• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Izinkan saya menyampaikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari Hakim ... Majelis Hakim Konstitusi, dan juga dari wakil dari Pemerintah, maupun dari Pemohon.

Yang Mulia Hakim Suhartoyo, tadi Bapak menyebut bahwa saya adalah seorang advokat. Betul. Dan profesi itu saya jalani hingga hari ini, tetapi saya karena saya sebagai pejabat publik sejak 2009 sampai hari ini, saya tidak menangani perkara perlindungan konsumen karena harus patuh pada undang-undang advokat dan bagi saya pendalaman tentang masalah-masalah yang dialami konsumen selama saya berkarir di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sejak tamat dari Fakultas Hukum UI tidak ada pegangannya secara teoritik di dalam ilmu hukum, cukup dijawab pakai buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga di dalam perjalanan saya memahami apa yang bagi konsumen itu sebagai suatu persoalan besar sehingga terpaksa kami pada saat itu selama hampir 10 sampai 15 tahun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia kalau berbicara tentang pelayanan kesehatan sangat keras sekali kepada teman-teman dokter, begitu. Baru pada setelah berlakunya Undang-Undang Praktik Kedokteran, teman-teman dari kedokteran itu bisa menerima posisi mereka bahwa mengapa dokter itu sebagai pelaku usaha, begitu. Sehingga sampai di sini ingin saya sampaikan bahwa sehubungan dengan posisi saya sebagai advokat, saya tidak berada dalam konflik kepentingan sehingga ketika ... ketika kuasa Pemohon menghubungi saya, saya pun sudah saya tegaskan saya yang saya sampaikan tidaklah berhubungan dengan adanya permohonan, tidak, tapi saya jawab berdasarkan ilmu, begitu.

Jadi apa yang saya sampaikan tadi resumenya termasuk bagan-bagan itu adalah suatu proses panjang selama karir saya mendalami perlindungan konsumen. Dengan mendengar konsumen ratusan sampai ribuan, kita bisa melihat bahwa posisi konsumen itu lemah dan tentu sehubungan dengan ini, berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan, termasuk dengan berlakunya Undang-Undang Tenaga Kesehatan, itu mohon izin pula saya juga menjawab apa yang disampaikan oleh wakil dari Pemerintah bahwa yang disampikan memang benar demikian, tapi faktanya di dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 2009 bunyinya seperti itu dan masyarakat tahunya seperti itu, gitu. Dan kami pun, mohon maaf pada forum pada sidang Yang Mulia hari ini, saya tidak mendapat mandat dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional karena posisi saya wakil ketua

sekaligus merangkap anggota, jadi yang saya sampaikan di sini adalah berdasarkan keilmuan saya.

Saya ingin sampaikan di hadapan Yang Mulia di persidangan ini, banyak badan yang telah didirikan oleh negara dan lima, enam bulan belakangan beberapa dibubarkan oleh pemerintah, salah satunya adalah Komisi Hukum Nasional yang tidak ada dasar undang-undangnya dan kami pun juga Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengalami proses itu karena kami dibentuk berdasarkan undang-undang tentu belum bisa dibubarkan oleh pemerintah. Tapi badan-badan yang lainnya, ada sekitar 10 dalam pemantauan kami, Pak, Pak … Majelis yang terhormat, salah satunya adalah yang berhubungan dengan orang-orang cacat, orang-orang cacat itu juga konsumen, tidak ada upaya bagaimana supaya orang cacat itu mendapatkan pelayanan yang lebih baik.

