• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan pada Program Plaxis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.9 Plaxis

2.9.1 Pemodelan pada Program Plaxis

Sebelum melakukan perhitungan secara numerik, maka harus terlebih dahulu dirancang pemodelan dari pondasi tiang pancang yang akan dianalisis seperti pada Gambar 2.27.

Gambar 0.27 Model pondasi tiang bor

Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut meliputi material tanah dan pondasi yang mempunyai sifat-sifat teknis dari masing-masing material yang mempengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis, sifat-sifat tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik. Tanah dan batuan mempunyai kecenderungan perilaku yang non-linier dalam kondisi pembebanan.

Pemodelan dalam program ini sangat terbatas dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga lebih umum digunakan untuk struktur yang padat dan kaku di dalam tanah.

Input parameter berupa Modulus Young E dan rasio Poisson υ dari material yang bersangkutan. diantaranya adalah model Soft Soil, dan Mohr-Coulomb.

2.9.2 Model Tanah Mohr-Couloumb

Pemodelan Mohr– Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi lima buah parameter yaitu:

• modulus Young (E), rasio Poisson (υ) yang memodelkan keelastisitasan tanah

• kohesi (c), sudut geser (ϕ) memodelkan perilaku plastis dari tanah

• dan sudut dilantasi (ψ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan adanya

peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan dalam

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,30 sampai 0,40 namun untuk kasus-kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.

Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser triaxial, atau diperoleh dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilantasi ψ digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ϕ dimana ψ = ϕ – 30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi ψ bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.

2.9.3 Model Tanah Lunak (Soft Soil)

Seperti pada pemodelan Mohr-Coulomb, batas kekuatan tanah dimodelkan dengan parameter kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ϕ), dan sudut dilantasi (ψ).

Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan menggunakan parameter λ* dan k*, yang merupakan parameter kekakuan yang didapatkan dari uji triaksial maupun oedometer.

λ = 𝐶𝐶

2.3(1+𝑒) (2.62)

𝑘

=

2𝐶𝑠

2.3 (1+𝑒) (2.63)

Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal-hal sebagai berikut:

- Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent Stiffness) - Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading –

reloading

- Mengingat tegangan pra-konsolidasi

2.9.4 Parameter-Parameter yang digunakan pada program plaxis

Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr-Coulomb, dimana perilaku tanah dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :

a. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).

b. Poisson’s ratio (μ) diambil 0,20-0,40.

c. Sudut geser dalam (ø) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

d. Kohesi (c) di dapat dari hasil pengujian laboratorium.

e. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol untuk ϕ ≤ 30.

f. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

a. Modulus Young (E)

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granuler maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujiansondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

E = 2.qc (dalam satuan kg/cm) (2.64)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengumpulan data sondir, sebagai berikut :

E = 3.qc (untuk pasir) (2.65) E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung) (2.66) dengan qc dalam kg/cm2

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT (Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (pasir berlempung) (2.67) E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (pasir) (2.68)

Hasil hubungan yang diperoleh adalah modulus elastisitas undrained (Es) sedangkan input yang dibutuhkan adalah modulus elastisitas efektif (Es’). Dengan menggunakan rumusan yang menggabungkan kedua modulus elastisitas tersebut, maka diperoleh yaitu:

Es= (Es(1+v)

1,5 ) (2.69)

Sedangkan untuk keperluan praktis dapat dipakai:

Es’= 0,8 Es (2.70)

Menurut Bowles, 1997, nilai modulus elastisitas tanah juga dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah perlapisan Tabel 2.12

Tabel 0.12 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (Hardiyatmo, 1994)

Macam Tanah Es

(Kg/cm2) Lempung

1. sangat lunak 3.0 – 30 2. lunak 20 – 40 3. sedang 45 – 90 4. berpasir 300 – 425 Pasir

1. berlanau 50 – 200 2. tidak padat 100 – 250 3. padat 500 – 1000 Pasir dan Kerikil

1. padat 800 – 2000

Macam Tanah

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT, seperti pada Tabel 2.13.

