• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 PEMURNIAN ALKALI MINYAK IKAN HASIL SAMPING PENGALENGAN MACKEREL (Scomber japonicus)

Pendahuluan Latar Belakang

Hasil pengujian minyak mackerel pada tahap karakterisasi menunjukkan bahwa kualitas minyak hasil samping pengalengan mackerel masih rendah. Namun, hasil pengujian profil asam lemak menunjukkan bahwa minyak mackerel memiliki kadar EPA dan DHA yang cukup tinggi yaitu masing-masing 7,31% dan 19,22%, sehingga merupakan sumber omega-3 yang sangat potensial. Hal ini merupakan tantangan tersendiri dalam upaya meningkatkan kualitas minyak ikan, seperti diketahui bahwa PUFA terutama omega-3 sangat rentan mengalami oksidasi yang dapat menurunkan kualitas minyak.

Kualitas minyak ikan menjadi perhatian tersendiri dalam proses produksi minyak ikan. Minyak ikan hasil samping pengalengan mempunyai kualitas rendah karena penggunaan suhu tinggi saat ekstraksi, meskipun bahan baku yang digunakan berupa daging produk yang akan dikalengkan, namun hasil pengujian parameter oksidasi dan kandungan asam lemak bebas diawal menunjukkan bahwa minyak hasil samping pengalengan mempunyai nilai diatas ambang standar IFOS, sehingga perlu perlakuan lanjutan untuk meningkatkan kualitas minyak ikan.

Salah satu perlakuan untuk meningkatkan kualitas minyak ikan yaitu pemurnian dengan menggunakan alkali (alkali refining). Garam alkali yang biasa digunakan yaitu KOH dan NaOH. Pada penelitian ini akan digunakan NaOH karena merupakan jenis alkali yang sering digunakan pada proses pemurnian alkali dengan harga yang relatif murah, NaOH juga lebih efisien jika digunakan dalam proses pemurnian alkali. Pemurnian dengan alkali berperan menghilangkan kotoran dengan mekanisme fraksi tersabunkan mengabsorpsi alkali dan terkoagulasi oleh proses hidrasi, kemudian bahan tidak larut terperangkap pada bahan yang terkoagulasi. Alkali dengan asam lemak bebas membentuk senyawa tidak larut air dan sebagian besar pigmen terabsorpsi oleh fraksi tersabunkan. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2004), minyak ikan hasil samping pengalengan masih mengandung bahan-bahan non minyak sehingga perlu dimurnikan untuk menghilangkan komponen non minyak tersebut.

Karakteristik minyak ikan hasil samping pengalengan mackerel pada penelitian tahap 1 (karakterisasi) menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas lebih tinggi dari standar. Kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat menurunkan mutu dan mengurangi daya terima minyak tersebut karena bau dan perubahan bau yang tidak diinginkan. Crexi et al. (2010) menjelaskan bahwa kandungan asam lemak bebas berhubungan dengan bau yang tidak sedap dan perubahan tekstur karena keberadaannya dalam lemak atau minyak. Proses pemurnian alkali tergantung dari kandungan asam lemak bebas minyak, semakin tinggi kadar asam lemak bebas, maka semakin banyak alkali yang dibutuhkan. Sathivel et al. (2003) menjelaskan bahwa nilai asam lemak bebas pada minyak digunakan untuk menentukan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menghilangkan sabun selama proses pemurnian (refining).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemurnian alkali dengan NaOH berdasarkan derajat baume (oBe) yang berbeda pada minyak ikan dari hasil samping pengalengan mackerel melalui analisis:

1 Rendemen minyak hasil pemurnian alkali 2 Profil asam lemak

3 Asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan peroksida, nilai anisidin dan nilai total oksidasi (totoks)

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014. Tempat pelaksanaan penelitian pemurnian alkali minyak hasil samping pengalengan mackerel yaitu Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan untuk pengujian asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan peroksida dan nilai total oksidasi (totoks); Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan untuk penggunaan spektrofotometer pada pengujian nilai anisidin; Laboratorium Peternakan untuk pengujian logam berat dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak hasil samping pengalengan mackerel. Bahan untuk pengujian parameter oksidasi minyak seperti kloroform, asam asetat glasial, ethanol, trimethylpentane, natrium thiosulfate 0,01 N, KOH 0,1 N, aquades, p-anisidine, phenolphtalein indicator,

kalium iodide (KI), kanji, bahan-bahan untuk pengujian logam berat dan standar pengujian profil asam lemak.

Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, labu takar, tabung reaksi, pipet, timbangan analitik, thermometer, penangas, panci, stopwatch, perangkat titrasi dan spektrofotometer merk Agilent 8453 untuk pengujian kualitas minyak ikan. Alat-alat yang digunakan untuk analisa logam berat antara lain alat destruksi, labu destruksi, perangkat Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dan perangkat kromatografi gas (gas chromatography) merek Shimadzu GC 2010 Plus untuk pengujian profil asam lemak.

Metode Penelitian

Penelitian tahap ini yaitu perlakuan pemurnian alkali menggunakan NaOH berdasarkan derajat Baume (oBe) hasil analisis asam lemak bebas (FFA) pada tahap karakterisasi. Konsentrasi NaOH dilihat berdasarkan ketetapan pada Lampiran 11. Kebutuhan jumlah larutan NaOH dihitung dengan rumus berikut :

Karakterisasi awal minyak ikan hasil samping pengalengan mackerel menunjukkan bahwa nilai FFA 4%. Berdasarkan nilai FFA awal pada tahap karakterisasi tersebut, maka pada penelitian ini akan menggunakan oBe 16, 18 dan

Perlakuan = (0,142 x kadar FFA + excess) %NaOH/100

20. Minyak hasil pemurnian alkali dianalisis kualitasnya dan dibandingkan dengan minyak kasar (awal). Parameter yang diamati antara lain rendemen minyak ikan hasil pemurnian, analisis nilai asam lemak bebas (FFA), bilangan asam (AV), nilai peroksida (PV), nilai anisidin (AnV), nilai total oksidasi (totoks) dan analisis profil asam lemak perlakuan terpilih. Setiap perlakuan diuji tiga kali ulangan. Diagram alir penelitian pemurnian alkali minyak hasil samping pengalengan mackerel (Scomber japonicus) disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pemurnian alkali minyak ikan hasil samping pengalengan mackerel (modifikasi metode Irianto 1992)

Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (AOAC 2005)

Analisis logam berat dilakukan dengan menimbang 1 gram contoh ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan 1 mL HClO4, didiamkan 24 jam. Sampel dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam 30 menit, kemudian ditingkatkan menjadi 130 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 150 oC selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada uap kuning, waktu pemanasan ditambah lagi). Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 170 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 200 oC selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 mL, lalu dikocok.

Larutan baku kalibrasi persediaan As, Cd, Pb, Ni dan Hg disiapkan dengan konsentrasi masing-masing 1000 μg/mL. Larutan baku kalibrasi As dibuat dengan konsentrasi 5, 10, 20, 30 dan 50 μg/L dalam larutan asam nitrat 0,5 % v/v. Larutan baku kalibrasi Cd dibuat dengan konsentrasi 0,5; 1; 2; 3 dan 5 μg/L dalam larutan asam nitrat 0,5 % v/v. Larutan baku kalibrasi Pb dibuat dengan konsentrasi

Kontrol (minyak kasar) Penambahan NaOH berdasarkan oBe

- 16 oBe - 18 oBe - 20 oBe Pengadukan 15 menit suhu 60 oC Dekantasi 15 jam Minyak ikan refined

Minyak hasil samping pengalengan

Penyaringan - Penentuan rendemen

- Profil asam lemak - Residu logam berat - FFA, AV, PV, AnV

dan Totoks Sabun

Bobot sampel

5; 10; 20; 30 dan 50 μg/L dalam larutan asam nitrat 0,5% v/v. Larutan baku kalibrasi Ni dibuat dengan konsentrasi 5; 10; 20; 30 dan 50 μg/L dalam larutan asam nitrat 0,5% v/v. Larutan baku kalibrasi Hg dibuat dengan konsentrasi 0,5; 1; 2; 3 dan 5 μg/L dalam larutan asam klorida 3% v/v.

