• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Instrumen Dalam Ensambel Musik Tradisi Karo

BAB III PERANAN JASA TARIGAN DALAM KESENIAN KARO

3.2 Penambahan Instrumen Dalam Ensambel Musik Tradisi Karo

Pada awal tahun 1980, seorang musisi tradisional Karo, yaitu Jasa Tarigan melakukan eksperimen dengan menggabungkan alat musik Kulcapi dengan Gendang Lima Sendalanen dalam seni pertunjukan tradisional masyarakat Karo, yaitu Gendang guro-guro aron. Awalnya, Kulcapi adalah alat musik pembawa melodi

dalam ensambel Gendang telu sendalanen, sementara itu alat musik pembawa melodi dalam Gendang Lima Sendalanen adalah Sarune. Sebelumnya pada akhir tahun 1970an, Gendang Lima Sendalanen yang terdiri dari alat musik: Sarune, Gendang singanaki, Gendang singindungi, Penganak dan Gung masih merupakan ensambel musik tradisional masyarakat Karo yang biasa digunakan dalam kesenian tradisional Karo.

Selanjutnya, dengan kemampuan dan kreativitas yang dimilikinya, Jasa Tarigan menggabungkan instrumen Kulcapi dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks Gendang guro-guro aron. Dalam hal ini Kulcapi dimainkan secara bergantian dengan Sarune sebagai alat musik pembawa melodi. Pergantian alat musik ini juga tidak bersifat permanen dalam satu pertunjukan Gendang guro-guro aron, karena dalam setiap pertunjukannya, kedua instrumen tersebut tetap akan dibawa dan penggunaannya dimainkan secara berganti-gantian dalam membawakan melodi lagu.

Dengan digunakannya Kulcapi sebagai pembawa melodi dalam Gendang Lima Sendalanen, maka konsep atau terminologi Gendang Lima Sendalanen sebagai suatu ensambel musik tradisional Karo menjadi rancu, karena di depan telah dijelaskan bahwa Gendang Lima Sendalanen terdiri dari instrumen: Sarune, Gendang singanaki, Gendang singindungi, Penganak dan Gung, sementara Kulcapi memiliki ensembel dan konteks tersendiri, yaitu Gendang telu sendalanen dan konteksnya adalah Erpangir ku lau.

Agar lebih memudahkan penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi untuk menyebutkan percampuran antara Kulcapi dengan Gendang singanaki, gendang singindingi, Penganak dan

Gung (Gendang Lima Sendalanen). Artinya, secara ensambel tetap merupakan ensambel Gendang Lima Sendalanen sementara Kulcapi hanya sebagai tambahan instrumen.

Kemudian, sekitar tahun 1970an, sebelum Kulcapi digabungkan dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks Gendang guro-guro aron, lagu-lagu diluar lagu tradisi Karo sudah mulai digunakan, seperti lagu: Seringgit si dua Kupang, Mak Inang (lagu tradisi melayu) dan lain-lain. Selanjutnya ketika Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi hadir dan memainkan lagu-lagu tersebut, orang-orang yang mendengar merasa lebih senang. Selain itu lagu-lagu pop daerah Karo yang biasanya dimainkan group band Karo, juga dapat dimainkan dengan baik menggunakan Kulcapi sebagai pembawa melodi. Secara tidak langsung penggunaan Kulcapi tersebut mendapat perhatian lebih dari masyarakat Karo, khususnya kalangan muda-mudi. Oleh karena itu, Gendang guro-guro aron dengan iringan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi menjadi semakin sering dipertunjukkan oleh masyarakat Karo, dari kelompok singuda-nguda dan anak perana yang berada di pedesaan, sampai anak perana singuda-nguda yang berada di kota Medan.

Seiring dengan itu, Jasa Tarigan sebagai pembawa perubahan dalam ensambel tradisional Karo tersebut, tentunya mendapat banyak pesanan untuk bermain dalam konteks Gendang guro-guro aron, tidak hanya terbatas di wilayah Sumatera Utara, namun kadang-kadang komunitas masyarakat Karo di perantauan seperti di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota lainnya juga secara khusus

pernah mengundang Jasa Tarigan dan kelompok pemusiknya sebagai Sierjabaten dalam Gendang guro-guro aron yang diselenggarakan di kota-kota tersebut.6

Di sisi lain, peran Sarune dan Kulcapi (dalam Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi) dalam membawakan melodi lagu (komposisi) tradisional Karo

Karena seringnya Gendang guro-guro aron yang dilaksanakan menggunakan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi hasil kreativitas Jasa Tarigan ini, maka lambat laun, beberapa seniman tradisional Karo mulai mengikuti apa yang dilakukan Jasa Tarigan tersebut. Karena pada masa itu hanya sedikit orang Karo yang menguasai tehnik permainan Kulcapi, maka beberapa seniman Karo khususnya dari kalangan pemuda berusaha mempelajarinya kembali.

Sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan instrumen Kulcapi ini menjadi begitu menarik bagi masyarakat Karo khususnya anak muda dalam kontaks Gendang guro-guro aron, seperti yang penulis ketahui, biasanya Kulcapi dimainkan oleh kalangan orang tua yang telah berumur di atas 50 tahun, sementara seniman (sierjabaten) dalam Gendang guro-guro aron biasanya lebih banyak melibatkan orang-orang yang lebih muda, hal ini disebabkan karena jenis komposisi musik yang ditampilkan sangat berbeda. Karena ini adalah acara muda-mudi, maka Sierjabaten dalam Gendang guro-guro aron harus tau memainkan berbagai lagu muda-mudi yang bersifat percintaan dan lain-lain, oleh sebab itu kalangan seniman khususnya Penarune (pemain Sarune) atau PerKulcapi (pemain Kulcapi) yang telah berusia lanjut biasanya banyak yang tidak mampu menguasai lagu muda-mudi yang bersifat percintaan tersebut maupun lagu-lagu yang baru muncul.

6

merupakan suatu fenomena baru, hal itu disebabkan antara lain karena kedua alat tersebut memiliki karakter yang berbeda, Sarune adalah alat tiup sementara Kulcapi alat musik petik. Sarune tidak dapat di-tuning tinggi rendah nadanya, sementara Kulcapi dapat dengan mudah di-tuning, oleh karena itu secara tidak langsung hal itu menyebebkan keterbatasan Sarune dalam membawakan lagu-lagu pop Karo dibandingkan Kulcapi.

Selain itu, Kulcapi mampu menghasilkan nada-nada “mendekati” tangga nada diatonis mayor dan tangga nada diatonis minor. Pengertian “mendekati” dalam hal ini adalah nada-nada yang dihasilkan Kulcapi sebenarnya tidak persis sama dengan tangga nada diatonis, karena alat musik Kulcapi dibuat berdasarkan prinsip tradisi musik Karo, tanpa mengacu kepada alat musik barat pada umumnya. Namun, Kulcapi dapat memainkan melodi lagu-lagu pop Karo dan lagu-lagu Indonesia, terutama lagu-lagu dangdut yang biasanya hadir dalam pertunjukan Gendang guro-guro aron.

Kemudian, harmoni bunyi yang ditimbulkan Kulcapi juga cukup mempengaruhi minat pendengar dan penari karena Kulcapi memiliki dua buah senar dengan fret di neck (leher)nya, ini memudahkan kulcapi menghasilkan interval-interval harmonis seperti interval-interval 3M (Ters Mayor), 3m (Ters minor), 4P (Kwart Perfect) dan interval-interval yang lain, Interval-interval harmonis tersebut dimainkan sebagai iringan (mirip blocking chord dalam musik populer) ketika Perkolong-kolong bernyanyi, sehingga menimbulkan suasana yang sangat berbeda dengan iringan Gendang Lima Sendalanen.

Perlu diketahui juga, bahwa pembentukan harmoni yang dihasilkan Jasa tarigan melalui permainan Kulcapinya di atas, merupakan sebuah harmoni baru

dalam dunia musik tradisi masyarakat Karo. Sebelumnya “harmoni” yang terdapat dalam konsep musik tradisi karo musik tradisi Karo adalah Ranggut7 yaitu sebuah pola permainan yang mengikuti alur Gung8

Di sisi lain, memang ada juga semacam kreativitas dari seniman tradisional Karo untuk memainkan secara bersama-sama – Kulcapi, sarune dan Gendang Lima Sendalanen - dalam satu komposisi lagu, yaitu PerKulcapi dan Penarune

bersama-.

