• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilukada Tidak Langsung atau Pemilukada Melalui DPRD A. Isu RUU Pemilukada

Dalam dokumen Diskusi tentang Pemilukda langsung atau (Halaman 35-41)

7. Ketidaksiapan pemilih untuk menerima kekalahan calon yang diunggulkan. Dibeberapa daerah yang telah melakukan pemilihan kepala daerah secara langsung,

2.4. Pemilukada Tidak Langsung atau Pemilukada Melalui DPRD A. Isu RUU Pemilukada

RUU Pemilukada merupakan topik yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Rancangan undang-undang pilkada ini dibuat untuk menentukan kepastian hukum terhadap evaluasi kebijakan pemilu – walaupun telah ada Bawaslu dan Panwas - yang dirasa belum dapat mengatasi beberapa masalah dalam proses pemilu. Selain itu menurut Abdul Malik RUU ini bertujuan untuk menghasilkan kepala daerah yang tidak terangkut masalah hukum karena adanya seleks calon yang ketat sebelumnnya, Pembahasan ruu pilkada ini telah dilaksanakan semenjak awal tahun 2012 namun, hingga saat ini pembahasan ruu ini belum juga rampung. Kerumitan serta tarik ulur kepentingan dalam pembahasan ruu pilkada ini semakin lama semakin membuat ruu pilkada berujung pada kebuntuan. Namun, beberapa orang seperti Abdul Maluk Haramain anggota komisi II DPR RI, Ramlan Surbakti, dan beberapa praktisi serta ilmuwan politik mendesak agar RUU Pilkada ini segera disahkan.

RUU Pilkada membahas beberapa hal-hal penting yang mendasar dan berbeda dari Pilkada yang dilaksanakan selama ini. Salah satu hal yang paling krusial dalam pembahasan RUU PILKADA ini adalah penyelanggaraan serentak Pemilihan Kepala Daerah karena hal ini akan dianggap lebih efisien dan hemat anggaran. RUU ini juga membahas mengenai pembatasan wewenang calon incumbent dalam menggelonorkan dana bantuan sosal dan rotasi jabatan pegawai jelang PEMILUKADA. Pembatasan wewenang ini untuk mengurangi terjadinya kecurangan indikasi money politic. Pola yang biasa digunakan oleh calon Incumbent dalam meningkatkan elektabilitas dirinya adalah dengan cara memberikan dana bantuan sosial jelang pemilu serta rotasi pegawai. Dilansir dalam Metrotvnews.com Ramlan surbakti memberikan contoh dari praktik ini adalah pemberiian uang sebesar Rp100 Juta kepada setiap desa yang terjadi di Pemilu Kada Jawa Barat.

Selain itu RUU Pilkada ini juga membahas terkait dengan dinasti politik kepala daerah. Pemerintah telah mengidentifikasi sebanyak 57 kepala daerah membangun dinasti politik lokal. Dan sejauh ini sebagian besar kandidat yang kerabat petahana terpilih kembali. Namun, menurut Ganjar Pranowo anggota Komis II DPR menyatakan bahwa bukanlah dinasti politik yang menjadi masalah tetapi lebih maslah pada kompetensi dari calon tersebut. Sehingga menurut ganjar yang penting dari pencolanan adalah kompetensi dari calon itu sendiri. Ada juga mengenai isu pemisahan wewnang antara MK dan MA dalam penyelesaian berbagai masalah sengketa pemilu. Adapula Isu

mengenai Wakil Gubernur dan bupati/walikota merupakan kalangan birokrat. Usulan ini mencuat setelah beberapa kasus muncul mengenai pasangan gubernur dan bupati/walikota serta wakilnya tidak paham dengan alur birokrasi, mereka terpilih karena elektabilitas yang tinggi namun tidak disertai dengan kemampuan politik dan birokrasi yang memadai.

