• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskusi tentang Pemilukda langsung atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Diskusi tentang Pemilukda langsung atau"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Makalah untuk Mata Kuliah Sisitem Pemerintahan Indonesia kali ini mengangkat topik mengenai Pemilukada Langsung atau Pemilukada Melalui DPRD. Makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan sejumlah informasi yang kami dapatkan baik melalaui buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat memberikan penjelasan yang cukup tentang Pemilukada di Indonesia.

Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada seluruh pembaca makalah ini. Jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon maaf dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Trimakasih.

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ...

I.2 Identifikasi Masalah ...

I.3 Tujuan Penulisan ...

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Sejarah Pemilu ...

II.2 Pemilukada Langsung...

II.3 Pemilukada Tidak Langsung ...

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan ...

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

(3)

A. Latar Belakang

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Gubernur, Bupati, danWalikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Berarti prinsip dasarnya adalah kepala daerah dipilih secara demokratis, sehingga apakah kepala daerah dipilih langsung ataukah tidak langsung diatur dengan undang-undang. Namun harus diakui pemilihan langsung sesungguhnya merupakan tindak lanjut realisasi prinsip-prinsip demokrasi secara normatif yakni jaminan atas bekerjanya prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik (Pratikno, 2005).

Smith, Dahl, maupun Mawhood mengatakan bahwa untuk mewujudkan apa yang disebut: local accountability, political equity, and local responsiveness, yang merupakan tujuan desentralisasi, di antara prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapainya adalah pemerintah daerah harus (1) memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power); (2) memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income); (3) memiliki lembaga perwakilan rakyat (local representative body) yang berfungsi untuk mengontrol eksekutif daerah; dan (4) adanya kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui mekanisme pemilu (Syarif Hidayat, 2000). Maka meski masih ada sejumlah kelemahan dalam regulasi dan pelaksanaannya, gagasan mengembalikan pilkada kepada anggota DPRD merupakan langkah mundur dalam membangun demokrasi yang lebih substantif.

(4)

hasilnya masih jauh dari ideal. Sebagian orang bahkan melihat, bahwa para kepala daerah produk pilkada langsung tidak lebih baik dari para kepala daerah hasil pemilihan oleh dewan. Ketiga, pilkada langsung banyak diwarnai praktik-praktik tidak sehat seperti jual beli suara (Agus Sutisna, 2010).

Tulisan ini akan membedah lebih lanjut kelemahan yang disangkakan pada Pilkada langsung. Apakah kelemahan itu hanya milik pilkada langsung? Apa strategi atau rekomendasi untuk memperbaiki kualitas pilkada langsung?.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa pengertian dan landasan hukum Pemilukada

2. Apa kelemahan dan kelebihan Pemilukada langsung dan pemilukada melalui DPRD

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian dan landasan hukum Pemilukada

2. Menganalisis permasalahan tentang Pemilukada langsung dan Pemilukada melalui DPRD

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Pemilu Di Indonesia A. Pemilu 1955 (Masa Parlementer)

1. Sistem Pemilu

(5)

DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955.

2. Asas Pemilu

Pemilu 1955 dilaksanakan dengan asas :

a. Jujur, artinya bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.

c. Berkesamaan, artinya bahwa semua warga negara yang telah mempunyai hak pilih mempunyai hak suara yang sama, yaitu masing-masing satu suara.

d. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.

e. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.

f. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara dan tanpa tingkatan.

3. Dasar Hukum Penyelenggaraan

a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 1953. b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954 tentang Menyelenggarakan

Undang-undang Pemilu.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1954 tentang Cara Pencalonan Keanggotaan DPR / Konstituante oleh Anggota Angkatan Perang dan Pernyataan Non Aktif/ Pemberhentian berdasarkan penerimaan keanggotaan pencalonan keanggotaan tersebut, maupun larangan mengadakan Kampanye Pemilu terhadap Anggota Angkatan Perang.

4. Badan Penyelenggara Pemilu

Untuk menyelenggarakan Pemilu dibentuk badan penyelenggara pemilihan, dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4 Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953, yaitu : a. Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) : mempersiapkan dan menyelenggarakan

(6)

sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.

b. Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk disetiap daerah pemilihan untuk membantu persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR. Susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.

c. Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu panitia pemilihan mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR.

d. Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk disetiap kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan pemungutan suara. Keanggotaan PPS sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan Camat karena jabatannya menjadi ketua PPS merangkap anggota. Wakil ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas nama Menteri Dalam Negeri.

5. Peserta Pemilu 1955

Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan dan 29 perorangan. Partai politik tersebut antara lain :

a. Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh Moh.Yusuf Sarjono.

b. Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr. Sukirman Wirjo - Sardjono.

c. Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Nyono. d. Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Sutan Dewanis. e. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh

DS. Probowinoto.

f. Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh Mr. Amir Syarifudin.

(7)

h. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember 1945, diketuai oleh J. Kasimo.

i. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB. Assa.

j. Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis, menjadi Partai Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifudin dan Oei Hwee Goat.

k. Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan Serikat Rakyat Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946, diketuai oleh Sidik Joyosuharto.

B. Pemilu 1971-1997 (Masa Orde Baru) 1. PEMILU 1971

a. Sistem Pemilu

Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR. Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.

b. Asas Pemilu

Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER).

 Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara dan tanpa tingkatan.

 Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.

(8)

 Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.

c. Dasar Hukum

 TAP MPRS No. XI/MPRS/1966.

 TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966.

 UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat.

 UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

d. Badan Penyelenggara Pemilu

Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan. Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), diprovinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), dikabupaten/ kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, dikecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan didesa/ kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara RI diluar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (adhoc).

e. Peserta Pemilu 1971

(9)

8) Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia. 9) Partai Murba.

10) Sekber Golongan Karya. 2. PEMILU 1977

a. Sistem Pemilu

Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.

b. Asas Pemilu

Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia. c. Dasar Hukum

 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.

 Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.

 Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

 Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.

 Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

 Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. d. Badan Penyelenggara Pemilu

Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang memiliki struktur yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I diprovinsi, PPD II dikabupaten/ kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih didesa/ kelurahan dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia diluar negeri dibentuk PPLN, PPSLN dan KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc).

e. Peserta Pemilu 1977

Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 sehingga Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :

(10)

2) Golongan Karya (GOLKAR).

3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/ penggabungan dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba.

3. PEMILU 1982 a. Sistem Pemilu

Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, masih menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional).

b. Asas Pemilu

Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. c. Dasar Hukum

 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.

 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976

d. Badan Penyelenggara Pemilu

Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu : PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.

e. Peserta Pemilu 1982

1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 2) Golongan Karya (Golkar).

3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 4. PEMILU 1987

a. Sistem Pemilu

Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. Dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.

(11)

Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia. c. Dasar Hukum

 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.

 UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.

 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.

d. Badan Penyelenggara Pemilu

Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.

e. Peserta Pemilu 1987

1) Partai Persatuan Pembangunan. 2) Golongan Karya.

3) Partai Demokrasi Indonesia.

5. PEMILU 1992 a. Sistem Pemilu

Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.

b. Asas Pemilu

Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia. c. Dasar Hukum

 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1988 tentang Pemilu.

(12)

 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.

 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985.

 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990. d. Badan Penyelenggara Pemilu

Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.

e. Peserta Pemilu 1992

1) Partai Persatuan Pembangunan. 2) Golongan Karya.

3) Partai Demokrasi Indonesia. 6. PEMILU 1997

a. Sistem Pemilu

Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.

b. Asas Pemilu

Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas dan rahasia. c. Dasar Hukum

 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1993 tentang Pemilu.

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.

 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 dan Undang-Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985. d. Badan Penyelenggara Pemilu

Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN dan KPPSLN.

(13)

1) Partai Persatuan Pembangunan. 2) Golongan Karya.

3) Partai Demokrasi Indonesia.

C. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi) 1. PEMILU 1999

a. Sistem Pemilu.

Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak diseluruh wilayah Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.

b. Asas Pemilu

Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

c. Dasar Hukum

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.

 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

d. Badan Penyelenggara Pemilu

Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari unsur partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU juga dibantu oleh Sekretariat Umum KPU. Penyelenggara pemilu tingkat pusat dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur anggotanya sama dengan KPU. Untuk penyelenggaraan ditingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, PPK, PPS dan KPPS. Untuk penyelenggaraan diluar negeri dilaksanakan oleh PPLN, PPSLN dan KPPSLN yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil parpol peserta Pemilu ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat.

e. Peserta Pemilu 1999

(14)

2) Partai Kristen Nasional Indonesia. 3) Partai Nasional Indonesia.

4) Partai Aliansi Demokrat Indonesia. 5) Partai Kebangkitan Muslim Indonesia. 6) Partai Ummat Islam.

7) Partai Kebangkitan Umat. 8) Partai Masyumi Baru.

9) Partai Persatuan Pembangunan. 10) Partai Syarikat Islam Indonesia.

11) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 12) Partai Abul Yatama.

13) Partai Kebangsaan Merdeka. 14) Partai Demokrasi Kasih Bangsa. 15) Partai Amanat Nasional.

16) Partai Rakyat Demokratik.

17) Partai Syarikat Islam Indonesia 1905. 18) Partai Katholik Demokrat.

19) Partai Pilihan Rakyat. 20) Partai Rakyat Indoneia.

21) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. 22) Partai Bulan Bintang.

23) Partai Solidaritas Pekerja. 24) Partai Keadilan.

25) Partai Nahdlatul Umat. 26) PNI Front Marhaenis.

27) Partai Ikatan Pend. Kmd. Indonesia. 28) Partai Republik.

29) Partai Islam Demokrat. 30) PNI Massa Marhaen.

31) Partai Musyawarah Rakyat Banyak. 32) Partai Demokrasi Indonesia.

33) Partai Golongan Karya. 34) Partai Persatuan.

(15)

36) Partai Uni Demokrasi Indonesia. 37) Partai Buruh Nasional.

38) Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). 39) Partai Daulat Rakyat .

40) Partai Cinta Damai.

41) Partai Keadilan dan Persatuan.

42) Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia. 43) Partai Nasional Bangsa Indonesia.

44) Partai Bhinneka Tunggal Ika.

45) Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia. 46) Partai Nasional Demokrat.

47) Partai Umat Muslimin Indonesia. 48) Partai Pekerja Indonesia.

2. PEMILU 2004

Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih langsung wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD dan DPRD serta memilih langsung presiden dan wakil presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/ Kota) se Indonesia periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).

a. Sistem Pemilu

Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk didalamnya DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota) dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Partai politik akan mendapatkan kursi sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.

(16)

Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

c. Dasar Hukum

 Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

 Undang-undang No. 12 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

 Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

d. Badan Penyelenggara Pemilu

Penyelenggaraan Pemilu 2004 dilakukan oleh KPU. Penyelenggaraan ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/ kota oleh KPU Kabupaten/ Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/ kelurahan dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan diluar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).

e. Peserta Pemilu 2004

Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2004 diikuti 24 partai, yaitu : 1) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme).

2) Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD). 3) Partai Bulan Bintang (PBB).

4) Partai Merdeka.

5) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

6) Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK). 7) Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB). 8) Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). 9) Partai Demokrat.

10) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia). 11) Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).

(17)

14) Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). 15) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 16) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 17) Partai Bintang Reformasi (PBR).

18) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 19) Partai Damai Sejahtera.

20) Partai Golongan Karya (Partai Golkar). 21) Partai Patriot Pancasila.

22) Partai Sarikat Indonesia. 23) Partai Persatuan Daerah (PPD). 24) Partai Pelopor.

f. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004

Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama) sebanyak 5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut :

1) H. Wiranto, SH. dan Ir. H.Salahuddin Wahid.

2) Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi. 3) Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo. 4) H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla. 5) Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc.

Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran II (kedua), dengan peserta dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua, yaitu :

1) Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi. 2) H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla. 3. PEMILU 2009

(18)

a. Sistem Pemilu

Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk dilembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan. b. Asas Pemilu

Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

c. Dasar Hukum

 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

d. Badan Penyelenggara Pemilu

(19)

e. Peserta Pemilu

Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai, 38 partai merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal Aceh. Partai-partai tersebut adalah :

1) Partai Hati Nurani Rakyat. 2) Partai Karya Peduli Bangsa.

3) Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia. 4) Partai Peduli Rakyat Nasional.

5) Partai Gerakan Indonesia Raya. 6) Partai Barisan Nasional.

7) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. 8) Partai Keadilan Sejahtera.

9) Partai Amanat Nasional.

10) Partai Perjuangan Indonesia Baru. 11) Partai Kedaulatan.

12) Partai Persatuan Daerah. 13) Partai Kebangkitan Bangsa. 14) Partai Pemuda Indonesia.

15) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme. 16) Partai Demokrasi Pembaruan.

17) Partai Karya Perjuangan. 18) Partai Matahari Bangsa.

19) Partai Penegak Demokrasi Indonesia. 20) Partai Demokrasi Kebangsaan. 21) Partai Republika Nusantara. 22) Partai Pelopor.

23) Partai Golongan Karya.

24) Partai Persatuan Pembangunan. 25) Partai Damai Sejahtera.

26) Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia. 27) Partai Bulan Bintang.

28) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 29) Partai Bintang Reformasi.

(20)

31) Partai Demokrat.

32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia. 33) Partai Indonesia Sejahtera.

34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama. 35) Partai Aceh Aman Seujahtra (Partai Lokal). 36) Partai Daulat Aceh (Partai Lokal).

37) Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai Lokal). 38) Partai Rakyat Aceh (Partai Lokal).

39) Partai Aceh (Partai Lokal).

40) Partai Bersatu Aceh (Partai Lokal). 41) Partai Merdeka.

42) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia. 43) Partai Sarikat Indonesia.

44) Partai Buruh.

f. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009

Peserta Pemilu 2009 diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon, yaitu :

1) Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Prabowo Subianto (didukung oleh PDIP, Partai Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan, Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PSI, PPNUI).

2) Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. Dr. Boediono (didukung oleh Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai RepublikaN, Partai Patriot, PNBKI, PMB, PPI, Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB, Partai PDI).

3) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan H. Wiranto, S.IP (didukung oleh Partai Golkar dan Partai Hanura).

2.2. Pengertian dan Landasan Hukum Pemilukada A. Pengertian Pemilukada

(21)

sosial. Seorang kepala daerah yang memiliki legitimasi adalah kepala daerah yang terpilihdengan prosedur yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta melalui proses kampanye dan pemilihan yang demokratis dan sesuai dengan norma-norma sosial dan didukung suara trerbanyak

B. Landasan Hukum Pemilukada

Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak tahun 2005, telah diselenggarakan Pemilukada secara langsung, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Pasangan calon yang akan berkompetisi dalam Pemilukada adalah pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pemilukada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008, tepatnya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasangan Calon yang dapat turut serta dalam Pemilukada tidak hanya pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari perseorangan.

g. Asas Pemilukada

Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

h. Dasar Hukum

 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.  PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan

(22)

diubah terakhir dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

 UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. i. Badan Penyelenggara

Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPU Provinsi, sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota oleh KPU Kabupaten/ Kota.

j. Peserta

Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari :

1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD didaerah bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD didaerah bersangkutan.

2) Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan, dengan syarat dukungan sejumlah :

Jumlah dukungan diatas harus tersebar dilebih dari 50% jumlah kabupaten/ kota diprovinsi yang bersangkutan (Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur). Sedangkan untuk Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau Jumlah Dukungan

lebih dari 250 ribu - 500 ribu jiwa

4 % lebih dari 6 juta - 12 juta jiwa

lebih dari 500 ribu - 1 juta jiwa

(23)

Walikota dan Wakil Walikota jumlah dukungan harus tersebar di lebih dari 50% jumlah kecamatan dikabupaten/ kota yang bersangkutan.

2.3. Pemilukada Langsung A. Pemilukada Langsung

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum

(Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Khusus di Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh

Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

(24)

B. Kelebihan Pemilukada Langsung

Perlu juga diakui bahwa bagian dari kelebihan pilkada secara langsung adalah adanya pergeseran sistem yang cukup mendasar, yakni dari sistem sentralistik ke desentralistik. Dalam hal ini, tentu masyarakat akan lebih memiliki kelonggaran untuk menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang benar-benar mereka kenali dan mereka percayai. Bahkan, sebagian masyarakat secara tidak langsung memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menitipkan pemerintahan daerahnya kepada seorang putera daerah. Walaupun tentu saja idealisme semacam ini tidak bisa dipersepsikan secara seragam oleh seluruh masyarakat pemilih. Karena putera daerah bukanlah satu-satunya jaminan kapabilitas dirinya dalam menjalankan roda pemerintahan.

Banyak permasalahan baik dari implikasi politik maupun dampak sosial ekonomi baik yang menguntungkan maupun tidak. Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model pemilihan secara langsung.

Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih Partisipasi. Partisipasi jelas akan membuka akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat sebagai aktor yang telibat dalam pilkada dalam arti partisipasi secara langsung merupakan prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan ditangan rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan.

(25)

Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau masyarakat. Diharapkan dengan pemilihan seperti ini mayarakat akan lebih mengenal pemimpin mereka di daerah sehingga akan memudahkan proses komunikasi politik di daerah.

Keempat, lebih terdesenralisasi. Berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya, pemilihan kepala daerah dilakukan pemerintah pusat dengan cara menunjuk atau menetapkan aktor politik untuk menempati jabatan politik di daerah.

Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya, sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas politik, Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya, pilkada langsung sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi, pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan, membangun stabilitas poilitik dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah konsentrasi di pusat.

Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara lain sebagai berikut :

a) Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

b) Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

(26)

dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

d) Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

e) Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

C. Kelemahan Pemilukada Langsung

Secara umum ada tiga kelemahan yang disangkakan melekat pada pilkada langsung, yakni (1) biaya pilkada langsung mahal yang tidak hanya menjadi beban APBD daerah yang bersangkutan, namun juga bagi kandidat; (2) intensitas konflik pilkada langsung tinggi; dan (3) pilkada langsung tidak menjamin terpilihnya calon yang berkualitas. Pembahasan berikut mengupas ketiga aspek tersebut tersebut.

1. Beban Anggaran

(27)

perseorangan. Biaya yang besar karena pemilihan secara langsung melibatkan seluruh pemilih di daerah pemilihan, sedangkan apabila kepala daerah dipilih oleh dewan hanya melibatkan para anggota DPRD yang jumlahnya hanya sebanyak 20-50 orang untuk DPRD kabupaten/kota, dan sebanyak 35-100 orang untuk DPRD provinsi.

Kerapkali besarnya biaya yang disediakan APBD disandingkan dengan pengandaian pembangunan jembatan, gedung sekolah atau prasarana lainnya yang manfaatnya lebih langsung dirasakan oleh masyarakat, meski sejatinya kedua aktivitas itu tidak bisa dikomparasikan. Juga yang sering luput dari perhatian, belanja APBD untuk membiayai pilkada punya manfaat ekonomi bagi daerah.

Ketentuan Pasal 72 (2) PP 6/2005 (dan perubahannya) mengatur bahwa pihak ketiga dalam pengadaan surat suara adalah perusahaan percetakan dari daerah pemilihan itu, kecuali tidak ada maka dapat menunjuk perusahaan percetakan terdekat dengan daerah pemilihan. Aturan ini seandainya tidak menabrak Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah (dan perubahannya) akan membuat pengusaha percetakan lokal yang nota bene menggunakan pekerja lokal memperoleh manfaat yang besar. UU No. 22/1007 mengatur pekerja pemilu harus berdomisili di wilayah kerjanya, sehingga uang jasa kerja berupa honorarium mengalir kepada penduduk di daerah pemilihan bersangkutan. Begitupun belanja sosialisasi oleh KPUD, pemerintah daerah dan elemen masyarakat, dan belanja kampanye oleh para kandidat terdistribusi pada masyarakat setempat dalam bentuk kegiatan pemberian informasi dan pendidikan pemilih maupun kepada pengusaha lokal dalam bentuk pembuatan atribut kampanye. Kegiatan kampanye, misalnya juga membuka ruang bagi para pedagang kecil untuk berdagang di lokasi kegiatan. Media massa lokal, cetak maupun elektronik, juga memperoleh porsi dari iklan politik.

Pilkada langsung kerap dituding menjadi beban tahun anggaran berjalan dan karenanya mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah pada tahun itu. Agar tidak menjadi beban anggaran tahun berjalan maka untuk pembiayaannya daerah dapat menyiapkan Dana Cadangan Belanja Pilkada.

(28)

daerah dapat membentuk Dana Cadangan Belanja Pilkada. Provinsi Jawa Tengah termasuk sedikit daerah yang menyiapkan Dana Cadangan Belanja Pilkada untuk Pilgub 2008.

Penyediaan Dana Cadangan Belanja Pilkada merupakan pilihan cerdas, terutama bagi daerah yang pelaksanaan pilkada berdekatan dengan pelaksanaan pemilu yang juga menyerap dana APBD. Juga untuk menghindari kemungkinan penundaan pilkada karena faktor biaya yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Terpilihnya kepala daerah yang berkualitas melalui pilkada langsung menjadikan harga penyelenggaraan pilkada langsung sangat murah. Tetapi tentu berlaku sebaliknya, menjadi sangat mahal jika dengan serapan dana besar ternyata hanya sebatas demokrasi prosedural sehingga tidak menjamin kualitas produknya. Dalam demokrasi prosedural memang dapat tercapai prinsip-prinsip pemilihan yang langsung, bebas, jujur dan adil tetapi dari proses itu tidak dijamin menghasilkan kepala daerah yang punya responsivitas dan akuntabilitas kepada rakyat di daerah pemilihannya.

2. Intensitas Konflik

Pada penyelenggaraan pilkada di sejumlah daerah terjadi konflik yang disertai kekerasan dan/atau menuai gugatan hukum baik di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, maupun Mahkamah Agung (yang selanjutnya dengan UU No. 22/2007 sengketa pilkada menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi). Terjadinya konflik di pilkada karena sejumlah titik rawan yang disebabkan antara lain oleh rentang daerah pemilihan yang pendek, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda kepentingan dalam masyarakat, dan oleh regulasi pilkada yang memiliki ruang bagi konflik politik itu. Pengalaman menunjukkan konflik pilkada bersumber pada hal-hal berikut:

a. Konflik yang bersumber pada proses pemutakhiran data pemilih yang proses pemutakhirannya belum mampu menjamin tersedianya data pemilih yang akurat. b. Konflik pada proses penjaringan calon kepala daerah/wakil kepala daerah oleh

partai politik atau gabungan partai politik yang seringkali dilakukan tidak transaparan sehingga tidak memuaskan para pihak yang terlibat dan terjadi ketegangan antara DPP dan DPD/DPC, bahkan massa karena perbedaan pilihan calon yang diusung atau perbedaan dalam memlih mitra koalisi.