Tabel 0.13 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung (Randolph, 1978)

Subsurface

Tabel 0.14 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir (Schmertman,1970)

b. Poisson’s Ratio (μ)

Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan-pekerjaanmekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 seringdipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam perhitungan. Inidisebabkan nilai dari rasio poisson sukar untuk diperoleh untuk tanah.

Untuk nilai poisson ratio efektif (μ’) diperoleh dari hubungan jenis tanah, konsistensi tanah dengan poisson ratio seperti terlihat pada Tabel (2.15). Sementara pada program Plaxis khususnya model tanah undrained μ'<0,5.

Tabel 0.15 Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ) (Sumber : Hardiyatmo, 1994)

1. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.

2. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai dari berat jenis tanah jenuh didapat dengan menggunakan rumus:

γsat = (𝐺𝑠+𝑒

γw : berat isi air

Nilai-nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test dan juga Soil Test.

c. Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.

Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

Hubungan antara sudut geser dalam (ø) dengan nilai SPT setelah dikoreksi menurut Peck, Hanson dan Thornburn, 1974 adalah

Ø (derajat) = 27,10 + 0,3 Ncor – 0,00054 N2cor (2.72) di mana : Ncor = nilai N-SPT setelah dikoreksi

d. Kohesi (c)

Yaitu gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

e. Permeabilitas (k)

Koefisien rembesan (Permeability) pada tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida lainnya) melalui pori-pori tanah. Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus:

k = 𝑒

3

1+𝑒 (2.73)

Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus:

kv = 𝐻

(𝐻1 𝑘1)+ (𝐻2

𝑘2)+⋯+(𝐻𝑛

𝑘𝑛) (2.74)

kh = 1

𝐻(kH1 + kH2 + ... + kHn) (2.75) di mana :

H = tebal lapisan e = angka Pori

k = koefisien Permeabilitas

kv = koefisien Permeabilitas Arah Vertikal kh = koefisien Permeabilitas Arah Horizontal

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti pada tabel 2.16

Tabel 0.16 Nilai koefisien permeabilitas tanah (Das, 1995)

Jenis Tanah

K

cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1,0-100 2,0-200

Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02

Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002

Lanau 0,001-0,00001 0,002-0,00002

Lempung < 0,000001 < 0,000002

2.10 REVIEW JURNAL TERKAIT

Penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas tema yang sama dengan penelitian ini menjadi acuan dan referensi dalam penyelesaian tesis ini. Adapun penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Surjandari (2008) melakukan analisis studi perbandingan perhitungan daya dukung aksial pondasi tiang bor menggunakan uji beban statik dan metode dinamik. Kesimpulan dari analisis tersebut adalah uji PDA belum dapat sepenuhnya menggantikan uji beban skala penuh dan hasil perhitungan dengan uji PDA paling mendekati metode interpretasi Mazurkiewicz.

2. Harsanto, dkk (2015), dalam tulisannya menganalisis daya dukung tiang bor (bor pile) pada struktur pylon jembatan Soekarno dengan Plaxis 3D. Hasil dari analisis tersebut diantaranya adalah nilai daya dukung aksial Plaxis 3D lebih kecil daripada daya dukung aksial statis dengan selisih persentase sebesar 13,775%. Settlement Plaxis 3D lebih kecil daripada settlement statis dengan selisih persentase sebesar 6,02.

3. Bilfinger dan Mello (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “ A case study of bearing capacity of bored pile in weak rock based on static load test”

menganalisis perbedaan lima hasil loading tes pada pondasi tiang bor. Adapun kesimpulan dari jurnal ini adalah hasil uji beban dianalisis menghasilkan hasil yang mengkonfirmasi perilaku yang diharapkan untuk tiang bor, dengan perpindahan yang relatif kecil terkait dengan poros tiang dan perpindahan besar di ujung tiang. Pengamatan ini sejalan dengan rekomendasi untuk mengasumsikan bahwa beban kerja terutama didukung oleh gesekan lateral.

