• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INFORMED CONSENT TERHADAP KECEMASAN DAN PENGETAHUAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH INFORMED CONSENT TERHADAP KECEMASAN DAN PENGETAHUAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH INFORMED CONSENT TERHADAP

KECEMASAN DAN PENGETAHUAN PADA PASIEN PRE

OPERASI HERNIA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S-2 Magester Kesehatan Program Studi Magester Kedokteran Keluarga

Minat Utama

Pendidikan Profesi Kesehatan

Disusun Oleh: TA’ADI S.540907119

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

1

A. Latar Belakang

Konsep pemasaran ini sudah mengalami perkembangan bersamaan dengan

semakin majunya masyarakat dan teknologi. Kalau perusahaan ingin berhasil atau

bahkan dapat hidup terus, ia harus dapat menanggapi cara-cara atau

kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Faktor-faktor ekstern seperti ekologi, politik,

hukum, ekonomi dan sebagainya dapat mempengaruhi program pemasaran

perusahaan. Faktor ketidakpuasan konsumen juga termasuk didalamnya. Adapun

sebab-sebab timbulnya ketidak-puasan konsumen tersebut karena tidak

terpenuhinya harapan mereka. Jadi perusahaan tidak lagi berorientasi kepada

pembeli saja, tetapi berorientasi kepada masyarakat atau manusia. Karena itu

perusahaan berusaha memberikan kemakmuran kepada konsumen dan masyarakat

untuk jangka panjang, maka konsep seperti ini disebut Konsep Pemasaran

Masyarakat (Societal Marketing Concept) atau Konsep Pemasaran Baru.

(Swastha, 2000:57).

Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (BAPELKESMAS) Rumah Sakit

Umum (RSU) “Ngudi Waluyo” Wlingi sebagai rumah sakit umum, menghadapi

tantangan yang cukup berat, baik yang berasal dari lingkungan eksternal maupun

internal. Faktor utama yang menghambat perkembangan BAPELKESMAS RSU

“Ngudi Waluyo” Wlingi adalah Rumah Sakit Pemerintah, sehingga terkesan

memiliki kualitas pelayanan yang kurang baik. Sedangkan faktor lain adalah krisis

(3)

2

akan pentingnya kesehatan sehingga konsumen semakin selektif dalam

menentukan jenis jasa yang akan dikonsumsinya.

Hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang pasien rawat inap di

BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi menunjukkan bahwa 4 pasien

(40%) merasa pelayanan yang diberikan tidak memuaskan, sedangkan 6 pasien

(60%) merasa pelayanan yang diberikan biasa-biasa saja dan tidak ada

keistimewaan tertentu. Sedangkan hasil wawancara dengan pihak manajemen

BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi menunjukkan bahwa kinerja

yang ditunjukkan oleh karyawan tidak pernah memenuhi target, terutama pada

target pendapatan yang telah ditetapkan, misalnya pada tahun 2007 pendapatan

rumah sakit mencapai 95% dari target yang ditetapkan.

Kinerja rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa maka sangat tergantung

dengan pelayanan yang diberikan atau dengan istilah no service no business.

Rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa tentunya sangat tergantung dengan

kredibilitasnya di mata konsumen. Prinsip-prinsip kepuasan penjualan jasa yang

meliputi reliability, responsiveness, tangible, emphaty dan assurance tidak akan

berarti tanpa adanya interpersonal relationship management yang baik. Proses

modifikasi ini tentunya membutuhkan personel-personel dengan kemampuan

lebih agar output proses modifikasi ini sejalan dengan budaya lokal sehingga tidak

terjadi perbenturan antara kepentingan konsumen dengan kepentingan perusahaan.

Mengingat pentingnya pelayanan pada usaha jasa khususnya layanan

BAPELKESMAS RSU “Ngudi Waluyo” Wlingi, dalam menjaring konsumen

(4)

“Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan

Pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi

Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat, menurut pasien sudah

cukup baik ?

2. Apakah pelayanan yang diberikan oleh perawat dapat menciptakan kepuasan

pasien ?

3. Apakah kinerja perawat dalam memberikan pelayanan, menurut atasan perawat,

sudah cukup baik ?

4. Apakah kinerja yang baik menurut atasan perawat dapat menciptakan kepuasan

pasien ?

5. Apakah kinerja perawat yang baik menurut atasan perawat dapat sejalan dengan

kualitas layanan menurut pasien untuk menciptakan kepuasan pasien ?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka

perlu adanya pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini selanjutnya akan

dibatasi mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Dalam hal ini penulis

(5)

4

perawat dan kepuasan pasien, dan subyek penelitian adalah perawat pada ruang

rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dalam

penelitian ini permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien di Badan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi Waluyo”

Wlingi Kabupaten Blitar?

2. Apakah ada hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di Badan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi Waluyo”

Wlingi Kabupaten Blitar?

3. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan

kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit

Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar?

E. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai.

Dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah dalam melakukan

penelitian. Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai oleh peneliti adalah

(6)

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat

dengan kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah

Sakit Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisa ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien

di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum

“Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.

b. Menganalisa hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di

Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum “Ngudi

Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.

c. Menganalisa hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan

kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah

Sakit Umum “Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat sebagai bahan untuk membuktikan secara empiris

mengenai Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan

(7)

6

2. Manfaat Aplikatif

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola rumah sakit

tentang :

a. Kepuasan pasien

b. Kondisi Kualitas Pelayanan menurut pasien

(8)

7

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Kepuasan Pasien

Pelanggan memasuki situasi jual-beli dengan harapan-harapan tertentu.

Pelanggan mempunyai angan-angan tentang perasaan yang ingin mereka

rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi atau ketika mereka

menggunakan barang yang mereka beli maupun ketika menikmati pelayanan

yang telah mereka bayar.

Mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi adalah tujuan utama

pemasaran. Pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak perhatian tercurah pada

konsep kepuasan “total,” yang implikasinya adalah mencapai kepuasan

sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi.