Itu yang kami melihatnya, jadi kalau kembali bahwa nanti akan muncul banyak undang-undang yang lainnya itu sudah satu risiko politik hukum yang ditempuh oleh negara ini, gitu. Bagi saya dari kerangka teori, saya juga belajar dari para guru saya dulu, Prof. Maria Farida, aliran kodefikasi itu sudah kehilangan, karena apa? Keadaan kodefikasi tidak bisa memberikan solusi bagi kebutuhan masyarakat sehingga lahir banyak peraturan perundang-undangan, sampai di situ pada akhirnya juga negara juga kewalahan sehingga kami pun ... saya pun sebagai unsur akademisi di dalam Badan Perlindungan Konsumen Nasional, kalau ini boleh saya sampaikan karena ini adalah kewenangan saya sebagai dari unsur akademisi menyampaikan pandangan-pandangan di dalam forum Yang Mulia ini bahwa ada risiko nanti akan dibentuk badan-badan lainnya, itu adalah satu hal yang saya kira itu juga diperhitungkan cost-nya dan memang rezim hukum perlindungan konsumen itu memerlukan cost, tapi negara mungkin lupa berapa banyak yang dibayar oleh konsumen lewat pajak, lewat retribusi, dan juga berapa banyak pajak yang juga dibayar oleh para dokter yang mereka juga berpraktik. Sampai di sini sebenarnya adalah fungsi daripada negara itu adalah tetap memberikan perhatian. Hanya saja di sini kalau menyangkut tentang teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, saya memang tidak kompeten di bidang ini, tapi saya mengalami proses ini juga di dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang revisinya juga sudah kita ... sudah dirilis resmi oleh Badan Perlindungan Konsumen di tahun 2012.

Yang Mulia, ingin juga saya sampaikan karena keterbatasan waktu tidak bisa satu per satu saya sebut pertanyaan dari Yang Mulia dan juga dari wakil dari Pemohon atau pun ... dari Pemohon maupun dari Pemerintah. Tentang chaos ingin saya sampaikan bahwa dari rezim perlindungan konsumen kita sudah punya sekitar seperempat badan penyelesaian sengketa konsumen se-Indonesia dari 500 sekian kabupaten/kota. Dan di dalam pemantauan kami terhadap BPSK-BPSK itu, mereka memenuhi arahan-arahan dari Badan Perlindungan

Konsumen Nasional. Mereka tidak menangani sengketa medis karena memang kita arahkan selesaikan dulu di M ... Majelis Kehormatan ... Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) tadi sudah disebut oleh ahli terdahulu. Kalau tidak demikian, tentu hal yang chaos ini kalau MKDKI dibubarkan, tidak ada lagi, nanti akan perkara tentang sengketa medis nanti juga akan lari ke badan penyelesaian sengketa konsumen yang jumlahnya baru mencapai sepertiga atau seperempat dari seluruh kabupaten/kota se-Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Tahun 2000 hingga hari ini.

Sampai hari ini pun pemerintah mengambil keputusan bahwa keberadaan BPSK, rapat di Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet itu akan tetap dipertahankan. Hanya saja di dalam arahan kami, Badan Perlindungan Konsumen Nasional juga arahan dari Kementerian Perdagangan, BPSK tidak menangani sengketa malpraktik medis. Jadi, yang ditangani adalah yang berhubungan dengan sengketa-sengketa kecil nilainya. Ini dari sudut kelembagaan.

Lalu kemudian, menyangkut tentang kepanjangan … masih menyangkut soal penjelasan tadi, penjelasan undang-undang yang ditanyakan dari Pemerintah. Pada dasarnya saya mengikuti pemikiran alm. Prof. Harun Al-Rasyid, penjelasan itu bukan bagian dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kalau kita konsisten tentunya juga penjelasan bukan bagian dari satu undang-undang. Tapi sampai hari ini semua undang-undang pakai penjelasan. Jadi, sampai di sini tentu kalau Bapak bertanya kepada saya, saya tentu tidak konsisten menyampaikan di dalam forum ini bahwa di dalam penjelasannya dinyatakan demikian. Saya malah lebih melihat bahwa kalau ingin tahu penjelasan itu lewat satu kasus, kemudian apa … ditelusurilah secara historis bagaimana proses terjadinya satu pasal itu dan tentu juga di Dewan Perwakilan Rakyat catatan-catatan proses terjadinya undang-undang itu juga sudah cukup terdokumentasi dengan baik. Termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen pun juga itu sudah … salah satu termasuk undang-undang yang terbaik dokumentasinya dari prosesnya. Ada sekitar 1.500 halaman sekian dari pembahasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Nah, tentu menyangkut tentang tadi teori kepanjangan lengan dokter, saya melihatnya dari perspektif riset-riset empiris yang pernah dilakukan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Saya menyebut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia karena memang tidak mungkin saya tidak bisa menyebut karena itu adalah hidup saya, perjalanan karier saya sampai saya menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Yarsi dan saya mengajar hukum perlindungan konsumen dan tindak pidana ekonomi. Saya melihat bahwa hal yang banyak menjadi perhatian serius dari masyarakat konsumen terhadap profesi dokter karena langsung berhubungan dengan masyarakat. Kalau dikatakan bahwa dokter itu menerima honorarium, ya betul, tetapi sampai di situ tetap di posisi

