• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.5. Pemisahan Asap Cair

Dalam rangka mendapatkan komponen kimia asap cair yang diinginkan dan menghilangkan senyawa–senyawa benzopirena yang berbahaya serta ter, maka dilakukan pemisahan dengan fraksinasi dan destilasi. Asap cair yang digunakan pada penelitian ini adalah yang memiliki kandungan asam asetat tertinggi. Pada kayu jati fraksi hasil suhu 200°C, kayu pinus 110°C dan bambu 400°C. Fraksinasi asap cair bertujuan untuk memisahkan komponen asam dari campuran lain. Fraksinasi dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pelarut n-heksana (nonpolar), lalu diikuti dengan pelarut etil asetat (semipolar) dan selanjutnya dengan metanol (polar). Pemisahan untuk memurnikan 3 golongan senyawa yaitu alkana, asam dan alkohol. Produk akhir proses pemisahan ini adalah senyawa asam yang berpotensi sebagai bahan pengawet alami.

(c) (b) (a)

Gambar 15 Fraksinasi asap cair dari pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol: (a).Serbuk kayu jati, (b). Serbuk kayu pinus, dan (c). Serbuk bambu.

Ekstraksi tiga tahap pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya akan menghasilkan fraksi-fraksi yang berbeda untuk masing-masing ekstraksi (Gambar 15 dan Lampiran 4). Asap cair cenderung bersifat polar, sehingga saat dilarutkan ke dalam n-heksana, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Komponen asap cair kayu pinus yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair kayu jati dan bambu. Fraksi jati, pinus dan bambu dalam asap cair larut sempurna sehingga volume terekstraksi yang diperoleh sebesar 50 % (v/v).

Tabel 19 Hasil pemisahan dengan ekstraksi dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol

No Fraksi asap cair

Volume terektraksi ( % v/v)

n-Heksana Etil asetat Metanol

1 Serbuk jati 3.2 4.3 50

2 Serbuk pinus 6.2 6.4 50

3 Serbuk bambu 4.3 3.4 50

Tabel 19 menunjukkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi pada serbuk kayu jati, serbuk pinus, dan serbuk bambu, dimana fraksi terbesar adalah fraksi metanol sebesar 50%. Fraksi yang diambil dari asap cair serbuk kayu jati mempunyai kandungan asam dengan fraksi etil asetat 4.3%, sedangkan fraksi asap cair serbuk kayu pinus mempunyai kandungan asam sebesar 6.4% dan fraksi asap cair bambu mempunyai kandungan asam terbaik sebesar 3.4%. Hasil ini berada pada kisaran yang hampir sama dengan jenis bambu Madake (Phyllostachys bambusoides) dengan fraksi asam 3.09% bambu Moso (Phyllostachys pubescens) dengan fraksi asam 4.41% ( Mu et al. 2003).

Tabel 20 Komponen kimia fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu

Fraksi asap cair Komponen kimia % relatif titik didih(°C)

Fraksi etil asetat jati

Etilen glikol 11.76 198.93

Metil asetat 45.07 57

Etil ester 21.52 71.06

Asam asetat (Wood Vinegar ) 11.14 117.9

Vinil asetat 1.97 72.3

Asetol 3.52 145.5

Furan (Pyrazol) 1.39 31.4

2.5 Dimetoksi furan 1.89 67

Fraksi etil asetat pinus

Etil ester 11.11 72.06

Asam asetat (Wood Vinegar ) 72.42 117.9

Asetol 7.68 145.5 2 propenil ester 0.44 69 Butirolakton 1.60 206.89 n-pentanal 5.08 103 Furfuril alkohol 1.24 171 Delta Caprolakton 0.43 215.10

Fraksi etil asetat bambu

Etil alkohol 4.76 65.2

Metil asetat 6.11 57

Etil asetat 11.06 77.06

Asam asetat (Bamboo Vinegar ) 55.67 117.9

Asam piruvat 2.10 213.5

Asetol 6.17 145.5

Asam butanoat 0.89 163.75

Hasil kromatogram GC-MS (Tabel 20), senyawa paling dominan yang dihasilkan fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu adalah asam asetat. Ketiga bahan baku tersebut mengandung senyawa asam asetat yang berpotensi sebagai pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al (1985) menyatakan asap cair yang bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet.

