i
PENGARUH INFORMED CONSENT TERHADAP
KECEMASAN DAN PENGETAHUAN PADA PASIEN PRE
OPERASI HERNIA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S-2 Magester Kesehatan Program Studi Magester Kedokteran Keluarga
Minat Utama
Pendidikan Profesi Kesehatan
Disusun Oleh: TA’ADI S.540907119
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
1
A. Latar Belakang
Konsep pemasaran ini sudah mengalami perkembangan bersamaan dengan
semakin majunya masyarakat dan teknologi. Kalau perusahaan ingin berhasil atau
bahkan dapat hidup terus, ia harus dapat menanggapi cara-cara atau
kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Faktor-faktor ekstern seperti ekologi, politik,
hukum, ekonomi dan sebagainya dapat mempengaruhi program pemasaran
perusahaan. Faktor ketidakpuasan konsumen juga termasuk didalamnya. Adapun
sebab-sebab timbulnya ketidak-puasan konsumen tersebut karena tidak
terpenuhinya harapan mereka. Jadi perusahaan tidak lagi berorientasi kepada
pembeli saja, tetapi berorientasi kepada masyarakat atau manusia. Karena itu
perusahaan berusaha memberikan kemakmuran kepada konsumen dan masyarakat
untuk jangka panjang, maka konsep seperti ini disebut Konsep Pemasaran
Masyarakat (Societal Marketing Concept) atau Konsep Pemasaran Baru.
(Swastha, 2000:57).
Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (BAPELKESMAS) Rumah Sakit
Umum (RSU) “Ngudi Waluyo” Wlingi sebagai rumah sakit umum, menghadapi
tantangan yang cukup berat, baik yang berasal dari lingkungan eksternal maupun
internal. Faktor utama yang menghambat perkembangan BAPELKESMAS RSU
“Ngudi Waluyo” Wlingi adalah Rumah Sakit Pemerintah, sehingga terkesan
memiliki kualitas pelayanan yang kurang baik. Sedangkan faktor lain adalah krisis
2
akan pentingnya kesehatan sehingga konsumen semakin selektif dalam
menentukan jenis jasa yang akan dikonsumsinya.
Hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang pasien rawat inap di
BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi menunjukkan bahwa 4 pasien
(40%) merasa pelayanan yang diberikan tidak memuaskan, sedangkan 6 pasien
(60%) merasa pelayanan yang diberikan biasa-biasa saja dan tidak ada
keistimewaan tertentu. Sedangkan hasil wawancara dengan pihak manajemen
BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi menunjukkan bahwa kinerja
yang ditunjukkan oleh karyawan tidak pernah memenuhi target, terutama pada
target pendapatan yang telah ditetapkan, misalnya pada tahun 2007 pendapatan
rumah sakit mencapai 95% dari target yang ditetapkan.
Kinerja rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa maka sangat tergantung
dengan pelayanan yang diberikan atau dengan istilah no service no business.
Rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa tentunya sangat tergantung dengan
kredibilitasnya di mata konsumen. Prinsip-prinsip kepuasan penjualan jasa yang
meliputi reliability, responsiveness, tangible, emphaty dan assurance tidak akan
berarti tanpa adanya interpersonal relationship management yang baik. Proses
modifikasi ini tentunya membutuhkan personel-personel dengan kemampuan
lebih agar output proses modifikasi ini sejalan dengan budaya lokal sehingga tidak
terjadi perbenturan antara kepentingan konsumen dengan kepentingan perusahaan.
Mengingat pentingnya pelayanan pada usaha jasa khususnya layanan
BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi, dalam menjaring konsumen
“Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan
Pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi
Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat, menurut pasien sudah
cukup baik ?
2. Apakah pelayanan yang diberikan oleh perawat dapat menciptakan kepuasan
pasien ?
3. Apakah kinerja perawat dalam memberikan pelayanan, menurut atasan perawat,
sudah cukup baik ?
4. Apakah kinerja yang baik menurut atasan perawat dapat menciptakan kepuasan
pasien ?
5. Apakah kinerja perawat yang baik menurut atasan perawat dapat sejalan dengan
kualitas layanan menurut pasien untuk menciptakan kepuasan pasien ?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka
perlu adanya pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini selanjutnya akan
dibatasi mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Dalam hal ini penulis
4
perawat dan kepuasan pasien, dan subyek penelitian adalah perawat pada ruang
rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dalam
penelitian ini permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien di Badan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi Waluyo”
Wlingi Kabupaten Blitar?
2. Apakah ada hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di Badan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi Waluyo”
Wlingi Kabupaten Blitar?
3. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan
kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar?
E. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai.
Dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah dalam melakukan
penelitian. Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai oleh peneliti adalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat
dengan kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien
di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum
“Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.
b. Menganalisa hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di
Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi
Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.
c. Menganalisa hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan
kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat sebagai bahan untuk membuktikan secara empiris
mengenai Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan
6
2. Manfaat Aplikatif
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola rumah sakit
tentang :
a. Kepuasan pasien
b. Kondisi Kualitas Pelayanan menurut pasien
7
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Kepuasan Pasien
Pelanggan memasuki situasi jual-beli dengan harapan-harapan tertentu.
Pelanggan mempunyai angan-angan tentang perasaan yang ingin mereka
rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi atau ketika mereka
menggunakan barang yang mereka beli maupun ketika menikmati pelayanan
yang telah mereka bayar.
Mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi adalah tujuan utama
pemasaran. Pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak perhatian tercurah pada
konsep kepuasan “total,” yang implikasinya adalah mencapai kepuasan
sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi.
Ketika pelanggan merasa puas akan pelayanan yang didapatkan pada saat
proses transaksi dan juga puas akan barang atau jasa yang mereka dapatkan,
besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan
pembelian-pembelian yang lain dan juga akan merekomendasikan pada teman-teman dan
keluarganya tentang perusahaan tersebut dan produk-produknya. Juga kecil
kemungkinannya mereka berpaling ke pesaing-pesaing perusahaan.
Mempertahankan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu akan membina
hubungan yang baik dengan pelanggan. Hal ini dapat meningkatkan
8
Namun demikian, perusahaan harus berhati-hati agar tidak terjebak
pada keyakinan bahwa pelanggan harus dipuaskan tak peduli berapapun
biayanya. Tidak semua pelanggan memiliki nilai yang sama bagi Rumah
Sakit. Beberapa pelanggan layak menerima perhatian dan pelayanan yang
lebih dibandingkan pelanggan lain. Ada pelanggan yang tidak akan pernah
memberikan umpan balik tak peduli berapa banyak perhatian yang kita
berikan pada mereka, dan tak peduli berapa puasnya mereka. Dengan
demikian, antusiasme tentang kepuasan pelanggan harus didukung oleh
analisa-analisa yang tajam.
Beberapa penulis memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan.
Spreng et al. (1996) dalam Kotler (2006 : 110) menyatakan bahwa perasaan
puas pelanggan timbul ketika konsumen membandingkan persepsi mereka
mengenai kinerja produk atau jasa dengan harapan mereka. Tse and Wilson
(1988) menyatakan kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon pelanggan
terhadap ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Lebih jauh lagi Tse and Wilson (1988)
menguraikan dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu
expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance
melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi apabila sebaliknya
maka pelanggan merasa tidak puas. Kotler and Keller (2006:136), menyatakan
bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kekecewaan
dibandingkan dengan harapannya. Dari beberapa uraian tersebut dapat
diketahui bahwa kepuasan konsumen dihasilkan dari proses perbandingan
antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya, yang menghasilkan
disconfirmation paradigm.
Fornell et al. (1996) dalam dalam Tjiptono (2002 : 310) menyebutkan
bahwa
a. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil evaluasi dari pengalaman konsumsi sekarang yang berasal dari keandalan dan standarisasi pelayanan.
b. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil perbandingan tingkat kepuasan dari usaha yang sejenis.
c. Kepuasan konsumen secara menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman dengan indikator harapan secara keseluruhan, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapan yang berhubungan dengan keterandalan jasa tersebut.
Oliver and De Sarbo (1988 : 77) memandang tingkat kepuasan
(satisfaction) timbul karena adanya suatu transaksi khusus antara produsen
dengan konsumen yang merupakan kondisi psikologis yang dihasilkan ketika
faktor emosi mendorong harapan (expectations) dan disesuaikan dengan
pengalaman mengkonsumsi sebelumnya (perception). Selain itu menurut
Zeithaml et al. (1996 : 54) ”kepuasan pelanggan merupakan perbandingan
antara layanan yang diharapkan (expectations) dengan kinerja (perceived
performnce)”.
Selain teori expectacy disconfirmation model yang sudah dikenal,
masih ada beberapa teori tentang kepuasan yakni equity theory dan atribution
theory. Menurut teori equity, seseorang akan merasa puas bila rasio hasil
10
dirasakan fair atau adil. Dengan kata lain, kepuasan terjadi apabila konsumen
merasakan bahwa rasio hasil terhadap inputnya (outcome) dibandingkan
dengan input) proporsional terhadap rasio yang sama yang diperoleh orang
lain (Oliver and De Sarbo, 1988), sedangkan atribution theory berasal dari
teori Weiner (1971) yang dikembangkan oleh Oliver and De Sarbo (1988) dan
Engel et al. (1990 : 232). Teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan outcome, sehingga dapat ditentukan
apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Ketiga dimensi
tersebut adalah:
a. Stabilitas atau variabilitas. Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen.
b. Locus of causality. Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external atribution) atau dengan pemasar (internal atribution). Internal atribution seringkali dikaitkan dengan kemampuan dan usaha yang dilakukan oleh pemasar, sedangkan external atribution dihubungkan dengan berbagai teori seperti tingkat kesulitan suatu tugas (task difficulty) dan faktor keberuntungan.
c. Controllability. Apakah penyebab tersebut berada dalam kendali ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi.
Menurut Zheithaml and Bitner (2003:87) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain:
b. Emosi pelanggan. Emosi juga dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa. Emosi ini dapat stabil, seperti keadaan pikiran atau perasaan atau kepuasan hidup. Pikiran atau perasaan pelanggan (good mood atau bad mood) dapat mempengaruhi respon pelanggan terhadap jasa. Emosi spesifik juga dapat disebabkan oleh pengalaman konsumsi, yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap jasa. Emosi positif seperti perasaan bahagia, senang, gembira akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Sebaliknya, emosi negatif seperti kesedihan, duka, penyesalan dan kemarahan dapat menurunkan tingkat kepuasan. Atribusi untuk keberhasilan atau kegagalan jasa.
