• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sampel Kacang Hijau. Sampel kacang hijau adalah kacang hijau biji besar yang dibeli di swalayan Grand, di Bogor. Biji sampel berbentuk bulat silindris dengan ujung tumpul, berwarna hijau tua dengan panjang kurang lebih (0.5-0.8)cm dan mudah dikelupas kulitnya setelah direndam. Kacang hijau yang telah dipilih kemudian dibersihkan dari kotoran atau biji-biji lain yang bercampur.

(0.5-0.8)cm

Gambar 3. Biji kacang hijau yang digunakan pada penelitian

Ragi Tempe. Ragi merupakan kumpulan spora/benih kapang tempe yang penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan (Koswara, 1995). Ragi yang digunakan adalah ragi tempe yang biasa dipakai oleh pengusaha tempe kedelai di desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat. Ragi tempe berupa serbuk atau butiran-butiran kecil berwarna putih kecoklatan.

Gambar 4. Ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau 2. Trial and Error Proses Pembuatan Tempe Kacang Hijau.

Cara pembuatan ini mengacu pada pembuatan tempe kedelai (Koswara, 1995). Cara pembuatan tempe kedelai dapat dilihat pada Gambar 2. Pembuatan dimulai dari membersihkan kedelai dari kotoran yang tidak diinginkan kemudian dicuci dengan air dan direbus selama 30 menit. Kedelai rebus dikupas kulitnya dengan menginjak-nginjaknya dalam air, kemudian dicuci dan direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 jam. Kedelai direbus kembali selama 1 jam dengan air

perendamnya kemudian ditiriskan. Kedelai yang telah dingin diinokulasi dengan ragi tempe (1 g untuk 1 kg kedelai matang) kemudian dibungkus dengan daun pisang atau plastik berlubang dan disimpan pada suhu kamar selama 40-48 jam.

Trial and error yang dilakukan pada proses pembuatan tempe kacang hijau

dengan berat mentah 1 kg adalah pada proses perendaman, pelunakan kacang hijau, pemberian ragi, pembungkusan dan penyimpanan.

Biji kacang hijau direndam menggunakan air biasa atau air suhu ruang (pH ± 7) dan air bekas rendaman kedelai semalam (pH 4.1) selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 12 jam. Pelunakan kacang hijau dilakukan dengan (1) perebusan pada suhu 98ºC selama 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, 8 menit, dan 10 menit, (2) pengukusan pada air mendidih selama 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit, (3) perendaman dalam air mendidih selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit.

Penetapan jumlah ragi berdasarkan standar jumlah ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat kedelai matang (Koswara, 1995). Hasil perhitungan jumlah ragi yang digunakan adalah 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%. Hasil tempe dengan penambahan ragi yang berbeda-beda ini kemudian diujikan kepada panelis untuk mendapatkan standar formula konsentrasi ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau.

Pembungkusan dilakukan menggunakan plastik (PP) berlubang, daun pisang berlubang, dan daun pisang tidak berlubang. Penyimpanan tempe kacang hijau dilakukan di laboratorium dan di pabrik tempe.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan terdiri dari empat tahap yaitu (1) membuat tempe dengan metoda terpilih dari penelitian pendahuluan dan membuat bubur kacang hijau dengan metode Lilian (2005) (Lampiran 10), (2) melakukan uji organoleptik tempe kacang hijau mentah, (3) menganalisis senyawa isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau dengan metode Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC) (Lampiran 11), (4) menganalisis kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau meliputi kadar air & abu (metode oven biasa), kadar lemak (metode

Soxhlet), kadar protein (metode Semi Kjedahl), dan total karbohidrat (by difference) (metode terlampir pada Lampiran 17).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada uji organoleptik tempe kacang hijau mentah adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua kali ulangan perlakuan. Perlakuan percobaan pada pembuatan tempe kacang hijau adalah banyaknya jumlah ragi yang digunakan yaitu A1 (0.05%), A2 (0.1%), A3 (0.15%), dan A4 (0.2%) (4 taraf perlakuan). Parameter yang diamati adalah warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Model matematis sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Dengan :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = 1, 2, 3, 4

j = 1, 2

µ = nilai rata-rata umum τI = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pengolahan dan Analisis Data

