dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

ƒ Ir. Edy Mulyono, MS selaku dosen pembimbing kedua, peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (BB Litbang) Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingannya dan kerjasamanya selama peneltian berlangsung hingga selesai.

ƒ Dr. rer nat. Indah Kristanti selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran, masukan dan menguji penulis.

ƒ Papah, mamah, dan adikku Reri tercinta yang selalu memberikan dukungan, perhatian, semangat, didikan, do’a, kasih sayang dan usahanya yang tak kenal lelah memperjuangkan segalanya.

ƒ Dra. Sri Yuliani, Apt dan Ir. Tatang Hidayat, M.Si., peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

ƒ Pak Danu atas bantuannya dalam menganalisis Kromatografi Gas.

ƒ Pak Tri, Pak Budi, Pak Pujo, Bu Pia atas bantuannya di laboratorium kimia BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.

(19)

ƒ Hari Susanto, Farikhin, Wahyudin, Lani Kasigit, Andri Susanto, Rini Budiarti, Fitriati, Iffa selaku teman seperjuangan atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian di BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.

ƒ Sahabat-sahabatku Reni, Dossi, Juari, Dede dan Hendro atas bantuan, dorongan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan.

ƒ Teman-teman Wisma Panineungan dan Wisma Azzuhkruff atas kebersamaannya.

ƒ Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian khususnya dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian atas pengetahuan dan dorongannya serta teman-teman TIN’ 39 atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Desember 2006

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. MINYAK DAUN CENGKEH ... 4

1. Sifat Fisiko – Kimia ... 4

2. Komposisi Kimia ... 6

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN ... 10

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO ... 19

1. Gelombang Mikro ... 19

2. Prinsip Pemanasan ... 21

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro ... 23

4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro ... 25

III. BAHAN DAN METODE ... 27

A. BAHAN DAN ALAT ... 27

1. Bahan Baku ... 27

2. Bahan Kimia ... 27

3. Alat... ... 27

B. METODE PENELITIAN ... 28

1. Penelitian Pendahuluan ... 28

2. Penelitian Utama ... 30

3. Prosedur Penelitian ... 30

(21)

5. Pengamatan ... 34

1. Pengamatan Produk Vanilin ... 34

2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol ... 38

6. Analisis Data ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 41

1. Karakterisasi Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial ... 41

2. Pemilihan Metode ... 43

B. PENELITIAN UTAMA ... 50

1. Reaksi Sintesis Vanilin ... 50

a. Tahap Oksidasi dan Hidrolisis ... 50

b. Tahap Ekstraksi ... 56

2. Rendemen ... 64

3. Densitas ... 70

4. Titik Leleh ... 72

5. Kelarutan dalam Alkohol 70% ... 74

6. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin dengan Pemanasan Gelombang Mikro dan Pemanasan Konvensional ... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. KESIMPULAN ... 79

B. SARAN ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh ... 5

Tabel 2. Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di

Inggris dan Zanzibar ... 5

Tabel 3. Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip

dari Bedoukian (1967); Guenther (1950) ... 6

Tabel 4. Sifat fisiko-kimia eugenol ... 7

Tabel 5. Sifat fisiko-kimia isoeugenol ... 9

Tabel 6. Sifat fisiko kimia cis- dan trans-isoeugenol... 9

Tabel 7. Sifat fisiko kimia eugenol asetat dan β-kariofilen ... 10

Tabel 8. Sifat fisiko kimia vanilin ... 11

Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene ... 18

Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO ... 19

Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol ... 41

Tabel 12. Sifat fisiko-kimia vanilin komersial ... 42

Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi 1

dan metode modifikasi 2 ... 45

Tabel 14. Perbandingan rendemen vanilin yang dihasilkan dari penelitian ini dengan rendemen vanilin hasil penelitian Sastrohamidjojo

(1981) ... 67

Tabel 15. Kelarutan produk vanilin kasar dalam alkohol 70 % ... 74

Tabel 16. Perbandingan hasil sintesis vanilin menggunakan oven

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun eugenol ... 8

Gambar 2. Rumus bangun isoeugenol ... 9

Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis- isoeugenol ... 10

Gambar 4. Rumus bangun vanilin ... 11

Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin ... 13

Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaiakol ... 13

Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin ... 14

Gambar 8. Reaksi oksidasi pembentukan vanilin ... 15

Gambar 9. Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik ... 20

Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) ... 22

Gambar 11. Oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J ... 27

Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin ... 33

Gambar 13. Alat kromatografi gas ... 36

Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh (elektrothermal) ... 37

Gambar 15. Pengaruh metode modifikasi terhadap kemurnian vanilin ... 45

Gambar 16. Pengaruh metode modifikasi terhadap rendemen vanilin ... 46

Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri ... 47

Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan ... 47

Gambar 19. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap

(24)

Gambar 20. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap

kemurnian campuran vanilin ... 53

Gambar 21. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap

kemurnian campuran vanilin ... 53

Gambar 22. Pengaruh tingkat daya pada lama reaksi 4 menit terhadap

kemurnian campuran vanilin ... 55

Gambar 23. Reaksi perubahan vanilin menjadi vanilin bisulfit ... 57

Gambar 24. Reaksi pemisahan bisulfit dari vanilin bisulfit ... 57

Gambar 25. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 400 watt

terhadap kemurnian produk vanilin ... 60

Gambar 26. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 560 watt

terhadap kemurnian produk vanilin ... 60

Gambar 27. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 800 watt

terhadap kemurnian produk vanilin ... 60

Gambar 28. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk

vanilin pada tingkat daya 400 watt... 62

Gambar 29. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk

vanilin pada tingkat daya 400 watt... 62

Gambar 30. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk

vanilin pada tingkat daya 400 watt... 62

Gambar 31. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt

dan 800 watt terhadap rendemen vanilin ... 64

Gambar 32. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt

dan 800 watt terhadap densitas vanilin ... 71

Gambar 33. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a Hasil analisis metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 .. 85

