• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Pengawasan

Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk

memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. The process of ensuring that actual activities the planned activities.

Menurut winardi23 pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil actual sesuai dengan hasil yang direncanakan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efesien.

Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan.

22 Hamka. Opcit. Hal 65

23 Ibid

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu system pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control), disamping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control).

Lord Acton mengatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Maka wajarlah bila diadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus ke arah diktator tanpa batas yang berarti bertentangan dengan ciri di negara hukum24.

Selanjutnya, John Salindeho, menyatakan bahwa, kegiatan pengawasan terutama ditujukan untuk menemukan secara dini kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan agar segera dapat diadakan perbaikan dan pelurusan kembali sekaligus menyempurnakan prosedur, baik yang bersifat preventif, pengendalian maupun represif25. Kemudian George R Terry memberikan pandangan bahwa pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan, yaitu menilai

24 http://raypratama.blogspot.com/2012/02/definisi-pengawasan-dan-anggaran.html,

25 John Salindeho.1995. Pengawasan Melekat Aspek-aspek Terkait dan Implementasinya.

Bumi Aksara:Jakarta., hal 15

pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar26.

Kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu, maupun kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan tertentu secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu bidang tertentu saja. Jadi, kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang. Misalnya wewenang menandatangani suatu surat keputusan oleh seorang pejabat menteri sedangkan kewenangnnya tetap berada ditangan menteri. Dalam hal yang demikian yang terjadi adalah pemberian mandat, dimana tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pemberi mandat27.

Lebih lanjut dikatakan bahwa wewenang merupakan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh UU yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hokum Menurut H. D. Stout28, wewenang tak lain adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik. Menurut Bagirmanan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan

26 http://www.negarahukum.com/hukum/teori-pengawasan.html

27 Marbun, SF. Dan Moh. Mahfud, et.al., (Ed.) Dimensi-dimensi Pemilihan Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001.

28 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.

(macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak

mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), se angkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Secara vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.

E. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung

Demokrasi didefinisikan sebagai suata sistem pemerintahan dengan mengikutsertakan rakyat. Warga Negara mempunyai hak suara dalam pelaksanaan kekuasaan dan ikut ambil bagian secara nyata. Kontestasi politik di Indonesia memiliki dinamika yang sangat beragam, di awali dengan perdebatan yang sangat panjang pada masa transisi dari pemilukada oleh Dewan Perwakilan Rakyat secara proporsional menuju pemilukada secara langsung yang saat ini bersama dirasakan. Pemilihan Kepala Daerah merupakan momen politik yang telah diadakan serentak semenjak bulan Juni 2005 sebagai ekses dari pemilihan Presiden langsung untuk alasan penegakan demokrasi lokal di Daerah.

Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung ini menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 diberikan kewenangan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah, tidak saja merencanakan, melaksanakan

dan mengendalikan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tetapi juga diberi kewenangan menyusun semua tata cara yang berkaitan dengan tahap persiapan dan pelaksanaan dengan berpedoman kepada peraturan pemerintah daerah.

Pemberian wewenang kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah sama sekali tidak sedikit pun dikaitkan dengan Komisi Pemilihan Umum Pusat.

UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Sistem pilkada secara langsung merupakan keputusan yang tepat dalam rangka politik desentralisasi dan demokrasi lokal. Hal serupa tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dianut Indonesia saat ini.

Mulai bulan juni 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Walikota/Wakil Walikota, dipilih secara langsung oleh rakyat.Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2005 tentang Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkadasung tercermin dalam cara pemilihan dan asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pilkada. Dalam pasal 56 ayat (1) disebutkan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Dipilihnya sistem pilkada langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme tersendiri. Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga mendimanisir kehidupan demokrasi di Tingkat lokal. Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada kritisisme dan rasioanalitas rakyat sendiri.

Dengan lahirnya UU No.32/2004 dan PP No. 6/2005, sebagaimana disebutkan dimuka, akhirnya pilkada langsung merupakan keputusan hukum yang harus dilaksanakan. Dengan pemilihan langsung, yang menggunakan asas-asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, pilkada langsung layak disebut sebagai sistem rekrutmen pejabat publik.

Proses pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung dengan ketentuan one man one vote, sedangkan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden hanya berperan dalam pengesahan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pelaksanaan pilkada secara langsung merupakan representasi Negara demokrasi yang juga didukung oleh teori kedaulatan rakyat, sebagaimana dikutip oleh Hendry B.Mayo selengkapnya memberikan pengertian demokrasi adalah Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemelihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip

kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana yerjaminnya kebebasan politik.