c. Atribusi – penyebab yang dirasakan dari suatu peristiwa – mempengaruhi persepsi dari kepuasan. Ketika pelanggan dikejutkan dengan hasil (jasa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan), pelanggan cenderung untuk melihat alasan, dan penilaian mereka terhadap alasan dapat mempengaruhi kepuasan. Misalnya, ketika nasabah gagal menarik uang dari ATM maka ia akan mencari alasan mengapa ATM tidak dapat berfungsi. Apabila tidak berfungsinya ATM disebabkan oleh matinya aliran listrik PLN maka hal ini tidak akan mempengaruhi kepuasannya terhadap bank tertentu.
d. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan (equity and fairness). Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kewajaran dan keadilan. Pelanggan bertanya pada diri mereka: Apakah saya diperlakukan secara baik dibandingkan dengan pelanggan lain? Apakah pelanggan lain mendapat pelayanan yang lebih baik, harga yang lebih baik, atau kualitas jasa yang lebih baik? Apakah saya membayar dengan harga yang wajar untuk jasa yang saya beli? Dugaan mengenai equity dan fairness adalah penting bagi persepsi kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa.
e. Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya, kepuasan terhadap perjalanan liburan keluarga adalah fenomena yang dinamis, dipengaruhi oleh reaksi dan ekspresi oleh anggota keluarga selama liburan. Kemudian, apakah ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan anggota keluarga terhadap perjalanan dipengaruhi oleh cerita yang diceritakan kembali diantara keluarga dan memori mengenai suatu peristiwa.
Sedangkan menurut Garvin (dalam Kadir, 2001 : 127) faktor yang sering
digunakan untuk mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk antara lain,
meliputi:
1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product ) yang dibeli.
12
3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kegagalan atau kerusakan dalam penggunaannya.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), yaitu sejauhmana karakteristik desain operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Daya tahan (durability) yang berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, dan kemudahan penggunaan, serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7) Estetika, yakni daya tarik produk oleh panca indera.
Kualitas yang dipersepsikan, yakni citra dan reputasi produk serta
tanggungjawab perusahaan terhadapnya. Untuk jasa yang tidak berwujud
(intangible), konsumen umumnya menggunakan atribut (Parasuraman et al.,
dalam Zeithaml and Bitner, 2003:93) seperti berikut:
1) Reliability, yakni kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat.
2) Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggan.
3) Assurance, yakni pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan
4) Empathy, yakni perhatian, pelayanan pribadi yang diberikan kepada pelanggan.
5) Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personalia, dan bahan tertulis.
Para peneliti menyatakan bahwa atribut yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan disesuaikan dengan produknya. Misalnya, untuk produk mobil,
atribut yang dipertimbangkan seperti, reliabilitas, serviceability, prestise,
durability, functionality, dan mudah digunakan. Sementara untuk makanan
yang dipertimbangkan misalnya rasa, kesegaran, aroma dan sebagainya
a. Definisi Konsep Kepuasan
Kepuasan konsumen adalah perasaan puas pelanggan timbul ketika
konsumen membandingkan persepsi mereka mengenai kinerja produk atau
jasa dengan harapan mereka yang merupakan respon pelanggan terhadap
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya
b. Definisi Operasional Kepuasan Pasien
Kepuasan Pasien yaitu perbedaan antara persepsi dan harapan pasien
terhadap layanan yang diberikan. Indikator yang diukur adalah kepuasan
pasien terhadap pelayanan secara umum dan kepuasan pasien terhadap
pelayanan secara spesifik yaitu :
1) Kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
2) Kepuasan terhadap kehandalan rumah sakit
3) Kepuasam terhadap kecepatan pelayanan
2. Konsep Kualitas Pelayanan
Difinisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988:126) “kualitas
pelayanan adalah quality is the degree of excellence intended, and the control of
variability in achieving that excellence, in meeting the custamer’s requirements”.
14
layanan merupakan : 1)Consumer perceiptions of service and actual experience
with service. 2) Quality evaluations derive from the service process as well as the
service out come”.
Berdasarkan beberapa difinisi tersebut terdapat kesamaan bahwa kualitas
layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan perbandingan antara
layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja aktual yang diterima
pelanggan.
Parasuraman et. al (dalam Tjiptono,2003:32) mengemukakan model
konseptual mengenai harapan pelanggan terhadap jasa sebagai-berikut:
1. Enduring Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensivitas terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa.
2. Personel need
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasarkan kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transitory service intensifiers
Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa.
4. Perceived Service Alternatives
Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajad pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self perceived role
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajad keterlibatannya mempengaruhi jasa yang diterimanya.
6. Situational factore
Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. 7. ExpIisit service promises
8. Implicit service promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan.
9. Rekomendasi/saran dan orang lain
Merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan. 10.Pat experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dan yang pernah diterimanya di masa lampau.
Selain itu, Parasuraman, et.al (dalam Kotler,2005:135) mengidentifikasi
lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Kualitas harus dimulai dan kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal itu berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan
sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pasienlah yang mengkonsumsi dan
menikmati jasa Rumah Sakit. Sehingga merekalah yang seharusnya menentukan
kualitas pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian
menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.
Menurut Tjiptono (2003 : 33) pada prinsipnya, ada tiga kunci memberikan
layanan pelanggan unggul:
16
termasuk di dalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.
2. Pengembangan database yang lebih akurat, daripada pesaing (mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan.
3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dan riset pasar dalam suatu kerangka strategik.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, Gronroos
(dalam Tjiptono,2003:71) yaitu:
1) Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas ouput (keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan.