Lampiran 1b. Hasil analisis sintesis vanilin metode konvensional

Sastroamidjoyo dan 1/8 Sastroamdisjoyo (modifikasi 1) ... 85

Lampiran 2a. Hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ... 86

Lampiran 2b. Hasil analisis rendemen produk vanilin pada tingkat daya

400 watt, 560 watt dan 800 watt. ... 87

Lampiran 2c. Hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya

400 watt, 560 watt dan 800 watt. ... 87

Lampiran 2d. Hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya

400 watt, 560 watt dan 800 watt. ... 88

Lampiran 2e. Hasil analisis kelarutan dalam alkohol 70 % produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ... 88

Lampiran 3a. Hasil analisis standar deviasi kemurnian campuran vanilin

pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ... 89

Lampiran 3b. Hasil analisis standar deviasi kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ... 90

Lampiran 3c. Hasil analisis standar deviasi rendemen vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ... 91

Lampiran 3d. Hasil analisis standar deviasi densitas vanilin pada tingkat

daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ... 92

Lampiran 3e. Hasil analisis standar deviasi titik leleh vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ... 93

Lampiran 4. Analisis puncak kromatogram berdasarkan waktu retensi ... 94

Lampiran 5. Kromatogram kemurnian isoeugenol standar dan vanilin

(26)

Lampiran 6. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 1) ... 98

Lampiran 7. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 2) ... 99

Lampiran 8. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 1) ... 100

Lampiran 9. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 2) ... 101

Lampiran 10. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

4 menit, ulangan 1 ... 102

Lampiran 11. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

4 menit, ulangan 2 ... 103

Lampiran 12. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

6 menit, ulangan 1 ... 104

Lampiran 13. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

6 menit, ulangan 2 ... 105

Lampiran 14. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

8 menit, ulangan 1 ... 106

Lampiran 15. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi

8 menit, ulangan 2 ... 107

Lampiran 16. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

4 menit, ulangan1 ... 108

Lampiran 17. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

(27)

Lampiran 18. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

6 menit, ulangan 1 ... 110

Lampiran 19. Lromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

6 menit, ulangan 2 ... 111

Lampiran 20. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

8 menit, ulangan 1 ... 112

Lampiran 21. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi

8 menit, ulangan 2 ... 113

Lampiran 22. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

2 menit, ulangan 1 ... 114

Lampiran 23. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

2 menit, ulangan 2 ... 115

Lampiran 24. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

3 menit, ulangan 1 ... 116

Lampiran 25. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

3 menit, ulangan 2 ... 117

Lampiran 26. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

4 menit, ulangan 1 ... 118

Lampiran 27. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi

4 menit, ulangan 2 ... 119

Lampiran 28. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk

vanilin metode Sastromidjoyo ... 120

Lampiran 29. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks,

(28)

Lampiran 30. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks,

ulangan 2 ... 122

Lampiran 31. Gambar sampel campuran vanilin dan produk vanilin

kasar ... 123

Lampiran 32. Gambar sampel produk vanilin kasar dan vanilin standar ... 124

(29)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor Indonesia. Minyak cengkeh dihasilkan dari penyulingan uap dan air bunga, gagang dan daun cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, parfum, kosmetik dan industri flavor makanan dan minuman. Saat ini usaha penyulingan minyak cengkeh dilakukan oleh rakyat dengan alat yang masih sederhana di sentra-sentra produksi cengkeh seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia pemasok 1317 ton (Departemen Pertanian, 2005).

Pemakaian minyak cengkeh di dalam negeri masih sangat terbatas, secara garis besar dari komoditi minyak cengkeh Indonesia yang diekspor ke luar negeri masih berupa bahan mentah. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna minyak cengkeh, sebagaimana yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman adalah dengan memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh.

Menurut Uhe (2005), harga minyak cengkeh Indonesia di pasaran internasional pada bulan Februari 2005 sebesar USD 4,25 per kg, eugenol USD 7,8 per kg. Sedangkan menurut Indesso (2006), harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan harga isoeugenol Rp 95.000,00 per kg.

(30)

(5 %) (Tidco, 2005). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Vanilin alami harganya sangat mahal dan digunakan hanya pada pasar tertentu. Permintaan vanilin alami mengalami kenaikan 15 persen tiap tahunnya, namun permintaan tersebut tidak semua terpenuhi. Untuk memproduksi 1 kg vanilin alami dibutuhkan biaya USD 82 dibandingkan USD 15 untuk 1 kg vanilin sintetik (Tidco, 2005). Sementara itu, harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg) (Fridge, 2004). Sedangkan menurut pengamatan sendiri di beberapa pasar, harga vanilin alami sebesar Rp 3,6 juta per kg.

Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Impor vanilin sintetik tersebut sebagian besar didatangkan dari China. Pada tahun 2000-2004, Indonesia mengimpor vanilin sintetik sebanyak 137,8 – 174,2 ton dengan nilai USD 1,191 – 1,3 juta (BPS, 2004). Produksi vanilin sintetik dunia diperkirakan sebesar 3000 ton per tahun, sedangkan total permintaan pasar global vanilin sintetik mencapai 3500 ton pada tahun 2000. Seiring dengan berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi diperkirakan kebutuhan vanilin sintetik dunia akan terus meningkat dengan laju 8 – 9 % per tahun dengan pangsa pasar USA 27 %, Eropa 45 %, Asia 21 %, dan lainnya 7 % (Tidco, 2005). Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi.

(31)

lebih tinggi. Metode ini relatif mudah dilaksanakan dengan waktu yang relatif singkat.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh dengan penggunaan pemanasan gelombang mikro (microwave) sehingga dapat mempercepat waktu reaksi.