Huntington menyatakan sebuah sistem politik sudah dapat dikatakan demokratis bila pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, langsung, jujur dan berkala di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara29

Pelaksanaan pilkada Kabupaten Tegal merupakan suatu kebutuhan yang jelas dengan pemilihan secara langsung. Beradasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ternyata membawa kekecewaan masyarakat. Fakta tersebutterjadi karena: pertama, politik oligarki yang dilakukan legislatif rentan terjadi kepentingan partai dan elit partai yang memanipulasi kepentingan masyarakat luas. Kedua, mekanisme pemilihan Kepala Daerah cenderung menciptakan ketergantungan kepala daerah terhadap legislative.

Dampak dari pilkada tidak langsung adalah Kepala Daerah lebih bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah daripada kepada masyarakat. Dampak lebih lanjutnya adalah kolusi dan money politics, khususnya pada proses pemilihan kepala daerah, antara calon dengan

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketiga, terjadi pencopotan

29 Huntington. Op Cit. hal. 147.

dan/atau tindakan over lain dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Kepala Daerah yang berdampak pada politik yang tidak stabil dan pemerintahan lokal. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, rakyat berpartisipasi langsung menentukan pemimpin daerah.

Pilkada langsung merupakan wujud dari azas responsibilitas dan akuntabilitas. Pemilihan secara langsung menuntut Kepala Daerah harus bertanggungjawab langsung kepada rakyat. Pilkada langsung lebih akuntabel, karena rakyat tidak harus menitipkan suara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tetapi dapat menentukan pilihan berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Pilkada langsung memiliki keunggulan antara lain:

memutus politik oligarki, memperkuat checks and balances dengan badan legislatif, legitimasi yang kuat karena langsung mendapat mandat dari rakyat, menghasilkan Kepala Daerah yang akuntabel.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 merupakan agenda politik nasional dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara serentak, di 171 daerah. Pilkada 2018 akan digelar di 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota melalui sistem pemilihan secara langsung, satu orang satu suara.

41

A. Pelaksanaan Pemilukada Di Kabupaten Tegal

Pemerintahan Daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18. Urusan pemerintahan berdasarakan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 9 terdiri dari urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut, Pemerintah Pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Instansi Vertikal disini adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi. Urusan pemerintahan absolut

meliputi: politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; Moneter dan fiskal nasional; dan Agama.

Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dan menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah serta didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi: pendidikan; kesehatan;

pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;

dan sosial. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi: tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat dan Desa;

pengendalian penduduk dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman modal;

kepemudaan dan olah raga; statistik; persandian; kebudayaan; perpustakaan;

dan kearsipan. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi: kelautan

dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian; dan transmigrasi.

Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dibantu oleh Instansi Vertikal. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Pemerintahan Daerah Kabupaten Tegal merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia di Kabupaten Tegal. Di dalam Pemerintahan Kabupaten Tegal terdiri dari Pemerintah Kabupaten Tegal (Pemkot Tegal) dan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Tegal (DPRD Tegal). Dalam melaksanakan tugasnya sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah, keduanya dibantu oleh perangkat daerah.

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota, adalah jabatan politik atau jabatan publik yang di dalamnya melekat mekanisme dan nilai-nilai demokratis (terbuka dan akuntabel) dalam proses pemilihan, pertanggungjawaban tugas, serta pemberhentiannya.

Mekanisme pemilihan Kepala Daerah disebut demokratis apabila memenuhi beberapa parameter. Mengutip pendapat Robert Dahl, Samuel Huntington, Bingham Powel, Afan Gaffar dan kawan-kawan mengatakan, parameter untuk mengamati terwujudnya demokrasi antara lain Pemilihan umum, Rotasi kekuasaan, Rekrutmen secara terbuka dan Akuntabilitas publik.

Pilkada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Dalam kehidupan politik di daerah, Pilkada merupakan salah satu kegiatan, yang nilainya equivalen dengan pemilihan anggota DPRD.

Equivalensi tersebut di tunjukan dengan kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan DPRD. Hubungan kemitraan dijalankan dengan cara melaksanakan fungsi masing-masing sehingga terbentuk mekanisme check and balance. Oleh sebab itu, Pilkada sesungguhnya bagian dari sistem politik di daerah. Sistem Pilkada juga bagian dari sistem politik di daerah.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada dasarnya merupakan konsekuensi pergeseran konsep otonomi daerah, berikut diajukan tinjauan hukum tentang pemilihan kepala daerah menurut peraturan perundang-undangan, baik menurut undang-undang meupun aturan pelaksananya. Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang No. 32 Tahun2004 disebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam

satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pemilihan umum kepala daerah atau bisa disingkat pilkada, bisa dilakukan secara langsung atau tidak langsung yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pilkada langsung pertama kali diselenggarakan pada bulan juni 2005 dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Pilkada langsung dinilai lebih demokratis dan dianggap sebagai cita-cita reformasi yang ingin mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Karena itu, Pilkada langsung dianggap sebagai hak warga negara yang dijamin konstitusi. Pada tahun 2014 yang lalu terjadi polemik di Indonesia dengan adanya usulan untuk merubah pilkada langsung menjadi tidak langsung, tetapi polemik itu berhasil diredam dengan keluarnya 2 Peraturan Pengganti Undang-Undang (perppu) yaitu, pertama Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Yang sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Dan yang kedua Perppu kedua yang terkait dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus kewenangan DPRD untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah.