Ketika pelanggan merasa puas akan pelayanan yang didapatkan pada saat

proses transaksi dan juga puas akan barang atau jasa yang mereka dapatkan,

besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan

pembelian-pembelian yang lain dan juga akan merekomendasikan pada teman-teman dan

keluarganya tentang perusahaan tersebut dan produk-produknya. Juga kecil

kemungkinannya mereka berpaling ke pesaing-pesaing perusahaan.

Mempertahankan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu akan membina

hubungan yang baik dengan pelanggan. Hal ini dapat meningkatkan

(9)

8

Namun demikian, perusahaan harus berhati-hati agar tidak terjebak

pada keyakinan bahwa pelanggan harus dipuaskan tak peduli berapapun

biayanya. Tidak semua pelanggan memiliki nilai yang sama bagi Rumah

Sakit. Beberapa pelanggan layak menerima perhatian dan pelayanan yang

lebih dibandingkan pelanggan lain. Ada pelanggan yang tidak akan pernah

memberikan umpan balik tak peduli berapa banyak perhatian yang kita

berikan pada mereka, dan tak peduli berapa puasnya mereka. Dengan

demikian, antusiasme tentang kepuasan pelanggan harus didukung oleh

analisa-analisa yang tajam.

Beberapa penulis memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan.

Spreng et al. (1996) dalam Kotler (2006 : 110) menyatakan bahwa perasaan

puas pelanggan timbul ketika konsumen membandingkan persepsi mereka

mengenai kinerja produk atau jasa dengan harapan mereka. Tse and Wilson

(1988) menyatakan kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon pelanggan

terhadap ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan

sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang

dirasakan setelah pemakaiannya. Lebih jauh lagi Tse and Wilson (1988)

menguraikan dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu

expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance

melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi apabila sebaliknya

maka pelanggan merasa tidak puas. Kotler and Keller (2006:136), menyatakan

bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kekecewaan

(10)

dibandingkan dengan harapannya. Dari beberapa uraian tersebut dapat

diketahui bahwa kepuasan konsumen dihasilkan dari proses perbandingan

antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya, yang menghasilkan

disconfirmation paradigm.

Fornell et al. (1996) dalam dalam Tjiptono (2002 : 310) menyebutkan

bahwa

a. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil evaluasi dari pengalaman konsumsi sekarang yang berasal dari keandalan dan standarisasi pelayanan.

b. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil perbandingan tingkat kepuasan dari usaha yang sejenis.

c. Kepuasan konsumen secara menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman dengan indikator harapan secara keseluruhan, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapan yang berhubungan dengan keterandalan jasa tersebut.

Oliver and De Sarbo (1988 : 77) memandang tingkat kepuasan

(satisfaction) timbul karena adanya suatu transaksi khusus antara produsen

dengan konsumen yang merupakan kondisi psikologis yang dihasilkan ketika

faktor emosi mendorong harapan (expectations) dan disesuaikan dengan

pengalaman mengkonsumsi sebelumnya (perception). Selain itu menurut

Zeithaml et al. (1996 : 54) ”kepuasan pelanggan merupakan perbandingan

antara layanan yang diharapkan (expectations) dengan kinerja (perceived

performnce)”.

Selain teori expectacy disconfirmation model yang sudah dikenal,

masih ada beberapa teori tentang kepuasan yakni equity theory dan atribution

theory. Menurut teori equity, seseorang akan merasa puas bila rasio hasil

(11)

10

dirasakan fair atau adil. Dengan kata lain, kepuasan terjadi apabila konsumen

merasakan bahwa rasio hasil terhadap inputnya (outcome) dibandingkan

dengan input) proporsional terhadap rasio yang sama yang diperoleh orang

lain (Oliver and De Sarbo, 1988), sedangkan atribution theory berasal dari

teori Weiner (1971) yang dikembangkan oleh Oliver and De Sarbo (1988) dan

Engel et al. (1990 : 232). Teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi yang

menentukan keberhasilan atau kegagalan outcome, sehingga dapat ditentukan

apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Ketiga dimensi

tersebut adalah:

a. Stabilitas atau variabilitas. Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen.

b. Locus of causality. Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external atribution) atau dengan pemasar (internal atribution). Internal atribution seringkali dikaitkan dengan kemampuan dan usaha yang dilakukan oleh pemasar, sedangkan external atribution dihubungkan dengan berbagai teori seperti tingkat kesulitan suatu tugas (task difficulty) dan faktor keberuntungan.

c. Controllability. Apakah penyebab tersebut berada dalam kendali ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi.

Menurut Zheithaml and Bitner (2003:87) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain:

(12)

b. Emosi pelanggan. Emosi juga dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa. Emosi ini dapat stabil, seperti keadaan pikiran atau perasaan atau kepuasan hidup. Pikiran atau perasaan pelanggan (good mood atau bad mood) dapat mempengaruhi respon pelanggan terhadap jasa. Emosi spesifik juga dapat disebabkan oleh pengalaman konsumsi, yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap jasa. Emosi positif seperti perasaan bahagia, senang, gembira akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Sebaliknya, emosi negatif seperti kesedihan, duka, penyesalan dan kemarahan dapat menurunkan tingkat kepuasan. Atribusi untuk keberhasilan atau kegagalan jasa.

c. Atribusi – penyebab yang dirasakan dari suatu peristiwa – mempengaruhi persepsi dari kepuasan. Ketika pelanggan dikejutkan dengan hasil (jasa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan), pelanggan cenderung untuk melihat alasan, dan penilaian mereka terhadap alasan dapat mempengaruhi kepuasan. Misalnya, ketika nasabah gagal menarik uang dari ATM maka ia akan mencari alasan mengapa ATM tidak dapat berfungsi. Apabila tidak berfungsinya ATM disebabkan oleh matinya aliran listrik PLN maka hal ini tidak akan mempengaruhi kepuasannya terhadap bank tertentu.

d. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan (equity and fairness). Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kewajaran dan keadilan. Pelanggan bertanya pada diri mereka: Apakah saya diperlakukan secara baik dibandingkan dengan pelanggan lain? Apakah pelanggan lain mendapat pelayanan yang lebih baik, harga yang lebih baik, atau kualitas jasa yang lebih baik? Apakah saya membayar dengan harga yang wajar untuk jasa yang saya beli? Dugaan mengenai equity dan fairness adalah penting bagi persepsi kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa.

e. Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya, kepuasan terhadap perjalanan liburan keluarga adalah fenomena yang dinamis, dipengaruhi oleh reaksi dan ekspresi oleh anggota keluarga selama liburan. Kemudian, apakah ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan anggota keluarga terhadap perjalanan dipengaruhi oleh cerita yang diceritakan kembali diantara keluarga dan memori mengenai suatu peristiwa.