Isu terakhir yang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini adalah isu mengenai wacana pemilihan Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak dipilih secara langsung melainkan dipilih oleh DPRD. Pada awalnya dalam RUU Pilkada Bab 2 pasal 2 dikatakan bahwa Gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi scara demokratis berdasar asa bebas, jujur, rahasia dan adil. Namun, hal ini mendapatkan protes dari banyak pihak maka panitia mengubahnya dengan Bupati/Walikota yang dipilih oleh DPRD. Namun tetap saja, keputusan ini masih menuai protes. Pasalnya Djohermansyah dilansir dalam republika.co.id menyatakan bahwa perubahan usul itu terkait dengan usulan penambahan wewenang terhadap Gubernur, sehingga menyatakan gubernur harus dipilih secara langsung sedangkan Bupat/Walikota lebih baik dipilih oleh DPRD. Penambahan kewenangan yang dimaksudkan adalah pemberian sejumlah izin pengelolaan sumber daya dan penertibaban izin investasi kehutanan, pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Adapun bupati/walikota diberi kewenangan untung menangani pelayanan public seperti pendidikan, kesehatan, kependudukan, pekerjaan umum, dan perhubungan. Alasan kuat dari wacana pemilihan Gubernur atau bupati/walikota dipilih oleh DPRD adalah terkait efisiensi dan penghematan biaya. Wakil ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dilansir dalam metrotvnews.com lebih cenderung untuk mengabaikan masalah efesiensi dan penghematan biaya melalui pemilihan Gubernur atau Bupati/walikota melalui DPRD, dia lebih penghematan biaya dan efisiensi cukup dilaksanakan dengan cara pelaksanaan Serentak dari Pemilukada. Dalam pernyataanya priyo menuturkan bahwa dia lebih memilih untuk pemilihan secara langsung keduanya baik gubernur atau bupati/walikota. Namun, bila disuruh memilih priyo lebih memilih untuk mengadakan pemilu kada langsung untuk bupati/walikota dan pemilihan oleh DPRD untuk gubernur. Hal ini dapat dipahami karena tujuan dari desentralisasi dan politik lokal adalah agar pemerintahan lebih tanggap terhadap kepentingan masyarakat didaerah masing-masing, maka yang terbaik adalah melalui mekanisme pemilihan secara langsung pada tingka bupati/walikota dengan segala konsekuensinya.

Pendapat priyo ini diperkuat dnegan pendapat dari ketua DPD RI Imam Gusman yang dilansir dalam suaramerdeka.com yang merekomendasikan pemilukada gubernur dan bupati/walikota dilakukan secara langsung atau dipilih rakyat. Menurutnya

pemilukada mampu mendekatkan rakyat karena terjadi transfer kekuasaan secara langsung. Dia mengatakan bahwa dengan pemilukada rakyat bisa memilih dan menilai kinerja pemimpin atau wakilnya. Sehingga, istilanya, tidak berlaku ungkapan memilih kucng dalam karung, karena seleksi dilakukan secara terbuka.

B. Kelebihan Pemilukada Perwakilan atau Pemilukada melalui DPRD C. Kelebihan Pilkada Perwakilan

1. Pemilihan Kepala Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat memungkinkan penghematan APBN yang dituju pada Pemilukada karena dapat mengurangi biaya politik dikarenakan NKRI memiliki ribuan pulau yang memerlukan biaya transportasi yang tinggi dan pembiayaan panitia pemilihan setiap daerah.

2. Tidak Merobek Kohesivitas merupakan perasaan daya tarik individu terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan kelompok.

