• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pemilihan Umum

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pasal 1 ayat (1) menegaskan Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.11

Selanjutnya Amiruddin mengatakan bahwa pengertian dari pemilihan umum adalah pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Dalam perkembangannya penentuan siapa yang akan menduduki pejabat pemerintahan dalam hal ini Kepala Negara dan Kepala Daerah, setiap negara dipengaruhi oleh sistem politik yang dianut, sistem Pemilu, kondisi politik masyarakat, pola pemilihan, prosedur-prosedur dan mekanisme politik.

Dalam sistem politik yang demokratis, pencalonan dan pemilihan pejabat

10 Wulandari, Widuri. 2016. Netralitas Aparatur Sipil Negara (Asn) Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Kabupaten Bantul Tahun 2015. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

11 Ibramsyah amiruddin, 2008. Kedudukan KPU Dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen. Laksbang Mediatama:Jakarta., hal 1

pemerintahan lebih didasarkan pada aspirasi politik masyarakat apakah melalui jalur partai politik maupun melalui jalur perseorangan.

Dasar hukum penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan umum Kepala Daerah serta Wakil Kepala Daerah secara langsung adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tentang penyelenggara pemilu dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 yang berlandaskan atas Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sehingga memiliki kekuatan konstitusional dalam pelaksanaannya.

Dalam pelaksanaan pemilihan umum asas - asas yang digunakan diantaranya sebagai berikut :

a. Langsung

Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara

b. Umum

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.

c. Bebas

Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

d. Rahasia

Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

e. Jujur

Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

f. Adil

Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Pemilihan Umum Menurut Prihatmoko pemilu dalam pelaksanaanya memiliki tiga tujuan yakni 12:

a. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy)

12 Prihatmoko, J. Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. Semarang: LP2I Hal. 73

b. Pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan badan perwakilan rakyat melalui wakil wakil yang terpilihatau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin

c. Pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik

Selanjutnya tujuan pemilu dalam pelaksanaanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 3 yakni pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil Fungsi Pemilihan Umum sebagai alat demokrasi yang digunakan untuk

a. Mempertahankan dan mengembangkan sendi-sendi demokrasi di Indonesia.

b. Mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

c. Menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankannya UUD 1945

Indonesia merupakan negara yang menjunjung demokrasi sehingga dalam menentukan pemerintah baik itu anggota legislatif ataupun Presiden akan lewat cara Pemilihan Umum dan Pemilihan Legislatif. Pemilihan

legislatif adalah pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang nantinya akan bertugas menjadi anggota lembaga legislatif.

Pemilihan legislatif diadakan setiap 5 tahun sekali.

Pemilihan legislatif sendiri di Indonesia telah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 1999, 2004, 2009 dan yang keempat akan terjadi pada tahun ini dan pemilihan ini akan memutuskan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk 33 provinsi dan 497 kota.

Untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri akan dipilih 560 anggota yang diambil dari 77 daerah pemilihan bermajemuk yang dipilih dengan cara sistem proporsional terbuka. Nantinya tiap pemilih di pemilu legislatif akan mendapatkan satu surat suara yang bertujuan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di kertas suara tersebut akan ada berbagai partai politik serta calon anggota legislatif yang mencalonkan diri di daerah dimana tempat pemilih tersebut berada. Cara memilihnya adalah dengan mencoblos satu lubang pada gambar calon anggota legislatif yang dipilih atau di gambar partai politik yang anda pilih.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mempunyai 132 anggota, 132 anggota tersebut merupakan 4 perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Indonesia. Sistem memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah memakai sistem Single Non Tranferable Vote. Saat pemilu legislatif pemilih akan diberi satu surat yang berisi semua calon independent yang telah

mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Cara memilihnya dengan mencoblos satu lubang pada nama calon anggota legislatif yang sudah anda pilih. Nantinya 4 nama kandidat yang mengumpulkan suara terbanyak di tiap provinsi akan secara otomatis terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan dipilih di 34 provinsi yang setiap provinsi akan mempunyai 35- 100 anggota, jumlah anggota disesuaikan dengan berapa banyak penduduk yang ada di provinsi tersebut.Tentunya dalam memilih anggota DPR, DPD, DPRD dalam pemilu legislatif kalian harus memilih calon anggota legislatif yang memenuhi kriteria pemimpin yang baik agar negara Indonesia dipimpin oleh orang-orang yang memang benar mau memajukan bangsa Indonesia.