(29)

kepala daerah/wakil kepala daerah mendapat reaksi dari kelompok pendukung calon yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. Dan sebaliknya konflik yang bersumber pada persyaratan calon yang diragukan keabsahannya oleh masyarakat, sehingga dinilai tidak menjamin terpilihnya kepala daerah yang jujur, bersih dan track record-nya baik.

d. Konflik yang bersumber pada kampanye negatif yang diikuti reaksi balasan oleh pihak lawan

e. Konflik yang bersumber pada pelanggaran larangan praktik politik uang dan pelanggaran netralitas birokrasi.

f. Konflik yang bersumber pada kecurangan oleh pihak manapun saat pemungutan suara dan penghitungan suara Konflik yang bersumber pada penetapan hasil penghitungan suara oleh KPUD, karena dalam pilkada berlaku simple majority yang mengatur batas minimal kemenangan calon terpilih hanya 30 persen, bisa berakibat ketidaksiapan pemilih untuk menerima kekalahan pasangan calon yang didukung hanya karena selisih suara tipis

g. Konflik yang bersumber pada kinerja penyelenggara pilkada yang dinilai tidak professional dan partisan Konflik yang bersumber pada perbedaan penafsiran aturan main pilkada Namun ricuh dan kisruhnya pilkada tidak hanya ditemukan di pilkada langsung, sebelumnya intensitas konflik yang cukup tinggi ditemukan di pilkada oleh anggota DPRD (masa UU No.22/1999), yang sumber konfliknya relatif tidak beda dari sumber konflik di pilkada langsung, antara lain penjaringan calon oleh partai politik yang dinilai tidak aspiratif, ketidaksiapan menerima kekalahan pasangan calon yang didukung, praktik dagang sapi (money politics) dan kecenderungan oligarki dalam memutus pemenang pemilihan.

Menurut Leo Agustino ada sebelas (11) permasalahan pemilukada di Indonesia, yaitu: a) Daftar Pemilih tidak akurat

(30)

pengaturan ini jika dalam pemutakhiran data pemilih, melibatkan RT/RW sebagai petugas pemutakhiran, maka permasalahan data pemilih yang tidak akurat akan dapat diminimalisir, karena RT/RW adalah lembaga yang paling mengetahui penduduknya.

b) Persyaratan Calon tidak lengkap

(31)

yang dirugikan untuk melakukan pengujian atas tindakan KPUD yang tidak netral melalui pengadilan. Untuk mengatasi kekurangan ini, ke depan perlu pasangan calon perlu diberi ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika dalam proses pencalonan dirugikan KPUD.

c) Pencalonan Pasangan dari parpol

Permasalahan internal parpol dalam menentukan pasangan calon membuat Pilkada terhambat. Hal itu disebabkan, adanya kepengurusan ganda, proses seleksi tidak transparan, adanya intervensi pengurus pusat/provinsi, tidak menetapkan pasangan seperti kasus di Sampang, Jatim.

d) Penyelenggara atau KPUD tidak netral

Faktor yang mempengaruhi ketidaknetralan KPUD berdasarkan faktor kedekatan dan kekerabatan degan salah satu pasangan. Selain itu, tidak adanya pengadilan yang mengkoreksi keputusan KPUD sehingga sangat dominan kekeuasaan penyelenggara pemilikada.

e) Panwas pilkada dibentuk terlambat

Terlambatnya panitia pengawas (Panwas) oleh DPRD, sehinggat tidak dapat mengawasi tahapan pemilukada secara keseluruhan. Berbagai penyimpangan pada persiapan sering tidak dilanjuti, karena Panwas dibentuk menjelang masa kampanye.

f) Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada.Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biayaini, biaya itu.

g) Dana kampaye

(32)

menimbulkan kecurigaan publik, bahwa dana kampanye pasangan berasal dari dana korupsi atau sumbangan yang dikemudian hari pasangan tersebut, maka pemberi sumbangan akan menadpat imbalan berupa jabatan atau proyek-proyek pemerintah.

h) Mencuri start kampaye

Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

i) PNS tidak netral

Dalam berbagai kampanye masih ditemukan PNS yang memihak pasangan tertentu, terutam incumbent (petahana). Dilain pihak calon incumbent memanfaatkan staf Pemda untuk kepentingan kampanyenya, bila tidak menuruti akan diturunkan jabatanya atau bahkan diberhentikan.

j) Pelanggaran kampanye

Pelanggaran kampanye dapat berbagai macam bentuk, salah satu yang menjadi sorotan yaitu kampanye hitam seperti yang menimpa Jokowi Pada pemilukada Jakarta 2012. Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut Pengaturan mengenai kampanye secara yuridis diatur dalam pasal 75 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu meliputi pengaturan mengenai teknis kampanye, waktu pelaksanaan, pelaksana kampanye, jadwal kampanye, bentuk dan media kampanye, dan larangan-larangan selama pelaksanaan kampanye. Kandidat dan tim kampanyenya cenderung mencari celah pelanggaran yang menguntungkan dirinya.

(33)

terbatasnya waktu untuk kampanye maka sering terjadi curi start kampanye dan kampanye diluar waktu yang telah ditetapkan. Kampanye yang diharapkan dapat mendorong dan memperkuat pengenalan pemilih terhadap calon kepala daerah agar pemilih mendapatkan informasi yang lengkap tentang semua calon, menjadi tidak tercapai. Untuk itu ke depan perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.

k) Intervensi DPRD

Pada umumnya terjadi apabila DPRD tidak setuju akan pasangan terpilih dengan berbagai alasan. DPRD tidak mengirim berkas pemilihan kepada Gubernur dan Mendagri, hal itu menghambat pelantikan pasangan terpilih. Hal itu pernah terjadi di Gorontalo dan Aceh. Peran DPRD dalam Pilkada juga dapat memicu konflik. Pilkada memang sepenuhnya dilaksanakan oleh KPU Daerah, tetapi pertanggungjawabannya harus disampaikan kepada DPRD, seperti yang tertulis pada pasal 66 ayat 3 poin, bahwa tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalahmeminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD. Dalam hal ini, kerja KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) berpotensi diintervensi oleh partai politik yang mempunyai kekuatan di DPRD. Sebab, sejalan dengan kewenangan yang besar dalam proses-proses politik lokal, partai politik berpotensi mengintervensi fungsi KPUD, jika kerja KPUD dianggap tidak menguntungkannya.