3. Tidak Terjadinya konflik Horizontal kerusuhan demokrasi 2.5. Pentingnya Pemilihan Langsung

Pemilu merupakan salah satu ruh terpenting dalam demokrasi. Demokrasi secara sederhana dapat dikatan sebagai pemerintah dari, untuk dan oleh rakyat, hal ini mengindikasikan bahwa rakyat merupaka pemegang kedaulatan dalam sebuah sistem demokrasi, terlepas dari berbagai macam model demokrasi yang berkembang saat ini. Demokrasi dalam konsepsi filsu yunani kuno dilaksanakan dengan mengumpulkan seluruh warga negara dalam sebuah koloseum untuk menentukan sebuah kebijakan. Demokrasi langsung ini dapat terjadi dikarenakna pembatasan warga negara hanya pada pria dewasa, bentuk geografis dari polis / City-state yang cenderung kecil dan memiliki warga negara yang sedikit pula. Dewasa ini hal seperti itu mustahil rasanya dilakukan. Bentuk geografis negara sudah tidak lagi berupa polis namun terkadang berbentuk kepulauan yang aksesibilitasnya terhadap pulau-pulau terluar terkadang masih susah,, mencakup wilayah yang sangat luas, dan cakupan warga negara yang lebih besar dari pada zaman yunani kuno. Maka dari itu diperlukan PEMILU untuk selanjutnya tetap mengembangkan demokrasi dengan kondisi saat ini.

Pemilu dapat dikatakan sebagai mekanisme mengubah suara pemilih menjadi kursi di lembaga eksektif dan legislative (serta yudikatif di beberapa negara). Melihat pengertian pemilu seperti diatas maka kita dapat menarik kesimpulan juga bahwa pemilu dapat digunakan sebagai sarana akuntabilitas dan aksesibilitas terhadap wakil mereka

dalam pemerintahan. Pada tahun 2004 indonesia telah melaksanakan Pemilu lebih baik dan maju karena menghendaki penguatan partisipasi rakyat dalam penyelengaraan pemilu (Sulardi, 2009). Pada masa orde baru pemimpin daerah dipilih oleh pemerintah. Namun, pasca reformasi penyelenggaraan pemilukada merupakan isu yang hangat di perbincangan beriringan dengan kebijakan desentralisasi pemerintahan. Kebijakan desentralisasi dengan memberikan wewenang yang sangat luas pada bupati/walikota bertujuan agar respon terhadap kearifan lokal masyarakat tertentu lebih mudah terakomodir sehingga terwujudnya pemerintahan daerah yang demokrais dan kesejahteraan masyarakat.

Pemilihan secara langsung bagi para kepala daerah dan para anggota dewan perwakilan rakyat daerah merupakan salah satu syarat utama bagi terwujudnya pemerintahan daerah yang akuntabel dan responsive, serta terbangungnya persamaan hak politk di tingkat lokal (Smith, 1985 dalam Hidayat 2010). Hal ini menyatakan bahwa melalui mekanisme pemilukada dapat membuat wakil dapat akuntabel terhadap masyarakat, evaluasi ini akan menjadi masukan bagi pengetahuan masyarkat pada pemilukada berikutnya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Arghiros (2001 dalam Hidayat 2010) yang mengemukakan bahwa ketika desentralisasi sebagai tujuan dan demokratisasi di tingkat lokal diartikulasi sebagai tujuan, maka sanga jelas bahwa pilkada langsugn merupakan paket yang tidak terpisahkan dari dua konsep tersebut. Pendapat yang sama apabila kita analisis dari pernyataan berikut “we can have election without democracy, but we cannot have democracy without election”.

Pemilihan gubernur dan bupati/walikota harus dilaksanakan dengan cara pemilukada. Bukanlah masalah efisiensi dan penghematan dana saja yang perlu diperhatikan, tetapi yang lebih penting adalah penjagaan nilai-nilai demokrasi agar pemerintahan daerah tetap demokratis. Permasalahan pembagian wewenang antara gubernur dan bupati/walikota tidak dapat dijadikan alasan salah satu dari bentuk pemerintahan daerah ini dilaksanakan dengan penunjukan DPRD, hal ini dikarenakan sekecil apapun wewnang yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan harus tetap akuntabel, transparan, dan responsive. Hal ini akan dapat mewujudkan cita-cita dari desentralisasi yaitu menciptakan pemerintahan daerah yang demokratis serta terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