pasien, pasien tetap membayar. Sampai di situ makanya di dalam pandangan saya dokter tetap adalah sebagai seorang pelaku usaha.

Nah, bagaimana dengan hubungan dengan teori kepanjangan lengan dokter tadi? Masyarakat tahunya dokter. Nah, bagaimana dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, misalnya, salah apa … di dalam memasukkan jarum infuse, itu saya berkali-kali dan itu saya tidak tahu saya harus mengatakan apa. Apakah itu sebagai malpraktik dokter? Karena ketika pas suster memasukkan dan itu dialami oleh anak saya sendiri, jadi berhubungan dengan pengalaman saya sendiri. Tapi juga kami juga menerima pengaduan-pengaduan itu di masa lalu, cerita-cerita para konsumen. Kalau yang saya lihat sendiri sampai berapa kali tusuk gagal semua, sampai saya harus berhenti dulu panggil pak dokter, saya sampai bilang begitu. Sampai di situ, apakah dokter itu proporsional memberikan arahan kepada seorang suster yang dia baru berapa bulan menjadi seorang suster terus kemudian dia menyuntik apa memasukkan jarum? Sampai di situ kalau saya sebagai seorang advokat, pertanggungjawaban hukum akan saya buat dan seorang perawat tadi dan tentu akan dilihat dari standar yang tadi. Jadi bagi saya, kalau saya mengatakan teori kepanjangan lengan dokter bukan tanpa resiko pertanggungjawaban, tentu juga harus proporsional.

Termasuk di dalam dokter melakukan tindakan medis berupa kalau dulu pakai jalur operasi untuk apa … batu ginjal, sekarang menggunakan alat teknologi ESWL. Ternyata dengan pengunaan alat teknologi ESWL itu pun juga apakah seorang dokter tidak bisa dimintai pertanggungjawaban ketika pasiennya di-ESWL, dokter spesialis ginjal tadi, ureter tadi … urologi, dokter spesialis urolog tadi, dia pergi begitu saja? Saya membayar, konsumen membayar, dan di dalam kajian-kajian kami, kami juga mengutus para informan kami di lapangan. Betapa pun konsumen tidak membayar pakai yang namanya BPJS, sebenarnya konsumen membayar lewat yang namanya asuransi dan juga ada yang namanya partisipasi dari pemerintah kabupaten/kota lewat Jamkesda, begitu.

Jadi, sedemikian jauh tentu saya tidak mungkin dengan keterbatasan saya mencoba menjawab pertanyaan semua. Tapi yang jelas pertanggungjawaban itu harus dilihat pada mata rantainya. Terjadinya akibat-akibat hukum yang dilarang oleh undang-undang itu ada pada tahap apa. Nah, tentu adanya ke depan kalau memang ada yang namanya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, konsil ini mestinya bisa menjalin … membuka ruang komunikasi bagi para … bagi konsil-konsil yang ada, begitu, bukan mengambil peran dari … taruhlah kalau saya baca dari undang-undang, mohon diluruskan kalau saya keliru. Kalau saya membaca pasal yang saya sebutkan di dalam highlight saya, Pasal 90 tadi, itu mengambil … mengambil apa yang sudah dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan tentu kalau itu sudah diambil belum tentu akan menjadi lebih baik. Tentu ya tidak … saya juga tidak

