• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan model berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model

ditunjukkan dari nilai Fhitung dari model lebih besar dari Ftabel dan untuk p-value =

0.0005 <α =0.05. Nilai koefisien determinan R2 = 0.9955 pada tabel menunjukkan adanya hubungan korelasi yang tinggi antara pengaruh variabel faktor terhadap respon. Nilai Adeq Precision menunjukkan rasio 41.758 > 4 (desirability), yang artinya bahwa model persamaan regresi dapat digunakan untuk menavigasi desain ruang:

Y= 344.18 – 37.19X1 + 249.21X2 – 94.48X1X2 ... (1) Keterangan : Y : aktivitas xilanase (U/mL)

X1 : Aerasi (vvm)

X2 : Agitasi (rpm)

Desain Eksperimen Central Composite Design (CCD)

Rancangan RSM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) yang merupakan desain fraksional dan nilai tengah (center point) yang diperbesar dengan sekelompok start point untuk menentukan titik lengkung kurva. Nilai tengah diperoleh dari nilai optimum acuan dari analisa persamaan desain eksperimen dua level sebelumnya. Agitasi untuk batas atas adalah 270.7 rpm dan batas bawah 129.29 rpm, sedangkan laju aerasi untuk batas atas adalah 2.197 vvm dan batas bawah 0.675 vvm. Pengkodean level dan nilai level dari variabel independen pada rancangan desain CCD dapat diketahui pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengkodean level dan nilai level eksperimen CCD

Variabel Independen simbol level

-1.41421 -1 0 1 1.41421

Aerasi (vvm) X1 3.76 5 1.44 11 12.24

Agitasi (Rpm) X2 129.29 150 200 250 270.711

Total perlakuan yang dihasilkan dari kombinasi antara faktor X1 dan X2

dengan menggunakan CCD adalah sebanyak 13 perlakuan (Lampiran 5). Respon produksi xilanse diamati pada jam ke-6, ke-12, ke-18, ke-24, ke-20, dan ke-36. Hasilnya dianalisa dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA).

Analisis pemilihan model ini dilakukan berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit Tests) dan ringkasan model secara statistik (Model Summary Statistics). Model yang mungkin terpilih dari metoda permukaan respon adalah linier, 2FI (antara dua faktor), dan kuadratik.

1. Pemilihan model berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model

Model terpilih berdasarkan uraian jumlah kuadrat adalah urutan polinominal dengan nilai tertinggi dimana syarat model yang diterima bernilai nyata (p<5%). Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa model terpilih untuk dapat menjelaskan respon (aktivitas xilanase) adalah model kuadratik vs interaksi dua faktor (2FI), karena mempunyai nilai P sebesar < 0.0001 (-5%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan dari model kurang dari 5%, dengan kata lain model tersebut berpengaruh nyata untuk dapat menjelaskan respon yang

15 dimaksud. Model 2FI vs Linier tersebut berstatus disarankan (digaris bawahi) oleh program yang digunakan.

Tabel 4 Pemilihan model berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model Sumber Jumlah Kuadrat DB Mean Kuadrat F Hitung Nilai P Prob > F Mean vs Total 1597925 1 1597925 Linear vs Mean 273298 2 136649.5 9..136377 0.0055 2FI vs Linear 59691.24 1 59691.24 5.977418 0.071 Quadratic vs 2FI 14.4078 2 7.203949 0.000561 0.9994 Cubic vs Quadratic 1577.5851 2 788.7926 0.044674 0.9567 Residual 88283.12 5 17656.63 Total 2020790.709 13 155445.4

2. Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model

Pada pemilihan model ini dianggap tepat apabila ketidaktepatan model berpengaruh tidak nyata dengan nilai P yang paling tinggi dan model tersebut berstatus disarankan. Hasil pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model Sumber Jumlah Kuadrat DB Mean Kuadrat F hitung Nilai P Prob > F Linear 61283.23 4 12256.65 0.694167 0.6507 2FI 1591.993 4 397.9983 0.022541 0.9987 Quadratic 1577.585 2 788.7926 0.044674 0.9567 Cubic 0 0 Pure Error 88283.12 5 17656.63

3. Pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik

Proses pemilihan model ini berdasarkan ringkasan model secara statistik. Parameter statistik yang digunakan untuk memilih model yang tepat difokuskan pada akar R-kuadrat dan prediksi R-kuadrat terendah. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik Sumber Ragam Standar Deviasi R-Kuadrat Akar R-Kuadrat Prediksi R-Kuadrat Presisi Linear 122.2973 0.646303 0.575563 0.380933 261782.1 2FI 99.9305 0.787462 0.716615 0.737101 111171 Disarankan Quadratic 113.3015 0.787496 0.635707 0.666249 141131.7 Cubic 132.8782 0.791226 0.498943