Larutan uji dibuat dengan metode digesti kering/pengabuan, yaitu dengan menimbang 2,5 g contoh, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan ditambahkan 3 mL larutan MgNO3 50%. Larutan dikeringkan di atas penangas air, residu diabukan terlebih dahulu dalam mantel pemanas sampai tidak terdapat asap, kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 500 oC selama 3 jam. Larutan didinginkan dan ditambahkan 25 mL larutan HCl 6 M, disaring ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan air sampai tanda. Pereaksi blanko dibuat seperti penyiapan larutan uji tetapi tanpa penambahan contoh.

Kurva kalibrasi didapatkan dengan cara disuntikkan larutan baku kalibrasi dan larutan modifier ke dalam alat AAS (rasio injeksi larutan baku dan modifier = 20 μL : 5 μL). Buat kurva antara respon (serapan atau tinggi puncak) dengan kadar dari masing-masing larutan baku. Hitung kadar As, Cd, Pb, Ni, Hg (μg/g) dalam contoh dengan persamaan garis regresi kurva kalibrasi, menggunakan rumus:

Konsentrasi logam dari kurva kalibrasi

Analisis profil asam lemak (AOAC 2005)

Metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Sebelum melakukan injeksi metil ester, dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak.

Model alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC 2010 Plus, gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm. Perangkat kromatografi gas yang digunakan dalam penelitian ini untuk analisis identifikasi asam lemak adalah Shimadzu GC 2010 Plus.

Sebanyak 20-40 mg contoh lemak atau minyak dimasukkan dalam tabung bertutup teflon dengan 1 mL NaOH dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit, selanjutnya ditambahkan 2 mL BF3 20% dan 5 mg/mL standar internal ke dalam campuran, campuran dipanaskan lagi selama 20 menit, kemudian didinginkan. 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan ditambahkan, lalu dikocok. Lapisan isooktan yang terbentuk dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, kemudian dibiarkan 15 menit. Fraksi cair yang terbentuk dipisahkan, sedangkan fraksi minyak yang terbentuk diinjeksikan ke dalam instrumen Gas Cromatography sebanyak 1 μL,

setelah sebelumnya dilakukan penginjeksian 1 μL campuran standar FAME (Supelco 37 component FAME mix). Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur lalu dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dan komponen-komponen dalam contoh.

Kondisi alat GC pada saat analisis:

a) Kolom = Cyanopropil methylsil (capilary column)

b) Dimensi kolom = P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film tickness c) Laju alir N2 = 30 mL/menit

d) Laju alir H2 = 40 mL/menit e) Laju alir udara = 400 mL/menit f) Suhu injektor = 220 °C

g) Suhu detektor = 240 °C h) Suhu terprogram = 125-225 °C i) Inject volume = 1 μL

Cara perhitungan kandungan komponen dalam contoh adalah sebagai berikut: Ax/As x Cstandar x Vcontoh/100 x100%

Gram contoh

Keterangan : Ax = Area sampel Cstandar = Konsentrasi standar As = Area standar Vcontoh = Volume contoh

Analisis asam lemak bebas/free fatty acid (AOCS 1998)

Sebanyak 2 gram minyak ditambahkan 25 mL alkohol 95% netral (erlenmeyer 200 mL), panaskan di dalam penangas air selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes, kemudian dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik. Jumlah KOH yang dibutuhkan dicatat untuk menentukan % FFA.

Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut: V x N x 282,5

10 G

Keterangan : V = Jumlah titrasi KOH (mL) N = Normalitas KOH (0,1 N)

282,5 = Berat molekul asam lemak oleat G = Berat sampel (g)

Analisis bilangan asam/acid value (AV) (AOCS 1998)

Penentuan bilangan asam dilakukan dengan cara titrasi KOH terhadap sampel yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk menetralkan 1 g lemak. Berikut persamaan untuk mendapatkan bilangan asam (mg KOH/g lipid):

V x N x 56,1 /

Keterangan :

Analisis bilangan peroksida/peroxide value (PV) (AOCS 1998)

Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer ukuran 250 mL, kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat dan kloroform (3:2),

FFA (%) =

G Bilangan asam (mg KOH/g) =

V = Jumlah titrasi KOH (mL) N = Normalitas KOH (0,1 N) 56,1 = Berat molekul KOH G = Berat sampel (g) Kandungan komponen (%) =

kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan kalium iodide (KI) jenuh sambil diaduk, selanjutnya ditambahkan 30 mL aquades. Titrasi dilakukan dengan menggunakan 0,01 N natrium thiosulfate (Na2S2O3) hingga larutan berubah warna menjadi kuning, setelah itu ditambahkan 0,5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan merubah warna larutan menjadi biru. Titrasi dilanjutkan dengan terus mengocok larutan hingga berubah warna menjadi biru muda yang menandakan pelepasan

iodine dari lapisan kloroform, lanjutkan titrasi dengan hati-hati hingga warna biru pada larutan hilang. Perhitungan nilai peroksida dilakukan dengan persamaan berikut:

V x N x 1000 0 G

Keterangan : V = Jumlah titrasi natrium thiosulfate (mL) N = Normalitas natrium thiosulfate (0,01 N) G = Berat sampel (g)

Analisis nilai anisidin/anisidine value (AnV) (AOCS 1998)

Larutan uji 1 dibuat dengan cara melarutkan 2 g sampel ke dalam 25 mL

trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-

anisidine (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidine (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan uji 1 diukur nilai absorbansinya pada 350 nm dengan menggunakan pelarut trimethylpentane

sebagai larutan kompensasi. Larutan uji 2 diukur nilai absorbansi pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan disiapkan dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Nilai anisidin ditetapkan dengan persamaan berikut:

25 x (1,2 A2– A1) G Keterangan : A1 = Absorbansi larutan uji 1

A2 = Absorbansi larutan uji 2

G = Berat sampel yang digunakan pada larutan uji 1 (g)

Analisis nilai total oksidasi (AOCS 1998)

Penentuan nilai total oksidasi dilakukan dengan persamaan berikut : Total oksidasi (meq/kg) = (2PV + AnV)

Keterangan :

Analisis Data

Data yang diperoleh pada perlakuan pemurnian alkali dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan satu faktor yaitu konsentrasi NaOH berdasarkan derajat baume (oBe). Perlakuan ini dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut (Steel and Torrie 1993):

Nilai peroksida (meq/kg) =

PV = Nilai peroksida AnV = Nilai anisidin Nilai anisidin (meq/kg) =

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-j yang menerima taraf ke-i μ

= Nilai tengah umum pengamatan

τi = Pengaruh perbedaan perlakuan konsentrasi NaOH pada taraf ke i εij = Komponen galat pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Berdasarkan uji Analysis of Variance (ANOVA), perlakuan pemurnian alkali yang memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai FFA, AV, PV, AnV, Totoks dan IV maka masing-masing akan diuji lanjut dengan uji Duncan menggunakan software SPSS 16.0.

Hasil dan Pembahasan Rendemen

Perlakuan pemurnian alkali dengan NaOH minyak hasil samping pengalengan mackerel menunjukkan hasil rendemen tidak beda nyata antar perlakuan (p>0,05). Rendemen yang diperoleh pada perlakuan berdasarkan 16 o

Be, 18 oBe dan 20 oBe yaitu berturut-turut 83,76±0,34%, 83,98±0,59% dan 84,29±0,25%. Histogram rendemen minyak hasil pemurnian alkali disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Histogram rendemen minyak hasil pemurnian alkali

Rendemen yang diperoleh pada perlakuan berdasarkan 20 oBe mempunyai nilai paling tinggi dibanding perlakuan yang lain, hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH yang digunakan sesuai dengan kandungan asam lemak bebas minyak hasil samping pengalengan, sehingga hampir semua pengotor non minyak terkoagulsi dalam fraksi tersabunkan. Semakin tinggi nilai derajat baume (oBe), maka semakin tinggi konsentrasi NaOH yang dibutuhkan. Reaksi penyabunan asam lemak bebas oleh basa NaOH disajikan pada Gambar 5.