Mobilisasi resistensi ujung pamungkas mungkin memerlukan penyelesaian

yang signifikan.

Pengecualian untuk perilaku ini terjadi di tumpukan digali dengan peralatan sirkulasi terbalik. Hasil tes beban menunjukkan perpindahan yang sangat kecil di ujung tiang. Dapat diartikan bahwa pembersihan jari kaki lebih efisien dengan penggunaan peralatan sirkulasi terbalik, dan ini memungkinkan mobilisasi kapasitas dukung ujung pada permukiman kecil.

4. Prakasa dan Rijaluddin (2016) menganalisa daya dukung dan penurunan pondasi tiang bor tunggal dengan menggunakan program Plaxis proyek pembangunan Yogya Toserba II Majalengka. Berdasarkan hasil analisa,

disimpulkan bahwa metode Reese & Wrigth memberikan nilai daya dukung terbesar daripada metode lainnya.

5. Chandra, dkk (2018), menganalisis daya dukung pondasi bored pile pada proyek pembangunan menara listrik transmisi 500 kV Peranap-Perawang.

Dalam analisis ini, perhitungan dilakukan menggunakan metode Aoki dan de Alencar, metode Schmertmann dan Notthingham, metode Meyerhof dan metode Sangrelatt. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah metode Aoki dan Alencar lebih kritis dan paling minimum dari ketiga metode lainnya.

6. Fadilah dan Tunafiah (2018) melakukan analisa daya dukung pondasi bored pile berdasarkan data N-SPT menurut rumus Reese dan Wright dan penurunan pada proyek pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota jakarta. Hasil dari analisa tersebut adalah perhitungan daya dukung ultimate tiang bor dengan metode konvensional lebih kecil daripada daya dukung hasil PDA tes.

7. Eid dkk (2018) melakukan analisis numerik pada bored pile berdiameter besar yang dipasang pada tanah berlapis banyak (studi kasus proyek pelabuhan Damietta. Hasil dari analisis ini adalah sebagai berikut.

a. Sudut dilatancy memiliki efek penting pada distribusi beban sepanjang panjang tiang bor yang berdiameter besar.

b. Hasil numerik dari gesekan kulit unit dibandingkan dengan gesekan samping yang dihitung menggunakan metode Kulhawy (1989) dan O'Neil (1996). Hasil dari metode O'Neil lebih dekat ke pengukuran lapangan dan hasil numerik daripada yang dihitung dengan metode Kulhawy.

c. Hasil elemen hingga konsisten dengan pengukuran lapangan terhadap bantalan tiang Damietta dan resistensi gesekan. Seperti, pada beban 9000 kN sekitar 83% dari beban yang diterapkan dipindahkan dengan gesekan dan sekitar 17% dari total beban diangkut dengan bantalan.

8. Pratama, dkk (2018) melakukan tinjauan kapasitas dukung pondasi bored pile menggunakan formula statis dan Elemen hingga 2D pada Gedung Ef fakultas Teknik universitas islam riau. Dari hasil perhitungan dan persentase nilai terbesar kapasitas dukung (Qg all) pondasi bored pilegroup As I-39 dan As C-26 pada titik S-1 dengan metode Schmertmaan & Nottingham sebesar 128%, metode Begemaan sebesar 139% dan elemen hingga 2D sebesar 169% dan dinyatakan pondasi aman terhadap beban yang bekerja pada pile cap, sedangkan metode Aoki & Alancer sebesar 39%, dinyatakan tidak aman terhadap beban yang bekerja pada pile cap. Dan kapasitas beban lateralmetode