2. Mengetahui perbedaan sintesis vanilin dengan pemanasan konvensional dan pemanasan gelombang mikro (microwave).

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK DAUN CENGKEH

1. Sifat Fisiko – Kimia

Minyak daun cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang

cukup banyak dihasilkan di Indonesia dengan cara penyulingan air dan

uap. Minyak daun cengkeh mengandung dua komponen utama yaitu

eugenol (80 – 90 %) dan kariofelin (10 – 20 %) (Sastrohamidjojo, 2002).

Minyak daun cengkeh berupa cairan yang berwarna bening sampai

kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, keras dan berbau aroma

cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika

terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan. Minyak daun

cengkeh digunakan sebagai bahan baku industri pangan, parfum, farmasi,

dan bahan pembuatan vanilin sintetik

Kualitas minyak daun cengkeh ditentukan dari kandungan fenol,

terutama eugenol, eugenol asetat dan warna minyak (Guenther, 1950).

Komponen lain yang turut menentukan adalah golongan monoterpen,

hidrokarbon, seskuiterpen dan senyawa aromatik (Purseglove et al., 1981). Hasil penyulingan dan sifat fisiko kimia minyak daun cengkeh

tergantung pada sumber dan kualitas tanaman cengkeh, metode

penyulingan serta keadaan bahan yang akan disuling, apakah penyulingan

dari cengkeh utuh atau yang dirajang (Purseglove et al., 1981). Cengkeh utuh yang didestilasi dapat menghasilkan minyak dengan kandungan

eugenol tinggi dengan bobot jenisnya 1,06, sedangkan cengkeh yang

ditumbuk akan menghasilkan minyak dengan kadar eugenol sedikit lebih

rendah dengan bobot jenis di bawah 1,06. Pada umumnya minyak daun

cengkeh berkadar eugenol lebih rendah dibandingkan dengan minyak

bunga cengkeh. Tabel 1 memperlihatkan syarat mutu minyak daun

(33)

(EOA,1970), sedangkan Tabel 2 memperlihatkan sifat fisiko-kimia

minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar.

Tabel 1. Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh

Karakteristik Nilai Minyak Daun Cengkeh Minyak Bunga

Cengkeh Bobot jenis 25/25 oC

Indeks Bias 25 oC Putaran Optik Kadar Eugenol (%)

Kelarutan dalam alkohol 70 % Warna kuning pucat pada waktu

disuling, cepat berubah menjadi coklat atau ungu

1,048 – 1,056

Tabel 2. Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar

Sifat Cara Penyulingan Air PenyulinganPenyulingan Uap

Inggris

Bobot Jenis pada 15 oC Kadar Eugenol (%) volume

Zanzibar

(34)

2. Komposisi Kimia

Menurut Masada (1976) di dalam Leody (1992), dalam minyak daun cengkeh terdapat senyawa-senyawa β-kariofilen, metil salisilat, metil eugenol, eugenol dan isoeugenol. Minyak daun cengkeh juga

mengandung eugenol asetat, metil-n-amil keton dan seskuiterpenol dalam

jumlah yang sangat kecil.

Komposisi utama minyak daun cengkeh adalah eugenol (70 sampai

90 persen), di samping eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan

seskuiterpen kariofilen (terutama β-kariofilen 5 – 12 persen). Metil-n-amil keton merupakan komponen yang turut menentukan bau dalam minyak

cengkeh (Purseglove et al., 1981). Tabel 3 memperlihatkan komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh.

Tabel 3. Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip dari Bedoukian (1967) dan Guenther (1950)

(35)

a. Eugenol

Eugenol merupakan persenyawaan terbesar yang terdapat dalam

minyak cengkeh (Syzigium aromaticum). Menurut Ketaren (1985), kandungan eugenol dalam minyak cengkeh agak berbeda untuk bagian

tanaman cengkeh yaitu pada daun cengkeh sebesar 79 – 90 %, 85 – 95 %

dari kuncup bunga, 90 – 95 % dari tangkai bunga.

Eugenol adalah senyawa dari golongan hidrokarbon teroksidasi

(oxygenated hydrocarbon) yang merupakan cairan minyak tidak berwarna atau sedikit kekuningan, mudah menguap, akan menjadi coklat

jika kontak dengan udara dan berasa getir. Mempunyai rumus molekul

C10H12O2 dan bobot molekul 164,2 g/mol. Tata nama eugenol adalah

1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzena. Senyawa eugenol digunakan sebagai flavor dalam produk rokok, minuman tidak beralkohol, es krim, permen karet dan berbagai produk pangan serta kosmetik (Bedoukian,

1967).

Menurut Kurniawan (2005), untuk mendapatkan eugenol dari

minyak cengkeh, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH atau

KOH 3-5% sehingga membentuk garamnya yaitu natrium atau kalium

eugenolat yang larut dalam air. Dengan penambahan asam klorida (HCl)

akan membebaskan eugenol yang kemudian diekstraksi dengan eter.

Sifat fisiko kimia eugenol ditunjukkan pada Tabel 4 dan rumus bangun

eugenol ditunjukkan pada Gambar 1.

Tabel 4. Sifat fisiko-kimia eugenol

Karakteristik Nilai

1:5 atau 1:6 dalam alkohol 50%, tidak larut dalam air, larut dalam eter, kloroform dan asam asetat.

(36)

OH

OCH3

CH2CH=CH2

Gambar 1. Rumus bangun eugenol (Parry,1922)

Dari rumus bangun eugenol pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa

eugenol adalah suatu alkohol siklis monohidrat atau suatu fenol,

sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau

Ca(OH)2. Jika dipanaskan dalam alkali, eugenol akan dikonversi

menjadi isoeugenol (Guenther, 1950).

b. Isoeugenol

Isoeugenol terdapat di dalam berbagai minyak atsiri, tetapi

kandungan yang terbesar terutama terdapat di dalam minyak cengkeh.