Selain kesebelas kelemahan pemilukada secara langsung di Indonesia, masih terbadapat banyak kelemahan, antar lain :

(34)

saat seperti, kempanye, manipulasi data berupa penggelembungan suara dan rasa tidak puas akibat calon idaman kalah.

2. Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti : Intimidasi. Sebagai contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan pemilu.

3. Beratnya persyaratan pengajuan calon. Dalam UU No. 32 tahun 2004 Pasal 59 ayat 2 disebutkan bahwa hanya partai politik yang memperoleh suara 15% kursi DPRD atau 15% dari akumulasi suara sah yang diperoleh dalam pemilu legislatif yang berhak mengajukan calon. Pandangan diatas sangat relefan dengan kejadian yang terjadi di beberapa daerah termasuk daerah Bali. Dimana beberapa daerah yang ada di Bali, sekitar 80% dimenangkan oleh PDIP sehingga daerah-daerah tersebut sulit mendapatkan dua pasang calon.

4. Sistem dua putaran yang dianut ternyata dijadikan sarana dibeberapa daerah untuk mengajukan anggaran pilkada secara berlebihan. Di Surabaya misalnya, KPUD mengajukan anggaran dua putaran, dan disetujui oleh DPRD kotaSurabaya sekitar 36 milyar, dari dana ini, 23 milyar diantaranya dianggarkan untuk putaran pertama dan selebihnya dianggarkan untuk putaran kedua. Padahal, disurabaya tidak mungkin terjadi putaran kedua sebab calon yang ada tidak lebih dari empat pasang.

5. Cara pemilihan kepala daerah dengan menempatkan figur sebagai pertimbangan utama dalam menentukan pilihan kepala daerah. konsekuensi dari cara pemilihan semacam akan meningkatkan ketegangan hubungan antar pendukung pasangan calon sebab penerimaan dan penolakan terhadap pasangan calon dalam konteks kultur Indonesia lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat emosional ketimbang rasional.

6. Besarnya daerah pemilihan, yaitu seluruh wilayah propinsi untuk pemilihan gubernur dan seluruh wilayah kabupaten untuk pemilihan bupati, menyebabkan proses pelaksanaan kampanye sulit dikendalikan.

(35)

2.4. Pemilukada Tidak Langsung atau Pemilukada Melalui DPRD A. Isu RUU Pemilukada

RUU Pemilukada merupakan topik yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Rancangan undang-undang pilkada ini dibuat untuk menentukan kepastian hukum terhadap evaluasi kebijakan pemilu – walaupun telah ada Bawaslu dan Panwas - yang dirasa belum dapat mengatasi beberapa masalah dalam proses pemilu. Selain itu menurut Abdul Malik RUU ini bertujuan untuk menghasilkan kepala daerah yang tidak terangkut masalah hukum karena adanya seleks calon yang ketat sebelumnnya, Pembahasan ruu pilkada ini telah dilaksanakan semenjak awal tahun 2012 namun, hingga saat ini pembahasan ruu ini belum juga rampung. Kerumitan serta tarik ulur kepentingan dalam pembahasan ruu pilkada ini semakin lama semakin membuat ruu pilkada berujung pada kebuntuan. Namun, beberapa orang seperti Abdul Maluk Haramain anggota komisi II DPR RI, Ramlan Surbakti, dan beberapa praktisi serta ilmuwan politik mendesak agar RUU Pilkada ini segera disahkan.

RUU Pilkada membahas beberapa hal-hal penting yang mendasar dan berbeda dari Pilkada yang dilaksanakan selama ini. Salah satu hal yang paling krusial dalam pembahasan RUU PILKADA ini adalah penyelanggaraan serentak Pemilihan Kepala Daerah karena hal ini akan dianggap lebih efisien dan hemat anggaran. RUU ini juga membahas mengenai pembatasan wewenang calon incumbent dalam menggelonorkan dana bantuan sosal dan rotasi jabatan pegawai jelang PEMILUKADA. Pembatasan wewenang ini untuk mengurangi terjadinya kecurangan indikasi money politic. Pola yang biasa digunakan oleh calon Incumbent dalam meningkatkan elektabilitas dirinya adalah dengan cara memberikan dana bantuan sosial jelang pemilu serta rotasi pegawai. Dilansir dalam Metrotvnews.com Ramlan surbakti memberikan contoh dari praktik ini adalah pemberiian uang sebesar Rp100 Juta kepada setiap desa yang terjadi di Pemilu Kada Jawa Barat.

(36)

mengenai Wakil Gubernur dan bupati/walikota merupakan kalangan birokrat. Usulan ini mencuat setelah beberapa kasus muncul mengenai pasangan gubernur dan bupati/walikota serta wakilnya tidak paham dengan alur birokrasi, mereka terpilih karena elektabilitas yang tinggi namun tidak disertai dengan kemampuan politik dan birokrasi yang memadai.