Tabel 21 Kandungan destilat dari fraksi etil asetat

Pemisahan etil asetat Rendemen fraksi etil asetat (% v/v) T< 95 °C 95 °C< T < 105° C 105° C<T < 120°C

Fraksi etil asetat jati 17.14 8.57 5.71

Fraksi etil asetat pinus 50 15.91 4.5

Fraksi etil asetat bambu 42 26 6

Pada Tabel 21 dan Lampiran 4, rendemen fraksi etil asetat yang telah dipisahkan menunjukkan fraksi etil asetat pinus mengandung asam asetat lebih besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat jati dan bambu. Pada fraksi etil asetat baik serbuk jati. pinus dan bambu, dimana suhu distilasi yang berbeda dapat menghasilkan rendemen yang berbeda. Hal ini dapat dilihat (Tabel 21) dari rendemen yang semakin kecil seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Hal ini menunjukkan pada suhu distilasi 95°C< T < 105°C hampir semua fraksi air yang ada pada asap cair menguap sehingga memperbesar rendemen yang diperoleh. Selanjutnya semakin tinggi suhu destilasi, asap cair yang terpisahkan semakin kecil, sedangkan suhu distilasi 105°C< T < 120°C yang teruapkan tidak lagi mengandung air bebas, melainkan komponen kimia asam asetat sehingga rendemen yang dihasilkan relatif kecil. Berdasarkan hasil tersebut, maka pemisahan fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu dengan suhu destilasi antara 95-120°C menghasilkan asam asetat dari asap cair.

4.6. Uji Anti Jamur pada Asap Cair

Pengujian sifat anti jamur dilakukan dengan mengukur daya hambat pertumbuhan relatif misela jamur Aspergillus niger dalam media MEA yang telah ditambahkan asap cair dan membandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan asap cair). Hasil pengujian sifat anti jamur secara lengkap pada Gambar 16.

Hasil uji aktivitas asap cair pada jamur dengan uji difusi sumur terhadap Aspergillus niger menunjukkan bahwa asap cair memiliki aktivitas anti jamur yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan asap cair mengandung komponen kimia seperti asam asetat, asam format, asam isosianat, asam benzoat, dan asam propanoat yang berfungsi sebagai anti jamur yang mampu menghambat kapang dengan konsentrasi yang besar. Secara kualitatif aktivitas anti jamur dari suatu ekstrak dapat dilihat berdasarkan zona bening pada media agar yang dihitung diamaternya sebagai daya hambat (Tabel 22). Semakin lebar zona tersebut berarti daya hambat semakin tinggi.

Tabel 22 Diamater daerah hambat yang terbentuk Aspergillus niger Fraksi

asap cair

Diamater daerah hambat (mm)

kontrol 2% 4% 6% 8% 10%v/v Jati - - - - - 12.4 Pinus - - - - - 10.2 Bambu - - - - - 8.5 (a) (b)

Gambar 16 Uji aktivitas anti jamur: (a). Kontrol dan asap cair kayu jati, pinus dan bambu, (b). Daya hambat kontrol dan fraksi etil asetat jati.

Hasil pengujian aktifitas anti jamur selama 3 minggu menunjukkan bahwa diantara fraksi yang diuji, fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu mampu menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger. Tabel 22 menunjukkan bahwa miselium jamur tidak mampu tumbuh pada media yang mengandung fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu pada konsentrasi 2-8%(v/v). Fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan gejala adanya sifat anti jamur

pada konsentrasi 10%(v/v) dibandingkan pertumbuhan jamur pada kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi asap cair jati yang mempunyai aktifitas paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger dengandiamater daya hambat 12.4 mm. Fraksi asap cair pinus mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10% dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger dengan diamater daya hambat 10.2 mm. Fraksi asap cair bambu mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10% dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger diamater daya hambat 8.5 mm. Menurut Johansson et al. (1976), beberapa enzim mempunyai aktivitas ekstracelular yang dikeluarkan oleh jamur yang dapat menghambat pertumbuhan jamur seperti laccase, cellulase, polygalacturonase dan aryl-ȕ-glucosidase. Mekanisme efek fungsida dari asap cair yang menghambat pertumbuhan jamur karena asap cair tersebut menghambat aktifitas enzim yang dikeluarkan oleh jamur. Enzim berperan dalam mendekomposisi karbohidrat pada media menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah diabsopsi dan digunakan oleh jamur. Proses senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri, menurut Pelczar et al. (1988) ada beberapa cara yaitu 1). merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, 2). mengubah permeabilitas membran sitoplasma, rusaknya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, 3) menyebabkan terjadinya denaturasi protein, 4). menghambat kerja enzim di dalam sel, sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme sel. Menurut Pelczar et al. (1988), senyawa kimia yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat, alkohol, halogen, logam berat dan aldehida. Antibakteri alami berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata banyak terdapat pada rempah-rempah. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam rempah-rempah. Kaitan dalam penelitian ini, bahwa asap cair yang digunakan mengandung senyawa asam sebagai bahan pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al. (1985) menyatakan asap cair yang bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet karena asam berfungsi

menurunkan nilai pH, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Dokumen terkait