Sebagian besar berada bersama eugenol, tetapi bukan sebagai komponen

utama.

Minyak cengkeh mengandung sejumlah kecil isoeugenol. Dengan

proses pemanasan dalam alkali eugenol dapat diisomerisasi menjadi

isoeugenol. Nama lain dari isoeugenol adalah 1-hidroksi-2-metoksi- 4-propenil benzen. Menurut Bedoukian (1967), senyawa isoeugenol berwarna agak bening, mempunyai bau floral, manis dan rasa seperti bunga cengkeh. Isoeugenol (C10H12O2) dengan berat molekul 164,2

g/mol merupakan bumbu masak (flavoring agent), zat pewangi, bahan baku pembuatan vanilin dan isoeugenol asetat (Sastrohamidjojo, 2002).

Isoeugenol juga digunakan sebagai pemberi flavor pada produk rokok, minuman tidak beralkohol, es krim, permen karet dan kosmetik.

(37)

12 – 18 %, berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan kental

dengan aroma cengkeh, namun aromanya lebih lunak. Isoeugenol

mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari eugenol. Sifat fisiko kimia

selengkapnya dari isoeugenol dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6

serta rumus bangun isoeugenol ditunjukkan pada Gambar 2 dan

Gambar 3.

Tabel 5. Sifat fisiko-kimia isoeugenol

Karakteristik Nilai Bobot jenis (25oC)

Indeks bias 20 0C Titik didih (oC) Kelarutan

1,079 – 1,085 1,572 – 1,577 262 – 266 oC 1:5 dalam alkohol 50 %

Sumber: EOA (1970)

OH

OCH3

CH=CH-CH3

Gambar 2. Rumus bangun isoeugenol (Parry, 1922)

Tabel 6. Sifat fisiko kimia cis- dan trans- isoeugenol

Karakteristik cis-isoeugenol trans-isoeugenol Bobot jenis (20oC)

Indeks bias 20 0C Titik didih (oC)

1,084 1,571 262 oC

1,088 1,579 266 oC

(38)

OH OH

Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis-isoeugenol (Sastrohamidjojo, 2002)

c. Non Eugenol

Komponen non eugenol yang terdapat dalam jumlah besar adalah

eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan seskuiterpen kariofilen (terutama

β-kariofilen sekitar 5 – 12 persen). Sifat fisiko kimia kedua bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sifat fisiko-kimia eugenol asetat dan β-kariofilen

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN

Vanilin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida) merupakan padatan kristal berwarna putih atau sedikit berwarna kuning, biasanya berbentuk jarum dan

mempunyai bau (aroma) yang khas. Vanilin dapat digunakan sebagai flavor Karakteristik Eugenol asetat β-Kariofilen Rumus molekul

Semi padat dan berwarna kuning jika terkena panas

281 – 282 oC

(39)

(82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula,

permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %) (Tidco, 2005). Vanilin dapat dipakai sebagai bahan baku

pembuatan obat, antara lain L-dopa yaitu suatu asam amino untuk pengobatan penyakit Parkinson, keracunan mangan dan distonia muskulari juga dipakai untuk sintesis trimethapriim, suatu chemoterapeutikum untuk penanggulangan infeksi saluran kencing dan saluran pernafasan (Sastrohamidjojo, 2002).

Tabel 8 memperlihatkan sifat fisiko-kimia vanilin dan Gambar 4

memperlihatkan rumus bangun vanilin.

Tabel 8. Sifat fisiko-kimia vanilin

Karakteristik Nilai Rumus Molekul

Bobot molekul Titik leleh Titik didih Densitas Bentuk Kelarutan

C8H8O3

152,14 g/mol 80 – 83 oC

285 oC 0,60 g/cm3 Padat, kristal jarum

Sedikit larut dalam air, larut dalam benzena, sangat larut dalam alkohol, aseton, aseton, eter, kloroform, asam asetat glasial,

dan karbon disulfida, serta larut dalam air yang mengandung hidroksida dari logam alkali.

Sumber: Tidco (2005)

OH

OCH3

CHO

Gambar 4. Rumus bangun vanilin (Parry, 1922)

Vanilin secara alami berasal dari ekstraksi buah Vanilla planifolia, tanaman merambat yang berasal dari Mexico, Honduras dan Guatemala.

(40)

diusahakan di Pulau Jawa dan Bali (Sari, 2003). Kadar vanilin yang ada

dalam buah vanila tergantung tempat tumbuhnya, misalnya di Mexico 1,5 %

dan di Pulau Jawa 2,7 % (Kurniawan, 2005).

Menurut Syaflan (1996) dalam Sari (2003), proses yang harus dilalui dari buah vanila sangat panjang, mulai dari pemetikan buah jika buah sudah

masak, kemudian dilayukan dengan pemanasan atau dicelupkan sebentar

dalam air panas, lalu difermentasikan sampai warna buah menjadi hitam.

Buah vanila yang telah selesai difermentasi kemudian diekstraksi dan akan

menghasilkan vanilin dengan rendemen kurang lebih 3 – 4 %. Sedangkan

menurut Suwarso et al., (2002), vanilin yang dihasilkan selama proses penyimpanan (fermentasi) buah vanila terbentuk melalui reaksi pemutusan

glikosida secara enzimatik. Proses alami ini hanya menghasilkan 2 – 3 %

vanilin murni.