Pilkada langsung telah memberikan ruang baru bagi tumbuhnya demokratisasi di daerah, terdapat sejumlah keunggulan pilkada langsung adalah, pertama, kepala daerah punya legitimasi kuat untuk memerintah. Kedua, pilkada langsung lebih menjamin stabilitas pemerintahan daerah, karena masa kerja kepala daerah pasti yang tidak bisa dijatuhkan oleh DPRD. Ketiga, probabilitas aspirasi publik yang terserap lebih tinggi karena keterpilihannya ditentukan suara pemilih. Meskipun kadang-kadang disertai pula tingkat kekerasan dan konflik yang tak mungkin dapat dihindari karena masih banyak yang perlu disempurnakan baik ditataran aturan main maupun di tingkat penyelenggaraannya.

Menyusul berbagai fakta inefisiensi pilkada, baik itu berupa tenaga, biaya, maupun waktu, namun survei LSI selama Oktober 2010 mendapatkan hasil, mayoritas (78%) responden masih menghendaki pilkada langsung tetap dipertahankan sebagai sarana terbaik dalam memilih pemimpin-pemimpin di daerah (www.koran jakarta.com/beritadetail.php?id= 68561-Tembolok, Minggu 28 November 2010 Jam 21.30).

Pendapat senada berasal dari Komisi II (Pemerintahan) DPR RI yang menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung masih menjadi pilihan terbaik (www.tempointeraktif.com/hg/.../brk,20100803-268319,id.html, Minggu 28 November 2010 Jam 21.14). Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpendapat bahwa pilkada secara langsung dinilai masih yang terbaik walaupun tidak dapat dipungkiri pilkada langsung mempunyai dampak besar baik secara sosiologis maupun ekonomis (diunduh dari news.okezone.com/read/.../pilkada-langsung-perluditinjau-ulang-Tembolok, Minggu 28 November 2010 Jam 21.11). Penolakan penghapusan pilkada langsung juga disampaikan oleh para gubernur saat menjadi peserta Raker Gubernur se-Indonesia di Pekanbaru (Media Indonesia, 22 Desember 2009). Berikut ini rekomendasi untuk pilkada langsung yang berkualitas dan lebih murah:

1. Menyempurnakan regulasi pilkada sehingga menjamin kepastian hukum bagi terselenggaranya pemilu yang demokratis dan menjamin penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran.

a. Updating data kependudukan dan pemilih dilakukan secara periodik oleh pemerintah, selanjutnya pemilih cukup menerima undangan tanpa ada kartu pemilih.

b. Bentuk kampanye yang melibatkan massa dibatasi, diatur pembatasan belanja kampanye, dan sosialisasi calon menjadi tanggung jawab KPUD Teknik penyuaraan memanfaatkan e-voting.

c. Penghitungan suara mulai di tingkat kecamatan. Kompensasinya durasi waktu pemungutan suara dipepanjang dan jumlah pemilih di TPS diperbanyak.

d. Sebagaimana usulan Perludem, pelanggaran pemilu di tangani oleh masing-masing institusi yang berwenang, yakni untuk pelanggaran pidana di tangani oleh institusi penegak hukum dan pelanggaran administrasi di tangani oleh KPU/KPUD. Lembaga pengawas pemilu ditiadakan

3. Upaya penghematan anggaran bisa dilakukan dengan menggelar pilkada secara serentak dengan daerah-daerah di wilayah yang sama. Dipertimbangkan pula penyederhanaan pemilu menjadi dua kali pemilu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, yakni apakah hanya ada pemilu legislatif dan pemilu eksekutif atau pemilu nasional dan pemilu local.

4. Melakukan pendidikan pemilih yang masif untuk menyiapkan pemilih menjadi cerdas dalam membuat keputusan memilih, yang tidak bisa dibeli dengan imbalan uang/materi apapun. Pemilih cerdas akan mendorong hanya yang berkualitas yang maju di pencalonan.

Dalam dokumen Diskusi tentang Pemilukda langsung atau (Halaman 35-41)

Dokumen terkait