Sedangkan menurut Garvin (dalam Kadir, 2001 : 127) faktor yang sering

digunakan untuk mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk antara lain,

meliputi:

1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product ) yang dibeli.

(13)

12

3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kegagalan atau kerusakan dalam penggunaannya.

4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), yaitu sejauhmana karakteristik desain operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5) Daya tahan (durability) yang berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, dan kemudahan penggunaan, serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7) Estetika, yakni daya tarik produk oleh panca indera.

Kualitas yang dipersepsikan, yakni citra dan reputasi produk serta

tanggungjawab perusahaan terhadapnya. Untuk jasa yang tidak berwujud

(intangible), konsumen umumnya menggunakan atribut (Parasuraman et al.,

dalam Zeithaml and Bitner, 2003:93) seperti berikut:

1) Reliability, yakni kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat.

2) Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggan.

3) Assurance, yakni pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan

4) Empathy, yakni perhatian, pelayanan pribadi yang diberikan kepada pelanggan.

5) Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personalia, dan bahan tertulis.

Para peneliti menyatakan bahwa atribut yang mempengaruhi kepuasan

pelanggan disesuaikan dengan produknya. Misalnya, untuk produk mobil,

atribut yang dipertimbangkan seperti, reliabilitas, serviceability, prestise,

durability, functionality, dan mudah digunakan. Sementara untuk makanan

yang dipertimbangkan misalnya rasa, kesegaran, aroma dan sebagainya

(14)

a. Definisi Konsep Kepuasan

Kepuasan konsumen adalah perasaan puas pelanggan timbul ketika

konsumen membandingkan persepsi mereka mengenai kinerja produk atau

jasa dengan harapan mereka yang merupakan respon pelanggan terhadap

ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya

(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah

pemakaiannya

b. Definisi Operasional Kepuasan Pasien

Kepuasan Pasien yaitu perbedaan antara persepsi dan harapan pasien

terhadap layanan yang diberikan. Indikator yang diukur adalah kepuasan

pasien terhadap pelayanan secara umum dan kepuasan pasien terhadap

pelayanan secara spesifik yaitu :

1) Kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.

2) Kepuasan terhadap kehandalan rumah sakit

3) Kepuasam terhadap kecepatan pelayanan

2. Konsep Kualitas Pelayanan

Difinisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan

dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi

harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988:126) “kualitas

pelayanan adalah quality is the degree of excellence intended, and the control of

variability in achieving that excellence, in meeting the custamer’s requirements”.

(15)

14

layanan merupakan : 1)Consumer perceiptions of service and actual experience

with service. 2) Quality evaluations derive from the service process as well as the

service out come”.

Berdasarkan beberapa difinisi tersebut terdapat kesamaan bahwa kualitas

layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan perbandingan antara

layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja aktual yang diterima

pelanggan.

Parasuraman et. al (dalam Tjiptono,2003:32) mengemukakan model

konseptual mengenai harapan pelanggan terhadap jasa sebagai-berikut:

1. Enduring Service Intensifiers

Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensivitas terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa.

2. Personel need

Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasarkan kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.

3. Transitory service intensifiers

Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa.

4. Perceived Service Alternatives

Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajad pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap jasa cenderung akan semakin besar.

5. Self perceived role

Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajad keterlibatannya mempengaruhi jasa yang diterimanya.

6. Situational factore

Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. 7. ExpIisit service promises

(16)

8. Implicit service promises

Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan.

9. Rekomendasi/saran dan orang lain

Merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan. 10.Pat experience

Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dan yang pernah diterimanya di masa lampau.

Selain itu, Parasuraman, et.al (dalam Kotler,2005:135) mengidentifikasi

lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu:

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan

spesifikasi kualitas.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Kualitas harus dimulai dan kebutuhan pelanggan dan berakhir pada

persepsi pelanggan. Hal itu berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah

berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan

sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pasienlah yang mengkonsumsi dan

menikmati jasa Rumah Sakit. Sehingga merekalah yang seharusnya menentukan

kualitas pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian

menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

Menurut Tjiptono (2003 : 33) pada prinsipnya, ada tiga kunci memberikan

layanan pelanggan unggul:

(17)

16

termasuk di dalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.

2. Pengembangan database yang lebih akurat, daripada pesaing (mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan.

3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dan riset pasar dalam suatu kerangka strategik.

Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, Gronroos

(dalam Tjiptono,2003:71) yaitu:

1) Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas ouput (keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan.

2) Funcional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.

3) Corporate image, yaitu: profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Berdasarkan komponen-komponen di atas dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor -faktor yang

dipergunakan untuk menilai kulitas jasa. Oleh karena pasien terlibat dalam suatu

proses jasa, maka sering kali penentuan kualitas jasa menjadi sangat kompleks.

Dalam membuat kerangka perencanaan strategis dan analisis harus

memperhatikan dimensi-dimensi dan kualitas jasa. Ada delapan dimensi yang

dikembangkan oleh Garvin (dalam Tjiptono, 2003 : 62):

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk ini. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (fealnes) yaitu karaktenistik

sekunder atau pelengkap.

3. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkian kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu sejauh mana karaktenistik desain dan operasi memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelurnnya.

5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.