akan bisa mengatakan apakah menjadi lebih buruk atau lebih baik. Tapi yang jelas saya sebagai pengajar hukum perlindungan konsumen, saya melihat apa yang sudah dilakukan Konsil Kedokteran Indonesia itu sudah proaktif pada konsumen, pada pasien, dan mereka berusaha menjaga mutu pasien dengan peran yang dijalani oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dan tentu kalau soal … soal beda perspektif, memang beda perspektif, akan selalu terjadi dari tataran akademik karena bidang saya adalah hukum perlindungan konsumen. Dan tentu ke depan, saya juga ingin berharap bahwa badan-badan yang ada itu tidak begitu saja dibubarkan, sementara dibentuklah badan-badan baru. Kalau memang politik hukum yang membentuk batang … badan baru, badan-badan yang sudah ada yang sudah menjalankan tugasnya, tentu ya tidak perlu dibubarkan. Kalau harus dibubarkan, memang kewenangan Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi ini untuk menilai masih penting tidaknya badan-badan yang ada.

Saya kira itu yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf. Terima kasih.

61. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Yang belum anu, mungkin bisa secara tertulis nanti. Pak Dr. Suhartoyo masih ada?

62. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sedikit, Yang Mulia.

63. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan.

64. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Begini Pemohon, Anda memang banyak menguraikan tentang uji kompetensi, ya. Kenapa menjadi pertanyaan besar saya, kok Ahli kemudian tidak mendukung keterangannya di persidangan ini. Apakah Ibu selaku Ahli yang belum membaca permohonan Pemohon ini ataukah bagaimana? Karena justru uji kompetensi itu yang dimintakan oleh KKI Pemohon III supaya ini dinyatakan inkonstitusional. Karena apa? Dilakukan oleh perguruan tinggi itu. Itu yang kemudian menghilangkan kewenangan yang semula ada di lembaga uji profesi … lembaga uji profesi itu beralih ke perguruan tinggi, kekhawatiran. Makanya pertanyaan saya tadi, Ibu, saya menggunakan istilah salah satu kekhawatiran. Di awal pertanyaan saya kan seperti itu.

Nah, coba nanti di … dianu ini … di halaman 109. Tapi Anda uraikan dari 103 itu sebenarnya, Pak Joni. Itu, makanya jangan kemudian ini menjadi jebakan-jebakan bahwa tidak semua Hakim ini juga menguasai masalah kedokteran dan kesehatan. Sehingga pasti rujukannya dari permohonan Anda ini. Baru kami belajar di rumah, mendalami.

Terima kasih, supaya nanti dijelaskan, ya.

65. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik.

66. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Yang Mulia.

67. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia.

Saya kira untuk Ahli sudah cukup. Nanti yang belum nanti kami mohon bisa tertulis. Terima kasih, Bu Dr. Zaura dan Pak Dr. Yusuf yang telah memberikan keterangan, begitu juga dengan Bu Martini.

Dari Pemohon itu tadi ada beberapa hal yang minta diklarifikasi. Apa akan … ya, silakan.

68. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Mohon izin satu menit, Yang Mulia.

69. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, silakan.

70. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Klarifikasi dari Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar perihal mengapa Konsil Kedokteran Gigi dan Konsil Kedokteran tidak menjadi Pemohon. Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar bahwa Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) itu sesuai dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran ada kamar-kamar, yaitu kamar Konsil Kedokteran dan kamar Konsil Kedokteran Gigi. Jadi, dia dalam satu Konsil Kedokteran Gigi. Sehingga legal standing-nya adalah pada Konsil Kedokteran Indonesia.

Yang kedua, MKDKI. Yang Mulia, MKDKI itu adalah lembaga otonom yang ada melekat di Konsil Kedokteran Indonesia yang perannya sebagai mekanisme pengawasan disiplin. Sesuai dengan jurisprudence

MK bahwa dokter dan dokter gigi itu terikat dengan norma hukum, norma disiplin, dan norma etika.

Untuk penegakan norma disiplin, mediumnya adalah MKDKI. Persis seperti DKPP untuk urusan etika disiplin pemilu atau lembaga-lembaga peradilan etika/disiplin yang lain. Sehingga MKDKI itu adalah legal standing-nya melekat pada KKI. Dan Undang-Undang Nakes tidak mendesain MKDKI seperti yang ada di KKI.

