• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

F. Penafsiran Hasil Analisa Data

Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan hasil analisis data sebagai berikut :

1. Hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Nilai t untuk seluruh dimensi kualitas layanan selain dimensi assurance lebih dari nilai t tabel (1,660) yaitu 4,771 untuk reliability, 2,485 untuk responsiveness, 4,852 untuk empathy dan 3,789 untuk tangible, yang berarti ada pengaruh terhadap kepuasan pasien. Sedangkan dimensi assurance memiliki nilai t kurang dari nilai t tabel yaitu 1,635 yang berarti tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien. Pada uji hipotesis secara parsial diketahui bahwa dimensi assurance tidak memberikan pengaruh yang signifikan sedangkan pada dimensi lainnya pengaruhnya cukup signifikan.

Hasil penelitian ini memberikan hasil, yaitu dimensi empathy dibandingkan dengan empat dimensi pelayanan lainnya memberikan hasil yang paling signifikan, dengan nilai t tertinggi dan nila B tertinggi.

54

Berdasarkan hasil tersebut maka sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pada dimensi empathy ini, misalnya melalui kursus kepribadian untuk perawat. Sedangkan nilai yang paling menonjol dari dimensi empathy adalah pada sopan santun perawat, dan yang terendah adalah pada penciptaan kesan.

Kondisi ini berarti nilai tambah (value added) dalam pelayanan rawat inap di Bapelkesmas RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar adalah pada sopan santun yang ditunjukkan oleh perawat. Sedangkan yang dapat merugikan adalah kurangnya upaya pencitraan rumah sakit kepada masyarakat dengan cara pemberian kesan yang baik dari perawat kepada pasien. Permasalahan ini menunjukkan bahwa walaupun memiliki kelebihan dalam sopan santun kepada pasien tetapi perawat kurang memperhatikan pencitraan pada dirinya, misalnya saja kerapian, baik pada diri perawat maupun pada lingkungan perawatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hamsar (2005), menunjukkan bahwa pada Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan, dimensi mutu layanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah dimensi responsiveness.

Hal ini menunjukkan bahwa pada dimensi mutu layanan yang berpengaruh pada kepuasan pasien pada yang memiliki latar belakang kultur yang berbeda, memberikan pengaruh yang berbeda, sehingga penekanan dari sebuah penerapan mutu layanan pada rumah sakit sebaiknya disesuaikan dengan mayoritas kultur masyarakat yang dilayaninya. Antara penelitian yang dilakukan oleh Hamsar (2005), dengan hasil penelitian ini menunjukkan

kesamaan yaitu seluruh dimensi mutu layanan memberikan pengaruh pada kepuasan pasien akan tetapi pada masyarakat di Medan Sumetera Utara, hal yang paling berpengaruh terhadap kepuasan adalah kecepatan respon, sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan pasien pada masyarakat Blitar Jawa Timur, kepuasan pasien lebih banyak ditimbulkan dari dimensi empathy.

2. Hubungan Kinerja Terhadap Kepuasan Pasien

Nilai t untuk kinerja perawat adalah 1,512, kurang dari t tabel (1,660) yang berarti kinerja perawat tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan perawat tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan kepuasan pasien.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi ini, menurut Wijono (2007) pelayanan kesehatan memiliki ciri khas tersendiri karena memberikan pelayanan pada orang sakit, sehingga kekauan pada prosedur kadang kala malah menciptakan ketidakpuasan.

Sebagai contohnya adalah untuk menunjukkan kinerja yang baik perawat secara disiplin mencoba untuk kunjungan kepada pasien, sesuai dengan aturan jam besuk, akan tetapi disisi lain ada beberapa keperluan pasien yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit, dalam hal ini perawat. Kontradiksi ini menimbulkan ketidakpuasan pasien karena ada kebutuhan pasien yang seharusnya dapat terpenuhi oleh keluarganya akan tetapi terbatasi oleh jam

56

kunjung. Kondisi ini membutuhkan kreativitas perawat untuk mensikapi agar tidak terjadi ketdakpuasan pada pasien.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Latief (2005) menunjukkan hal yang berbeda, yaitu peningkatan kinerja perawat dengan peningkatan mutu layanan dapat berjalan seiring untuk menciptakan kepuasan pasien.

Hasil penelitian yang dilakukan memberikan perbedaan dengan penelitian terdahulu tersebut disebabkan dalam melakukan penilaian kinerja perawat atasan memiliki indikator yang berbeda dengan penilaian yang diberikan oleh pasien. Selain perbedaan indikator, perbedaan sudut pandang juga memberikan perbedaan penilaian, misalnya seorang atasan akan memberikan nilai plus jika perawat dapat melakukan pelayanan yang efektif, cepat dan tepat. Berbeda dengan keinginan pasien yang ingin berlama-lama untuk diperhatikan. Adanya dua kondisi yang kontradiktif ini membutuhkan sebuah kebijakan dari pihak rumah sakit yang dapat menjembatani antara kebutuhan pasien dengan kebutuhan kinerja perawat.

3. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Terhadap Kepuasan Pasien

Besarnya nilai F hasil perhitungan adalah 42,431 lebih dari nilai F tabel (2,48) yang berarti secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.

Kualitas pelayanan dengan mengambil sudut pandang pasien mememiliki hubungan yang lebih kuat dengan kepuasan pasien dibandingkan dengan kinerja pelayanan menurut sudut pandang manajemen. Hal ini disebabkan karena parameter kualitas pelayanan menurut pasien sama dengan parameter

kepuasan pasien sehingga dapat berjalan seiring, sedangkan kinerja pelayanan menurut manajemen memiliki parameter yang berbeda dengan kepuasan pasien sehingga tidak dpat berjalan seiring.

Penelitian yang dilakukan oleh Latief (2005) menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan mempertimbangkan kepuasan pasien akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang yang berupa loyalitas pasien.

Perubahan konsep pelayanan yang selalu menilai hasil kerja bukan lagi berdasarkan hasil dari pelayanan akan tetapi cenderung pada bagaimana pelayanan diberikan dan mengutamakan nilai-nilai yang diberikan oleh konsumen nampaknya belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh pihak manajemen Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo akibatnya terdapat perbedaan cara pandang dalam memberikan enilaian hasil kerja perawat menurut pasien dan menurut manajemen. Kondisi ini memerlukan suatu perubahan paradigma di tubuh manajemen rumah sakit, bukan lagi menilai hasil kerja perawat dari sudut pandang keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit akan tetapi pada kepuasan yang dirasakan oleh pasien, karena kepuasan pada pasien akan menciptakan loyalitas dan bermuara pada keuntungan bagi rumah sakit dalam jangka pendek dan jangka panjang, akan tetapi jika sudut pandangnya adalah keuntungan bagi rumah sakit dalam jangka pendek maka kadngkala harus mengalahkan kepuasan pasien yang berakibat pada hilangnya loyalitas yang akan merugikan rumah sakit dalam jangka panjang.

58 BAB V

Dokumen terkait