Vanilin di samping dihasilkan secara alami, juga dapat diperoleh dengan

cara sintesis. Oleh karena proses produksi vanilin alami membutuhkan waktu

yang lama dan hanya menghasilkan sedikit vanilin murni serta harga vanilin

alami yang sangat mahal jika dibandingkan dengan vanilin sintetik, maka

umumnya di negara-negara maju alternatif memperoleh vanilin agar dapat

mencukupi kebutuhan dunia dilakukan dengan cara sintesis.

Beberapa cara sintesis vanilin yang telah diketahui adalah sebagai

berikut:

1. Dari Lignin

Sebagian besar vanilin sintetik dihasilkan dari lignin yang berasal

dari limbah industri pulp. Sejumlah 5 – 10 % vanilin diperoleh pada pemanasan lignin dengan alkali metal hidroksida. Pengasaman

(asidifikasi) pada reaksi alkali membebaskan vanilin yang selanjutnya

diekstraksi dengan eter atau pelarut yang tidak bercampur lainnya

(41)

OH OH OCH3 OCH3

Lignin

Dipanaskan oksidasi OH-

CH=CH-CH2OH CHO

Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin (Soelistyowati, 2001)

Produksi vanilin sintetik dari lignin yang berasal dari limbah

industri pulp telah dibatasi di negara-negara maju. Karena dalam pembuatan vanilin ini banyak sekali macam reagen yang digunakan, sehingga dalam produk akhir dikhawatirkan masih terdapat sisa-sisa

reagen yang bersifat racun (Darwis, 1989).

2. Dari Guaiakol

Guaiakol diperoleh dari tar kayu guaiakol. Guaiakol direaksikan

selama 2 hari dengan formaldehida dan p-nitroso-dimetil anilin dalam metanol, kemudian dituang ke dalam air dan HCl. Metanol dihilangkan

dengan destilasi, kemudian produk reaksi di ekstraksi dengan benzene dan

dihasilkan vanilin setelah benzene diuapkan. Reaksinya dapat dilihat pada

Gambar 6.

OH OH OH N(CH3)2

OCH3 O OCH3 OCH3

+ H-C-H +

CH2OH CHO NH2Cl

Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaikol (Soelistyowati, 2001)

p-nitro-dimetil anilin

(42)

3. Dari Coniferin

Coniferin adalah suatu glikosida yang didapatkan dalam getah

tumbuh-tumbuhan dari kambium coniferin. Coniferin tersebut dioksidasi oleh asam kromat menghasilkan glukovanilin yang akan terurai oleh asam

menjadi vanilin dan glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 7.

O(C6H11O5) O(C6H11O5) OH

OCH3 CrO3 OCH3 asam OCH3

+ C6H12O6

CH=CH-CH2OH CHO CHO

Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin (Soelistyowati, 2001)

4. Dari Eugenol Minyak Cengkeh

Pada prinsipnya pembuatan vanilin semi sintetik dari minyak

cengkeh melalui tahapan beberapa produk antara yaitu eugenol dan

isoeugenol. Oleh karenanya sintesis vanilin ini dapat terjadi dengan dua

cara, yaitu 1) Dengan memisahkan terlebih dahulu non-eugenol dalam

minyak cengkeh dan 2) Sintesis dilakukan langsung di dalam minyak

cengkeh tanpa perlu memisahkan non-eugenol, artinya non-eugenol baru

dipisahkan setelah terbentuknya isoeugenol. Menurut Soemadiharga

(1973), prinsip pembuatan vanilin dari eugenol adalah reaksi isomerisasi

yang disusul dengan reaksi oksidasi.

Menurut Carey (2003), oksidasi pada senyawa organik adalah proses

peningkatan jumlah ikatan di antara karbon dan oksigen (ikatan C–O) atau

penurunan jumlah ikatan karbon – hidrogen (ikatan C–H). Menurut

Sastrohamidjojo (2002), oksidasi isoeugenol menjadi vanilin oleh

nitrobenzena dalam media alkali merupakan serangkaian transfer elektron

dari OH– ke senyawa nitro melalui substrat tidak jenuh.

(43)

Tahap pertama dari proses pembuatan vanilin ini ialah mengubah

eugenol menjadi isoeugenol. Proses yang biasa digunakan untuk

mengubah eugenol menjadi isoeugenol adalah pemanasan dalam alkali

kuat dan untuk ini dipakai KOH. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada

Gambar 8.

OH OK

OCH3 KOH OCH3

CH2=CH-CH2 CH=CH-CH3

Eugenol K-isoeugenol

Untuk tahap oksidasi, dipergunakan nitrobenzena. Reaksi yang terjadi:

Selanjutnya garam kalium vanilat yang terbentuk diasamkan dengan

HCl. Reaksinya:

KO OH

OCH3 OCH3

+ HCl + KCl

CHO CHO K- Vanilat Vanilin

(44)

Dari berbagai cara yang telah disebutkan dalam sintesis vanilin, yang

ada kaitannya langsung dengan penelitian ini adalah sintesis dari isoeugenol

minyak cengkeh. Sintesis vanilin dari isoeugenol dan eugenol minyak

cengkeh telah banyak diteliti di Indonesia dan luar negeri dengan

menggunakan prosedur yang berbeda-beda.

Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin dari

isoeugenol adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam

DMSO. Keunggulan metode ini yaitu relatif mudah dilaksanakan (suhu

130 oC, waktu 3 jam) dengan tingkat efisiensi cukup tinggi. Dihasilkan

produk vanilin kasar 13,5 gram (56,25%) dan 4,6 gram vanilin murni (19 %)

dari 24 gram bahan baku isoeugenol dengan kemurnian yang tinggi

(Sastrohamidjojo, 1981).