Perbedaan lainnya adalah, Sarune sebagai pembawa melodi dalam Gendang Lima Sendalanen tidak pernah dimainkan ketika Perkolong-kolong sedang menyanyi, sementara Kulcapi, selain sebagai pembawa melodi, dapat pula digunakan sebagai pengiring ketika Perkolong-kolong bernyanyi. Artinya, walaupun tidak penuh, interval yang dihasilkan Kulcapi tersebut sudah mendekati interval sebuah akord (chord), seperti iringan lagu/vocal dalam musik Barat. Sementara Sarune tidak bisa melakukannya.

Penyesuaian nada dasar atau tonalitas dengan Perkolong-kolong juga dapat dilakukan oleh Kulcapi, sehingga terdapat kesamaan nada dasar dalam setiap lagu. Hal tersebut bisa terjadi karena PerKulcapi dapat melaras Kulcapinya untuk penyesuaian wilayah nada suatu lagu yang dapat dinyanyikan oleh kolong, hal ini tentunya memudahkan kolong. Sebaliknya, Perkolong-kolong dalam iringan Gendang Lima Sendalanen harus menyesuaikan nada suaranya dengan Sarune sebagai intrumeen pembawa melodi, walaupun tak jarang Perkolong-kolong menyanyi tanpa mengindahkan persamaan tonalitas dengan nada dasar Sarune.

7

Ranggut : Susunan pola yang pas pada tempatnya.

8

sama memainkan satu komposisi atau melodi lagu yang sama (heterophoni), namun secara umum Kulcapi akan digunakan secara bergantian dengan sarune dalam membawakan melodi lagu.

Selanjutnya diantara tahun 1985 sampai dengan tahun 1989, Jasa Tarigan mulai memunculkan nuansa baru lagi dalam ensambel Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi-nya. Jasa Tarigan sambil memainkan Kulcapi juga kadang-kadang memukul-mukul (dengan tangannya) kotak resonator Kulcapi-nya tersebut sehingga menimbulkan bunyi lain yang sebelumnya tidak pernah terdengar dalam ensambel tersebut. Pola pukulan yang dilakukannya mengikuti pola dasar bunyi Gendang singindungi.

Dengan demikian, Kulcapi sebagai alat musik petik pembawa melodi, juga sekaligus digunakan sebagai penghasil bunyi-bunyi ritmis melalui pukulan tangan ke kotak resonator Kulcapi tersebut. Efek musikal yang ditimbulkan dari pukulan ritmis Kulcapi tersebut menarik perhatian masyarakat Karo untuk menonton Gendang guro-guro aron, terutama dari kelompok singuda-nguda dan anak perana (muda-mudi).

Tidak puas dengan efek pukulan tangan terhadap badan Kulcapi, Jasa Tarigan juga terkadang memukul benda-benda yang ada di sekitarnya (di sekitar tempat duduk pemain musik), seperti teko (tempat air minum sierjabaten), dan hardcase (box tempat penyimpanan) Kulcapi, sehingga menimbulkan berbagai efek bunyi ritmis.

Kalau dilihat dari sudut pandang yang lain, sepertinya kreativitas-kreativitas Jasa Tarigan dalam beberapa hal, seperti menggabungkan alat musik Kulcapi dalam Gendang Lima Sendalanen, memunculkan bunyi-bunyi perkusi dari beberapa benda

yang sebenarnya bukanlah alat musik menggambarkan bahwa media alat musik tradisi yang sedang dimainkannya seakan tidak memadai lagi untuk mewujudkan ide-ide yang datang dari pikirannya. Hal tersebut terus dilakukan olah Jasa Tarigan dalam setiap seni pertunjukan Gendang guro-guro aron.

3.2.2. Kolaborasi Keyboard Dengan Gendang Lima Sendalanen Plus

Kulcapi

Setelah lebih kurang sepuluh tahun (1980-1990) Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi digunakan sebagai ensambel yang umum dalam Gendang guro-guro aron, di awal tahun 1991 Jasa Tarigan kembali melakukan eksperimen pada musik pengiring Gendang guro-guro aron, Ia menghadirkan alat musik Keyboard dan dimainkan secara bersama-sama dengan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi dalam setiap pertunjukannya.