Isu terakhir yang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini adalah isu mengenai wacana pemilihan Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak dipilih secara langsung melainkan dipilih oleh DPRD. Pada awalnya dalam RUU Pilkada Bab 2 pasal 2 dikatakan bahwa Gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi scara demokratis berdasar asa bebas, jujur, rahasia dan adil. Namun, hal ini mendapatkan protes dari banyak pihak maka panitia mengubahnya dengan Bupati/Walikota yang dipilih oleh DPRD. Namun tetap saja, keputusan ini masih menuai protes. Pasalnya Djohermansyah dilansir dalam republika.co.id menyatakan bahwa perubahan usul itu terkait dengan usulan penambahan wewenang terhadap Gubernur, sehingga menyatakan gubernur harus dipilih secara langsung sedangkan Bupat/Walikota lebih baik dipilih oleh DPRD. Penambahan kewenangan yang dimaksudkan adalah pemberian sejumlah izin pengelolaan sumber daya dan penertibaban izin investasi kehutanan, pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Adapun bupati/walikota diberi kewenangan untung menangani pelayanan public seperti pendidikan, kesehatan, kependudukan, pekerjaan umum, dan perhubungan. Alasan kuat dari wacana pemilihan Gubernur atau bupati/walikota dipilih oleh DPRD adalah terkait efisiensi dan penghematan biaya. Wakil ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dilansir dalam metrotvnews.com lebih cenderung untuk mengabaikan masalah efesiensi dan penghematan biaya melalui pemilihan Gubernur atau Bupati/walikota melalui DPRD, dia lebih penghematan biaya dan efisiensi cukup dilaksanakan dengan cara pelaksanaan Serentak dari Pemilukada. Dalam pernyataanya priyo menuturkan bahwa dia lebih memilih untuk pemilihan secara langsung keduanya baik gubernur atau bupati/walikota. Namun, bila disuruh memilih priyo lebih memilih untuk mengadakan pemilu kada langsung untuk bupati/walikota dan pemilihan oleh DPRD untuk gubernur. Hal ini dapat dipahami karena tujuan dari desentralisasi dan politik lokal adalah agar pemerintahan lebih tanggap terhadap kepentingan masyarakat didaerah masing-masing, maka yang terbaik adalah melalui mekanisme pemilihan secara langsung pada tingka bupati/walikota dengan segala konsekuensinya.

(37)

pemilukada mampu mendekatkan rakyat karena terjadi transfer kekuasaan secara langsung. Dia mengatakan bahwa dengan pemilukada rakyat bisa memilih dan menilai kinerja pemimpin atau wakilnya. Sehingga, istilanya, tidak berlaku ungkapan memilih kucng dalam karung, karena seleksi dilakukan secara terbuka.

B. Kelebihan Pemilukada Perwakilan atau Pemilukada melalui DPRD C. Kelebihan Pilkada Perwakilan

1. Pemilihan Kepala Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat memungkinkan penghematan APBN yang dituju pada Pemilukada karena dapat mengurangi biaya politik dikarenakan NKRI memiliki ribuan pulau yang memerlukan biaya transportasi yang tinggi dan pembiayaan panitia pemilihan setiap daerah.

2. Tidak Merobek Kohesivitas merupakan perasaan daya tarik individu terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan kelompok.

3. Tidak Terjadinya konflik Horizontal kerusuhan demokrasi

2.5. Pentingnya Pemilihan Langsung

Pemilu merupakan salah satu ruh terpenting dalam demokrasi. Demokrasi secara sederhana dapat dikatan sebagai pemerintah dari, untuk dan oleh rakyat, hal ini mengindikasikan bahwa rakyat merupaka pemegang kedaulatan dalam sebuah sistem demokrasi, terlepas dari berbagai macam model demokrasi yang berkembang saat ini. Demokrasi dalam konsepsi filsu yunani kuno dilaksanakan dengan mengumpulkan seluruh warga negara dalam sebuah koloseum untuk menentukan sebuah kebijakan. Demokrasi langsung ini dapat terjadi dikarenakna pembatasan warga negara hanya pada pria dewasa, bentuk geografis dari polis / City-state yang cenderung kecil dan memiliki warga negara yang sedikit pula. Dewasa ini hal seperti itu mustahil rasanya dilakukan. Bentuk geografis negara sudah tidak lagi berupa polis namun terkadang berbentuk kepulauan yang aksesibilitasnya terhadap pulau-pulau terluar terkadang masih susah,, mencakup wilayah yang sangat luas, dan cakupan warga negara yang lebih besar dari pada zaman yunani kuno. Maka dari itu diperlukan PEMILU untuk selanjutnya tetap mengembangkan demokrasi dengan kondisi saat ini.

(38)

dalam pemerintahan. Pada tahun 2004 indonesia telah melaksanakan Pemilu lebih baik dan maju karena menghendaki penguatan partisipasi rakyat dalam penyelengaraan pemilu (Sulardi, 2009). Pada masa orde baru pemimpin daerah dipilih oleh pemerintah. Namun, pasca reformasi penyelenggaraan pemilukada merupakan isu yang hangat di perbincangan beriringan dengan kebijakan desentralisasi pemerintahan. Kebijakan desentralisasi dengan memberikan wewenang yang sangat luas pada bupati/walikota bertujuan agar respon terhadap kearifan lokal masyarakat tertentu lebih mudah terakomodir sehingga terwujudnya pemerintahan daerah yang demokrais dan kesejahteraan masyarakat.

Pemilihan secara langsung bagi para kepala daerah dan para anggota dewan perwakilan rakyat daerah merupakan salah satu syarat utama bagi terwujudnya pemerintahan daerah yang akuntabel dan responsive, serta terbangungnya persamaan hak politk di tingkat lokal (Smith, 1985 dalam Hidayat 2010). Hal ini menyatakan bahwa melalui mekanisme pemilukada dapat membuat wakil dapat akuntabel terhadap masyarakat, evaluasi ini akan menjadi masukan bagi pengetahuan masyarkat pada pemilukada berikutnya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Arghiros (2001 dalam Hidayat 2010) yang mengemukakan bahwa ketika desentralisasi sebagai tujuan dan demokratisasi di tingkat lokal diartikulasi sebagai tujuan, maka sanga jelas bahwa pilkada langsugn merupakan paket yang tidak terpisahkan dari dua konsep tersebut. Pendapat yang sama apabila kita analisis dari pernyataan berikut “we can have election without democracy, but we cannot have democracy without election”.