Soemadhiharga et al., (1973), memproduksi vanilin dari eugenol dalam skala besar yang direaksikan dengan KOH, nitrobenzene dan air di dalam

autoklaf pada suhu 170 – 190 oC dan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen

3,6 %. Sari (2003), menyatakan bahwa vanilin dengan hasil sedikit diperoleh

dari hasil oksidasi eugenol asetat dengan kalium permanganat. Selain itu

vanilin juga dapat diperoleh dari isoeugenol dengan zat-zat pengoksidasi

lainnya, seperti oksigen, ozon dan merkuri oksida dalam larutan alkalis.

Boult et al., (1970), juga menyatakan metode lain yang digunakan untuk proses oksidasi eugenol menjadi vanilin adalah penggunaan nitrobenzene atau

homolognya yang lebih tinggi dengan adanya fenol, azobenzene, natrium

meta-nitrobenzenasulfonat dengan soda kaustik dan anilin menghasilkan

rendemen dan kemurnian yang tinggi. Pada sintesis vanilin digunakan pelarut

dimetil sulfoksida (DMSO). Hal ini dikarenakan masalah yang dihadapi

dalam penggunaan metode ini adalah kesulitan bahan baku dan mahalnya

harga untuk mendapatkan azobenzene dan natrium meta-nitrobenzenasulfonat

serta penggunaan anilin yang sangat berbahaya.

Dalam perkembangan terakhir, sintesis vanilin dilakukan dengan

pemanasan menggunakan gelombang mikro (microwave). Metode sintesis vanilin menggunakan pemanasan gelombang mikro telah dilakukan

(45)

eugenol menjadi isoeugenol dan oksidasi isoeugenol menjadi vanilin pada

tingkat daya 680 Watt dengan lama reaksi 2 menit menghasilkan rendemen

vanilin sebesar 86,1 %. Metode ini relatif mudah dilaksanakan. Pemakaian

gelombang mikro untuk aktivasi reaksi telah diketahui dapat mempercepat laju

reaksi dalam waktu yang jauh lebih singkat sehingga efisiensi dapat diperoleh.

Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam penelitian ini metode penggunaan

oksidator nitrobenzene dengan DMSO sebagai pelarut dan penggunaan

pemanasan gelombang mikro (microwave) digunakan untuk menghasilkan vanilin sintetik dari isoeugenol minyak cengkeh.

Suatu reaksi oksidasi dapat berjalan dengan sempurna dan mencapai

kesetimbangan karena adanya oksidator. Oksidator nitrobenzene merupakan

oksidator kuat dan mudah digunakan untuk reaksi oksidasi sintesis vanilin.

Agar oksidator nitrobenzene ini cepat bereaksi dengan bahan, maka

ditambahkan DMSO (Dimetil sulfoksida) untuk memudahkan nitrobenzene bereaksi.

a. Nitrobenzene

Nitrobenzene merupakan cairan berwarna kuning pucat, memiliki

bau yang khas dan beracun. Nitrobenzene meleleh pada suhu 5,85 oC dan

mendidih pada suhu 211oC, sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam

etanol, eter, benzen dan Dimetilsulfoksida (DMSO). Memiliki rumus

molekul C6H5NO2. Nitrobenzene biasanya digunakan sebagai oksidator

yang baik untuk reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dalam

pembuatan vanilin sintetik dan juga dapat digunakan untuk memproduksi

anilin dan methyl diphenyl diisocyanate (MDI) (Mannsville, 1991).

Menurut Arthur (1956), nitrobenzene berasal dari benzene dan asam

nitrat melalui metode purifikasi atau pemurnian, dengan pencucian dan

penyulingan uap. Cairan dan uapnya sangat berbahaya serta cepat

menyerap melalui kulit. Dikemas dalam botol gelas berwarna gelap,

kaleng atau drum besi. Nitrobenzene digunakan sebagai komponen isolasi

(46)

selulosa, bahan untuk pelitur atau penggosok logam dan pelitur sepatu,

bahan baku untuk industri anilin, benzidin, azobenzene dan lain-lain.

Sifat fisiko kimia nitrobenzene dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene

Sumber: Mannsville (1991)

b. DMSO

Menurut Fesseden (1982), Dimetil sulfoksida (DMSO) dibuat dalam skala industri dengan oksidasi udara terhadap dimetil sulfida. Cairan ini juga merupakan hasil samping industri kertas. DMSO merupakan pelarut

yang serbaguna. Zat ini merupakan pelarut yang ampuh baik untuk ion

anorganik maupun untuk senyawa organik. Seringkali pereaksi lebih

tinggi reaktivitasnya dalam DMSO dibandingkan dalam pelarut alkohol.

DMSO mudah menembus kulit dan pernah digunakan untuk membantu

penyerapan obat-obatan lewat kulit. Namun DMSO juga dapat membuat

racun dan kotoran terserap. Jika DMSO terkena tangan, maka dalam

waktu yang singkat akan sampai ke indra citarasa (lidah).

Menurut Tidwell (1990), DMSO dikenal sebagai metil sulfoxide, dimethyl sulphoxide, dimethylsulfoxide, methylsulfinylmethane atau sulfinylbismethane. Memiliki rumus molekul C2H6OS, merupakan cairan

higroskopik yang tidak berwarna. DMSO merupakan pelarut polar, sedikit

berasa getir dan dapat dicampur dengan air (Arthur, 1956). Dapat larut

dalam bahan pelarut organik seperti alkohol, ester, keton dan hidrokarbon Karakteristik Nilai Bobot jenis (25oC)

Bobot molekul Titik leleh (oC) Titik didih (oC)

Kelarutan

1,199 kg/L 123,06 g/mol

5,85 oC 210,9 oC

(47)

berbau harum. Di dalam sintesis organik, DMSO dapat juga digunakan

untuk reaksi oksidasi (Tidwell, 1990).