(18)

produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan

kualitas jasa menurut Gaspersz (1997 : 46) adalah:

a. Ketepatan waktu pelayanan, hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.

b. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.

c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal. d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan

penanganan keluhan dan pelanggan eksternal.

e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan kompelementen lainnya.

f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet dan banyaknya fasilitas pendukung.

g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan.

h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibelitas penanganan permintaan khusus.

i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi.

j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain - lainnya.

Untuk mengukur kualitas layanan ada beberapa dimensi kualitas

pelayanan dapat digunakan. Menurut Parasuraman dalam Jasfar (2005 : 24)

terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kualitas layanan:

1. Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas layanan lainnya untuk keperluan layanan.

2. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan, yang meliputi catatan transaksi yang lengkap, kredibilitas/bonafiditas/citra perusahaan dan daya tarik keunggulan kualitas pelayanan.

(19)

18

pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Reaksi, kesediaan dan sikap tanggap perusahaan kepada pelanggan terdiri dari keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap, misalnya pengiriman slip transaksi tepat waktu dan sebagainya.

4. Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Kemampuan perusahaan memberikan kepastian yang dapat menimbulkan rasa percaya diri pelanggan terhadap perusahaan, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf.

5. Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.

Secara konseptual model kualitas layanan (service quality) tampak pada

gambar berikut:

Gambar 1. Faktor-faktor Kualias Layanan

Sumber : Cronin dan Taylor, 1992. Measuring Service Quality : Rexamination and Etension

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui 2 faktor utama yang

mempengaruhi kaulitas jasa yaitu expected service dan perceived service Apabila

jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang

diharapkan (expected service) maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas

(20)

diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik

tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam

memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Pakar lainnya Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:57) menyatakan bahwa ada

tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa yaitu: outcome related, process

related dan image related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan

menjadi enam unsur:

1. Profesionalisme and skills,

Kriteria pertama ini merupakan outcome related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

2. Aititude and behavior

Kriteria ini adalah process related criteria, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan manaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senag hati. 3. Accessibllity and fleksibility

Kriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem opersional dirancang dan dioperasionalisasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah.

4. ReIiability and trutsworthiness

Kriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

5. Recovery

Kriteria ini masuk dalam process related criteria, pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.

6. Reputation and dredibility

(21)

20

a. Definisi Konsep Kualitas Pelayanan

Kualitas layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan

perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja

aktual yang diterima pelanggan, dalam bentuk upaya pemenuhan kebutuhan

pelanggan dan dinilai berdasarkan persepsi pasien.

b. Definisi Operasional Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan adalah ukuran penilaian menyeluruh dan

perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja

aktual yang diterima pelanggan. Parameter yang diukur adalah 5 dimensi

kualitas layanan yaitu

1) Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan

materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan

pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk

menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas

layanan lainnya untuk keperluan layanan.

2) Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang

dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan

di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu

pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.

4) Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan

(22)

5) Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi

langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan

berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual,

meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,

perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.

3. Konsep Kinerja Perawat

Kinerja adalah permasalahan yang sangat penting dalam suatu organisasi

untuk mengevaluasi kerja karyawan guna menentukan tingkat atribusi dalam suatu

perusahaan/organisasi.

Terdapat dua kategori dasar atribusi:

1. Atribusi bersifat internal atau disponsional (dihubungkan dengan sifat-sifat

orang).

2. Atribusi bersifat eksternal atau situasional (yang dapat dihubungkan dengan

lingkungan seseorang).

Misalnya perilaku (dalam hal ini kinerja kerja) dapat ditelusuri hingga ke

faktor-faktor spesifik seperti kemampuan, upaya, kesulitan, tugas atau nasib baik.

Meskipun demikian sejumlah faktor yang lain dapat juga mempengaruhi kinerja

kerja seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja.

Kinerja dapat didefinisikan sebagai catatan-catatan hasil yang dihasilkan

dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu

tertentu (Bernardin dan Russel, 1993:74).

(23)

22

keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.

Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat

pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan

motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.

Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari

penilaian atas kinerja personil.

Kinerja individu merupakan dasar bagi kinerja organisasi. Oleh karena itu

manajer harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja individu. Ada beberapa faktor yang mengenai kinerja

individu dengan faktor-faktor tersebut maka kinerja antar individu akan berbeda.

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Adkins

(1979:58) terdapat beeberapa faktor pada empat kategori yaitu lingkungan, pasar

perusahaan dan pekerja/karyawan. Ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Lingkungan Pasar Instansi Karyawan

1. Ekonomi 6. Sikap dan tingkah

laku individu

(24)

unit kerja dan karyawannya berfungsi menjalankan kegiatannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya menuju tujuan organisasi.

Masalah evaluasi manajerial mungkin tidak akan mendapat perhatian besar

apabila para manajer sama - sama berupaya menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Biasanya pada kebanyakan perusahaan, mempekerjakan manajer untuk

menjalankan usahanya dan mendelegasikan wewenang pada mereka.

Dengan demikian struktur organisasi memiliki peranan penting dalam

mempengaruhi kinerja pada tingkat organisasi maupun tingkat cabang. Seseorang

yang memegang posisi manajerial, diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja

manajerial, karena berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat

konkrit, sedangkan kinerja manajerial adalah bersifat abstrak dan kompleks.

Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 352 ) dalam menuju ke masa depan, perusahaan umumnya mendasarkan pada perencanaan tujuan yang hendak dicapai dimasa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.

Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat

pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan

motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.

Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari

penilaian atas kinerja personil.

Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama penilaian

kinerja adalah

(25)

24

perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis, program dan anggaran organisasi.

Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak

semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya

diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan,

baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

a. Definisi Konsep Kinerja Perawat

Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama

penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai

sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah

ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang

diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan

manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis,

program dan anggaran organisasi.

b. Definisi Operasional Kinerja Perawat

Kinerja Perawat adalah ukuran pencapaian target dalam

memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien berdasarkan sudut

pandang manajemen rumah sakit. Indikator yang diukur adalah

a. Ketepatan terhadap penerapan standar operasi

b. Kecepatan respon terhadap kebutuhan tindakan

c. Ketepatan respon yang diberikan dan

(26)
(27)

26

4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan Pasien

Day (dalam Tjiptono, 2003:158) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan

adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara

harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang

dirasakan setelah pemakaiannya.