Broms mampu memikul sebesar 167% dan elemen hingga 2D sebesar 105%

dan dinyatakan aman terhadap beban horizontal yang bekerja. Sedang defleksi pondasi bored pile metode Broms sebesar 2,39 mm, elemen hingga 2D sebesar 3,46 mm, dan penurunan pondasi tunggal dengan metode Dee Beer & Marten sebesar 9,78 mm, elemen hingga 2D sebesar 36,40 mm dan pondasi bored pile group metode Vesic sebesar 21,87 mm dan elemen hingga 2D sebesar 16,78 mm, dapat dinyatakan defleksi dan penurunan memenuhi syarat yang diizinkan, dan tegangan geser efektif tanah tunggal tanpa interface dan dengan interface tidak memenuhi syarat yang diizinkan.

9. Oktavia (2019) menganalisis daya dukung dan penurunan tiang hidrolis square pile 50 x 50 cm dengan metode empiris dan analisis Plaxis 2D dan 3D.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan nilai daya dukung ultimate pondasi dengan data SPT sebesar 655 ton, sedangkan daya dukung terkecil dengan interpretasi hasil loading test dengan metode Davisson yaitu sebesar 245 ton.

Untuk penurunan tiang yang terjadi, berdasarkan hasil pemodelan Plaxis 2D didapatkan 18 mm dan 15,63 mm untuk Plaxis 3D. Sedangkan penurunan hasil loading test adalah sebesar 15 mm. Hasil analisis penurunan kelompok tiang dengan metode Vesic diperoleh 21,8 mm dan masih memenuhi syarat.

10. Gultom (2019) melakukan perbandingan analisis daya dukung vertikal pondasi bored pile berdasarkan data pengujian SPT dan software Plaxis. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai daya dukung dan penurunan dengan menggunakan beberapa metode dan data yang didapat. Perbedaaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh kedalaman yang ditinjau, cara pelaksanaan pengujian, faktor keamanan dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DATA PROYEK

Pada penelitian ini, studi kasus dilakukan pada proyek pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi seksi 6 Teluk Mengkudu-Sei Rampah.

Lokasi pekerjaan proyek dari poto citra disajika pada Gambar 3.1. Adapun data umum proyek ini adalah sebagai berikut:

Nama proyek : Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi Seksi 6 Teluk Mengkudu-Sei Rampah

Lokasi Proyek : Sei Rampah

Pemilik Proyek : PT. Jasa Marga Kualanamu Tol Pelaksana : PT. Waskita Karya

Gambar 0.28 Lokasi proyek

3.2 GAMBARAN KONDISI TANAH

Pada proyek ini, dilakukan penyelidikan tanah ulang sebelum pelaksanaan konstruksi dilakukan. Pengeboran dilakukan di daerah dekat abutment dan pilar rencana untuk mengetahui karakteristik dan sifat tanah.

Berdasarkan hasil boring log pier 2, stratifikasi tanah pasir halus baik berlempung maupun bercampur batuan apung. Muka air tanah ditemukan pada kedalaman sekitar 2 meter dari muka tanah. Adapun data bor log tersebut disajikan pada Gambar 3.2.

Gambar 0.29 Data bor log pier 2

Adapun detail stratifikasi tanah berdasarkan data pengujian tersebut disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 0.17 Deskripsi tanah berdasarkan data boring log pier 2

No Kedalaman Tebal

Lapisan (m)

Deskripsi Tanah

1 0 m-1,7 m 1,7 Pasir berlempung warna coklat kekuningan

2 1,7 m-5 m 3,3 Lempung warna keabuabuan

3 5 m-12 m 7 Pasir halus, warna keabuabuan

4 12 m-30 m 18 Pasir padat bercampur batu apung warna abu abu keputihan

Selain stratifikasi tanah, daya dukung tanah juga didapatkan dari hasil penyelidikan tanah. Berdasarkan data N-SPT, lapisan tanah keras didapat pada kedalaman 18 meter di bawah muka tanah.