83,76a 83,98a 84,29a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

16oBe 18oBe 20oBe

R e n d e m e n (% ) Pemurnian alkali 16 oBe 18 oBe 20 oBe Yij= μ + τi + εij

Asam lemak bebas Basa Sabun Air

Gambar 5 Reaksi penyabunan (Ketaren 1986)

Mekanisme reaksi antara asam lemak bebas dan NaOH yaitu bahwa keasaman dari asam lemak bebas bersumber dari H+ pada grup karboksil. H+ dari asam lemak bebas akan bereaksi dengan gugus OH- dari NaOH menghasilkan sabun dan air. Penggunaan konsentrasi NaOH yang sesuai mampu mengkoagulasi fraksi tersabunkan lebih sempurna. Hasil dekantasi pada proses pemurnian alkali akan membentuk lapisan minyak dan sabun yang terpisah lebih baik dibanding penggunaan konsentrasi yang lebih rendah, sehingga ketika dilakukan penyaringan, minyak yang dihasilkan lebih banyak. Pada konsentrasi yang lebih rendah, terbentuk lapisan keruh pada minyak akibat proses penyabunan yang tidak sempurna sehingga ketika disaring banyak minyak yang terperangkap dalam sabun dan tidak ikut tersaring sehingga menurunkan rendemen minyak yang dihasilkan.

Kandungan logam berat

Hasil pengujian logam berat pada minyak hasil refining menunjukkan penurunan logam Pb, Cd dan Ni dibanding minyak awal. Pengujian logam Hg dan As mempunyai nilai dibawah ketelitian alat (ppb). Residu logam berat minyak awal dan minyak refined tidak berbeda jauh, hal ini menunjukkan bahwa pemurnian alkali tidak dapat secara spesifik menurunkan residu logam berat pada minyak. Sathivel dan Prinyawiwatkul (2004) menjelaskan bahwa proses netralisasi dapat menghilangkan pengotor dalam minyak, namun untuk menghilangkan logam berat diperlukan adsorben seperti chitosan atau arang aktif. Kandungan logam berat minyak kasar dan minyak refined hasil samping pengalengan mackerel disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan logam berat minyak kasar dan minyak refined hasil samping pengalengan mackerel

Logam berat Minyak kasar (ppm) Minyak refined (ppm) Standar IFOS (ppm) Timbal (Pb) 0,027 0,014 ≤ 0,1 Kadmium (Cd) 0,002 0,001 ≤ 0,1 Raksa (Hg) <0,001 <0,001 ≤ 0,1 Nikel (Ni) 0,010 0,006 ≤ 0,1 Arsen (As) <0,002 <0,002 ≤ 0,1

Kandungan logam berat pada minyak mackerel selain karena kontaminasi selama proses pengolahan juga karena karakteristik atau kandungan awal logam berat pada ikan mackerel tersebut. Bae dan Lim (2012) menyatakan bahwa kandungan logam berat dipengaruhi karakteristik bahan baku mackerel yang digunakan tergantung daerah penangkapan, musim, pakan, suhu dan salinitas perairan.