2) Funcional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
3) Corporate image, yaitu: profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Berdasarkan komponen-komponen di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor -faktor yang
dipergunakan untuk menilai kulitas jasa. Oleh karena pasien terlibat dalam suatu
proses jasa, maka sering kali penentuan kualitas jasa menjadi sangat kompleks.
Dalam membuat kerangka perencanaan strategis dan analisis harus
memperhatikan dimensi-dimensi dan kualitas jasa. Ada delapan dimensi yang
dikembangkan oleh Garvin (dalam Tjiptono, 2003 : 62):
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk ini. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (fealnes) yaitu karaktenistik
sekunder atau pelengkap.
3. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkian kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu sejauh mana karaktenistik desain dan operasi memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelurnnya.
5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan
kualitas jasa menurut Gaspersz (1997 : 46) adalah:
a. Ketepatan waktu pelayanan, hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal. d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan
penanganan keluhan dan pelanggan eksternal.
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan kompelementen lainnya.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet dan banyaknya fasilitas pendukung.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan.
h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibelitas penanganan permintaan khusus.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi.
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain - lainnya.
Untuk mengukur kualitas layanan ada beberapa dimensi kualitas
pelayanan dapat digunakan. Menurut Parasuraman dalam Jasfar (2005 : 24)
terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kualitas layanan:
1. Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas layanan lainnya untuk keperluan layanan.
2. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan, yang meliputi catatan transaksi yang lengkap, kredibilitas/bonafiditas/citra perusahaan dan daya tarik keunggulan kualitas pelayanan.
18
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Reaksi, kesediaan dan sikap tanggap perusahaan kepada pelanggan terdiri dari keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap, misalnya pengiriman slip transaksi tepat waktu dan sebagainya.
4. Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Kemampuan perusahaan memberikan kepastian yang dapat menimbulkan rasa percaya diri pelanggan terhadap perusahaan, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf.
5. Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.
Secara konseptual model kualitas layanan (service quality) tampak pada
gambar berikut:
Gambar 1. Faktor-faktor Kualias Layanan
Sumber : Cronin dan Taylor, 1992. Measuring Service Quality : Rexamination and Etension
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui 2 faktor utama yang
mempengaruhi kaulitas jasa yaitu expected service dan perceived service Apabila
jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan (expected service) maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik
tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Pakar lainnya Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:57) menyatakan bahwa ada
tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa yaitu: outcome related, process
related dan image related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan
menjadi enam unsur:
1. Profesionalisme and skills,
Kriteria pertama ini merupakan outcome related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
2. Aititude and behavior
Kriteria ini adalah process related criteria, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan manaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senag hati. 3. Accessibllity and fleksibility
Kriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem opersional dirancang dan dioperasionalisasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah.
4. ReIiability and trutsworthiness
Kriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
5. Recovery
Kriteria ini masuk dalam process related criteria, pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and dredibility
20
a. Definisi Konsep Kualitas Pelayanan
Kualitas layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan
perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan, dalam bentuk upaya pemenuhan kebutuhan
pelanggan dan dinilai berdasarkan persepsi pasien.
b. Definisi Operasional Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah ukuran penilaian menyeluruh dan
perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan. Parameter yang diukur adalah 5 dimensi
kualitas layanan yaitu
1) Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan
materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan
pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk
menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas
layanan lainnya untuk keperluan layanan.
2) Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan
di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
4) Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan
5) Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan
berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual,
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.
3. Konsep Kinerja Perawat
Kinerja adalah permasalahan yang sangat penting dalam suatu organisasi
untuk mengevaluasi kerja karyawan guna menentukan tingkat atribusi dalam suatu
perusahaan/organisasi.
Terdapat dua kategori dasar atribusi:
1. Atribusi bersifat internal atau disponsional (dihubungkan dengan sifat-sifat
orang).
2. Atribusi bersifat eksternal atau situasional (yang dapat dihubungkan dengan
lingkungan seseorang).
Misalnya perilaku (dalam hal ini kinerja kerja) dapat ditelusuri hingga ke
faktor-faktor spesifik seperti kemampuan, upaya, kesulitan, tugas atau nasib baik.
Meskipun demikian sejumlah faktor yang lain dapat juga mempengaruhi kinerja
kerja seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja.
Kinerja dapat didefinisikan sebagai catatan-catatan hasil yang dihasilkan
dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu
tertentu (Bernardin dan Russel, 1993:74).
22
keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan
motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.
Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari
penilaian atas kinerja personil.
Kinerja individu merupakan dasar bagi kinerja organisasi. Oleh karena itu
manajer harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja individu. Ada beberapa faktor yang mengenai kinerja
individu dengan faktor-faktor tersebut maka kinerja antar individu akan berbeda.
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Adkins
(1979:58) terdapat beeberapa faktor pada empat kategori yaitu lingkungan, pasar
perusahaan dan pekerja/karyawan. Ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Lingkungan Pasar Instansi Karyawan
1. Ekonomi 6. Sikap dan tingkah
laku individu
unit kerja dan karyawannya berfungsi menjalankan kegiatannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya menuju tujuan organisasi.
Masalah evaluasi manajerial mungkin tidak akan mendapat perhatian besar
apabila para manajer sama - sama berupaya menunjukkan kemampuan terbaiknya.
Biasanya pada kebanyakan perusahaan, mempekerjakan manajer untuk
menjalankan usahanya dan mendelegasikan wewenang pada mereka.
