• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pemilihan Model Terbaik 1.Uji Chow 1.Uji Chow

Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Restricted dengan cara melihat nilai (P-Value) F-Statistik lebih kecil

dari tingkat signifikan α = 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun

hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square (PLS) H1 : Model Fixed Effect (FEM)

62 Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan Pooled Least Square (PLS) diperoleh nilai probababilitas F-Statistik yakni sebagai berikut:

Table 4.2 Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 1.401819 (49,146) 0.0643

Cross-section Chi-square 77.116887 49 0.0063

Sumber: data sekunder yang diolah

Dari tabel 4.2 diatas diperoleh F-Statistik adalah 1.401819dan nilai probabilitas F-Statistik sebesar 0.0643 yang berarti bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih besar dari tingkat signifikansi α 5% (0.0643 > 0,05). Maka H0 diterima, sehingga model panel yang digunakan adalah Pooled Least Square (PLS).

2. Uji Hausman

Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji hausman. Pengujian ini untuk menentukan model paling tepat digunakan antara Fixed Effet Model (FEM) dengan Random Effect Model (REM). Uji hausman memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-Square Statistic dan nilai α 5% sehingga keputusan pemilihan model dapat ditentukan

63 dengan tepat. Sebelum membandingkan Chi-Square Statistic dan terlebih dahulu dibuat hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect

Hasil pengolahan dengan uji hausman dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 2.686548 4 0.6116

Sumber: data sekunder yang diolah

Berdasarkan hasil uji hausman pada tabel 4.3 diatas, didapatkan Chi-Square statistic sebesar 2.686548 dengan nilai probabilitas 0.6116. Dikarenakan nilai Chi-Square statistic lebih besar dari nilai α 5% (0.6116> 0.005) maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa model yang dapat digunakan untuk model penelitian adalah Random Effect Model.

3. Uji Lagrange Multiplier

Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji lagrange multiplier, pengujian ini untuk menentukan model yang paling tepat digunakan antara Pooled Least Square (PLS) dengan Random Effect Model (REM). Uji lagrangge multiplier memberikan penilain dengan menggunakan nilai breusch-paganlebih kecil dari tingkat signifikansi α 5%.

64 Sebelum membandingkan nilai breusch-pagan dan tingkat signifikansi a 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Pooled Least Square (PLS) H1 : Model Random Effect

Hasil dari pengolahan dengan uji lagrange multiplier dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji Lagrange Multiplier Lagrange Multiplier Tests for Random Effects Null hypotheses: No effects

Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided (all others) alternatives

Test Hypothesis

Cross-section Time Both Breusch-Pagan 1.786924 0.746643 2.533567

(0.1813) (0.3875) (0.1114) Sumber: data sekunder yang diolah

Berdasarkan hasil lagrangge multiplier pada tabel 4.4 di atas, nilai

breusch-pagan sebesar 0.1813, yang berarti bahwa nilai breusch-pagan

lebih besar dari tingkat signifikansi α 5% (0.1813 > 0.05). maka H0

diterima, sehingga model panel yang digunakan adalah Pooled Least Square

65 C. Hasil Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai Chi-tabel, maka data dalam penelitian berdistribusi normal (Winarno, 2011). Normalitas data dapat dilihat dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Lebih mudah bila melihat koefisien Jarue-Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini bersifat saling mendukung. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 5 %, maka data terdistribusi normal (Winarno, 2011). Adapun uji normalitas dapat dilihat pada grafik 4.1 sebagai berikut:

Grafik 4.1 Uji Normalitas 0 4 8 12 16 20 24 28 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4

Series: Standardized Residuals Sample 2011 2014 Observations 200 Mean -2.43e-16 Median -0.011511 Maximum 0.542515 Minimum -0.510164 Std. Dev. 0.196443 Skewness 0.264007 Kurtosis 3.027372 Jarque-Bera 2.329571 Probability 0.311990

Sumber: data diolah

Dilihat pada grafik 4.1 diperoleh nilai Jarque-Bera hitung sebesar 2,329571 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,311990 karena nilai

66 probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0,311990 > 0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini telah terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variable indpenden. Untuk meilihat ada atau tidak adanya multikolonieritas nilai

correlation matrix dari semua variable inpenden harus kurang dari 0.8. Berikut ini uji multikolinieritas dengan menggunakan correlation matrix:

Tabel 4.5 Correlation Matrix ROA IOS KM KI ROA 1.000000 -0.036068 -0.035259 0.040789 IOS -0.036068 1.000000 -0.049608 0.063780 KM -0.035259 -0.049608 1.000000 0.136269 KI 0.040789 0.063780 0.136269 1.000000 Sumber: data diolah

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tidak ada masalah multikolinieritas. hal ini dikarenakan nilai korelasi matriks (correlation matrix) dari semua variable independen adalah kurang dari 0.8.

Multikolinieritas biasanya terjadi pada estimasi yang menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data time series dengan data

cross-section mengakibatkan masalah multikolinieritas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, yang mana secara teknis sudah dikatakan masalah multikolinieritas adalah sudah tidak ada.

67 3. Uji Heterkoskedastisitas

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam penelitian salah satunya adalah menggunakan menggunakan cara dalam prosedur statistik dengan uji glejser. Uji glejser menggunakan abs(resid2) sebagai variabel dependen. Berikut hasil uji heteroskedastisitas dengan uji glejser:

Tabel 4.6 Hasil Uji Glejser Dependent Variable: RESABS

Method: Panel Least Squares Date: 12/03/15 Time: 21:02 Sample: 2011 2014

Periods included: 4

Cross-sections included: 50

Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.236732 0.209183 10.69270 0.0000 ROA 0.065457 0.135905 0.481637 0.6306 IOS 0.160809 0.127066 1.265559 0.2072 KM 1.478396 4.356772 0.339333 0.7347 KI -1.079713 0.829344 -1.301887 0.1945 Sumber: data diolah

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dari hasil tersebut dapat dilihat nilai probababilitas dari masing-masing variable independen lebih besar dari α =

5%. Hal ini mengindikasi bahwa data penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

68 4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu dan invidu. Pada umumnya autokorelasi lebih sering terjadi pada data time series (Nachrowi dan Usman, 2008).

Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan data panel maka sudah tidak perlu diuji autokorelasi. Dikarenakan sifat data panel yang lebih kepada cross section. Sedangkan autokorelasi lebih sering terjadi pada time series.

Dokumen terkait