(39)

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pilkada langsung telah memberikan ruang baru bagi tumbuhnya demokratisasi di daerah, terdapat sejumlah keunggulan pilkada langsung adalah, pertama, kepala daerah punya legitimasi kuat untuk memerintah. Kedua, pilkada langsung lebih menjamin stabilitas pemerintahan daerah, karena masa kerja kepala daerah pasti yang tidak bisa dijatuhkan oleh DPRD. Ketiga, probabilitas aspirasi publik yang terserap lebih tinggi karena keterpilihannya ditentukan suara pemilih. Meskipun kadang-kadang disertai pula tingkat kekerasan dan konflik yang tak mungkin dapat dihindari karena masih banyak yang perlu disempurnakan baik ditataran aturan main maupun di tingkat penyelenggaraannya.

Menyusul berbagai fakta inefisiensi pilkada, baik itu berupa tenaga, biaya, maupun waktu, namun survei LSI selama Oktober 2010 mendapatkan hasil, mayoritas (78%) responden masih menghendaki pilkada langsung tetap dipertahankan sebagai sarana terbaik dalam memilih pemimpin-pemimpin di daerah (www.koran jakarta.com/beritadetail.php?id= 68561-Tembolok, Minggu 28 November 2010 Jam 21.30).

Pendapat senada berasal dari Komisi II (Pemerintahan) DPR RI yang menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung masih menjadi pilihan terbaik (www.tempointeraktif.com/hg/.../brk,20100803-268319,id.html, Minggu 28 November 2010 Jam 21.14). Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpendapat bahwa pilkada secara langsung dinilai masih yang terbaik walaupun tidak dapat dipungkiri pilkada langsung mempunyai dampak besar baik secara sosiologis maupun ekonomis (diunduh dari news.okezone.com/read/.../pilkada-langsung-perluditinjau-ulang-Tembolok, Minggu 28 November 2010 Jam 21.11). Penolakan penghapusan pilkada langsung juga disampaikan oleh para gubernur saat menjadi peserta Raker Gubernur se-Indonesia di Pekanbaru (Media Indonesia, 22 Desember 2009). Berikut ini rekomendasi untuk pilkada langsung yang berkualitas dan lebih murah:

1. Menyempurnakan regulasi pilkada sehingga menjamin kepastian hukum bagi terselenggaranya pemilu yang demokratis dan menjamin penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran.

(40)

a. Updating data kependudukan dan pemilih dilakukan secara periodik oleh pemerintah, selanjutnya pemilih cukup menerima undangan tanpa ada kartu pemilih.

b. Bentuk kampanye yang melibatkan massa dibatasi, diatur pembatasan belanja kampanye, dan sosialisasi calon menjadi tanggung jawab KPUD Teknik penyuaraan memanfaatkan e-voting.

c. Penghitungan suara mulai di tingkat kecamatan. Kompensasinya durasi waktu pemungutan suara dipepanjang dan jumlah pemilih di TPS diperbanyak.

d. Sebagaimana usulan Perludem, pelanggaran pemilu di tangani oleh masing-masing institusi yang berwenang, yakni untuk pelanggaran pidana di tangani oleh institusi penegak hukum dan pelanggaran administrasi di tangani oleh KPU/KPUD. Lembaga pengawas pemilu ditiadakan

3. Upaya penghematan anggaran bisa dilakukan dengan menggelar pilkada secara serentak dengan daerah-daerah di wilayah yang sama. Dipertimbangkan pula penyederhanaan pemilu menjadi dua kali pemilu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, yakni apakah hanya ada pemilu legislatif dan pemilu eksekutif atau pemilu nasional dan pemilu local.

(41)

DAFTAR RUJUKAN

Dwipayana, AA GN Ari, ”Pilkada Langsung dan otonomi Daerah”, diunduh dari http//www.plod.ugm.ac.id/makalah/pilkadal_dan_otoda.htm (28 Juni 2005)

Hidayat, Syarif, Refleksi Realitas Otonomi Daerah dan Tantangan Masa Depan, Pustaka Quantum), Jakarta, 2000

Marijan, Kacung, Demokratisasi di Daerah: Pelajaran Pilkada Secara Langsung, Pustaka Eureka, Surabaya, 2006

Pratikno, ”Demokrasi dalam Pilkada Langsung”, Makalah, Sarasehan Menyongsong Pilkada Langsung, IRCOS-FNSt, Hotel Saphir, Yogyakarta, 25-26 Januari 2005

Ramlan Surbakti, “ Ketidakpastian Hukum Dalam Pengaturan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum” dalam Ramlan Surbakti (et.all.) , Perekayasaan Sistem Pemilu, Jakarta, Kemitraan, 2008.

(42)

DISKUSI TERBATAS

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

PEMILUKADA LANGSUNG/ PEMILUKADA MELALUI DPRD

Dosen Pengajar : Drs. H. Sugeng Suprayanto, M.si

Disusun Oleh :

Haridia Gondomulia Ezra Mei Bastian Telaumbanua

Sensus J. Napitupulu Edon Bimantara

Heri Susyani Muardi Friska

Anis Pertiwa

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

Referensi

Dokumen terkait

Findings suggest that in the context of Islamic banks, personal characteristics have a direct impact on customer loyalty, and it does seem to be a moderating variable influence

Tetapi menjadi masalah bagi masyarakat tentang kaum homosekesual ketika mereka (kaum homoseksual) manyatakan orientasi seksualnya sebagai seorang homoseksual di tengah-tengah

Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk menambah pengetahuan masyarakat dan aparat Desa Buntulia Barat Kecamatan Duhiadaa terhadap pemanfaatan teknologi informasi untuk

Berdasarkan penelitian diatas didapatkan hasil dari penelitian 1,2, dan 3 bahwa TPA berwarna hitam dan hijau memiliki jumlah larva Aedes aegypti yang lebih

Dengan mengacu kepada hasil pengolahan data dan pembahasan pada Bab 4, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama effort expectancy ditemukan memiliki

[r]

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNGTERHADAP HASIL BELAJAR PASSING STOPPING DALAM PERMAINAN

Sepeuts contoh, jska aatu blok IP addueaa (202.91.8/26) dsalokaaskan untuk aejumlah hoat (komputeu) yani akan dsbais dalam bebeuapa jausnian (aubnet), maka