Dengan demikian struktur organisasi memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi kinerja pada tingkat organisasi maupun tingkat cabang. Seseorang
yang memegang posisi manajerial, diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja
manajerial, karena berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat
konkrit, sedangkan kinerja manajerial adalah bersifat abstrak dan kompleks.
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 352 ) dalam menuju ke masa depan, perusahaan umumnya mendasarkan pada perencanaan tujuan yang hendak dicapai dimasa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan
motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.
Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari
penilaian atas kinerja personil.
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama penilaian
kinerja adalah
24
perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis, program dan anggaran organisasi.
Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan,
baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
a. Definisi Konsep Kinerja Perawat
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis,
program dan anggaran organisasi.
b. Definisi Operasional Kinerja Perawat
Kinerja Perawat adalah ukuran pencapaian target dalam
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien berdasarkan sudut
pandang manajemen rumah sakit. Indikator yang diukur adalah
a. Ketepatan terhadap penerapan standar operasi
b. Kecepatan respon terhadap kebutuhan tindakan
c. Ketepatan respon yang diberikan dan
26
4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan Pasien
Day (dalam Tjiptono, 2003:158) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Menurut Kotler (2005:68) terdapat hubungan yang erat antara mutu
produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan.
Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan
pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta (lebih sering) biaya
yang rendah. Sedangkan menurut Tjiptono (2003:69) mutu mempunyai hubungan
yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Mutu layanan sendiri didefinisikan sebagai ukuran penilaian menyeluruh
dan perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan. Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:85) menyatakan
bahwa mutu layanan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawan, yaitu
profesonalism and skills, pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan,
sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
Profesionalism and skills merupakan bagian dari output kinerja yang
diartikan sebagai hasil yang dihasilkan dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka maka dapat disusun kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Pikir
C. Hipotesis
Hipotesis yang dikembangkan berdasarkan kerangka pemikiran diatas
adalah :
Ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan kepuasan
pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum ”Ngudi
28 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSU Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar.
Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut, karena lokasi penelitian
merupakan tempat kerja penulis dan merupakan rumah sakit daerah yang sedang
berkembang sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja
perawat RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
2. Waktu Penelitian
Waktu untuk mengadakan penelitian ini adalah mulai tanggal Juni 2008
sampai dengan Januari 2008, dengan perincian kegiatan sebagai berikut :
Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Penelitian Tesis
No. Kegiatan Waktu Pelaksanakan
1. Pengajuan Judul Juni 2008
2. Penyusunan Pra Proposal Juli – Agustus 2008 3. Persetujuan Pra Proposal Agustus 2008
4. Penyusunan Proposal Agustus 2008
5. Seminar Proposal Agustus 2008
6. Persetujuan Proposal September 2008 7. Penelitian dan penyusunan hasil September – Desember 2008
8. Ujian Tesis Januari 2008
9. Revisi Ujian Januari 2008
B. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional asosiatif
dengan pendekatan cross sectional, dimana peneliti melakukan observasi dan
pengukuran variabel sesaat.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Semua perawat pada ruang rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar sejumlah 94 orang.
2. Sampel
Sebagian perawat dan pasien rawat inap di RSU Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar, dengan jumlah sampel adalah:
n = 2
. 1 Nd
N
= 2
05 , 0 . 94 1
94
= 76,11336032 ≈ 76 orang 3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Propotional Random
Sampling yaitu proses pengambilan sampel secara acak dengan jumlah pada
setiap ruangan diambil secara proposional. Proporsi pengambilan sampel
30
Tabel 3 : Proporsi Pengambilan Sampel Pada Ruang Rawat Inap Bapekesmas RSUD Wlingi Kabupaten Blitar
No. Nama Ruangan Jumlah
Populasi Proporsi
Jumlah Sampel
1 Paviliun 14 11,47 11
2 Edelweis 13 10,65 11
3 Anggrek 13 10,65 11
4 Dahlia I 13 10,65 11
5 Dahlia II 11 9,00 9
6 Wijaya kusuma 12 9,01 9
7 Cempaka 6 4,91 5
8 Bogenvil 12 9,01 9
Jumlah 94 76 76
D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen :
a) Kualitas Pelayanan (X1)
1) Reliability (X1.1)
2) Responsiveness (X1.2)
3) Assurance (X1.3)
4) Tangible (X1.4)
5) Empathy (X1.5)
b) Kinerja Perawat (X2)
2. Variabel dependen : Kepuasan Pasien (Y)
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai
1. Komunikasi, baik komunikasi langsung maupun tidak langsung.
a. Untuk komunikasi tidak langsung peneliti menggunakan instrument
angket/ kuesioner.
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun untuk
diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan
tujuan penelitian. Kuesioner untuk penelitian disajikan dalam lampiran
4.
b. Sedangkan komunikasi langsung dilakukan dengan cara wawancara/
interview.
Interview adalah suatu proses memperoleh informasi untuk tujuan
penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung antara
peneliti dengan responden maupun pihak yang terkait. Teknik ini
digunakan untuk mencari data yang belum terjawab dalam angket atau
jawaban yang masih diragukan. Pedoman wawancara bisa dilihat pada
lampiran 4.
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas berikut ini :
1) Validitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu
32
variabel tertentu. Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada
hasil output SPSS.
Menurut Bhuono Agung Nugroho ( 2005 : 68 ) bahwa dalam menilai
kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai
Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan.
Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang
merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > r-tabel.
Metode pengukuran yang digunakan yaitu Repeated Measure
(berulang), artinya pengukuran dilakukan berulang sampai
benar-benar valid.
Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang
Anggrek dan 5 kepala ruangan rawat inap Bapelkesmas RSU Ngudi
Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh hasil seluruh pertanyaan instrument
penelitian adalah valid.
2) Reliabilitas
Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap
berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat atau kuesioner.
Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) reliabelitas adalah
ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam megukur
gejala yang sama dilain kesempatan. Jadi reliabelitas adalah ukuran
yang menunjukkan kestabilan dalam mengukur. Kestabilan disini
berarti kuesioner tersebut konsisten jika digunakan untuk mengukur
Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) dengan metode One
Shot dilakukan dengan metode Cronbach Alpha lebih besar dari
0,60. Dalam Uji Reliabelitas, demikian juga Bhuono Agung Nugroho
( 2005 : 72 ) menyatakan bahwa reliabelitas suatu konstruk variabel
dikatakan baik jika memiliki Cronbach Alpha > 0,60. Lain halnya
menurut A.Abu Hamid ( 1998 ) dalam Arif Pratista ( 2005 : 43 )
menyatakan jika hendak mengambil keputusan-keputusan kelompok,
maka variabel dikatakan reliable ( ajeg ) jika mempunyai koefisien
relibelitas alpha sebesar 0,5 atau lebih. Dan untuk mengambil
keputusan individu maka keajegan minimum yang diperbolehkan
adalah sebesar 0,90.
Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang
Anggrek Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh
hasil seluruh pertanyaan adalah reliabel.
Hasil uji validitas dsn reliabilitas selengkapnya dapat dilihat dlam
lampiran 5.
F. Teknik Analisa Data
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Normalitas Data
Untuk melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji
analisis statistik parametris, data yang akan diuji harus terdistribusi
34
metode kolmogorov smirnov dengan taraf signifikan 5%, sehingga
kelompok data yang memiliki distribusi normal apabila nilai z hasil
analisis < 1,96.
b. Multikonearitas
Multikonearitas adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya
hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau
semua variabel independen dari model yang diteliti
(Damodar,1995:39)
Cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas menurut Hair
dkk (1995) yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Apabila nilai VIF berapa pada kisaran 0,10 sampai 10
maka tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika tidak berada pada
kisaran tersebut maka terjadi multikolinearitas. (Murtiyani,2001:72).
c. Heteroskedastisitas
Adalah varian tiap unsur disturbance uji, yang muncul dalam fungsi
regresi itu bersifat homokedasitas yaitu semua gangguan memiliki
varian yang sama. Model regresi yang baik tidak mempunyai
heteroskedastisitas. Dengan adanya asumsi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Spearman rank correlation. Korelasi ranking
Spearman darat dihitung dengan formula :
Pengujian ini menggunakan distribusi t dengan membandingkan nilai t
hitung dengan t tabel. Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka
pengujian menolak hipotesis nol (H0) yang menyatakan tidak terdapat
heteroskedasisitas pada model regresi. Nilai t hitung dapat ditentukan
dengan formula:
Dengan degree of freedom (d.f) = N-2
Keterangan :
rs = Korelasi rangking Spearman
d1 = Selisih rangking standar deviasi (S) dan ranking nilai mutlak error (e). nilai e = Y - Y
N = Banyaknya sampel t = t hitung (Algifari,1997) d. Autokorelasi
Adalah korelasi antara anggota sampel yang diurutkan berdasarkan
waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada observasi
yang menggunakan catatan seri. Konsekuensi adanya autokorelasi
dalam suatu model regresi adalah varian sampel tidak dapat
menggambarkan varian populasinya. Lebih jauh lagi, model regresi
yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai varian
dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk mendiaknosis
adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui
36
2. Analisis Deskriptif
Analisis yang digunakan untuk menghasilkan gambaran dari data
yang telah terkumpul berdasarkan jawaban responden adalah melalui
distribusi item dari masing-masiang variable. Penyajian data yang telah
terkumpul pembahasannya secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan
tabel frekuensi.
3. Teknik Analisis Regresi Linear
Untuk mengetahui kuat pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat, dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
liner berganda dalam persamaan sebagai berikut:
Y= a + b1x11 + b2 x12 + b3 x13+ b4 x14+ b4 x15++ b4 x2
Keterangan : Y = Kepuasan Pasien
bn = Koefisien regresi peubah bebas Xn = Peubah bebas
e = Kesalahan (error) a = Interception Point
4. Uji Hipotesis
a. Uji F merupakan pengujian yang mengukur seberapa besar hubungan
variabel bebas (x1x2) secara bersama-samaa terhaadap variabel terikat
(y).
b. Uji t merupakan pengujian distribusi serangkaian sampel dengan suatu
37
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan
di Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi selama bulan September sampai
dengan Oktober 2008 dengan jumlah responden 78 perawat sesuai dengan kriteria
pengambilan sampel. Hasil penyajian data ini diperoleh rnelalui pengisian
kueisoner oleh responden mengenai variabel Kualitas Layanan, Kinerja, dan
Kepuasan Pasien. Gambaran umum Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut :
Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Wlingi terletak di Jl. Dr.