Negara Indonesia dalam pemilihan legislatif memakai sistem multi partai. Undang-uandang 8/2012 mewajibkan masing-masing partai politik mengikuti proses pendaftaran yang mana nanti akan diverifikasi oleh KPU bila ingin mengikuti pemilihan umum. Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia termasuk pemilihan legislatif baik itu bersifat nasional merupakan tanggung jawab dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah diatur dalam Undang-undang NO 15/2011. Selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) lembaga yang bertanggung jawab akan berlangsungnya pemilihan umum adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga yang mempunyai tugas untuk mengawasi Pemilu termasuk Pemilihan Legislatif agar berjalan dengan benar. Selain KPU dan

Bawaslu, ada pula lembaga yang dikenal dengan nama Dewan Kerhomatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP mempunyai tugas untuk memeriksa gugatan atau laporan atas tuduhan pelanggarana kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu.

C. Netralitas Birokrasi

Konsep tentang birokrasi berasal dari pemikiran yang muncul dari Negaranegara Barat pada awal Abad ke-19 yang kemudiannya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses admnistrasi di seluruh dunia sampai sekarang ini. Perkataan birokrasi ini pada mulanya dikenal sebagai bureaucratie Prancis, berubah menjadi bureaukratie dan berubah lagi menjadi burokratie (Jerman), burocrazia (Italia) dan akhirnya menjadi bureaucracy di

Inggris. Birokrasi kemudian menjadi bureaucracy yang berasal dari bahasa bureau yang berarti meja dan cratein berarti kekuasaan 13.

Birokrasi dimaknai sebagai kekuasaan yang berada pada orang yang berada di belakang meja. Meja tulis dipahami sebagai konsep kemahiran, hierarki, prosedur, dan otoritas. Birokrasi adalah alat pemerintah untuk mengatur masyarakat yang pelaksanaanya dilakukan oleh para birokrat 14. Kajian tentang birokrasi tidak dapat dilepaskan dari sumbangsih pemikiran Max Weber. Menurut Weber, birokrasi yang baik adalah bisa dilaksanakan dalam kondisi organisasi khusus sehingga dapat membedakan dengan organisasi lainnya. Birokrasi yang ideal ialah birokrasi murni atau paling

13 Albrow Martin. 2004. Birokrasi (cetakan ketiga). Terjemahan M. Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Hal 74

14 Hamka. 2014. Ketidaknetralan Birokrasi Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo hal 34

rasional, terdapat sepuluh ciri dari tipe birokrasi ideal menurut Weber, yaitu 15:

a. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadi yang hanya menjalankan tugas impersonal sesuai jabatan

b. Terdapat hirarki jabatan yang jelas

c. Fungsi-fungsi jabatan diatur dan ditentukan secara tegas d. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak tertentu

e. Para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesionalitas

f. Para pejabat memiliki gaji yang bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki

g. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat

h. Struktur karir dan promosi dimungkinka atas dasar senioritas dan keahlian dan pertimbangan keunggulan

i. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut

j. Pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam

Pandangan birokrasi ideal tersebut memberikan beberapa pengertian.

Pertama, birokrasi merupakan suatu organisai formal yang bekerja berdasarkan aturan yang disiplin. Kedua, dalam birokrasi ternyata terdapat otoritas dan kekuasaan tertentu. Ketiga, birokrasi memiliki susunan posisi secara hirarki dan bersifat mengikat. Keempat, kenaikkan pangkat dalam

15 Fahmi,Khairul. 2011. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. Rajawali Pers Jakarta

birokrasi atas dasar keahlian dan kelayakan kualitas. Kelima, Pegawai merupakan staf yang berkerja secara profesionalitas dan dibayar tetap.

Realita yang dihadapi birokrasi tidak selaras dengan tipe ideal menurut Weber. Birokrasi mengalami pergeseran makna yaitu sebagai organisasi yang korup, kental dengan kegiatan nepotisme sehingga jabatan dalam birokrasi tidak lagi berdasar pada jenjang karir dan keahlian melainkan atas dasar kekeluargan atau kedekatan. Menurut Heckscher organisasi birokrasi akan mengalami perubahan dan tidak hanya muncul pada sentralisasi kekuasaan, tetapi memusatkan pada hubungan eksternal dan hubungan sosial dengan masyarakat. sehingga, kekuasaan bukan satu-satunya alat yang efektif untuk melaksanakan mesin birokrasi, tetapi diimbangi dengan pendekatan dan komunikasi yang bersifat kekeluargaan16.