Uji organoleptik bertujuan untuk menentukan standar formula konsentrasi ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau yang selanjutnya akan dianalisis kandungan isoflavon dan kandungan gizinya. Hasil uji organoleptik diolah menggunakan SPSS versi 11.5 for windows. Data yang diperoleh diuji menggunakan Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan tempe kacang hijau mentah. Paired samples t-test digunakan untuk menentukan apakah kandungan senyawa isoflavon pada kacang hijau segar sebelum pengolahan (fermentasi dan perebusan) dengan sesudah pengolahan (menjadi tempe dan bubur) berbeda.

Metode Pembuatan Tempe Kacang Hijau

Tahap-tahap pembuatan tempe kacang hijau berbeda dengan pembuatan tempe kedelai. Hasil trial and error pada proses pembuatan tempe kacang hijau dengan berat mentah 1 kg adalah sebagai berikut :

Perendaman

Air Rendaman. Biji kacang hijau direndam menggunakan air biasa atau air suhu ruang (pH ± 7). Hasil yang didapatkan ternyata tidak memuaskan. Biji kacang hijau masih agak keras sehingga sulit untuk dikelupas kulitnya. Air rendaman yang digunakan selanjutnya adalah air bekas rendaman kedelai selama semalam (pH 4.1). Hasil yang didapatkan adalah biji kacang hijau lunak, sehingga mudah dikelupas kulitnya. Nilai pH air rendaman kedelai 4.1 (asam) karena adanya pertumbuhan bakteri asam laktat. Hal ini memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan kapang tempe terutama Rhyzopus oligosporus dan dapat mencegah perkembangan bakteri lain yang dapat membusukkan kedelai (Steinkraus, 1983). Hasil terbaik perendaman adalah biji kacang hijau direndam dalam air bekas rendaman kedelai semalam. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah air kondisi asam dengan kisaran pH ± 4-5. Asam-asam yang dapat digunakan misalnya asam cuka atau asam laktat.

Lama Perendaman. Perendaman dilakukan selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 12 jam. Tujuan perendaman adalah agar biji kacang hijau menggembung dan kulit luarnya empuk (Sarwono, 2002). Semakin lama waktu perendaman, biji kacang hijau semakin empuk dan kulit kacang hijau mudah dikelupas. Hasil terbaik trial and error adalah 12 jam. Lama perendaman ini sama dengan lama perendaman pada tempe kedelai.

Pengelupasan Kulit

Pembuatan tempe kedelai secara tradisional menggunakan kaki untuk mengelupas kulit kedelai. Cara tersebut menimbulkan kesan tidak higienis. Namun, akhir-akhir ini sudah banyak pengelupasan dilakukan secara modern yaitu dengan menggunakan mesin atau alat pemecah dan penggiling kedelai. Pengelupasan kulit kacang hijau pada penelitian ini menggunakan tangan.

Pengelupasan dengan mesin dapat dilakukan apabila kacang hijau dalam jumlah besar. Mesin yang digunakan adalah mesin khusus penggiling dan pengelupas kacang hijau atau bisa menggunakan mesin penggiling dan pengelupas kedelai.

Gambar 5. Mesin penggiling dan pengelupas kedelai dan kacang hijau Pelunakan Kacang Hijau

Perebusan. Perebusan pada pembuatan tempe kedelai dilakukan selama 30 menit. Cara ini tidak dapat diterapkan pada biji kacang hijau karena kacang hijau yang direbus selama 30 menit, bijinya hancur menjadi bubur. Trial and

error yang dilakukan adalah kacang hijau direbus pada suhu 98ºC selama 1 menit,

2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, 8 menit, dan 10 menit. Hasil perebusan terbaik adalah 3 menit dengan kondisi biji kacang hijau empuk tidak lembek. Namun, perlakuan perebusan ini berdampak pada hasil tempe yang kurang baik. Tempe yang dihasilkan lebih cepat membusuk karena kadar air kacang hijau terlalu tinggi. Menurut Sarwono (2002) dalam proses fermentasi, kapang membutuhkan oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Biji kedelai yang terlalu basah akan menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang sulit berkembang.