3.3 DATA TEKNIS TIANG BOR

Pada penelitian ini, tiang bor yang akan dianalisis adalah grup tiang pada pier 1. Tiang bor memiliki diameter 100 cm. Dengan susunan tiang 3 x 5 m.

Sehingga jumlah tiang adalah 15. Panjang tiang bor adalah 15 m dan mutu beton yang digunakan adalah beton K-250 Adapun gambaran denah pondasi tiang bor disajikan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4

Gambar 0.30 Denah dan potongan memanjang jembatan

Tiang bor yang akan dianalisis

Gambar 0.31 Susunan tiang dalam pile cap yang akan dianalisi Tiang bor yang akan

dianalisis

3.4 TAHAPAN PENELITIAN

Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam waktu yang efisien, maka penulis membagi tahapan penelitian sehingga didapatkan hasil akhir yang direncanakan. Adapun tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan literatur dan referensi yang terkait pada penelitian

2. Pengumpulan data sekunder berupa data boring log, gambar denah dan detail pondasi dan data hasil pengujian loading test

3. Melakukan perhitungan dan analisis daya dukung dan penurunan tiang pancang berdasarkan data SPT, data loading test bored pile dan pemodelan Plaxis 3D

4. Mendapatkan hasil dan pembahasan 5. Menarik kesimpulan

Skema alur tahapan penelitian secara ringkas digambarkan pada Gambar 3.5

3. Data hasil pengujian loading test

Perhitungan dan Analisis Hasil dan Analisis

Kesimpulan

Selesai

1. Daya dukung aksial berdasarkan data loading test

2. Daya dukung aksial berdasarka data N-SPT 3. Daya dukung lateral 4. Daya dukung kelompok 5. Penurunan tiang bor tunggal 6. Penurunan tiang kelompok 7. Analisis pemodelan Plaxis

3D

Gambar 0.32 Tahapan penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DAYA DUKUNG AKSIAL BORED PILE BERDASARKAN DATA N-SPT Perhitungan daya dukung aksial bored pile dilakukan dengan menggunakan data N-SPT pada Borring Log Pier 1. Peritungan dilakukan menggunakan metode O’neil dan Reese. Adapun contoh perhitungan daya dukung aksial pondasi bored pile adalah sebagai berikut:

Diameter tiang (D) : 1 m Luas tiang (Ab) : 0,785 m2 Keliling tiang (Pi) : 3,14 m Panjang tiang (L) : 15 m

Tabel 0.1 Parameter tanah yang digunakan sebagai bahan perhitungan No Kedalaman Tebal Lapisan (m) N60 rata-rata 𝛾𝑠𝑎𝑡 (kN/m3)

1 0 m-2 m 2 3 16

2 2 m-6,6 m 4,6 9 16,5

3 6,6 m-15 m 8,4 60 17,8

1. Daya dukung ujung bored pile

Tahanan ujung bored pile ditentukan menggunakan Persamaan (2.2) fb = 0,6(100 kPa)(60)≤4500 kPa

=3.600 kPa≤4500 kPa

Maka selanjutnya dihitung daya dukung ujung bored pile dengan Persamaan (2.1) Qb = 0.785 m2. 3.600 kPa = 2.826 Kn

2. Daya dukung selimut tiang

Untuk kedalaman 0-2m, N60≤15, maka β dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.9)

𝛽 = 3

15(1,5 − 0,245√1) = 0,251

Untuk kedalaman 2-6,6mN60≤15, maka β dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.9)

𝛽 =159 (1,5 − 0,245√2,3) = 0,67

Untuk kedalaman 6,6-15m, N60≥15, maka β dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.8), dengan 0,25≤ β≤1,2

𝛽 = 1,5 − 0,245√4,2 = 0,99

Tabel 0.2 Perhitungan daya dukung selimut bored pile Kedalaman

Perhitungan daya dukung selimut bored pile menggunakan Persamaan (2.7) Qs = 2.284,32 kN