Pembahasan terhadap birokrasi tidak dapat dilepaskan dengan kajian ilmu politik. Dalam terminologi ilmu politik, terdapat empat bentuk birokratisasi yang umumnya dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam birokrasi, yaitu: Weberisasi, Parkinsonisasi, Orwellisasi, Jacksonisasi. Weberisasi adalah program untuk mengarahkan birokrasi menjadi alat pembangunan yang berkerja secara efesien, rasional, professional dan berorientasi pelayanan pada masyarakat. Parkinsonisasi adalah program untuk memperbaiki birokrasi dengan mengembangkan jumlah anggota birokrasi untuk meningkatkan kemampuannya sebagai alat pembangunan.

16 Hamka. Opcit

Orwellisasi sebagai alat perpanjangan tangan Negara dalam menjalankan kontrol birokrasi terhadap masyarakat. Orwellisasi ditujukan untuk mendukung kemampuan komunikasi langsung Negara dengan masyarakat yang bertuujuan meningkatkan kebijakan Negara. Jacksonisasi merupakan upaya menjadikan birokrasi sebagai bentuk kekuasaan Negara dan menyingkirkan masyarakat dari ruang politik dan pemerintahan, sehingga terbentuklah bureaucratic politic.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menitikberatkan pada sejauh mana birokrasi memainkan otoritas dan mekanisme apa yang dapat membatasi birokrasi dalam menjalankan kekuasaan dan otoritasnya. Weber berpendapat bahwa terdapat sejumlah mekanisme untuk membatasi lingkup birokrasi17:

1. Kolegalitas

Birokrasi berada dalam tatanan hirarki secara structural, sehingga keputusan dalam tubuh birokrasi akan dominan pada satu orang pemegang kekuasaan tertinggi. Keterlibatan seseorang dalam keputusan tersebut, maka prinsip kolegial akan berkembang. Weber menganggap bahwa kolegalitas akan selalu memiliki bagian penting dalam keputusan kemudian membatasi peran birokrasi

2. Pemisahan kekuasaan

Birokrasi mencakup pembagian tugas dalam lingkup fungsi yang secara relatif berbeda. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggungjawab

17 Mustafa, Delly. 2014. Birokrasi Pemerintahan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal 23

terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Menurut Weber, untuk mencapai suatu keputusan diperlukan adanya kompromi diantara badan-badan tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut, salah satu diantara otoritas akan terbatasi agar memperoleh keuntungan tertentu

3. Administrasi amatir

Birokrasi yang tidak menggaji para pegawai admnistratif, maka pemerintahan seperti itu akan menjadi tergantung pada orang-orang yang memiliki sumber-sumber yang memungkinkan mereka menghabiskan waktu dalam kegiatan yang tidak bergaji. Kegiatan ini dapat menghambat dan membatasi ruang gerak birokrasi

4. Demokrasi Langsung

Masa jabatan yang singkat, seleksi yang minim, pergantian rezim kepemimpinan akan membatasi otoritas birokrasi. Organisasi birokrasi memiliki kecenderungan muncul apabila kekuasaan politik berganti maka organisasi birokrasi akan diisi oleh pejabat-pejabat baru. Pejabat baru akan membatasi birokrasi

5. Representasi

Badan-badan perwakilan kolegalitas di Negara modern, yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemungutan suara dan bebas membuat keputusan memiliki otoritas bersama dengan kelompok yang telah memilih mereka. Sistem representasi akan membatasi birokrasi dengan otoritas yang dimiliki.

Pembahasan tentang birokrasi tidak dapat dilepaskan dari persoalan politik, terutama keberpihakan birokrat akan rentan jelang kontestasi politik seperti pemilu dan pilkada. Birokrat yang terpolitisasi akan tergadaikan netralitasnya sebagai aparatur negara. Netralitas merupakan bentuk tindakan yang bebas atau tidak terlibat dalam suatu urusan yang seharusnya tidak perlu mencampuri

Netralitas birokrasi menurut Thoha merupakan sistem dimana birokrasi terlepas dari campur tangan politik, politisasi oleh partai dengan konsisten memberikan pelayanan kepada masternya (dari pihak yang memerintah), meskipun masternya berganti dengan master lain. Pemberian pelayanan tidak berubah meskipun masternya berubah. Birokrasi memberikan pelayanan secara profesional dan bebas dari kepentingan politik18

Berdasarkan pemaparan tersebut, selaras dengan kajian penelitian menelaah netralitas birokrasi pada pemilihan Kepala Daerah. Peneliti berasumsi bahwa birokrasi harus diposisikan netral dari politik dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat sehingga siapa pun yang berkuasa, maka birokrat dan birokrasi memberikan pelayanan terbaik secara tulus, professional dan transparan.

Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berganti nama menjadi Aparatur Sipil Negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, selalu menghadapi situasi yang dilematis saat penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Penyelenggaraan

18 Thohah Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik Indonesia. Jakarta: PT Grafindo Persada. Hal 74

pesta demokrasi yang mengharapkan partisipasi seluruh elemen masyarakat tersebut, pegawai berada dalam posisi netral. Netral berarti mempunyai hak suara untuk memilih kepala daerah tetapi tidak boleh terlibat mendukung dan berpihak kepada salah satu calon.

Peraturan di Indonesia memiliki batasan agar birokrasi bersikap apolitis dengan berlakunya Undang-undang Aparatur Sipil Negara tentang Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam kegiatan politik dan tidak terkecuali pada pemilihan Kepala Daerah. Produk hukum ini dipertegas dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Nomor: B/2355/M.PANRB/07/2015 tentang Netralitas Aparatur Sipil Negara dan larangan penggunaan aset pemerintah dalam pemilihan Kepala Daerah serantak, termasuk memberikan dukungan kepada calon peserta pilkada.

Mayoritas dari penyelenggaran pilkada selalu ditemukan pelanggaran terhadap netralitas birokrasi. Pelanggaran yang sering ditemukan adalah dukungan dalam bentuk pemanfaatan fasilitas negara, seperti keterlibatan menggunakan mobil dinas untuk mobilisasi massa, kerap kali terlibat dalam proses kampanye, dan tidak dapat dihindari penyalahgunaan keputusan yang menguntungkan suatu pihak calon seperti pembengkakkan atau pemborosan dana negara yang menguntungkan salah satu calon.

Menurut Hollyson, faktor penyebab pelanggaran netralitas birokrasi dikarenakan adanya faktor Internal dan Eksternal antara lain 19:

19 Hollyson, Rahmat. 2014. Pilkada (Penuh Euforia, Miskin Makna). Jakarta: Pernerbit Bestari.

a. Budaya patron-client

Budaya patron-client menjadi penyebab utama keberpihakan birokrat dalam pilkada. Patron adalah seorang pemimpin dan client adalah anak buah, keduanya berjalan karena terdapat hubungan yang terikat. Budaya patron-client dapat tergambar pada rezim orde baru yang dikenal sangat kental terhadap patrimonialis. Presiden Soeharto sebagai penguasa menjadi atasan kuat terhadap bawahan terutama birokrat.

Budaya Patron-client memposisikan seorang atasan atau patron untuk menyediakan atau memberikan jabatan bagi client dengan balas jasa bawahan atau client harus memberikan loyalitas serta dedikasinya.

Birokrasi bersifat terikat terhadap atasan sehingga intruksi atasan sebagai patron menjadi tolak ukur birokrat bertindak termasuk memberikan

dukungan dan mobilisasi masyarakat terhadap salah satu pihak calon Kepala Daerah.

b. Hubungan kekerabatan

Hubungan kekerabatan terbentuk atas dasar keturunan yang sama secara biologis, pada konteks budaya terdapat hubungan sosial yang terbina karena berada dalam lingkup yang erat. Hubungan kekerabatan yang erat berdampak pada keinginan birokrat untuk berpihak pada salah satu pasangan calon tertentu.

c. Motivasi Terhadap Jabatan

Keterlibatan Birokrasi dalam pilkada disebabkan adanya motivasi dari dalam diri untuk melanggengkan kekuasaan serta adanya vested

interest berupa kepentingan memelihara dan meningkatkan posisi karir

atau jabatan. Motivasi mendapatkan jabatan atau posisi tertentu dalam tubuh birokrasi mengakibatkan seorang birokrat berpartisipasi secara aktif dalam pilkada termasuk kampanye politik untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Faktor penyebab birokrasi bersikap tidak netral juga disebabkan oleh adanya faktor eksternal atau dorongan dari luar struktural birokrasi, antara lain:

a. Intervensi elit politik

Berkaitan dengan jabatan dalam lingkungan birokrasi semakin kental dengan aspek politis terutama saat memilih Kepala Daerah melalui mekanisme pemilihan secara langsung. Sistem pemilihan langsung sangat rentan menjadikan birokrasi sebagai kekuatan politik untuk mendapatkan dukungan. Peluang birokrat untuk terlibat dalam politik praktis sangat besar karena jabatan karir sangat ditentukan oleh pejabat diatasnya yaitu Kepala Daerah

b. Birokrasi sebagai Mesin Partai Politik

Birokrasi tidak dapat menghindar dari pressure atau tekanan yang kuat dari kelompok kepentingan yaitu partai politik. Birokrasi secara sadar menjadi mesin politik serta sebagai bagian yang terlibat dalam koalisi politik dalam lingkungan pejabat struktural birokrasi. Beberapa bentuk keterlibatan partai politik seperti adanya intervensi terhadap kebijakan dengan membuat kebijakan yang menguntungkan pihak

pasangan tertentu terutama incumbent, selain itu pemanfaatan fasilitas negara untuk memobilisasi public.

Jabatan struktural sangat dipengaruhi oleh kekuatan politik, fenomena ini yang membuat birokrat tidak netral dan rentan akan intervensi pihak eksternal yaitu partai politik. Kompromi politik antara birokrat dan partai politik, seperti mendapatkan posisi strategis apabila pihak yang didukung memenangi pilkada, akan dilibatkan pada poyek besar yang menguntungkan kedua belah pihak. Max Weber dan Hegel dalam memandang bentuk ideal netralitas birokrasi yaitu20:

1. Birokrasi Hegelian

Pemikiran Hegel secara terbuka memandang birokrasi harus bersikap apolitis. Hegel menggambarkan birokrasi sebagai suatu jembatan antara Negara dan rakyat. Rakyat terdiri dari para profesi dan Pengusaha mewakili berbagai kepentingan khusus, Negara mewakili kepentingan umum. Birokrasi pemerintahan merupakan perantara yang memungkinkan pesan-pesan dari kepentingan khusus dapat tersalurkan ke dalam kepentingan umum. Birokrasi dianggap sebagai orang tengah yang harus bersikap netral dari kepentingan politik.

Hegel berpendapat bahwa kedudukan birokrasi pada posisi netral sangat penting untuk menegakkan humanisme. Birokrasi dianggap sebagai petugas yang membendung kemungkinan terjadinya benturan antara kepentingan rakyat dan kepentinga Negara. Thoha menyatakan

20 Hamka. Opcit.

birokrasi berada pada posisi ideal yaitu di tengah sebagai perantara antara kelompok kepentingan umum yang diwakili oleh negara dan kelompok kepentingan khusus oleh rakyat dan pengusaha. Posisi tersebut akan membawa birokrasi pada kondisi ideal yaitu netral dari kekuatan politik dan politisasi birokrasi21

2. Birokrasi Weberian

Max Weber merupakan orang pertama yang membahas mengenai Netralitas Biokrasi. Menurut Weber menyatakan birokrasi dibentuk netral dari kekuatan politik sehingga birokrasi berada di luar aktor politik yang saling berlawanan satu dengan yang lain untuk mencampuri birokrasi pemerintah sebagai organisasi formal. Fokus dalam pemikiran ini adalah birokrasi harus diposisikan netral dari politik dengan mengutamakan pelayanan kepada rakyat meskipun yang berkuasa telah mengalami pergantian.

Weber mengkritik pemikiran Hegel mengenai negara yang menggambarkan birokrasi merupakan suatu jembatan penghubung antara negara dan rakyat Menurut Weber menyatakan Birokrasi bukan mewakili dirinya sendiri dan Negara bukan mewakili kepentingan umum. Tidak ada kepentingan umum, melainkan kepentingan khusus yang memenangkan perjuangan kelas dominan. Birokrasi dipandang sebagai kelompok khusus, karena birokrasi merupakan Negara atau pemerintah itu sendiri sebagai alat yang dipergunakan oleh kelas dominan untuk melaksanakan

21 Thoha. Op cit. hal 78

kekuasaan dominasinya atas kelas sosial lainnya. Sehingga birokrasi jelas tidak netral dan harus memihak, yaitu memihak kepada kelas yang dominan22

D. Pengawasan

Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk

memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. The process of ensuring that actual activities the planned activities.

Menurut winardi23 pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil actual sesuai dengan hasil yang direncanakan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau

Menurut winardi23 pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil actual sesuai dengan hasil yang direncanakan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau

Dokumen terkait