Pengukusan. Alternatif lain untuk pelunakan biji kacang hijau adalah dengan penetrasi panas atau uap melalui proses pengukusan. Trial and error yang dilakukan adalah biji kacang hijau dikukus pada air mendidih selama 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil terbaik pengukusan 20 menit karena biji dalam keadaan empuk tidak lembek. Hasil tempe dengan metode pengukusan

sama dengan metode perebusan yaitu tempe kurang baik. Hal ini karena rendahnya kadar air pada biji kacang hijau. Menurut Sarwono (2002) selain oksigen, pertumbuhan kapang memerlukan suhu dan kelembaban yang cocok. Bahan kedelai masak calon tempe harus cukup mengandung air. Apabila saat menanaknya terlalu kering sehingga kelembaban kurang, mengakibatkan substrat kedelai sukar ditembus dan dilapukkan oleh miselium kapang. Hal ini berlaku juga pada biji kacang hijau.

Perendaman dengan air mendidih. Cara lain yang dilakukan pada trial

and error untuk melunakkan biji kacang hijau adalah dengan merendamnya pada

air mendidih. Perendaman dilakukan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil terbaik adalah 15 menit dengan kondisi kadar air biji kacang hijau yang cukup sehingga kapang dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan tempe yang baik. Perbedaan perlakuan perebusan dengan perendaman air mendidih adalah pada saat perebusan suhu air konstan dan cenderung naik karena pemanasan terus berlangsung. Suhu yang tinggi ini menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau dan absorbsi kacang hijau terhadap air berlangsung cepat. Hal ini yang menyebabkan kadar air biji kacang hijau tinggi walaupun telah ditiriskan. Pada perendaman air mendidih, suhu air berangsur-angsur turun dari 98°C menjadi 50°C pada menit kelima belas. Turunnya suhu menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau berlangsung lambat. Hal ini yang menyebabkan kacang hijau mempunyai kadar air yang cukup.

Pendinginan

Pendinginan dilakukan pada nampan yang bersih agar terhindar dari kontaminan mikroorganisme. Nampan yang digunakan adalah nyiru yang terbuat dari bambu karena mempercepat proses pendinginan dan penyerapan kadar air. Pemberian ragi

Formulasi tempe kacang hijau pada penelitian ini adalah banyaknya jumlah ragi yang digunakan. Penetapan jumlah ragi berdasarkan standar jumlah ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat kedelai matang (Koswara, 1995).

Pembungkusan

Trial and error yang dilakukan adalah pembungkusan dengan plastik

berlubang, daun pisang berlubang, dan daun pisang tidak berlubang. Plastik yang digunakan adalah plastik PP (Polypropylene) dengan alasan (1) plastik ini biasa dipakai pada pembuatan tempe kedelai (2) penampilan fisik plastik PP lebih

transparan atau bening dibandingkan dengan plastik PE (Polyethylene) (3) permeabilitas terhadap uap air hampir sama dengan PE, namun permeabilitas

PP terhadap gas oksigen lebih baik (4) plastik PP sama dengan PE yaitu aman dan diperbolehkan kontak langsung dengan makanan karena tidak beracun (Sarwono dan Saragih, 2003). Hasil tempe kacang hijau dengan pembungkus plastik kurang memuaskan bila dibandingkan dengan pembungkus daun pisang, karena sesuai dengan sifatnya plastik lebih bisa menahan panas (semi isolator). Panas yang tertahan menyebabkan suhu fermentasi menjadi tinggi. Akibatnya miselium kapang lebih cepat mati dan tempe lebih cepat membusuk, walaupun pada awalnya dengan tingginya suhu dapat mempercepat pertumbuhan kapang.