Menurut Kotler (2005:68) terdapat hubungan yang erat antara mutu

produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan.

Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan

pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta (lebih sering) biaya

yang rendah. Sedangkan menurut Tjiptono (2003:69) mutu mempunyai hubungan

yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan

kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.

Mutu layanan sendiri didefinisikan sebagai ukuran penilaian menyeluruh

dan perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja

aktual yang diterima pelanggan. Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:85) menyatakan

bahwa mutu layanan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawan, yaitu

profesonalism and skills, pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan,

sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan

yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

Profesionalism and skills merupakan bagian dari output kinerja yang

diartikan sebagai hasil yang dihasilkan dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau

(28)

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka maka dapat disusun kerangka

pemikiran sebagai berikut :

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Hipotesis yang dikembangkan berdasarkan kerangka pemikiran diatas

adalah :

Ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan kepuasan

pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum ”Ngudi

(29)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSU Ngudi Waluyo

Wlingi Kabupaten Blitar.

Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut, karena lokasi penelitian

merupakan tempat kerja penulis dan merupakan rumah sakit daerah yang sedang

berkembang sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja

perawat RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.

2. Waktu Penelitian

Waktu untuk mengadakan penelitian ini adalah mulai tanggal Juni 2008

sampai dengan Januari 2008, dengan perincian kegiatan sebagai berikut :

Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Penelitian Tesis

No. Kegiatan Waktu Pelaksanakan

1. Pengajuan Judul Juni 2008

2. Penyusunan Pra Proposal Juli – Agustus 2008 3. Persetujuan Pra Proposal Agustus 2008

4. Penyusunan Proposal Agustus 2008

5. Seminar Proposal Agustus 2008

6. Persetujuan Proposal September 2008 7. Penelitian dan penyusunan hasil September – Desember 2008

8. Ujian Tesis Januari 2008

9. Revisi Ujian Januari 2008

(30)

B. Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional asosiatif

dengan pendekatan cross sectional, dimana peneliti melakukan observasi dan

pengukuran variabel sesaat.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Semua perawat pada ruang rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi

Kabupaten Blitar sejumlah 94 orang.

2. Sampel

Sebagian perawat dan pasien rawat inap di RSU Ngudi Waluyo

Wlingi Kabupaten Blitar, dengan jumlah sampel adalah:

n = 2

. 1 Nd

N

= 2

05 , 0 . 94 1

94 

= 76,11336032 ≈ 76 orang 3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah Propotional Random

Sampling yaitu proses pengambilan sampel secara acak dengan jumlah pada

setiap ruangan diambil secara proposional. Proporsi pengambilan sampel

(31)

30

Tabel 3 : Proporsi Pengambilan Sampel Pada Ruang Rawat Inap Bapekesmas RSUD Wlingi Kabupaten Blitar

No. Nama Ruangan Jumlah

Populasi Proporsi

Jumlah Sampel

1 Paviliun 14 11,47 11

2 Edelweis 13 10,65 11

3 Anggrek 13 10,65 11

4 Dahlia I 13 10,65 11

5 Dahlia II 11 9,00 9

6 Wijaya kusuma 12 9,01 9

7 Cempaka 6 4,91 5

8 Bogenvil 12 9,01 9

Jumlah 94 76 76

D. Variabel Penelitian

1. Variabel independen :

a) Kualitas Pelayanan (X1)

1) Reliability (X1.1)

2) Responsiveness (X1.2)

3) Assurance (X1.3)

4) Tangible (X1.4)

5) Empathy (X1.5)

b) Kinerja Perawat (X2)

2. Variabel dependen : Kepuasan Pasien (Y)

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai

(32)

1. Komunikasi, baik komunikasi langsung maupun tidak langsung.

a. Untuk komunikasi tidak langsung peneliti menggunakan instrument

angket/ kuesioner.

Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun untuk

diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk

memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan

tujuan penelitian. Kuesioner untuk penelitian disajikan dalam lampiran

4.

b. Sedangkan komunikasi langsung dilakukan dengan cara wawancara/

interview.

Interview adalah suatu proses memperoleh informasi untuk tujuan

penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung antara

peneliti dengan responden maupun pihak yang terkait. Teknik ini

digunakan untuk mencari data yang belum terjawab dalam angket atau

jawaban yang masih diragukan. Pedoman wawancara bisa dilihat pada

lampiran 4.

Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara

dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas berikut ini :

1) Validitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam

suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu

(33)

32

variabel tertentu. Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada

hasil output SPSS.

Menurut Bhuono Agung Nugroho ( 2005 : 68 ) bahwa dalam menilai

kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai

Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan.

Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang

merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > r-tabel.

Metode pengukuran yang digunakan yaitu Repeated Measure

(berulang), artinya pengukuran dilakukan berulang sampai

benar-benar valid.

Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang

Anggrek dan 5 kepala ruangan rawat inap Bapelkesmas RSU Ngudi

Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh hasil seluruh pertanyaan instrument

penelitian adalah valid.

2) Reliabilitas

Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap

berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat atau kuesioner.

Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) reliabelitas adalah

ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam megukur

gejala yang sama dilain kesempatan. Jadi reliabelitas adalah ukuran

yang menunjukkan kestabilan dalam mengukur. Kestabilan disini

berarti kuesioner tersebut konsisten jika digunakan untuk mengukur

(34)

Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) dengan metode One

Shot dilakukan dengan metode Cronbach Alpha lebih besar dari

0,60. Dalam Uji Reliabelitas, demikian juga Bhuono Agung Nugroho

( 2005 : 72 ) menyatakan bahwa reliabelitas suatu konstruk variabel

dikatakan baik jika memiliki Cronbach Alpha > 0,60. Lain halnya

menurut A.Abu Hamid ( 1998 ) dalam Arif Pratista ( 2005 : 43 )

menyatakan jika hendak mengambil keputusan-keputusan kelompok,

maka variabel dikatakan reliable ( ajeg ) jika mempunyai koefisien

relibelitas alpha sebesar 0,5 atau lebih. Dan untuk mengambil

keputusan individu maka keajegan minimum yang diperbolehkan

adalah sebesar 0,90.

Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang

Anggrek Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh

hasil seluruh pertanyaan adalah reliabel.

Hasil uji validitas dsn reliabilitas selengkapnya dapat dilihat dlam

lampiran 5.

F. Teknik Analisa Data

1. Uji Prasyarat Analisis

a. Normalitas Data

Untuk melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji

analisis statistik parametris, data yang akan diuji harus terdistribusi

(35)

34

metode kolmogorov smirnov dengan taraf signifikan 5%, sehingga

kelompok data yang memiliki distribusi normal apabila nilai z hasil

analisis < 1,96.

b. Multikonearitas

Multikonearitas adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya

hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau

semua variabel independen dari model yang diteliti

(Damodar,1995:39)

Cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas menurut Hair

dkk (1995) yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation

Factor (VIF). Apabila nilai VIF berapa pada kisaran 0,10 sampai 10

maka tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika tidak berada pada

kisaran tersebut maka terjadi multikolinearitas. (Murtiyani,2001:72).

c. Heteroskedastisitas

Adalah varian tiap unsur disturbance uji, yang muncul dalam fungsi

regresi itu bersifat homokedasitas yaitu semua gangguan memiliki

varian yang sama. Model regresi yang baik tidak mempunyai

heteroskedastisitas. Dengan adanya asumsi ini dapat dilakukan dengan

menggunakan uji Spearman rank correlation. Korelasi ranking

Spearman darat dihitung dengan formula :

(36)

Pengujian ini menggunakan distribusi t dengan membandingkan nilai t

hitung dengan t tabel. Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka

pengujian menolak hipotesis nol (H0) yang menyatakan tidak terdapat

heteroskedasisitas pada model regresi. Nilai t hitung dapat ditentukan

dengan formula:

Dengan degree of freedom (d.f) = N-2

Keterangan :

rs = Korelasi rangking Spearman

d1 = Selisih rangking standar deviasi (S) dan ranking nilai mutlak error (e). nilai e = Y - Y

N = Banyaknya sampel t = t hitung (Algifari,1997) d. Autokorelasi

Adalah korelasi antara anggota sampel yang diurutkan berdasarkan

waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada observasi

yang menggunakan catatan seri. Konsekuensi adanya autokorelasi

dalam suatu model regresi adalah varian sampel tidak dapat

menggambarkan varian populasinya. Lebih jauh lagi, model regresi

yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai varian

dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk mendiaknosis

adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui

(37)

36

2. Analisis Deskriptif

Analisis yang digunakan untuk menghasilkan gambaran dari data

yang telah terkumpul berdasarkan jawaban responden adalah melalui

distribusi item dari masing-masiang variable. Penyajian data yang telah

terkumpul pembahasannya secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan

tabel frekuensi.

3. Teknik Analisis Regresi Linear

Untuk mengetahui kuat pengaruh masing-masing variabel bebas

terhadap variabel terikat, dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi

liner berganda dalam persamaan sebagai berikut:

Y= a + b1x11 + b2 x12 + b3 x13+ b4 x14+ b4 x15++ b4 x2

Keterangan : Y = Kepuasan Pasien

bn = Koefisien regresi peubah bebas Xn = Peubah bebas

e = Kesalahan (error) a = Interception Point

4. Uji Hipotesis

a. Uji F merupakan pengujian yang mengukur seberapa besar hubungan

variabel bebas (x1x2) secara bersama-samaa terhaadap variabel terikat

(y).

b. Uji t merupakan pengujian distribusi serangkaian sampel dengan suatu

(38)

37

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Berikut ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan

di Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi selama bulan September sampai

dengan Oktober 2008 dengan jumlah responden 78 perawat sesuai dengan kriteria

pengambilan sampel. Hasil penyajian data ini diperoleh rnelalui pengisian

kueisoner oleh responden mengenai variabel Kualitas Layanan, Kinerja, dan

Kepuasan Pasien. Gambaran umum Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi

Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut :

Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Wlingi terletak di Jl. Dr.

Sucipto no 5 Kecarnatan Wlingi Kabupaten Blitar. Rumah sakit tipe B

terakreditasi yang menyediakan layanan kesehatan umum baik rawat inap maupun

rawat jalan. Pelayanan rawat jalan meliputi poli umum, poli dalam, poli bedah,

poli mata, poli paru, poli kulit dan kelamin, poli kandungan, poli anak. Sedangkan

rawat inap terdiri dari bangsal anak, bangsal penyakit dalam ruang Dahlia I

(MPKP) dan ruang Dahlia II, ruang ICU dan ruang ICCU (Wijaya Kusuma),

ruang Cempaka, ruang Edelwais, ruang Flamboyan dan Bugenfile. Fasilitas lain

yang disediakan rumah sakit antara lain unit radiology, unit laboratorium patologi

klinik, dan kamar jenasah. Rumah sakit ini dipimpin oleh kepala badan dan

(39)

38

B. Deskripsi Data Penelitian

Data hasil penelitian yang disajikan dalam lampiran 6, kemudian dianalisis

secara deskriptif dengan mencari rata-rata jawaban responden untuk setiap item

pertanyaan. Hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Kualitas Layanan

a. Dimensi Reliability

Pada dimensi reliability rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Reliability

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kesesuaian pelayanan yang diberikan

dengan harapan pasien 3,06 2 Kepercayaan pasien pada rumah sakit 3,04

3

Kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien pernah

mendapat pelayanan 2,99

4 Kesesuaian dengan informasi yang

diberikan 3,10

5 Kebenaran diagnosa 3,05

Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :

3,06

(40)

Diagram batang dalam gambar 3 menunjukkan bahwa pada dimensi

reliability, skor tertinggi pada kesesuaian pelayanan dengan informasi dan

terendah pada kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien

pernah mendapat pelayanan.