Dimetilsulfoksida dapat mengganggu sistem pencernaan, pernapasan, mudah kontak dengan mata dan kulit. DMSO memiliki tingkat toxisitas

yang rendah. Kontak yang panjang dapat menyebabkan infeksi kulit dan

merusakkan ginjal atau hati. Sifat fisiko kimia DMSO dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO

Karakteristik Nilai Bobot jenis (25oC)

Bobot molekul Titik leleh (oC) Titik didih (oC) Kelarutan

1,1004 g/cm3 78,13 g/mol

18,5 oC 189 oC

Larut dalam air, etanol, benzen dan kloroform

Sumber: Tidwell (1990)

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

1. Gelombang Mikro

Gelombang mikrodidefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, yaitu dengan frekuensi

antara 0,3 – 30 GHz (Whittaker, 1997). Dalam spektrum frekuensi,

gelombang mikro terletak antara gelombang radio dan inframerah

(Whittaker, 1997).

Menurut Taylor (2005) sesuai dengan namanya, oven gelombang

mikro adalah pemanas yang bekerja dengan menggunakan gelombang

radio, adapun frekuensi yang digunakan antara 900 – 30000 MHz.

Federal Communications Comission menetapkan bahwa untuk keperluan industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan digunakan empat besaran

frekuensi yaitu 915 MHz, 2450 MHz, 5800 MHz dan 24125 MHz. Hal ini

(48)

mengganggu frekuensi gelombang lainnya dan aman bagi kesehatan

manusia. Untuk keperluan di rumah tangga dan industri, gelombang

mikro umumnya menggunakan frekuensi 2450 MHz yaitu pada panjang

gelombang 12,25 cm.

Menurut Pozar (1993), gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang radio pendek berfrekuensi tinggi yang terletak di antara

gelombang berfrekuensi sangat tinggi (infrared) dan gelombang radio

konvensional. Gelombang mikroini memiliki rentang panjang gelombang

mulai dari 1 mm sampai dengan 30 cm. Gelombang mikro merupakan

suatu bentuk gelombang elektromagnet sebagai cahaya dan bergerak di

udara setara dengan kecepatan cahaya (c = 2,9979 x 108 m/s). Gelombang

ini dibangkitkan oleh tabung elektron khusus, seperti klistron dan

magnetron (ini sebabnya gelombang mikro sering juga disebut

magnetron). Biasanya tabung elektron tersebut dilengkapi dengan pengatur frekuensi baik berupa resonator, oskilator atau perangkat sejenis.

Panjang Gelombang dan Frekuensi Spektrum Elektromagnetik

ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik Whittaker (1997)

Panjang Gelombang (meter)

Frekuensi (Hertz)

10-3 10-2 10-1 100 101 102

1012 1011 1010 109 108 107

Infra merah Microwave Frekuensi Radio

10-4

(49)

Gelombang mikro sebagaimana gelombang elektromagnetik yang

lain dipancarkan dari satu sumber ke segala arah dan dapat dipantulkan

atau diserap oleh benda. Untuk penggunaan praktis perlu diperhatikan

bahwa gelombang mikro direfleksikan oleh bahan metal, menembus

bahan-bahan seperti udara, porselin, plastik dan dapat diserap oleh air,

bahan pangan dan pertanian yang kemudian akan melepaskan panas.

Energi yang dihasilkannya memiliki keuntungan di antaranya adalah daya

penetrasi yang relatif tinggi dan seragam. Hal ini dapat terjadi karena

molekul-molekul cairan di dalam bahan secara serentak mengalami rotasi

dan vibrasi sehingga terjadi keseragaman pelepasan panas di setiap titik di

dalam bahan.

2. Prinsip Pemanasan

Mariana (2004) menyatakan bahwa pemanasan dengan

menggunakan gelombang mikro merupakan akibat dari adanya interaksi

antara kandungan bahan dengan gelombang elektromagnetik.

Prinsip dasar dari pemanasan gelombang mikro yaitu adanya agitasi

molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak karena adanya gerakan

medan magnetik atau elektrik. Dengan adanya gerakan medan tersebut,

diantara partikel-partikel mencoba untuk berorientasi atau mensejajarkan

dengan medan tersebut. Pergerakan partikel terbatas oleh adanya gaya

pembatas (interaksi inter partikel dan ketahanan elektrik) yang menahan

gerakan partikel dan membangkitkan gerakan acak menghasilkan panas

(Taylor, 2005).

Energi gelombang mikro adalah radiasi non-ionisasi yang

menyebabkan pergerakan molekul, yaitu interaksi antara komponen listrik

dari gelombang dengan partikel bermuatan berupa migrasi dari ion-ion dan

rotasi dari dipol-dipol dari sampel dengan tidak merubah struktur molekul

(Taylor, 2005). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat

(50)

sehingga hanya molekul ionik dan rotasi dua kutub yang dapat berinteraksi

dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Gambar 10

menunjukkan mekanisme perubahan energi gelombang mikro menjadi

panas.

Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) (Taylor, 2005)

Konduksi ionik disebabkan oleh tumbukan akibat migrasi ionik yang

terjadi dalam medan elektromagnetik. Panas dapat dilepaskan akibat

adanya rotasi dua kutub berdasarkan penjajaran molekul secara permanen

maupun terinduksi oleh medan elektromagnetik. Apabila suatu substansi

diletakkan dalam oven, substansi tersebut akan menerima perubahan

medan gelombang dengan tiga arah orthogonal, yaitu dari atas ke bawah,

satu sisi yang lain dan dari depan ke belakang sebanyak 2,45 miliar kali

per detik. Medan osilasi frekuensi tinggi ini disebut medan gelombang

mikro. Daya rata-rata yang dihasilkan oleh medan tersebut akan

mempercepat pergerakan partikel di satu arah dan kemudian ke arah

sebaliknya. Jika partikel yang dipercepat tersebut bertumbukan dengan

partikel lain, maka akan terjadi perpindahan energi kinetik yang

menyebabkan pergerakan agitasi yang lebih cepat dibandingkan dengan

sebelumnya. Agitasi partikel ini akan meningkatkan temperatur partikel.

