• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances

Dalam dokumen ADNAN BUYUNG NASUTION (Halaman 118-124)

IMPLIKASI AMANDEMEN KONSTITUSI TERHADAP DEMOKRASI DI INDONESIA

E. Hubungan Antar Lembaga

3. Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances

Sebelum perubahan UUD Negara RI Tahun 1945, sistem kelembagaan yang dianut bukan pemisahan kekuasaan (separation of power) tetapi sering disebut dengan istilah pembagian kekuasaan (distribution of power). Presiden tidak hanya memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi (eksekutif) tetapi juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang atau kekuasaan legislatif bersama-sama dengan DPR sebagai co-legislator-nya. Sedangkan, masalah kekuasaan kehakiman (yudikatif) dalam UUD Negara RI Tahun 1945 sebelum perubahan dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang

Dengan adanya perubahan kekuasaan pembentukan undang-undang yang semula dimiliki oleh Presiden menjadi dimiliki oleh DPR berdasarkan hasil Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945, terutama Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1), maka yang disebut sebagai lembaga legislatif (utama)

adalah DPR, sedangkan lembaga eksekutif adalah Presiden. Walaupun dalam proses pembuatan suatu undang-undang dibutuhkan persetujuan Presiden, namun fungsi Presiden dalam hal ini adalah sebagai co-legislator sama seperti DPD untuk materi undang-undang tertentu, bukan sebagai legislator utama. Sedangkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung (dan badan-badan peradilan di bawahnya) dan Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945.

Hubungan antara kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh Presiden, kekuasaan legislatif oleh DPR (dan dalam hal tertentu DPD sebagai

co-legislator), dan kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA dan MK

merupakan perwujudan sistem checks and balances. Sistem checks and

balances dimaksudkan untuk mengimbangi pembagian kekuasaan yang

dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga pemegang kekuasaan tertentu atau terjadi kebuntuan dalam hubungan antar lembaga. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kekuasaan selalu ada peran lembaga lain.

Dalam pelaksanaan kekuasaan pembuatan undang-undang misalnya, walaupun ditentukan kekuasaan membuat undang-undang dimiliki oleh DPR, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan kerja sama dengan

co-legislator, yaitu Presiden dan DPD (untuk rancangan undang-undang

tertentu). Bahkan suatu ketentuan undang-undang yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden serta telah disahkan dan diundangkan pun dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MK jika dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.

Di sisi lain, Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahannya mendapatkan pengawasan dari DPR. Pengawasan tidak hanya dilakukan setelah suatu kegiatan dilaksanakan, tetapi juga pada saat dibuat

perencanaan pembangunan dan alokasi anggarannya. Bahkan kedudukan DPR dalam hal ini cukup kuat karena memiliki fungsi anggaran secara khusus selain fungsi legislasi dan fungsi pengawasan sebagaimana diatur pada Pasal 20A UUD Negara RI Tahun 1945. Namun demikian kekuasaan DPR juga terbatas, DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden dan atau Wakil Presiden kecuali karena alasan pelanggaran hukum. Usulan DPR tersebut harus melalui forum hukum di MK sebelum dapat diajukan ke MPR.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan bagian integral dan konsekuensi logis dari tuntutan reformasi yang mengalir begitu saja tanpa

grand design yang jelas bersamaan dengan reformasi di segala bidang

yang dimulai pada pertengahan Mei 1998 setelah lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan yang digenggamnya selama lebih dari 3 dekade. 2. Gagasan perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 mendapat respon positif

dari kalangan akademisi, praktisi hukum, pejabat publik, MPR dalam Sidang Istimewa Tahun 1998 dan pemerintah sendiri, dengan tujuan utama menyempurnakan aturan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan yang demokratis, berdasarkan hukum, menjamin dan melindungi hak asasi manusia , menegaskan pemisahan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan Negara dengan system check and balances. 3. Dalam kurun waktu 1999-2002, MPR telah empat kali melakukan

perubahan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Perubahan tersebut membawa implikasi kepada prinsip penyelenggaraan Negara yaitu :

a. Mempertegas supremasi hukum; b. Penataan sistem hukum nasional; c. Penegakan hukum dan HAM;

d. Peningkatan kapasitas profesional hukum; dan e. Penyempurnaan infrastruktur kode etik profesi.

4. Implikasi perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 terhadap demokrasi di Indonesia mencakup :

b. reformasi sistem perwakilan; c. sistem multipartai;

d. sistem pemerintahan presidensial; dan e. reformasi hubungan antar lembaga.

5. Permasalahan yang masih dihadapi pasca perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 pada pokoknya adalah sebagai berikut:

a. Supremasi hokum yang dicita-citakan belum menjadi realitas dalam kehidupan demokrasi, karena dalam praktek hukum tunduk kepada kepentingan politik yang berdampak kepada lemahnya dan tidak konsistennya penegakan hukum.

b. Meskipun UUD Negara RI Tahun 1945 menentukan sistem pemerintahan presidensial, namun dalam praktek penyelenggaraan Negara cenderung legislative heavy, karena kepemimpinan eksekutif hasil pemilu yang tidak memperoleh dukungan mayoritas suara di DPR gamang dalam mengambil keputusan politik yang penting untuk tegaknya demokrasi, hukum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

c. Sistem check and balances antar cabang-cabang kekuasaan Negara belum sepenuhnya diatur secara komprehensif dalam konstitusi, sehingga ada lembaga Negara yang cenderung semakin dominan peranannya dan di lain pihak ada lembaga Negara yang semakin marginal peranannya.

d. Sistem multipartai membuka peluang bertambah banyaknya jumlah partai politik, tetapi tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas partai politik dalam menjalankan fungsi pendidikan politik, seleksi dan rekruitmen kader kepemimpinan, artikulasi dan agregasi aspirasi rakyat dan fungsi integrative masyarakat majemuk.

e. Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 belum mampu mengubah perilaku budaya politik dan budaya demokrasi menjadi lebih santun, jujur, aspiratif, terbuka, responsive dan akuntabel.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah agar membentuk Panitia Persiapan Perubahan kelima UUD Negara RI Tahun 1945 dengan tugas pokok :

a. Menyusun grand design perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 yang komprehensif dan visioner mengacu kepada prinsip penyelenggaraan Negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945;

b. Menghimpun aspirasi berbagai kalangan masyarakat untuk bahan penyusunan naskah perubahan UUD;

c. Melakukan kajian akademik;

d. Menyusun naskah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945; e. Melaporkan hasil-hasil kerjanya kepada Presiden.

2. Menata kembali prinsip check and balances antar lembaga-lembaga kenegaraan dalam rangka memperkokoh penyelenggaraan Negara yang demokratis dan berdasarkan hukum. Penataan kembali system kelembagaan Negara sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

3. Menata kembali sistem kepartaian yang kompatibel dengan sistem pemerintahan.

4. Pemerintah agar lebih serius melakukan reformasi di bidang hukum secara komprehensif termasuk memberantas korupsi dan mafia hukum untuk mengembalikan wibawa hukum dan mewujudkan kepastian dan keadilan hukum.

Dalam dokumen ADNAN BUYUNG NASUTION (Halaman 118-124)