Sehingga daya dukung ultimate dan daya dukung ijin bore pile berdasarkan nilai NSPT adalah:

Qu = 2.826 kN + 2.284,32 kN = 5.110,3 kN = 11,03 ton

4.2 DAYA DUKUNG AKSIAL BERDASARKAN LOADING TEST

Pada uji pembebanan, jumlah bored pile yang terpasang adalah 98 tiang sedangkan bored pile yang diuji pada proyek ini hanya 1, yaitu tiang yang berada pada pier 1. Hal ini berarti bored pile yang diberi uji pembebanan adalah 1% dari keseluruhan bored pile pada proyek ini. Dari hasil uji pembebanan vertikal pada titik yang dimaksud di lapangan, didapat hubungan beban dan penurunan, grafik hubugan waktu dan penurunan, grafik hubungan waktu dan pembebanan.

Berdasarkan pengujian loading test di lapangan, dihasilkan grafik hubungan beban dan penurunan yang disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 0.1 Grafik hubungan penurunan dan beban hasil pengujian loading test

Gambar 4.1 menjelaskan tentang hubungan suatu beban dengan penurunan, di mana pada waktu pemberian beban maksimum (600 ton) diperoleh penurunan sebesar 36,40 mm, dan penurunan elastis sebesar 3,69 mm dan penurunan plastis sebesar 32,71 mm.

Selain itu, pengujian loading test juga menghasilkan grafik hubungan waktu dan penurunan dan grafik hubungan beban dan waktu yang disajikan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Data hasil loading test di lapangan disajikan pada Tabel 4.3 di bawah ini.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 100 200 300 400 500 600 700

Penurunan (mm)

Beban (ton)

siklik 1 siklik 2 siklik 3 siklik 4

Gambar 0.2 Grafik hubungan waktu dan penurunan hasil pengujian loading test

Gambar 0.3 Grafik hubungan waktu dan beban hasil pengujian loading test

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Penurunan (mm)

Waktu (jam)

0 100 200 300 400 500 600 700

0 4 8 12 16 20 24 28 32

Beban (ton)

Waktu (jam)

Tabel 0.3 Data pengujian loading test di lapangan

Untuk memperoleh besarnya daya dukung ultimate bored pile berdasarkan uji pembebanan (loading test) dilakukan menggunakan perhitungan dengan metode Davisson (1973), Chin (1971) dan Mazurkiewicz (1972).

4.2.1 Metode Davisson (1972)

Perhitungan daya dukung aksial bored pile berdasarkan metode Davisson adalah sebagai berikut.

Adapun hasil perhitungan penurunan yang terjadi pada setiap pembebanan disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 0.4 Perhitungan penurunan yang terjadi pada setiap pembebanan Beban 150 2,26 1,33876994 9,82210777 300 7,01 2,67753988 11,1608777 450 15,5 4,01630982 12,4996477 600 36,4 5,35507977 13,8384176

Hasil penggambaran grafik berdasarkan metode Davisson dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 0.4 Grafik hasil perhitungan daya dukung dengan metode Davisson

Berdasarkan Gambar 4.4 dapat disimpulkan bahwa daya dukung bored pile berdasarkan hasil pengujian loading test dengan menggunakan metode Davisson adalah 410 ton.

4.2.2 Metode Chin (1971)

Perhitungan dengan metode Chin dilakukan dengan menggunakan perbandingan penurunan tehadap beban. Selanjutnya dilakukan regresi linier untuk mendapatkan persamaan garis lurus dari bebarapa kordinat titik. Dengan memasukkan beban maksimum akan diperoleh daya dukung ultimate dari bored pile.