Selain itu partikel akan berinteraksi dengan partikel di sekitarnya. Energi

panas akan dipindahkan, sehingga seluruh partikel akan mempunyai Medan listrik bolak-balik

E

Ion natrium Molekul air

(a) (b)

Na+ Cl- O=

H+

(51)

temperatur yang sama. Proses perpindahan energi ini merupakan

mekanisme pemanasan gelombang mikro secara konduksi ionik.

Rotasi dua kutub terjadi apabila suatu molekul yang mempunyai

struktur dua kutub ditempatkan di dalam medan osilasi listrik. Molekul

tersebut akan mendapatkan energi rotasional sesuai dengan arah medan.

Ketika medan tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai

dengan arah medan awal. Ketika arah medan dibalikkan molekul akan

berputar terbalik dan menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan

tetangganya. Energi tumbukan ini akan diubah menjadi peningkatan

temperatur molekul, di samping temperatur akibat agitasi termal yang

telah ada (Taylor, 2005).

Menurut Pozar (1993), oven gelombang mikro beroperasi dengan

pelepasan gelombang mikro oleh tabung elektron sehingga

molekul-molekul air dalam bahan akan teragitasi, yang kemudian menimbulkan

getaran, dan akhirnya akan memproduksi panas. Gelombang mikro akan

masuk melalui bagian atas ruang oven yang dilengkapi dengan kipas

pemusing yang bertugas untuk menyebarkan panas yang dihasilkan tadi ke

seluruh bagian oven. Kombinasi panas berintensitas tinggi dengan

pusingan tadi menyebabkan cepatnya proses pemasakan. Uniknya panas

yang dihasilkan ini tak dapat menembus wadah (container) logam, tetapi dapat dengan mudah menembus wadah non logam.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro

a. Tipe Oven Gelombang Mikro

Bagian dari oven gelombang mikro yang mempengaruhi reaksi

pemanasan adalah ruangan tempat sampel pada oven gelombang mikro

itu sendiri. Terdapat dua tipe dasar dari oven gelombang mikro, yaitu

single mode dan multi mode. Variasi dari pemanasan tempat sampel gelombang mikro mempengaruhi tipe dasar dari oven gelombang

(52)

dari reaksi kimia yang berlangsung. Tipe single mode menghasilkan gelombang berdiri di dalam ruangan oven, untuk ini dimensi dari

ruangan tempat sampel harus dikontrol secara teliti untuk merespon

secara sistematik panjang gelombang dari gelombang mikro tersebut.

Kelebihan tipe ini adalah tingkat pemanasan dapat dikontrol dengan

memposisikan sampel pada daerah yang paling baik intensitasnya,

dengan catatan bahwa gangguan apapun (bahkan dari sampel) akan

dapat mengganggu pola dari gelombang dan akan mempengaruhi

keefektifan proses pemanasan tipe ini. Oleh karena itu volume dan

kandungan dari sampel harus tepat, sehingga pola gelombang berdiri

tidak terganggu (Taylor, 2005).

Desain oven gelombang mikro tipe multi mode sangat menghindari terbentuknya gelombang berdiri. Tujuan pembuatannya

terletak pada produksi ketidakberaturan sebanyak-banyaknya di dalam

ruangan oven. Untuk mencapai keadaan ini, dimensi dari ruangan

tempat sampel harus dibentuk sedemikian rupa agar tidak terjadi

gelombang penuh dalam ruangan oven. Kelebihan dari oven

gelombang mikro tipe ini adalah posisi dan skala sampel dapat

divariasikan.

Kedua tipe dari oven gelombang mikro ini dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan reaksi kimia yang spesifik untuk tujuan yang

berbeda. Tipe single mode dapat dimanfaatkan untuk meneliti keadaan reaksi secara spesifik, sedangkan tipe multi mode digunakan untuk percobaan dengan ukuran sampel bervariasi, tetapi dengan pengamatan

yang tidak terlalu spesifik (Taylor, 2005).

b. Sifat Materi Terhadap Gelombang Mikro

Sifat material terhadap gelombang mikro berbeda-beda, tidak

semua material cocok untuk digunakan dalam pemanasan gelombang

mikro. Ada tiga material yang dibedakan menurut sifatnya terhadap

Gambar

Tabel 1.  Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh
Tabel 3.   Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip    dari Bedoukian (1967) dan Guenther (1950)
Tabel 4.  Sifat fisiko-kimia eugenol
Gambar 1.  Rumus bangun eugenol (Parry,1922)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama reaksi dalam pembuatan biodisel dan menyusun model kinetika transesterifikasi minyak jelantah yang dibantu

Pada penelitian ini, dilakukan sintesis biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak jelantah menggunakan radiasi gelombang mikro dengan katalis KOH.. Adapun

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil berat biodiesel optimum adalah pada daya pemanasan 100 Watt dan waktu pemanasan 10 menit.. Hasil yang didapatkan adalah biodiesel

Banyak hal yang penulis peroleh ketika menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan Judul “ Rancang Bangun Alat Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Minyak Jelantah

Penelitian ini bertujuan untuk membuat biodiesel dari minyak kelapa secara kontinyu melalui proses transesterifikasi metanol dengan menggunakan radiasi microwave

Transesterifikasi membutuhkan banyak metanol untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester , itu sebabnya dalam penelitian menggunakan perbandingan molar

dianalisa dengan metode GC maupun SNI, proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dapat dilakukan menggunakan bantuan iradiasi gelombang mikro dengan katalis heterogen Na 2

Bogor: Program Sarjana Manajemen Sumber Daya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.. Balai Penelitian