Sucipto no 5 Kecarnatan Wlingi Kabupaten Blitar. Rumah sakit tipe B
terakreditasi yang menyediakan layanan kesehatan umum baik rawat inap maupun
rawat jalan. Pelayanan rawat jalan meliputi poli umum, poli dalam, poli bedah,
poli mata, poli paru, poli kulit dan kelamin, poli kandungan, poli anak. Sedangkan
rawat inap terdiri dari bangsal anak, bangsal penyakit dalam ruang Dahlia I
(MPKP) dan ruang Dahlia II, ruang ICU dan ruang ICCU (Wijaya Kusuma),
ruang Cempaka, ruang Edelwais, ruang Flamboyan dan Bugenfile. Fasilitas lain
yang disediakan rumah sakit antara lain unit radiology, unit laboratorium patologi
klinik, dan kamar jenasah. Rumah sakit ini dipimpin oleh kepala badan dan
38
B. Deskripsi Data Penelitian
Data hasil penelitian yang disajikan dalam lampiran 6, kemudian dianalisis
secara deskriptif dengan mencari rata-rata jawaban responden untuk setiap item
pertanyaan. Hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Layanan
a. Dimensi Reliability
Pada dimensi reliability rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Reliability
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kesesuaian pelayanan yang diberikan
dengan harapan pasien 3,06 2 Kepercayaan pasien pada rumah sakit 3,04
3
Kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien pernah
mendapat pelayanan 2,99
4 Kesesuaian dengan informasi yang
diberikan 3,10
5 Kebenaran diagnosa 3,05
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
3,06
Diagram batang dalam gambar 3 menunjukkan bahwa pada dimensi
reliability, skor tertinggi pada kesesuaian pelayanan dengan informasi dan
terendah pada kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien
pernah mendapat pelayanan.
b. Dimensi Responsiveness
Pada dimensi responsiveness rata-rata skor penilaian hasil jawaban
responden adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Responsiveness
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kelengkapan informasi 3,05
2 Kecepatan respon perawat 2,90 3 Keramahan dan kesabaran perawat 3,13
4 Kesiagaan perawat 3,00
5 Tanggung jawab perawat 3,03
Berdasarkan tabel diatas maka dapat disusun diagram batang sebagai
berikut :
40
Berdasarkan gambar 4, nampak bahwa pada dimensi responsiveness, skor
tertinggi pada keramahan dan kesabaran perawat, dan terendah pada
kecepatan respon perawat.
c. Dimensi Assurance
Pada dimensi assurance rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Assurance
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kenyamanan rumah sakit 3,01
2 Kesantunan perawat 3,00
3 Kemampuan memberikan informasi 3,04
4 Perhatian pada pasien 3,14
5 Kepedulian perawat 3,00
Berdasarkan tabel diatas dpat disusun diagram batang berikut ini :
3,01 3
Berdasarkan gambar 5, nampak bahwa pada dimensi assurance, skor
tertinggi pada perhatian pada pasien, dan terendah pada kepedulian dan
kesantunan perawat.
d. Dimensi Empathy
Pada dimensi empathy rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Empathy
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kesan yang diberikan pada pasien 2,95 2 Pemahaman pada kebutuhan pasien 3,09 3 Pengertian pada pasien dan keluarga 2,96
4 Sopan santun 3,14
5 Kepedulian perawat 3,09
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
2,95
42
Berdasarkan gambar 6 nampak bahwa pada dimensi empathy, skor
tertinggi pada sopan santun dan terendah pada penciptaan kesan kepada
pasien dan keluarganya.
e. Dimensi Tangible
Pada dimensi tangible rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Tangible
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kecanggihan peralatan 2,96
2 Kecukupan fasilitas 3,03
3 Profesionalisme perawat 3,08 4 Keseuaian peralatan dengan
kebutuhan 2,99
5 Sarana komunikasi 2,96
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
Berdasarkan gambar 7, nampak bahwa pada dimensi tangible, skor
tertinggi pada profesionalisme perawat dan terendah pada penciptaan sarana
komunikasi dan kecanggihan peralatan.
2. Kinerja
Rata-rata skor kinerja perawat berdasarkan hasil penilaian atasan perawat
adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kinerja Perawat
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kecepatan 3,05
2 Kepatuhan pada peraturan 2,99
3 Kompetensi 2,99
4 Kreatifitas 3,13
5 Kerja sama 3,09
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram sebagai berikut :
3,05
44
Berdasarkan gambar 8 nampak bahwa kinerja perawat, skor tertinggi pada
kreatifitas dan terendah pada kompetensi dan kepatuhan pada peraturan di
rumah sakit.
3. Kepuasan Pasien
Rata-rata skor kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan perawat
adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kepuasan pasien
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1 Kepuasan pada jasa pengobatan dan
perawatan 3,05
2 Kepuasan pada keseluruhan jasa
kesehatan yang diberikan rumah sakit 3,10 3 Kepuasan pada peralatan yang
dimiliki oleh rumah sakit 3,04
4 Kecepatan pelayanan 3,03
5 Ketepatan 2,97
6 Kepuasan pada pelayanan 2,99
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram berikut ini :
3,05
Pada gambar 9 nampak bahwa kepuasan pasien, skor tertinggi pada jasa
rumah secara keseluruhan dan terendah pada ketepatan.