Pada tahun 2015 Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan serentak dilakukan diseluruh indonesia, tetapi terdapat polemik baru yaitu munculnya calon tunggal di beberapa daerah salah satunya di daerah kabupaten Tasikmalaya dengan calon tunggal kepala daerah yaitu, Uu Ruzhanul Ulum

dan pasangannya H Ade Sugianto tentu polemik ini baru terdengar sepanjang sejarah pemilihan kepala daerah di indonesia, walaupun didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, telah ditetapkan dalam Pasal 49 ayat (9), Pasal 50 ayat (9) yang pada intinya menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (kpu) membuka kembali pendaftaran dan penundaan pemilihan umum selama 3 hari dan pada Pasal 51 ayat (2), dan Pasal 52 ayat (2) yang pada intinya menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum menetapkan minimal 2 pasang calon kepala daerah.

Pada 27 Juni, KPUD Kabupaten Tegal telah menggelar secara bersamaan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dan Pemilihan Bupati Tegal 2018.

Terdapat 1.171.029 warga Tegal yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pilkada yang tersebar di 2.577 TPS. Surat suara harus dicetak sebanyak 102,5% DPT karena 2,5% surat dialokasikan sebagai cadangan.

Setelah rapat pleno hasil Pilkada, KPU Kabupaten Tegal akhirnya menetapkan paslon nomor urut 3 yaitu Umi Azizah - Sabilillah Ardie memeroleh suara terbanyak Paslon yang diusung PKB dan didukung oleh Partai Gerindra, PAN, PKS dan Hanura ini memperoleh sebanyak 518.017 suara atau 70,94 persen. Sedangkan paslon nomor 2 Haron Bagas Prakosa-Drajat memperoleh 148.000 suara atau 20,27 persen.

B. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Sekretariat daerah Kabupaten Tegal

Ketentuan terkait dengan Netralitas ASN telah diatur sedemikian rupa melalui beberapa perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga dilaksanakan dengan asas netralitas, netralitas yang artinya bahwa setiap ASN sebagai ASN tidak berpihak kepada segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun dalam kegiatan politik. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik, dalam undang-undang ini secara tegas melarang segala bentuk keterlibatan ASN dalam Partai Politik, karena jika seorang ASN terlibat dalam Partai Politik maka sama saja ASN tersebut telah berpihak secara politik dan telah melanggar prinsip netralitas. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin ASN juga menegaskan bahwa ASN harus bersikap netral dengan mematuhi ketentuan. mengenai kewajiban dan larangan menurut Pasal 3 dan 4 dalam PP ini, terlebih lagi dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah. Ketentuan lainnya juga terdapat pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-undang dalam Pasal 70 ayat (1) yang melarang ASN terlibat dalam kegiatan kampanye calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Pelaksanaan netralitas ASN dalam pemilihan umum kepala daerah khususnya, mengacu pada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : SE/06/ M.PAN-RB/11/2016 tentang Pelaksanaan Netralitas dan Penegakan Disiplin serta Sanksi Bagi Aparatur Sipil Negara pada Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara Serentak Tahun 2017, yang secara tegas memerintahkan agar setiap ASN menaati seluruh ketentuan perundang-undangan terkait netralitas khususnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP No. 53 Tahun 2010 Disiplin ASN. Berkaitan dengan sanksi pidana bagi ASN dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang diberikan apabila melanggar Pasal 280 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, akan dikenakan Pasal 494 menurut undang-undang ini berupa pidana kurungan penjara maksimal 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran akan dipanggil oleh Pejabat yang berwenang untuk diperiksa. Panggilan tersebut dilakukan dengan lisan. Namun bila dengan cara tersebut tidak hadir, maka panggilan dilakukan secara tertulis. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran tidak memenuhi panggilan pertama, maka akan dibuat panggilan kedua. Dan apabila pada panggilan kedua Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak hadir, maka hal tersebut tidak menghalangi pejabat yang berwenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin.

Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 2 huruf f, menyebutkan “Asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah Netralitas” Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pengawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak Tahun 2018, diharapkan setiap Pegawai ASN dapat bersikap netral. Hal tersebut dikarenakan netralitas ASN merupakan pilar penting dalam kelangsungan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata.

Peran Pegawai ASN sebagaimana yang dimaksud untuk menwujudkan ASN yang bersih dalam upaya menciptapkan good governance. Makna good dalam good governance mengandung 2 (dua) pengertian. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam

Peran Pegawai ASN sebagaimana yang dimaksud untuk menwujudkan ASN yang bersih dalam upaya menciptapkan good governance. Makna good dalam good governance mengandung 2 (dua) pengertian. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam

Dokumen terkait