Tabel 6 menunjukkan bahwa diantara model–model yang ada yaitu linier, 2FI, dan kuadratik, model 2FI yang menunjukkan status disarankan yang berarti

16

bahwa model tersebut disarankan untuk digunakan. Persamaan berikut merupakan bentuk umum persamaan regresi untuk model 2FI :

Y = 317.43 – 14.28X1– 1903.11X2 – 904.85X1X2 ... (2) Keterangan : Y : aktivitas xilanase (U/mL)

X1 : Aerasi (vvm)

X2 : Agitasi (rpm)

Pada persamaan ini, koefisien model regresi terdiri atas satu koefisien blok, dua koefisien linier, dan satu koefisien interaksi. Model persamaan ini merupakan interaksi 2 faktor dan linier.

Hasil analisa ragam dengan α = 0.05, diketahui bahwa faktor yang

signifikan adalah agitasi (X2), dan interaksi antara aerasi dan agitasi (X1X2) karena Pvalue< 5%. Hasil analisa ragam ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen CCD Sumber Jumlah Kuadrat DB Mean Kuadrat F Hitung Nilai P Prob > F Model 332990.1 3 110996.7 11.1151 0.0022 signifikan X1 21.63575 1 21.63575 0.00216 0.9639 X2 49506.53 1 49506.53 4.95753 0.0530 X1 X2 59691.24 1 59691.24 5.97741 0.0371 Residual 89875.12 9 9986.125

Lack of Fit 1591.993 4 397.9983 0.022541 0.9987 Tidak signifikan Pure Error 88283.12 5 17656.63

Cor Total 422865.3 12

Tabel 8 Lanjutan hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen CCD

Hasil analisa model dengan nilai Pvalue< 5% juga menunjukkan nilai signifikan yang berarti model dapat digunakan untuk proses optimasi produksi xilanase. Selain itu dari hasil uji Lack of Fit terhadap model dapat diketahui bahwa tidak ada ketidaktepatan model, hal ini dapat dibuktikan dari nilai Lack of Fit diperoleh Pvalue = 0.9987 (Not significant) > derajat signifikansi α = 0.05

artinya model regresi diterima (Tabel 7). Nilai koefisien determinasi yang diperoleh berdasarkan uji ANOVA yaitu sebesar R2 = 0.787462 menunjukkan bahwa hubungan korelasi 78% variabel respon pada produksi xilanase dipengaruhi oleh variabel independen.

Keakuratan model juga dapat diketahui dari perbandingan nilai aktual penelitian dengan prediksi model. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai aktual dan prediksi tersebar mendekati garis linier.

Std.Dev. 99.93059 R-kuadrat 0.787462 Mean 350.5956 Akar R-kuadrat 0.716615 C.V.% 28.50308 Prediksi R-kuadrat 0.737101 PRESS 111170.9 Adeq Presisi 11.10313

17

Gambar 3 Distribusi sebaran nilai aktual dan prediksi produksi xilanase Dengan menggunakan persamaan (2) dapat diprediksikan level optimum agitasi dan aerasi untuk produksi xilanase. Gambar 4 menunjukkan respon permukaan dan plot kontur 3D pada optimasi fermentasi produksi xilanase.

Gambar 4 Respon permukaan dan kontur plot pengaruh aerasi dan agitasi dengan level terkodekan terhadap produksi xilanase

Menurut Myers (1971), respon optimal dapat berupa grafik maksimum, minimum dan pelana (Saddle Point). Penentuan titik optimum dari variabel bebas (faktor) yang memiliki pengaruh nyata terhadap respon dilakukan setelah model sesuai. Titik optimum faktor yang dipilih adalah yang memiliki respon yang paling maksimum. Titik optimum dilakukan dengan menganalisa bentuk kurva permukaan dan kontur respon terhadap faktor. Diketahuinya titik stasioner atau titik optimum, maka bentuk kurva dapat ditentukan memiliki titik maksimum, titk minimum atau titik pelana.