0

10

20

30

40

0 100 200 300 400 500 600 700

Penurunan (mm)

Beban (ton)

penurunan elastis kurva penurunan penurunan maksimum

Daya dukung

Interpretasi dengan metode Chin (1971) disajikan pada Tabel 4.5 Tabel 0.5 Perhitungan beban-penurunan metode Chin Penurunan

(mm)

Beban

(ton) Penurunan/beban S(x) S/Q (y) X2 XY

0 0 0,000 0 0 0,000 0

2,26 150 0,015 2,26 0,015 5,108 0,03405

3,78 225 0,017 3,78 0,017 14,288 0,0635

7,01 300 0,023 7,01 0,023 49,140 0,1638

15,45 375 0,041 15,45 0,041 238,703 0,63654

15,5 450 0,034 15,5 0,034 240,250 0,53389

24,55 525 0,047 24,55 0,047 602,703 1,148

36,4 600 0,061 36,4 0,061 1324,960 2,20827

Σ 104,95 0,238306349 2475,1511 4,78806

Regresi linier:

a = (Σ𝑦.Σ𝑥

2)−(Σ𝑥.Σ𝑥𝑦)

𝑛.Σ𝑥2−(Σ𝑥)2 = 0,0099 b = 𝑛.Σ𝑥𝑦− Σ𝑥.Σ𝑦

𝑛.Σ𝑥2−(Σ𝑥)2 = 0,0015

diperoleh persamaan garis lurus: y = 0,0015x + 0,0099

Hasil regresi linier tersebut disajikan pada grafik yang dimuat pada Gambar 4.5.

Gambar 0.5 Grafik hubungan beban-penurunan dengan metode Chin Besar daya dukung ultimate dengan metode Chin dihitung dengan cara berikut:

y = 0,0015(36,4) + 0,0099 = 0,065 y = S/Q

Q = 36,4

0,065= 559,89 ≈ 560 ton Qijin = 560/2 = 280 ton

Jadi, dengan metode Chin didapatkan daya dukung ultimate tiang bor sebesar 560 ton.

4.2.3 Metode Mazurkiewichz (1972)

Interpretasi dengan metode Mazurkiewichz dilakukan dengan menggunakan grafik hubungan beban dan penurunan. Nilai yang akan digunakan dalam grafik disajikan pada Tabel 4.6.

y = 0,0015x + 0,0099

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Penurunan/beban

Penurunan

Tabel 0.6 Perhitungan beban-penurunan metode Mazurkiewicz Penurunan (mm) Beban (ton)

0 0

2,26 150

7,01 300

15,50 450

36,40 600

Gambar 0.6 Daya dukung ultimate dengan metode Mazurkiewicz Berdasarkan Gambar 4.6, didapatkan daya dukung ultimate tiang bor adalah 630 ton dengan metode Mazurkiewicz.

0 100 200 300 400 500 600 700

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Beban (ton)

Penurunan (mm)

630 ton

450

4.3 DAYA DUKUNG LATERAL BORED PILE

Perhitungan daya dukung lateral dilakukan dengan menggunakan metode Broms (1964) dengan asumsi bahwa jenis tanah disekitar bored pile adalah pasir.

Adapun data-data yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis tanah : pasir

2. Kondisi kepala bored pile : terjepit 3. Diameter tiang bor : 1 m

Perhitungan daya dukung lateral tiang bor dilakukan dengan tahapan berikut:

1. Cek perilaku dan hitung faktor kekakuan bored pile

Berdasarkan Tabel 2.6 diambil koefisien variasi modulus tanah (nh) = 4850 kN/m3

Dengan menggunakan Persamaan (2.13) dapat dihitung faktor kekakuan untuk modulus tanah yang tidak konstan yaitu:

T = (21410000 𝑥 0,0491

4850 )

1

5 = 2,93 m

L ≥ 4T

Jenis bored pile dikategorikan tiang panjang/ elastic pile. Sehingga tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiangnya sendiri.

Jenis bored pile dikategorikan tiang panjang/ elastic pile. Sehingga tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiangnya sendiri.

Dokumen terkait