b. Dimensi Responsiveness

Pada dimensi responsiveness rata-rata skor penilaian hasil jawaban

responden adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Responsiveness

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kelengkapan informasi 3,05

2 Kecepatan respon perawat 2,90 3 Keramahan dan kesabaran perawat 3,13

4 Kesiagaan perawat 3,00

5 Tanggung jawab perawat 3,03

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disusun diagram batang sebagai

berikut :

(41)

40

Berdasarkan gambar 4, nampak bahwa pada dimensi responsiveness, skor

tertinggi pada keramahan dan kesabaran perawat, dan terendah pada

kecepatan respon perawat.

c. Dimensi Assurance

Pada dimensi assurance rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Assurance

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kenyamanan rumah sakit 3,01

2 Kesantunan perawat 3,00

3 Kemampuan memberikan informasi 3,04

4 Perhatian pada pasien 3,14

5 Kepedulian perawat 3,00

Berdasarkan tabel diatas dpat disusun diagram batang berikut ini :

3,01 3

(42)

Berdasarkan gambar 5, nampak bahwa pada dimensi assurance, skor

tertinggi pada perhatian pada pasien, dan terendah pada kepedulian dan

kesantunan perawat.

d. Dimensi Empathy

Pada dimensi empathy rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Empathy

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kesan yang diberikan pada pasien 2,95 2 Pemahaman pada kebutuhan pasien 3,09 3 Pengertian pada pasien dan keluarga 2,96

4 Sopan santun 3,14

5 Kepedulian perawat 3,09

Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :

2,95

(43)

42

Berdasarkan gambar 6 nampak bahwa pada dimensi empathy, skor

tertinggi pada sopan santun dan terendah pada penciptaan kesan kepada

pasien dan keluarganya.

e. Dimensi Tangible

Pada dimensi tangible rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Tangible

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kecanggihan peralatan 2,96

2 Kecukupan fasilitas 3,03

3 Profesionalisme perawat 3,08 4 Keseuaian peralatan dengan

kebutuhan 2,99

5 Sarana komunikasi 2,96

Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :

(44)

Berdasarkan gambar 7, nampak bahwa pada dimensi tangible, skor

tertinggi pada profesionalisme perawat dan terendah pada penciptaan sarana

komunikasi dan kecanggihan peralatan.

2. Kinerja

Rata-rata skor kinerja perawat berdasarkan hasil penilaian atasan perawat

adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kinerja Perawat

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kecepatan 3,05

2 Kepatuhan pada peraturan 2,99

3 Kompetensi 2,99

4 Kreatifitas 3,13

5 Kerja sama 3,09

Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram sebagai berikut :

3,05

(45)

44

Berdasarkan gambar 8 nampak bahwa kinerja perawat, skor tertinggi pada

kreatifitas dan terendah pada kompetensi dan kepatuhan pada peraturan di

rumah sakit.

3. Kepuasan Pasien

Rata-rata skor kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan perawat

adalah sebagai berikut :

Tabel 10. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kepuasan pasien

No Pertanyaan Skor rata-Rata

1 Kepuasan pada jasa pengobatan dan

perawatan 3,05

2 Kepuasan pada keseluruhan jasa

kesehatan yang diberikan rumah sakit 3,10 3 Kepuasan pada peralatan yang

dimiliki oleh rumah sakit 3,04

4 Kecepatan pelayanan 3,03

5 Ketepatan 2,97

6 Kepuasan pada pelayanan 2,99

Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram berikut ini :

3,05

(46)

Pada gambar 9 nampak bahwa kepuasan pasien, skor tertinggi pada jasa

rumah secara keseluruhan dan terendah pada ketepatan.

A. Uji Persyaratan Analisis

1. Uji Normalitas

Untuk melakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode statistik

parametris maka data yang digunakan harus terdistribusi normal. Hasil uji

normalitas disajikan dalam lampiran 7. Normalitas data dapat diketahui dari uji

Kolomogorov Smirnov yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Metode Uji Kolomogorov Smirnov

No. Variabel Z P-Value

1. Reliability 0,140 0,001

2. Responsiveness 0,176 0,000

3. Assurance 0,166 0,000

4. Empathy 0,177 0,000

5. Tangible 0,159 0,000

6. Kinerja 0,193 0,000

7. Kepuasan 0,185 0,000

Berdasarkan tabel 10, Z untuk variabel reliability, responsiveness, assurance,

assurance, empathy, tangible, kinerja dan kepuasan kurang dari 1,96 yang. Hal

ini berarti data seluruh variabel terdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Untuk membuktikan bahwa antar variabel bebas dalam penelitian tidak

memiliki hubungan yang bermakna (multikolinearitas) dapat dilakukan dengan

menggunakan acuan nilai varian inflation factor (VIF), dengan ketentuan apabila

(47)

46

terjadi. Hasil analisis kolinearitas disajikan dalam lampiran 7, menunjukkan

bahwa nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Hasil Uji Kolinearitas Untuk Masing-Masing Variabel Bebas dalam Penelitian

Statistik Kolinearitas

Variabel Bebas Tolerance VIF

Reliability ,791 1,264

Responsiveness ,746 1,340

Assurance ,744 1,345

Empathy ,594 1,685

Tangible ,696 1,437

Kinerja ,604 1,656

Berdasarkan tabel 11 nampak bahwa nilai VIF untuk seluruh variabel bebas

penelitian dalam range 0,1 sampai dengan 10, yang berarti tidak terjadi

multikolinearitas antara variabel bebas.

3. Uji Heterokedasitas

Uji heterokedasitas dilakukan dengan menggunakan analisis spearman rho

antara variabel bebas dengan residual. Berdasarkan hasil uji pada lampiran 7

menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan residual yang berarti varian data variabel yang dianalisa adalah

homogen.