Design-Expert® Software aktivitas

Color points by value of aktivitas: 641.041 23.369 Actual P re d ic te d Predicted vs. Actual 20.00 182.50 345.00 507.50 670.00 23.37 182.54 341.72 500.89 660.06 0.51 0.75 1.00 1.24 1.48 150.00 175.00 200.00 225.00 250.00 -10 170 350 530 710 ak ti v itas A: aerasi B: agitasi 0.51 0.75 1.00 1.24 1.48 150.00 175.00 200.00 225.00 250.00 aktivitas A: aerasi B : a g it a si 115.767 234.43 353.094 471.757 590.42 6 6 6 6 6 6

18

Analisis menggunakan ANOVA memperlihatkan bahwa aerasi tidak menunjukkan nilai yang signifikan, artinya penambahan laju aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan aktivitas xilanase selama masa produksi. Hal ini mungkin disebabkan karena, kebutuhan bakteri terhadap oksigen didalam media produksi sudah tercukupi untuk melakukan metabolisme.

Peningkatan aerasi dari 0.5 vvm hingga 1 vvm akan meningkatkan aktivitas enzim, namun peningkatan aerasi lebih dari 1 vvm akan menyebabkan turunnya aktivitas enzim (Bakri et al. 2011; Cabiscol et al. 2000). Calik et al. (2000) menyatakan bahwa aerasi dimaksudkan untuk menyediakan oksigen dalam medium fermentasi. Metabolisme bakteri akan terganggu jika konsentrasi oksigen terlarut berada dibawah tingkat kritisnya. Peningkatan kelarutan oksigen dalam medium kultivasi akan meningkatkan laju konsumsi oksigen spesifik oleh bakteri sampai nilai tertentu, setelah itu peningkatan oksigen terlarut tidak berpengaruh terhadap laju konsumsi oksigen spesifik.

Interaksi antara aerasi dan agitasi menunjukkan hasil yang signifikan, artinya bahwa hubungan keduanya memiliki pengaruh dalam meningkatkan aktivitas xilanase. Hal ini disebabkan karena interaksi aerasi dan agitasi dapat meningkatkan ketersediaaan oksigen oleh adanya pengadukan sehingga pencampuran dapat terjadi secara maksimal. Bakri et al. (2011) mengatakan bahwa efisiensi aerasi dapat ditingkatkan dengan agitasi, yang mengakibatkan peningkatan tegangan antar muka antara gas dan cairan. Agitasi akan menyebabkan gelembung udara pecah sehingga menjadi gelembung-gelembung udara yang lebih kecil.

Optimasi dan Validasi

Setelah dilakukan analisis dari dua variabel faktor yaitu aerasi dan agitasi terhadap aktivitas xilanase serta penentuan range yang telah disesuaikan, program

Design Expert 7.00 merekomendasikan 20 formula solusi optimasi. Formula paling optimal yaitu formula dengan nilai desirability paling tinggi. Menurut Raissi dan Farzani (2009), nilai desirability merupakan nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk akhir.

Validasi model dilakukan dengan mengoptimalkan nilai laju agitasi, sedangkan laju aerasi berada pada nilai minimal. Berdasarkan hasil validasi diketahui nilai perkiraan titik optimum secara teoritis dan secara aktual seperti tertera pada tabel 9.

Tabel 9 Validasi model berdasarkan solusi dari desain model Aerasi (vvm) Agitasi (rpm) Prediksi produksi

xilanase (U/mL) Aktual produksi xilanase (U/mL) 0.67 249.87 682.82 779.37 0.67 253.89 707.51 728.67 0.67 269.7 743.14 333.64

Dari hasil validasi diketahui bahwa nilai hasil perkiraan titik optimum sebesar 682.82 U/mL, sedangkan nilai hasil validasi secara aktual lebih besar yaitu sebanyak 779.37 U/mL dengan tingkat kesamaan 88.5%. Jika agitasi dinaikkan menjadi 253.89 rpm maka nilai validasi aktual juga lebih besar jika

19 dibandingkan dengan nilai perkiraan titik optimum. Namun ketika agitasi dinaikkan hingga 269.7 rpm, nilai validasi aktual jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai perkiraan titik optimumnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan agitasi lebih dari 253.89 rpm akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang berarti model persamaan yang didapat sudah tidak valid. Hal ini diduga karena agitasi yang tinggi akan mengganggu metabolisme bakteri serta ditimbulkannya busa yang berlebih di dalam media fermentasi yang memungkinkan terjadinya kontaminasi media. Menurut Benz (2008), tingkat agitasi yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga berakibat terhadap jumlah metabolik yang dihasilkan. Luis et al. (2005) menjelaskan bahwa pemberian agitasi yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak optimal sehingga terjadi penurunan terhadap produksi enzim.