A. Uji Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
Untuk melakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode statistik
parametris maka data yang digunakan harus terdistribusi normal. Hasil uji
normalitas disajikan dalam lampiran 7. Normalitas data dapat diketahui dari uji
Kolomogorov Smirnov yang hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Metode Uji Kolomogorov Smirnov
No. Variabel Z P-Value
1. Reliability 0,140 0,001
2. Responsiveness 0,176 0,000
3. Assurance 0,166 0,000
4. Empathy 0,177 0,000
5. Tangible 0,159 0,000
6. Kinerja 0,193 0,000
7. Kepuasan 0,185 0,000
Berdasarkan tabel 10, Z untuk variabel reliability, responsiveness, assurance,
assurance, empathy, tangible, kinerja dan kepuasan kurang dari 1,96 yang. Hal
ini berarti data seluruh variabel terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Untuk membuktikan bahwa antar variabel bebas dalam penelitian tidak
memiliki hubungan yang bermakna (multikolinearitas) dapat dilakukan dengan
menggunakan acuan nilai varian inflation factor (VIF), dengan ketentuan apabila
46
terjadi. Hasil analisis kolinearitas disajikan dalam lampiran 7, menunjukkan
bahwa nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Uji Kolinearitas Untuk Masing-Masing Variabel Bebas dalam Penelitian
Statistik Kolinearitas
Variabel Bebas Tolerance VIF
Reliability ,791 1,264
Responsiveness ,746 1,340
Assurance ,744 1,345
Empathy ,594 1,685
Tangible ,696 1,437
Kinerja ,604 1,656
Berdasarkan tabel 11 nampak bahwa nilai VIF untuk seluruh variabel bebas
penelitian dalam range 0,1 sampai dengan 10, yang berarti tidak terjadi
multikolinearitas antara variabel bebas.
3. Uji Heterokedasitas
Uji heterokedasitas dilakukan dengan menggunakan analisis spearman rho
antara variabel bebas dengan residual. Berdasarkan hasil uji pada lampiran 7
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan residual yang berarti varian data variabel yang dianalisa adalah
homogen.
4. Uji Autokorelasi
Uji gejala autokorelasi dilakukan dengan melihat hasil Durbin Watson. Hasil
Durbin-Watson (d) rata-rata d=2 dengan level signifikansi 0,05 (5%) dan k
(regressor)=5 dan n (observasi)=78 diperoleh nilai dL=1,689; 4-dL= 2,311;
didukung dengan kata lain tidak ada korelasi serial diantara disturbance terms,
sehingga variabel tersebut independen (nonautokorelasi) atau dengan rumus
r=1-d/2, maka r=0, sehingga tidak terjadi autokorelasi serial.
B. Uji Hipotesis
1. Persamaan Regresi
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam lampiran 8, diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Y = 4,39 + 0,21 X11 + 0,14 X12 + 0,08 X13 + 0,24 X14 + 0,20 X15 + 0,08 X2
Keterangan :
X11 = Reliability
X12 = Responsiveness
X13 = Assurance
X14 = Empathy
X15 = Tangible
X2 = Kinerja
Y = Kepuasan Pasien
Berdasarkan persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jika seluruh variabel bebas bernilai 0 maka kepuasan pelanggan sebesar 4,39
satuan.
b. Jika variabel reliability meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,21. Hal ini berarti
48
c. Jika variabel responsiveness meningkat 1 satuan dan variabel lainnya
konstan maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,14. Hal ini
berarti pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
d. Jika variabel assurance meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,08. Hal ini berarti
pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
e. Jika variabel empathy meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,25. Hal ini berarti
pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
f. Jika variabel kinerja meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan maka
variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,10. Hal ini berarti pengaruh
yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
2. Koefisien Determinasi
Besarnya kuat pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat
ditunjukkan oleh nilai R2. Berdasarkan hasil analisis dalam lampiran 8,
besarnya nilai R2 adalah 0,782 atau 78,2%. Hal ini berarti faktor mutu layanan
dan kinerja memberikan pengaruh kepada kepuasan pasien sebesar 78,2%,
sedangkan 11,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor diluar kualitas layanan dan
kinerja perawat.
3. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kinerja terhadap Kepuasan Pasien Secara Simultan
Pengaruh secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja terhadap
kepuasan pasien ditunjukkan oleh nilai F. Besarnya nilai F hasil perhitungan
(F Tabel atau harga kritis F), dengan parameter dk pembilang = 6 -1 -1 = 4 dan
dk penyebut 78, untuk 5% diperoleh nilai F sebesar 2,48. Daerah penerimaan
Ho adalah sebelah kiri harga kritis F, karena F hitung terletak disebelah kanan
harga kritis F (Fhitung > F tabel) maka berada pada daerah penolakan Ho dan
daerah penerimaan H1 yang berarti ada pengaruh yang signifikan
4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat terhadap Kepuasan Pasien Secara Parsial
d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Reliabilitas terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 4,771.
Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada
hubungan kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas terhadap kepuasan
pasien.
e. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Responsiveness terhadap
Kepuasan Pasien
50
Ho : Tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi
responsiveness terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi responsiveness
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan pada lampiran 13.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,485.
Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada
hubungan kualitas layanan pada dimensi responsiveness terhadap kepuasan
pasien.
c. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Assurance terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,635
Karena t hitung < t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti
tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi assurance terhadap
kepuasan pasien.
d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Empathy terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap
kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671
dan t untuk n = 120 sebesar 1,658.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,252
Karena t hitung > t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti ada
hubungan kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap kepuasan
pasien.
e. Hubungan Kualitas pelayanan pada Dimensi Tangible terhadap Kepuasan
Pasien