• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penagihan Pajak

Dalam dokumen PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PA (Halaman 27-47)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Penagihan Pajak

2.3.1. Pengertian Penagihan Pajak

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapaat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda.

Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Dalam pelaksanaannya penegihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajaknya.

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penagihan) di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus

20

atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.

Definisi lain menurut Mardiasmo (2006:113), yaitu Penagihan pajak adalah kegiatan yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderan.

Sedangkan menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pecegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak atau fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak dengan melaksanakan pengiriman surat peringatan, surat teguran, penyitaan dan pelelangan.

Dasar penagihan pajak, antara lain: a. Surat Tagihan Pajak (STP) b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

21

d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) e. Surat Keputusan Pembetulan

f. Putusan Banding

g. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

h. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

i. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) j. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang

Bayar (SKBKB)

k. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)

l. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) m. Surat Ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak

2.3.2. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak di antaranya adalah : a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP

b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar

c. Mengisi dengan benar SPT dan memasukan ke KPP dalam batas waktu yang telah ditentukan

d. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan e. Jika diperiksa wajib:

22

1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan wajib pajak, atau objek yang terhutang pajak

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan f. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau

dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Hak-hak Wajib Pajak diantaranya adalah sebagai berikut: a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding

b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat

ketetapan pajak

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

h. Mengajukan permohonan pengahapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetepan yang salah

23

j. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh 21 kepada pemotong pajak, mengajukan surat keberatan dan surat permohonan pajak

2.3.3. Tindakan Penagihan Pajak

Tindakan penagihan pajak dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.

Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk tindakan penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.

a. Penagihan pasif

Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara memberikan himbauan kepada Wajib Pajak agar melakukan pembayaran pajak sebelum tanggal jatuh tempo. Penagihan pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar. Penagihan pasif merupakan tugas

24

pengawasan fiskus atau kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

b. Penagihan aktif

Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP, SKPKB, SKPKBT dimana Undang-undang telah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran yaitu 1 bulan terhitung mulai dari STP, SKPKB, SKPKBT diterbitkan. Jika dalam jangka waktu 30 hari utang pajak belum juga dilunasi maka 7 hari setelah tanggal jatuh tempo akan dilakukan tindakan penagihan pajak yang di awali dengan menerbitkan surat teguran dan melaksanakan surat paksa.

Penagihan aktif ini merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif, dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi juga akan diikuti dengan tindakan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

2.3.4. Prosedur Penagihan dengan Surat Paksa

Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui juru sita pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan

25

terakhir yang dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:

a. Surat Teguran

Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo.

Definisi surat teguran menurut Rusdji (2005:23), yaitu surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur Wajib Pajak agar melunasi utang pajaknya.

Definisi surat teguran menurut Suandy (2005:15), yaitu surat yang diterbitkan untuk memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu 7 hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya. Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000 Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung

26

pajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

b. Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak.

Apabila Wajib Pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.

Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang berbunyi: Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak

Sedangkan menurut Rusdji (2005:25), yaitu surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.

27

Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya.

Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki cirri-ciri dan kriteria tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-undang no.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian kepalanya bertuliskan “Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:

1) Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak 2) Dasar penagihan

3) Besarnya utang pajak 4) Perintah untuk membayar

Selain kriteria di atas, surat paksa juga mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan peradilan dan tidak dapat digunakan untuk mengajukan banding

2) Mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte, yaitu putusan peradilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

28

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihannya 4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan

Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Pasal 8 ayat 1 menerangkan tentang sebab-sebab penerbitan surat paksa, yaitu:

1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1) Penanggung pajak

2) Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai

3) Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi

29

4) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal

2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa dan apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

c. Surat Penyitaan

Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi

30

dalam jangka waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak.

Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.

Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Dengan Surat Paksa, Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggungan pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Sedangkan penyitaan menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian tindakan dari juru sita pajak yang dibantu oleh 2 orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan.

Undang-undang no.19 tahun 2000 Pasal 14 ayat 1 menjelaskan bahwa penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik Wajib Pajak yang berada di tempat tinggal, di tempat usaha, di tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk penguasaannya yang berada di tangan pihak lain yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berupa:

1) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu

31

2) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran ataupun bentuk lainnya. Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan

beserta peralatan memasak yang berada di rumah

c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperbolehkan dari Negara

d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan

e) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah

f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan Surat

32

Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan pajak.

Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali terhadap:

1) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak 2) Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang

tersebut

3) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan

Penyitaan tambahan dapat dilaksakan apabila:

1) Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak

2) Hasil pelelangan barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dengan didampingi oleh 2 orang saksi, penduduk Indonesia yang telah dewasa, yang dikenal juru sita pajak dan dapat dipercaya

33

(undang-undang No 19 tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa). Tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak

Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi. Jika penanggung pajak adalah badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung pajak, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat ditempelkan di tempat umum dan berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak atas barang yang disita atau diberi segel sita.

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Hal lainnya yang dapat disita diatur dengan peraturan pemerintah.

Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Peradilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

34

d. Lelang

Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap dapat dilakukan.

Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya dan terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib Pajak atau penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.

Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui pengumpulan calon pembeli.

1) Syarat-syarat lelang

Syarat yang terkandung dalam pengertian lelang adalah: a) Lelang dilakukan dimuka umum

35

c) Lelang dilakukan dihadapan pejabat d) Lelang dilakukan dengan penawaran harga

e) Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat f) Lelang ditutup dengan berita acara

2) Pejabat lelang dan fungsinya

a) Pejabat lelang atau juru lelang terdiri atas: (1) Juru lelang juru kelas 1

(a) Pejabat pemerintah yang diangkat oleh menteri keuangan, khusus untuk petugas lelang.

(b) Penerima uang kas negara, yang kepadanya ditugaskan sebagai juru lelang.

(2) Juru lelang yang kedua

(a) Pejabat negara, pejabat lelang menjadi saksi terjadinya lelang, baik bagi penjual pemiliki maupun pemegang yang menjabat pekerjaan yang dikaitkan dengan jabatan juru lelang.

(b) Orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini. b) Fungsi pejabat lelang atau juru lelang adalah :

(1) Sebagai pemimpin lelang

Pejabat lelang merupakan pejabat yang berwenang melaksanakan lelang. Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau

36

wakilnya yang ditujukan untuk menghadiri lelang hanya mendampingi pejabat lelang

(2) Sebagai hakim juri dalam lelang.

Jika dalam pelaksanaan lelang terjadi kesalahpahaman atau ketidakjelasan atau terjadi kericuhan, pejabat lelang harus bisa mengatasi itu.

(3) Sebagai saksi dalam lelang

Pejabat lelang menjadi saksi terjadinya lelang, baik bagi penjual, pemilik maupun pemegang kuasa atau pembeli.

(4) Sebagai comtable lelang.

Pejabat lelang melaksanakan tugas pemungutan uang untuk kas negara berupa bea lelang untuk penerimaan pajak tidak langsung lainnya dan uang miskin untuk penerimaan Departemen Sosial.

3) Persiapan lelang

Sebelum dilaksanakan lelang, pejabat terlebih dahulu melakukan pengumuman mass media. Pengumuman lelang ini diumumkan sekurang-kurangnya 14 hari setelah penyitaan.

a) Permintaan jadwal waktu dan tempat lelang

Jika setelah 14 hari sejak tanggal surat perintah pelaksanaan penyitaan wajib pajak atau penanggung pajak belum juga melunasi hutang pajaknya maka pejabat mengajukan permintaan penetapan

37

tanggal dan tempat pelelangan kepada Kantor Lelang Negara setempat.

b) Pengeluaran Surat Pemberitahuan

Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangan setelah mendapat kepastian tentang tanggal dan tempat akan diselenggarakan pelelangan, maka juru sita pajak segera memberitahuan hal tersebut kepada wajib pajak atau penanggung pajak secara tertulis dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan kapan dilaksanakan pelelangan atau kesempatan terakhir kepada wajib pajak.

4) Pelaksanaan Lelang

Juru sita pajak datang ketempat dimana barang-barang sitaan itu akan dilelang untuk mendampingi juru lelang. Sesaat sebelum pelelangan dimulai sebaiknya juru sita pajak menanyakan kepada wajib pajak apakah utang pajaknya telah dilunasi, maka pelelangan dibatalkan dan apabila tidak maka pelelangan segera dilakukan. Juru lelang mengumumkan kepada para calon pembeli tentang syarat-syarat apa yang harus dipenuhi serta cara-cara penawarannya. Wajib pajak berhak menentukan urutan nama barang-barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambah dengan biaya penagihannya maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan dengan segera dengan wajib pajak.

38

Setelah selesai pelelangan, maka kantor lelang, juru sita atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan melaporkan kepada atasannya dengan membuat laporan hasil pelaksanaan lelang maka pengumuman lelang dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam media masa, media cetak, atau media elektronik yang bersangkutan.

5) Pembatalan Lelang

Apabila wajib pajak melunasi utang pajak serta biaya penagihannya sesudah pengumuman lelang dimuat dimedia masa, media

Dalam dokumen PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PA (Halaman 27-47)

Dokumen terkait