Tempe kacang hijau dengan pembungkus daun pisang berlubang hasilnya lebih baik daripada daun pisang tidak berlubang. Hal ini disebabkan pertukaran udara pada daun pisang berlubang lebih baik sehingga suhu fermentasi tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan pertumbuhan kapang.

Penyimpanan

Di Laboratorium. Percobaan penyimpanan tempe di laboratorium Pengolahan Pangan lantai 2, Program Studi GMSK, IPB menghasilkan hasil yang kurang baik karena suhu kamar terlalu rendah (25°C) sehingga pertumbuhan kapang lambat. Penyimpanan tempe pada suhu inkubator di Laboratorium Analisis Kimia Gizi lantai 3, Program Studi GMSK, IPB cepat membusuk karena suhu yang terlalu tinggi (38°C-40°C).

Di Pabrik Tempe. Penyimpanan yang dilakukan di tempat penyimpanan tempe kedelai milik pabrik tempe kedelai desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat menghasilkan tempe yang paling baik. Suhu penyimpanan berkisar antara 27°C - 33°C. Penyimpanan ini dilakukan mengingat suhu ruangan sudah sesuai dengan suhu fermentasi dan pertumbuhan kapang tempe.

Gambar 6. Tempat penyimpanan tempe kedelai dan tempe kacang hijau Keseluruhan trial and error yang telah dilakukan menghasilkan metode/cara pembuatan tempe kacang hijau dengan berat mentah 1 kg seperti pada Gambar 7 yaitu terdiri dari pemilihan biji kacang hijau, perendaman air kondisi asam pH ± 4-5, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan, perendaman air mendidih selama 15 menit, pendinginan, pemberian ragi, pembungkusan, dan penyimpanan selama 48 jam pada suhu 27ºC-33ºC.

Pembuatan Tempe Kacang Hijau

* Metode yang asli : direbus selama 30 menit

** Metode yang asli : direndam dalam air biasa pada suhu ruang selama 12 jam kemudian direbus 60 menit dengan air perendamnya Gambar 7. Metode pembuatan tempe kacang hijau (Vigna radiata L) modifikasi

pembuatan tempe kedelai (Koswara, 1995)

direndam dalam air kondisi asam (pH ± 4-5) selama 12jam*

dikelupas kulit arinya dan dicuci

direndam air mendidih selama 15 menit**

ditiriskan kemudian didinginkan di atas nampan bersih

diinokulasi dengan ragi

dibungkus dengan daun pisang berlubang

disimpan masing-masing dalam suhu ruang (27-33)ºC selama 48 jam

tempe kacang hijau kacang hijau tanpa kulit (putih)

Penelitian Lanjutan Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap tempe kacang hijau mentah untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap penerimaan tempe meliputi warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Hasil uji digunakan untuk menentukan standar formula jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe kacang hijau. Uji dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan 30 panelis dan dua kali ulangan perlakuan. Hasil uji diolah dengan

Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey.

Bahan baku tempe adalah 1 kg kacang hijau mentah. Bobot kacang hijau menjadi ± 1250 g setelah mengalami perendaman dan pengupasan. Bobot ini kemudian dibagi empat bagian masing-masing ± 312.5 g dan ditambahkan ragi pada masing-masing bagian 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%. Bobot ± 321.5 g kacang hijau kupas dan matang dihasilkan 15 bungkus kacang hijau sebelum menjadi tempe dengan berat per bungkus ± 20.81 g. Tempe yang dihasilkan memiliki berat per bungkus ± 20.29 g. Lima belas tempe ini diiris menjadi 2 bagian sehingga dihasilkan 30 irisan tempe yang kemudian diujikan kepada 30 panelis. Pada hari yang berbeda dibuat tempe dengan metode yang sama kemudian diujikan lagi kepada 30 panelis. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Hasil uji Kruskal Wallis dan uji perbandingan berganda Tukey pada tempe kacang hijau mentah