Selama waktu produksi enzim, dilakukan pula pengukuran terhadap jumlah sel dan kadar protein enzim. Waktu produksi xilanase optimum dapat diketahui

melalui hubungan antara aktivitas enzim dan laju pertumbuhan biomassa. Hubungan antara aktivitas enzim dan jumlah sel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva hubungan antara jumlah sel B. halodurans CM1 dan aktivitas xilanase pada 50 oC pH 9 selama waktu inkubasi

Dari gambar dapat dilihat bahwa, jumlah sel berbanding lurus terhadap aktivitas xilanase. Pembentukan xilanase berasosiasi dengan pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan karena xilanase merupakan produk metabolit primer dari B. halodurans CM1. Aktivitas xilanase tertinggi berada pada jam ke-24 selama waktu inkubasi, begitu pula dengan jumlah sel. Pada penelitian ini produksi xilanase hingga jam ke-6 tidak mengalami peningkatan yang tinggi karena bakteri masih berada dalam proses adaptasi dari medium starter ke medium produksi. Pada masa adaptasi ini bimassa sel masih sedikit sehingga mengakibatkan aktivitas enzim yang dihasilkan kecil. Fase adaptasi dapat disebut juga fase lag. Fase log atau eksponensial pada pertumbuhan bakteri ditandai dengan adanya peningkatan kenaikan jumlah sel yang cukup besar, dalam hal ini terlihat mulai dari jam ke-12 hingga jam ke-24. Pada waktu ini pembentukan sel dari B. halodurans CM1 sangat cepat. Pada jam ke-24 bakteri mengalami fase stasioner

20

dan pada jam ke-30 bakteri mengalami penurunan jumlah sel yang cukup besar, namun pada jam ke-36 kembali mengalami peningkatan jumlah sel jika dibandingkan dengan jam ke-30. Adanya penurunan aktivitas xilanase pada jam ke-30 ini mungkin disebabkan adanya produk akhir proses enzimatik seperti xilosa yang berperan sebagai inhibitor umpan balik pada konsentrasi yang tinggi sehingga produksi xilanase terhambat (Kulkarni et al. 1999). Menurut Brock et al. (1994), enzim yang dihasilkan pada fase log akan terakumulasi pada fase stasioner. Waktu produksi enzim yang optimum adalah pada jam ke-24.

Gambar 6 Kurva hubungan antara kadar protein dan aktivitas xilanase pada 50 oC pH 9 selama waktu inkubasi

Gambar 6 menunjukkan hubungan antara kadar protein dan aktivitas xilanase selama waktu produksi. Perubahan kadar protein yang terukur selama waktu produksi tidak menunjukkan perubahan yang cukup signifikan namun cenderung statis. Hal ini dimungkan terjadi karena protein yang terukur merupakan protein total yang terdapat dalam media produksi, bukan hanya protein dari enzim xilanase. Kadar protein dari media tepung ikan yang cukup tinggi yang diduga menyebabkan kadar protein di dalam media cenderung statis.

Kadar ptotein diukur dengan menggunakan metode Bradford (1976) dimana protein enzim akan bereaksi dengan pereaksi coomassie Brilliant Blue G-250. Aktivitas xilanase ditentukan oleh dua faktor, yaitu unit aktivitas dan kadar protein. Enzim merupakan protein, maka dengan mengetahui kadar protein keseluruhan dapat diketahui besarnya protein yang berfungsi sebagai enzim melalui kemampuannya dalam mengubah substrat menjadi produk yang diinginkan.

21

Gambar 7 Kurva hubungan antara aktivitas dan aktivitas spesifik xilanase pada 50 ºC pH 9 terhadap waktu inkubasi

Gambar 7 memperlihatkan hubungan aktivitas enzim dan aktivitas spesifik dari B. halodurans CM1, aktivitas spesifik berbanding lurus terhadap aktivitas xilanase. Hal ini menunjukkan bahwa xilanase merupakan produk metabolit primer yang berkaitan dengan pertumbuhan sel yang berlangsung di dalam fermentor selama waktu inkubasi.

