• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Sistem Pengelolaan Sampah Pasar Terapung

5.2.4 Pemusnahan dan Pengolahan Sampah

Berdasarkan hasil penelitian sampah-sampah yang berasal dari Pasar Terapung Tembilahan dibuang untuk dimusnahkan di Tempat Penampungan Akhir Sampah (TPA). TPA Kabupaten Indragiri Hilir (INHIL) berada di wilayah Kelurahan Sungai Luar Kecamatan Tembilahan Hilir dengan luas lahan 12 Ha. Jarak TPA dengan lokasi Pemukiman Penduduk sekitar 1,5 Km.

Menurut Azwar (1990), jarak TPA yang sering dipakai sebagai pedoman adalah sekitar 2 Km dari pemukiman penduduk, sekitar 15 km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber air bersih. Dapat disimpulkan bahwa TPA Sungai Luar Kab. INHIL tidak memenuhi syarat sebagai lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah karena jaraknya dengan pemukiman penduduk < 2,0 Km.

Teknologi pengolahan sampah di TPA Sungai Luar Kab. INHIL menggunakan metode Open Dumping, pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun sampah di suatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/pengolahan. Hal ini dikarenakan daerah geografik lahan TPA merupakan lahan rawa-rawa dan bertujuan untuk menimbun lahan TPA. Berdasarkan wawancara dengan petugas di TPA mekanisme pengolahan sampah di TPA tersebut yaitu sampah diangkut dari sumber sampah dan di buang kedalam lubang yang telah disediakan, kemudian sampah tersebut dipilah. selanjutnya setelah lubang tersebut penuh maka sampah tersebut di pindahkan ke lahan yang lain.

Pada tahun 2010 pihak Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kab. INHIL telah melakukan pengolahan sampah (composting), namun pada tahun 2013 kegiatan ini berhenti dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia yang ada dan kurangnya dukungan dari pihak pemerintah. Hasil composting digunakan untuk pertamanan Kabupaten INHIL. Setelah kegiatan composting dihentikan pihak Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kab. INHIL hanya melakukan pemilahan sampah plastik, kemudian sampah plastik tersebut dibersihkan oleh para pemulung dan setelah dibersihkan sampah akan dicacah untuk dijual.

5.3 Partisipasi Pedagang

5.3.1 Partisipasi Pedagang Tentang Penyediaan Tempat Sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada 72,5% pedagang yang tidak mempunyai tempat sampah. Alasan mereka tidak mempunyai tempat sampah 56,1% mengatakan karena biasa buang ke sungai. Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi dari pengelola pasar tentang peraturan kebersihan pasar dan Pihak pengelola pasar tidak menyediakan tempat sampah.

Berdasarkan hasil penelitian ada 27,5% pedagang yang mempunyai tempat sampah, seluruhnya disediakan sendiri oleh pedagang. Hal ini menunjukkan masih kurangnya partisipasi dari pedagang dalam hal penyediaan tempat sampah. Pada umumnya bentuk tempat sampah pedagang di Pasar Terapung adalah keranjang dan ember plastik. Keadaan tempat sampah pedagang 48% terbuka dan tidak kedap air dan 52% terbuka dan kedap air. Sehingga tempat sampah yang tersedia pada umumnya tidak memenuhi syarat kesehatan seperti tidak kedap air, dan tidak tertutup.

Menurut Aswar (1996) syarat tempat sampah adalah kontruksi yang kuat dan tidak mudah bocor untuk mencegah sampah berserakan, mudah diangkat, memiliki tutup untuk mencegah agar sampah tidak menjadi sarang serangga dan binatang pengerat seperti tikus.

Tempat sampah yang dimiliki pedagang seluruhnya tidak di pisahkan antara sampah yang mudah membusuk dengan sampah yang tidak mudah membusuk. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi dari pihak pasar tentang pengelolaan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 perwadahan sampah dapat di

bagi menjadi sampah organic, anorganik dan sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga. Pemisahan sampah bertujuan untuk mempermudah dalam pemusnahannya, (Candra, 2007).

5.3.2 Partisipasi Pedagang Tentang Pembuangan Sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis sampah yang paling banyak dibuang pedagang adalah sampah dapur. Pedagang yang mempunyai tempat sampah sering membuang sampah ke tempat sampah, sedangkan pedagang yang tidak mempunyai tempat sampah mereka (69,7%) membuang sampahnya ke sungai karena mereka menganggap sudah biasa dan tidak adanya petugas kebersihan pasar yang akan membersihkannya. Sikap pedagang jika melihat ada yang membuang sampah di sembarang tempat 80,2% diam saja. Hal ini disebabkan karena apabila di tegur maka akan terjadi pertengkaran. Membuang sampah sembarangan dapat menimbulkan masalah baru di lingkungan.

Menurut Chandra (2007), pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat atau tikus dan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata. Usaha yang paling baik yang dapat kita lakukan adalah membuang sampah pada tempatnya.

5.3.3 Partisipasi Pedagang Tentang Pembayaran Retribusi Sampah

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 65 orang (71,4%) tidak membayar retribusi untuk kebersihan pasar, hal ini dikarenakan tidak meratanya pemungutan retribusi kebersihan oleh pihak pasar. Retribusi sampah dikenakan kepada pedagang yang berjualan di luar gedung pasar.

Besar retribusi sampah di pasar Terapung Tembilahan sekitar Rp. 500 sampai dengan Rp. 1.000 setiap hari. Menurut Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dalam pasal 8 dijelaskan bahwa tarif retribusi untuk kios/los pasar rakyat sebesar Rp. 12.000 per bulan.

5.3.4 Partisipasi Pedagang Tentang Peraturan Kebersihan

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 54,9% pedagang tidak tahu tentang peraturan kebersihan. Tetapi di pasar Terapung pihak pengelola pasar tidak ada menerapkan peraturan kebersihan secara tertulis. Peraturan kebersihan di pasar terapung hanya disampaikan secara lisan dan tanpa ada sanksi yang diberikan pihak pengelola pasar. Hal ini menunjukkan karena tidak adanya peraturan secara tertulis dan sanksi dari pihak pasar maka para pedagang membuang sampah tidak pada tempat sampah dan membuang sampah ke sungai hal ini dapat mencemari lingkungan dan mengganggu estetika.

Menurut Sarudji (2010) sampah baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan kesan tidak estetis dan terdapatnya onggokan sampah yang terkesan tidak terkelola dengan baik akan memberikan nilai negatif bukan hanya ditilik dari segi estetika, melainkan menjurus kepada kepribadian masyarakat yang bersangkutan. Pada pasar Terapung tidak pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan dan infoemasi tentang pengelolaan sampah.

Menurut Zulkarnaini (2009) Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan perlu adanya bimbingan dan penyuluhan kepada anggota masyarakat untuk memahami seluk beluk sebuah perencanaan pembangunan. Untuk memudahkan suatu

program berjalan dengan baik ada beberapa sarana media yang bisa dikerjakan, salah satunya adalah dengan pembuatan pamflet dan leaflet yang disebarkan dengan sebaiknya. Pemberian informasi kepada pedagang dapat mempermudah dalam mengelola sampah pasar terapung dan menambah wawasan pedagang tentang kebersihan lingkungan.

5.4 Sistem Pengelolaan Sampah Yang Memenuhi Syarat di Pasar Terapung

Dokumen terkait