Yang kedua, mohon izin untuk Yang Mulia Dr. Suhartoyo perihal uji kompetensi itu menjadi pokok permohonan kami, Yang Mulia, berkaitan dengan Pasal 21 dan beberapa pasal yang lain yang pada pokoknya bahwa uji kompetensi menurut Undang-Undang Nakes itu diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Ini yang kami mohon pengujiannya karena berdasarkan Undang-Undang Praktik Kedokteran dan keilmuan yang ada dalam organisasi profesi bahwa uji kompetensi itu adalah diselenggarakan organisasi profesi. Dalam hal ini adalah IDI atau pun PDGI melalui Kolegium. Dengan demikian, maka itu adalah yang ingin kami uji.

Saya lulus fakultas hukum dapat gelar sarjana hukum, tapi ketika menjadi advokat, saya harus diuji oleh Peradi. Kira-kira demikian, Yang Mulia. Terima kasih.

71. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, baik. Baik, tapi yang jelas MKDKI bukan bagian dari MKRI. Baik, saya menanyakan pada Pemohon, apakah masih ada ahli atau saksi yang akan diajukan atau sudah cukup?

72. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Terima kasih, Yang Mulia. Sudah memadai dan kami cukupkan, Yang Mulia.

73. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Cukup. Baik, dari Pemerintah?

74. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Kalau Pemerintah mendapat giliran, kami akan siapkan nanti ahli dan saksi, Yang Mulia.

75. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, baik, untuk anu ... saya inventarisir dulu, berapa ahli dan berapa saksi yang akan diajukan?

76. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Kami akan siapkan dua ahli.

77. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, dua ahli. Saksi perlu?

78. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Dua, mungkin dua.

79. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dua, ya. Kalau begitu akan didengar keterangannya semuanya pada persidangan yang akan datang.

80. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Baik, terima kasih, Yang Mulia.

81. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Sebelum memberikan keterangan nanti curicullum vitae dan identitas dari saksi bisa diserahkan ke Kepaniteraan lebih dahulu, ya.

Baik, kalau begitu kita masih ada persidangan lagi dengan mendengarkan keterangan ahli dari presiden, dari Pemohon sudah selesai jatahnya. Sidang yang akan datang akan kita selenggarakan pada hari Senin, 12 Oktober 2015 waktunya pada Pukul 11.00 WIB dengan agenda untuk mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari presiden, ya. Ya, baik, sudah cukup Pemohon?

82. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Satu lagi, Yang Mulia. Sampai hari ini kami belum menerima keterangan tertulis dari Pemerintah yang mohon berkenan menjadi bagian penting dari permohonan kami untuk keadilan ini. Terima kasih, Yang Mulia.

83. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, baik. Kita juga belum terima itu. Ya, nanti dari Pemerintah keterangan tertulisnya.

84. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Baik, Yang Mulia.

85. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Segera disampaikan karena nanti akan dipelajari baik oleh Pemohon maupun oleh Majelis untuk meluruskan menindaklanjuti kalau dari Pemohon nanti untuk anu ... pembuatan kesimpulan saya kira juga sangat penting, gitu ya.

86. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Baik, mohon izin Yang Mulia. karena penanggung jawab dari jawaban ini sedang berhaji jadi mungkin insya Allah (...)

87. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, begitu, ya didelegasikan kepada yang lain.

88. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Tanggal 20 ini sudah kembali, terima kasih.

89. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ibu dokter staf ahli itu, ya?

90. PEMERINTAH: BUDI IRAWAN

Betul, ya.

91. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Koordinatornya. Ya, maka sidang ini kurang meriah enggak ada bu dokter ahli itu tadi. Baik, terima kasih. Jadi sidang berikutnya akan kita selenggarakan pada hari Senin, 12 Oktober Tahun 2015 pada Pukul 11.00 WIB dengan mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari presiden.

Sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 30 September 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 13.36 WIB

Dokumen terkait