Profil Asam Lemak

Profil asam lemak minyak mackerel menunjukkan kandungan asam lemak yang terkandung didominasi PUFA dengan nilai tertinggi yaitu DHA dan EPA. Druzian et al. (2007); Inhamuns dan Franco (2008) menyatakan bahwa penyebab perbedaan kandungan EPA dan DHA pada ikan yaitu kebiasaan makan ikan tersebut. Minyak ikan diketahui mempunyai ikatan rangkap yang lebih banyak dibanding minyak nabati maupun minyak hewani lainnya. Banyaknya ikatan rangkap ini mengakibatkan minyak ikan rentan mengalami oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Profil asam lemak minyak hasil samping pengalengan (kasar) dan minyak hasil pemurnian (refined) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Profil asam lemak minyak kasar dan refined

Asam Lemak Fatty Acid Minyak kasar (%) Minyak refined (%) Asam laurat C12:0 0,07 0,07 Asam tridekanoat C13:0 0,08 0,07 Asam miristat C14:0 3,44 3,62 Asam pentadekanoat C15:0 0,94 0,97 Asam palmitat C16:0 16,34 16,86 Asam heptadekanoat C17:0 0,93 0,95

Asam cis-10 heptadekanoat C17:0 - 0,23

Asam stearat C18:0 4,24 4,40 Asam arakidat C20:0 0,6 0,60 Asam heneikosanoat C21:0 0,11 0,09 Asam behenat C22:0 0,23 0,26 Asam lignoserat C24:0 0,17 0,19 Total SFA 27,15 28,31 Asam miristoleat C14:1 0,02 0,03 Asam palmitoleat C16:1 3,49 3,76 Asam elaidat C18:1n9t 0,12 0,17 Asam oleat C18:1n9c 10,19 11,16

Asam Cis-11 eicosenoat C20:1 1 1,08

Asam erukat C22:1n9 0,33 n.d Asam nervonat C24:1 0,39 0,41 Total MUFA 15,54 16,61 Asam linoleat C18:2n6c 1,18 1,26 Asam linolelaidat C18:2n9t 0,06 n.d Asam linolenat C18:3n3 0,91 0,97 Asam ϒ-linolenat C18:3n6 0,13 0,12 Asam cis-11,14-eicosedienoat C20:2 0,25 0,26 Asam cis-8,11,14-eicosetrienoat C20:3n6 0,11 0,1 Asam arachidonat C20:4n6 1,77 1,89 Asam cis-5,8,11,14,17-eicosapentaenoat C20:5n3 7,31 7,65 Asam cis-13,16-docosadienoat C22:2 0,03 - Asam cis-4,7,10,13,16,19-docosaheksaenoat C22:6n3 19,22 20,58 Total PUFA 30,97 32,83

Berdasarkan pengujian asam lemak minyak mackerel dapat diketahui bahwa perlakuan pemurnian dapat meningkatkan persentase total asam lemak 5,55% dari minyak kasar awal. Hal ini dikarenakan perlakuan pemurnian dapat menghilangkan pengotor dan komponen-komponen non minyak serta kadar air minyak kasar sehingga meningkatkan persentase total kandungan asam lemak. Hasil pemurnian alkali menunjukkan persentase masing-masing asam lemak dibanding asam lemak total mempunyai nilai yang hampir sama antara minyak awal dan minyak hasil pemurnian, hal ini menunjukkan bahwa proses pemurnian tidak memberikan pengaruh terhadap komposisi asam lemak terutama asam lemak omega-3 dalam minyak.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa asam lemak jenuh (SFA) didominasi oleh asam palmitat, sedangkan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) didominasi asam oleat. Jumlah asam lemak SFA, MUFA dan PUFA minyak refined meningkat dibanding minyak kasar. Hal ini dikarenakan komponen pengotor dalam minyak dapat dihilangkan dalam proses alkali, sehingga kemurnian minyak meningkat. Jumlah asam lemak yang teridentifikasi pada minyak kasar dan minyak refined sama yaitu 28 asam lemak, namun terjadi peningkatan total asam lemak secara keseluruhan, hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan persentase kandungan asam lemak dalam minyak.