Xilanase yang dihasilkan oleh B. halodurans CM1 merupakan enzim yang terinduksi, artinya bahwa dibutuhkan penginduksi di dalam media selama waktu inkubasi. Xilan merupakan penginduksi dari xilanase B. halodurans CM1 yang dalam penelitian ini diperoleh dari media tongkol jagung. Menurut Bauman (2004) keberadaan induser (xilan) penting di dalam media produksi, mekanisme induksi diatur oleh represor. Jika di dalam suatu media terdapat substrat (penginduksi xilan) maka protein represor akan menjadi tidak aktif sehingga terjadi proses biosintesis enzim penghidrolisis substrat. Namun dengan habisnya penginduksi xilan dalam suatu media akan menyebabkan protein represor aktif sehingga sintesis enzim penghidrolisis xilan ditekan sehingga produksi xilanase turun. Beg et al. (2001) menyatakan bahwa xilan merupakan penginduksi dari xilanase karena xilanase dapat diinduksi oleh media yang mengandung residu xilan murni, xilooligosakarida, xilosa, dan residu lignoselulosa.

Penggunaan media tongkol jagung untuk produksi xilanase dilakukan karena substrat ini lebih murah dan mudah didapat sehingga bersifat lebih ekonomis untuk produksi xilanase pada skala industri. Tongkol jagung diketahui mengandung xilan yang lebih tinggi dibandingkan bagas tebu, oat hulls, sekam, kulit kacang dan kulit biji kapas. Kandungan xilan atau pentosan pada tongkol jagung berkisar antara 12,4-12,9% (Richana et al. 1994). Menurut Katapodis et al. (2006) tongkol jagung mengandung 391 g selulosa, 421 g hemiselulosa (sebagian besar berupa xilan), 91 g lignin, 17 g protein dan 12 g abu per Kg berat keringnya. Yang et al. (2005) menyatakan bahwa kadar xilan dari tongkol jagung adalah

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 200 400 600 800 1000 1200 0 6 12 18 24 30 36 Akt iv ita s xi lan ase (U /m L) Akt iv ita s sp e si fi k xi lan ase (U /m g) Axis Title

22

34.8%. Sedangkan berdasarkan penelitian Garcia et al. (2002) tongkol jagung mengandung xilan 15-30%.

Dalam proses fermentasi, agitasi dan aerasi merupakan faktor yang penting untuk memasok oksigen bagi mikroorganisme. Efisiensi agitasi dan aerasi tergantung pada kelarutan oksigen dan kecepatan difusi oksigen ke dalam media serta kapasitas bioreaktor dalam memenuhi kebutuhan oksigen dari populasi mikroba. Produksi secara fermentasi beberapa metabolit penting dipengaruhi oleh adanya agitasi dan aerasi (Santisteban dan Filho 2005). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa agitasi dan aerasi memiliki peranan dalam produksi xilanase selama waktu inkubasi pada rentang waktu tertentu. Agitasi dan aerasi adalah parameter yang sangat kritikal dan penting untuk proses scale up dalam produksi enzim. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi terbaik produksi xilanase berada pada kondisi agitasi dan aerasi masing-masing sebesar 249.87 rpm dan 0.67 vvm. Pada kondisi ini dihasilkan aktivitas xilanase yang tertinggi selama waktu produksi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi agitasi dan erasi memberikan efek yang positif terhadap produksi xilanase. Kecepatan agitasi dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut dan dispersi makromolekul dalam medium. Namun demikian, agitasi dan aerasi dapat menimbulkan dampak negatif apabila laju agitasi dan aerasi ditingkatkan melebihi batas optimal sehingga tidak menyebabkan peningkatan aktivitas produksi enzim melainkan dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim. Pada penelitian ini percobaan validasi dilakukan untuk memverifikasi ketersediaan dan akurasi model, dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai validasi prediksi yang cukup baik dengan nilai-nilai ekperimental yang dicobakan.

Efek pengadukan yang ditimbulkan oleh kecepatan agitasi yang tinggi akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap pembentukan sel dan stabilitas enzim ( Feng et al. 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Bakri et al. (2011) peningkatan aerasi lebih besar dari 1 vvm akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim sama halnya apabila agitasi ditingkatkan dengan kecepatan pengadukan yang tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan pada sel mikroorganisme. Begitu pula menurut hasil penelitian Techapun et al. (2003) bahwa peningkatan aerasi lebih dari 1 vvm dan peningkatan agitasi lebih dari 150 rpm akan menurunkan produksi enzim.

KESIMPULAN

Kondisi fermentasi yang optimal untuk produksi xilanase pada fermentor dengan skala 8 liter tercapai pada kondisi aerasi 0.67 (vvm) dan agitasi 249.87 (rpm). Hasil validasi menunjukkan bahwa model persamaan kondisi optimum Y= 344.18 – 37.19X1 + 249.21X2 – 94.48X1X2adalah valid.

23

Dokumen terkait