4. Uji Autokorelasi

Uji gejala autokorelasi dilakukan dengan melihat hasil Durbin Watson. Hasil

Durbin-Watson (d) rata-rata d=2 dengan level signifikansi 0,05 (5%) dan k

(regressor)=5 dan n (observasi)=78 diperoleh nilai dL=1,689; 4-dL= 2,311;

(48)

didukung dengan kata lain tidak ada korelasi serial diantara disturbance terms,

sehingga variabel tersebut independen (nonautokorelasi) atau dengan rumus

r=1-d/2, maka r=0, sehingga tidak terjadi autokorelasi serial.

B. Uji Hipotesis

1. Persamaan Regresi

Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam lampiran 8, diperoleh

persamaan sebagai berikut :

Y = 4,39 + 0,21 X11 + 0,14 X12 + 0,08 X13 + 0,24 X14 + 0,20 X15 + 0,08 X2

Keterangan :

X11 = Reliability

X12 = Responsiveness

X13 = Assurance

X14 = Empathy

X15 = Tangible

X2 = Kinerja

Y = Kepuasan Pasien

Berdasarkan persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Jika seluruh variabel bebas bernilai 0 maka kepuasan pelanggan sebesar 4,39

satuan.

b. Jika variabel reliability meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan

maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,21. Hal ini berarti

(49)

48

c. Jika variabel responsiveness meningkat 1 satuan dan variabel lainnya

konstan maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,14. Hal ini

berarti pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.

d. Jika variabel assurance meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan

maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,08. Hal ini berarti

pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.

e. Jika variabel empathy meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan

maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,25. Hal ini berarti

pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.

f. Jika variabel kinerja meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan maka

variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,10. Hal ini berarti pengaruh

yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.

2. Koefisien Determinasi

Besarnya kuat pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat

ditunjukkan oleh nilai R2. Berdasarkan hasil analisis dalam lampiran 8,

besarnya nilai R2 adalah 0,782 atau 78,2%. Hal ini berarti faktor mutu layanan

dan kinerja memberikan pengaruh kepada kepuasan pasien sebesar 78,2%,

sedangkan 11,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor diluar kualitas layanan dan

kinerja perawat.

3. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kinerja terhadap Kepuasan Pasien Secara Simultan

Pengaruh secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja terhadap

kepuasan pasien ditunjukkan oleh nilai F. Besarnya nilai F hasil perhitungan

(50)

(F Tabel atau harga kritis F), dengan parameter dk pembilang = 6 -1 -1 = 4 dan

dk penyebut 78, untuk  5% diperoleh nilai F sebesar 2,48. Daerah penerimaan

Ho adalah sebelah kiri harga kritis F, karena F hitung terletak disebelah kanan

harga kritis F (Fhitung > F tabel) maka berada pada daerah penolakan Ho dan

daerah penerimaan H1 yang berarti ada pengaruh yang signifikan

4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat terhadap Kepuasan Pasien Secara Parsial

d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Reliabilitas terhadap Kepuasan

Pasien

Hipotesis pada pengujian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas

terhadap kepuasan pasien.

H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas

terhadap kepuasan pasien.

Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung

lebih dari t tabel.

Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 4,771.

Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada

hubungan kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas terhadap kepuasan

pasien.

e. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Responsiveness terhadap

Kepuasan Pasien

(51)

50

Ho : Tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi

responsiveness terhadap kepuasan pasien.

H1 : Ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi responsiveness

terhadap kepuasan pasien.

Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung

lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan  5%

dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan pada lampiran 13.

Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,485.

Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada

hubungan kualitas layanan pada dimensi responsiveness terhadap kepuasan

pasien.

c. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Assurance terhadap Kepuasan

Pasien

Hipotesis pada pengujian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance

terhadap kepuasan pasien.

H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance

terhadap kepuasan pasien.

Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung

lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan  5%

dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671

(52)

Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,635

Karena t hitung < t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti

tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi assurance terhadap

kepuasan pasien.

d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Empathy terhadap Kepuasan

Pasien

Hipotesis pada pengujian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy

terhadap kepuasan pasien.

H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap

kepuasan pasien.

Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung

lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan  5%

dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671

dan t untuk n = 120 sebesar 1,658.

Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,252

Karena t hitung > t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti ada

hubungan kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap kepuasan

pasien.

e. Hubungan Kualitas pelayanan pada Dimensi Tangible terhadap Kepuasan

Pasien

Gambar

gambar berikut:
Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Gambar  2. Kerangka Pikir
Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Penelitian Tesis
+7

Referensi

Dokumen terkait

berupa kapital, sumberdaya alam, lokasi berusaha, informasi pasar dan teknolosgi produksi.. 3) Lemahnya kemampuan masyarakat kecil untuk mengembangkan kelembagaan

(  NB 1.4) Kurang mampu memonitor diri sendiri berkaitan dengan Kurangnya pengetahuan terkait zat gizi dan makanan, tidak mampu membaca, minimnya dukungan keluarga ditandai dengan

19 KP MELAYU KP MELAYU KP MELAYU SUDIRMAN DUKUH ATAS SUDIRMAN SUDIRMAN DUKUH ATAS DUKUH ATAS BUSWAY BUSWAY MRT (SUBWAY) MRT (SUBWAY) SERPONG / BSD SERPONG / BSD KOTA /

Skala foto udara vertikal hampir sama pada setiap bagian, karena itu lebih mudah melakukan pengukuran-pengukuran di atasnya, dan hasil yang diperoleh lebih teliti.. Menentukan arah

Analisa stuktur menggunakan alat bantu software ETABS v9.7.1 .Tujuan akhir dalam studi perbandingan ini diperoleh sistem rangka bresing konsentrik menggunakan

101 Muhammad Jamal Sedangkan panjang total udang windu yang tertangkap pada trammel net monofilamen dengan mesh size 1,50 inci sebagian besar berada pada kisaran 136-140

Penulisan skripsi yang berjudul “Pola Hubungan Sosial Ekonomi Petani Kemenyan dengan Toke si Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbahas”, berawal dari

ion yang digunakan maka dilakukan pembuatan lembaran katoda dengan material. aktif serbuk LiFe 0.7 Mn 0.2 Ni 0.1 PO 4 /C dengan perlakuan variasi suhu