• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemulangan dan tindak lanjut

Dalam dokumen BAB II Marasmus kwashiorkor (Halaman 52-59)

Bila telah tercapai BB/TB > -2SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperwakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.5,6

Berikan contoh kepada orang tua: 5,6

 Menu dan cara membuat makanan kaya energia dan padat dizi serta frekuensi pemberian makan yang sering.

Sarankan:

 Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

 Mengikuti program pemberian vitamin A

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak-anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko.

Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan. 5,6

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil : Anak seharusnya : 5,6

 Telah menyelesaikan pengobatan antibiotic

 Mempunyai nafsu makan yang baik

 Menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

 Edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang Ibu atau pengasuh seharusnya : 5,6

 Mempunyai waktu untuk mengasuh anak

 Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan frekuensi)

53

 Mempunyai sumber daya untuk member makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal ini mencakup: 5,6

 Pemberian makanan seimbang dengan bahan local yang terjangkau.

 Pemberian maknan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks) tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu,pisang,roti, biscuit).

 Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya.

 Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek.

 Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit.

 ASI diteruskan sebagai tambahan.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebeblum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh:

 Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk melakukan supervise dan pendampingan.

 Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit. 5,6

2.9. KOMPLIKASI

Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-komplikasi yaitu :

 Perkembangan mental

Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan

54 menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.2

 Noma

Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor. 2

 Xeroftalmia

Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.2

 Kematian

Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.2

55 Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup. Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih dari satu faktor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu :2

 Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan makanan menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.

 Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi untuk anak-anak yang disapih.

 Memperbaiki infrastruktur pemasarna.

 Subsidi harga bahan makanan.

 Pemberian makanan suplementer.

 Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan agar menghasilkan makanan yang bermutu.

 Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:

o Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya ke Pusksesmas, Posyandu.

o Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang memiliki prevalensi yang tinggi.

o Memperbaikin higienitas lingkungan.

o Mendidik rakyat untuk mengunjungi Puskesmas secepatnya jika kesehatan terganggu.

56

2.11. PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat dan cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus in cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahanan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,2

57

BAB III

PENUTUP

3.1. RANGKUMAN

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain hambatan pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot, perubahan tekstur dan warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang tegas dalam, pembesaran hati, anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain.

Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik (gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium yang memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan keseimbangan elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting bagi tubuh.

Penatalaksanaan gizi buruk secara umum memiliki 10 prinsip yang harus dilakukan yaitu mengatasi/mencegah hipoglikemia, mengatasi/mencegah hiponatremia, mengatasi/mencegah dehidrasi, koreksi gangguan keseimbangan elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”), koreksi defisiensi nutrient mikro, stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, persiapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

58

3.2. SARAN

Marasmus-kwashiorkor merupakan salah satu manifestasi klinis dari kurang energi protein berat yang sering terjadi dan anak-anaklah yang banyak mengalami kondisi gizi buruk ini. Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan banyak anak Indoneisa yang tumbuh kembangnya terhambat dan mempengaruhi sumber daya manusianya di kemudian hari, sehingga diperlukan usaha yang lebih untuk menanggulangi permasalahan tersebut, seperti:

1. Anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai “empat sehat lima sempurna”, yaitu kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral dalam makanan sehari-harinya.

2. Orang tua lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam masa tumbuh kembang serta secara rutin memeriksakan anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau puskesmas untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya.

3. Pemerintah bersama dengan masyarakat melalui posyandu dan puskesmas turut berperan aktif sebagai basis terdepan dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju Indonesia sehat di masa depan.

4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmas-puskesmas maupun pusat kseshatan lain yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga teruama anak-anak, Sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah mungkin.

59

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.2007. Hal : 229-232.

2. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137.

3. Emedicine. Protein Energy Malnutrition. Diunduh pada tanggal 25 November 2012 dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview#a0101

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.

5. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Management of the Child with Serious Infection or Severe Malnutrition : Guidelines for Care at the First-Refferal Level in Developing Countries.United States of America : World Health Organization. 2000. Hal : 80-91.

6. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : Departemen Kesehatan dan WHO. 2009. Hal : 193-221.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.

9. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 30 November 2012 dari :

Dalam dokumen BAB II Marasmus kwashiorkor (Halaman 52-59)

Dokumen terkait