Hasil

Parameter Kruskal Wallis Test pada α=0.05 Uji lanjut perbandingan berganda Tukey

Warna Penambahan konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata (Lampiran 3)

Konsentrasi 0.05% berbeda nyata dengan 0.15% (Lampiran 8) Aroma Penambahan konsentrasi 0.05%,

0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata (Lampiran 4)

Konsentrasi 0.05% berbeda nyata dengan 0.1%, 0.15% dan 0.2% (Lampiran 9)

Tekstur Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda

nyata (Lampiran 5) -

Kepadatan Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda

nyata (Lampiran 6) -

Kekompakan Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda

Warna. Tingkat kecerahan warna yang dinilai adalah sangat kusam, kusam, agak kusam, agak putih (cerah), putih (cerah), dan sangat putih (cerah). Skor warna pada uji organoleptik berkisar 3.67 – 4.2 (agak putih/agak cerah) (Gambar 8). Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan akan menghasilkan jumlah miselium kapang yang semakin lebat sehingga warna tempe tampak semakin putih (cerah). Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya cuaca yang baik bagi pertumbuhan optimum kapang dan ketersediaan energi yang cukup bagi kapang untuk dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan kapang yang baik akan menghasilkan warna putih pada tempe. Menurut Sarwono (2002) lebatnya miselium kapang memberikan wujud seperti kapas pada tempe yang dihasilkan. Hasil uji lanjut diketahui bahwa penambahan konsentrasi ragi 0.05% tidak berbeda nyata dengan 0.2%. Hal ini diduga pada konsentrasi 0.2% jumlah ragi melebihi batas optimum dari ketersediaan energi yang ada sehingga menyebabkan beberapa miselium kapang mati dan mempengaruhi kualitas warna tempe. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap warna tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 8. Rata-rata skor penerimaan warna tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Aroma. Aroma yang dinilai dari sangat tidak segar, tidak segar, agak tidak segar, agak segar, segar, sampai segar sekali. Skor aroma pada uji organoleptik adalah 2.90 – 3.55 (agak tidak segar sampai agak segar) (Gambar 9). Menurut Anwar, Sulaeman dan Kustiyah (1999) proses fermentasi menyebabkan sejumlah protein, lemak dan karbohidrat mengalami degradasi menjadi fraksi-fraksi yang

warna 3.67 3.99 4.2 4 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.05 0.1 0.15 0.2 k ons e ntras i sko r

lebih sederhana dan lebih mudah dicerna dari pada bahan asalnya. Protein akan dihidrolisis oleh enzim protease menjadi peptida-peptida, pepton-pepton, asam-asam amino dan amoniak, demikian pula lemak atau trigliserida oleh enzim lipase diubah menjadi asam-asam lemak, alkohol atau ester. Beberapa komponen tersebut bersama-sama dengan komponen-komponen volatile dapat membentuk

flavour yang khas. Hal ini berarti semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan

maka semakin banyak pula komponen kacang hijau yang mengalami degradasi. Penambahan konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata terhadap aroma. Hal ini diduga bahwa selang 0.1% sampai 0.2% masih memberikan tingkat kesegaran yang sama terhadap aroma tempe kacang hijau, selebihnya dari konsentrasi tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap karena nutrien yang tersedia pada tempe kacang hijau tidak sebanding dengan jumlah kapang yang tumbuh. Hal ini juga menandakan bahwa konsentrasi 0.1% adalah konsentrasi minimum yang dapat menimbulkan aroma yang khas pada tempe kacang hijau. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 9. Rata-rata skor penerimaan aroma tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Tekstur. Tekstur tempe kacang hijau yang dinilai pada uji organoleptik adalah sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras/kenyal, keras, dan keras sekali. Skor tekstur berkisar dari 4.15 – 4.37 (kenyal/agak keras) (Gambar 10). Menurut Sarwono (2002) tempe yang sudah jadi, miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap keping biji sehingga kepingan-kepingan itu menjadi satu kesatuan yang kompak.