Asam lemak bebas (FFA)

Nilai asam lemak bebas hasil pemurnian alkali pada 16, 18 dan 20 oBe tidak menunjukkan beda nyata yaitu masing-masing 0,38±0,08, 0,42±0,00 dan 0,38±0,08. Pemurnian alkali terbukti mampu menurunkan nilai FFA yang signifikan dibanding minyak awal sehingga memenuhi standar IFOS yang menyatakan minyak layak konsumsi harus memiliki nilai asam lemak bebas dibawah 1,13. Persentase penurunan kadar FFA minyak hasil pemurnian NaOH berdasarkan 16, 18 dan 20 oBe masing-masing yaitu 90,59%; 89,41% dan 90,59%. Hasil pengamatan asam lemak bebas dan parameter oksidasi minyak ikan mackerel disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pengamatan parameter oksidasi minyak ikan mackerel

Parameter Hasil Minyak Kasar (kontrol) Standar IFOS 16 oBe 18 oBe 20 oBe

Asam lemak bebas 0,38±0,08a 0,42±0,00a 0,38±0,08a 4,00±0,45 ≤ 1,13

Bilangan asam 0,75±0,16a 0,84±0,00a 0,75±0,16a 7,95±0,90 ≤ 2,25

Bilangan peroksida 4,93±0,12a 4,73±0,12a 4,6±0,2a 6,27±0,6 ≤ 3,75

Nilai anisidin 10,39±0,79a 11,10±1,35a 10,92±0,89a 11,12±1,73 ≤ 15

Total oksidasi 20,26±0,76a 20,57±0,76a 20,12±0,55a 23,65±1,42 ≤ 20

*Superskrip sama dalam baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan pengujian asam lemak bebas, maka perlakuan pemurnian alkali yang dipilih berdasarkan 16 oBe, karena perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang tidak beda nyata (p>0,05) dibanding perlakuan lainnya. Hasil pemurnian yang tidak beda nyata antar perlakuan diduga karena penggunaan konsentrasi NaOH berdasarkan oBe yang diberikan persentasinya tidak berbeda jauh, berturut-turut 16, 18 dan 20 oBe menurut ketetapan Hodgson (1995), yaitu

11,06%, 12,68%, 14,36%. Histogram nilai asam lemak bebas minyak hasil pemurnian alkali dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Histogram nilai asam lemak bebas minyak hasil pemurnian alkali

Bilangan asam (AV)

Bilangan asam minyak hasil pemurnian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) dibanding minyak awal. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan pemurnian dengan NaOH berdasarkan 16, 18 dan 20 o

Be mampu menurunkan bilangan asam minyak hasil pemurnian masing-masing yaitu 90,59%; 89,41% dan 90,59%. Hasil pengukuran bilangan asam pada minyak yang dilakukan pemurnian alkali menunjukkan nilai yang lebih rendah dibanding standar IFOS yaitu ≤ 2,25 mg KOH/g. Pengukuran bilangan asam didasarkan pada jumlah asam dalam minyak, diukur dari jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 g minyak. Histogram bilangan asam minyak hasil pemurnian alkali dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Histogram bilangan asam minyak hasil pemurnian alkali

Bilangan peroksida (PV)

Bilangan peroksida (PV) yaitu jumlah yang menunjukkan banyaknya peroksida yang terdapat dalam 1000 g bahan yang dinyatakan dalam

miliequivalents oksigen aktif (meq) (Council of Europe 2005). Minyak hasil 4,00 0,38 0,42 0,38 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Asa m L em a k B eba s (%) Pemurnian alkali 7,95 0,75 0,84 0,75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B ila ng a n Asa m (m g K O H /g ) Pemurnian alkali Minyak 16 oBe 18 oBe 20 oBe Kasar Minyak 16 oBe 18 oBe 20 oBe Kasar

pemurnian pada berbagai oBe memiliki nilai yang lebih rendah dibanding minyak awal. Semua nilai bilangan peroksida minyak hasil pemurnian tidak berbeda nyata (p>0,05) yaitu masing-masing 4,93±0,12; 4,73±0,12 dan 4,6±0,2 pada 16, 18 dan 20 oBe. Hasil ini memenuhi standar berdasarkan standar IFOMA, yaitu 3-20