arom a 2.90 3.5 3.53 3.55 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.05 0.1 0.15 0.2 konsentrasi sk o r

Hal ini berarti semakin banyak ragi yang ditambahkan, semakin kompak tekstur tempe yang dihasilkan. Hasil uji pada Tabel 3 diduga disebabkan batas waktu fermentasi pada masing-masing konsentrasi penambahan ragi pada tempe sama, tepat dan sesuai dengan pertumbuhan kapang. Kapang akan dapat tumbuh dengan baik bila berada pada suhu yang sesuai dengan disertai jumlah energi yang memadai. Waktu fermentasi yang sama disertai dengan pertumbuhan kapang yang baik, dihasilkan tekstur tempe yang sama-sama baik (kenyal/ agak keras). Menurut Sarwono (2002) tempe yang baik apabila dipegang terasa kenyal atau agak keras. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap tekstur tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 10. Rata-rata skor penerimaan tekstur tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Kepadatan. Kepadatan tempe berhubungan dengan rapat tidaknya jarak antar kepingan-kepingan kacang hijau. Tingkat kepadatan dimulai sangat tidak padat, tidak padat, agak tidak padat, agak padat, padat, dan padat sekali. Skor kepadatan pada uji organoleptik berkisar 4.39 – 4.69 (agak padat sampai padat) (Gambar 11). Penilaian panelis terhadap kepadatan tempe kacang hijau sama untuk semua konsentrasi ragi. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap kepadatan tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

te k s tur 4.15 4.3 4.1 4.37 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.05 0.1 0.15 0.2 k ons e ntras i sk o r

Gambar 11. Rata-rata skor penerimaan kepadatan tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Kekompakan. Kekompakan tempe yang dimaksud berhubungan dengan rapat tidaknya miselia-miselia kapang yang tumbuh diantara kepingan-kepingan kacang hijau.Tingkat kekompakan yang dinilai terdiri dari sangat tidak kompak, tidak kompak, agak tidak kompak, agak kompak, kompak, dan kompak sekali. Skor kekompakan pada uji organoleptik adalah 3.85 – 4.27 (agak kompak) (Gambar 12). Konsentrasi antara 0.05% sampai 0.2% memberikan tingkat kekompakan yang sama. Menurut Sarwono (2002) tempe yang sudah jadi, miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap keping biji sehingga kepingan-kepingan itu menjadi satu kesatuan yang kompak. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap kekompakan tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 12. Rata-rata skor penerimaan kekompakan tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

k e padatan 4.39 4.35 4.37 4.69 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.05 0.1 0.15 0.2 k ons e ntr as i sk or k e k om pak an 3.85 4.27 4.2 4.19 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.05 0.1 0.15 0.2 k ons e ntras i sko r

Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey dari kelima parameter yaitu warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan menunjukkan bahwa pada tekstur, kepadatan, dan kekompakan hasil antara konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut pada warna menunjukkan konsentrasi 0.05% , 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Uji lanjut pada aroma konsentrasi 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata. Kelima parameter, konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.

Gambar 13. Tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi

Gambar 15. Irisan tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi

Gambar 16. Kepadatan dan kekompakan tempe kacang hijau Kandungan Isoflavon

Isoflavon adalah subkelas dari flavonoid, yakni kelompok besar antioksidan polifenol yang banyak dijumpai secara alami terutama pada kacangan (Afriansyah, 2000). Penelitian mengenai isoflavon pada kacang-kacangan umumnya masih relatif sedikit, dan terbatas pada kacang kedelai. Isoflavon ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin, genistin, glisitin,

acetyldaidzin, dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida isoflavon juga

ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan glisitein (Wuryani, 1992).

Kacang hijau merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan ketersediaannya melimpah di Indonesia. Penelitian tentang kandungan isoflavon pada kacang hijau belum banyak dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan isoflavon pada

Dokumen terkait