Berbeda dengan Kulcapi yang secara langsung digunakan - secara berganti-ganti dengan sarune - sebagai pembawa melodi lagu, di sini Keyboard pada hanya dimanfaatkan sebagai alat musik tambahan (musik pengiring) melalui bunyi-bunyi perkusif (ritmis) pada bagian akhir komposisi Gendang salih yang dimainkan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi. Bunyi-bunyi ritmis yang dimunculkan melalui alat musik Keyboard ini hanya pada saat tertentu saja dalam keseluruhan bagian Gendang salih tersebut. Pola-pola ritem yang dimainkan melalui tombol Drum pad yang terdapat pada keybaord sama dengan pola ritem yang dimainkan Jasa Tarigan melalui resonator Kulcapi atau box Kulcapi sebelumnya. Jadi, pada awalnya Keyboard seolah-olah digunakan untuk menggantikan efek-efek bunyi ritem yang yang dimainkan Jasa Tarigan tersebut.

Efek bunyi perkusi yang ditimbulkan oleh Keyboard ternyata sangat berpengaruh pada penari dan penonton karena karakter bunyi yang muncul dari Keyboard sangat berbeda dengan bunyi musik tradisi yang selama ini terdengar dalam Gendang Lima Sendalanen. Selain itu, Keyboard yang memiliki sistem tata suara (sound system) yang khusus - sebagaimana layaknya Keyboard digunakan dalam pertunjukan musik-musik modern - mengakibatkan seluruh perhatian pendengar menjadi tertuju kepada bunyi Keyboard tersebut.

Menurut Jasa Tarigan, unsur-unsur ritmis tersebut pada awalnya digunakan ketika kegiatan Gendang guro-guro aron sampai pada tengah malam atau dini hari ketika aron dan sindedah mulai lelah atau mengantuk. Karena mendengar suara yang terasa asing (karena belum terbiasa digabungkan dengan Gendang Lima Sendalanen), para sindedah dan aron yang tengah menari menjadi bersemangat kembali.

Selain itu tak jarang Jasa Tarigan menambahkan pola-pola ritem tertentu dari Keyboard ketika memainkan Gendang Lima Sendalanen, hal itu dilakukan untuk membuat pelaksanaan Gendang guro-guro aron menjadi lebih bergairah lagi. Dan hal tersebut ternyata membuat orang-orang yang terlibat dalam Gendang guro-guro aron menjadi lebih senang, terbukti bahwa Gendang guro-guro aron tidak hanya dilaksanakan oleh kelompok masyarakat Karo di kabupaten Karo, namun masyarakat Karo di di luar wilayah tersebut, khususnya komunitas masyarakat Karo di kota Medan juga menjadi lebih sering melaksanakannya.

Namun bunyi-bunyi perkusif Keyboard dalam kolaborasinya dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks Gendang guro-guro aron tersebut diatas ternyata tidak bertahan lama. Jasa Tarigan mulai memanfaatkan kemampuan lain dari

alat musik Keyboard ini. Karena Keyboard pada dasarnya memiliki kemampuan menghasilkan bunyi musik secara lengkap, seperti berbagai jenis karakter nada dan irama.

Dalam Keyboard yang digunakan Jasa Tarigan tersebut (Yamaha PSS 680) tersedia sebuah irama musik (style) rumba yang memiliki kemiripan dengan salah satu cak-cak gendang (irama musik) Karo, yakni Gendang odak-odak. Seperti diketahui, Gendang odak-odak merupakan bagian kedua dari Gendang salih. Jadi pada bagian kedua Gendang salih, dengan menekan sebuah tombol pada Keyboard, Irama Rumba dalam Keyboard tersebut mulai berjalan.

Perlu diketahui bahwa, satu jenis irama musik (style) pada Keyboard umumnya (termasuk Yamaha PSS 680 milik Jasa) dapat dibunyikan dengan menekan salah satu tombol dari beberapa tombol irama musik, dan irama musik tersebut akan berbunyi terus menerus, sampai sebuah tombol ditekan kembali untuk menghentikannya. Nuansa bunyi musik menjadi berubah total karena Irama Rumba tersebut merupakan irama lengkap sebuah musik populer yang di dalamnya terdapat bunyi Gitar bass, Gitar ritem, Drum dan bunyi alat musik Chordophone lain yang dapat menghasilkan akord. Secara singkat satu irama musik yang telah terprogram dalam sebuah Keyboard dapat disebut sebagai sebuah iringan band.

Walaupun Gendang Lima Sendalanen tetap dimainkan bersama dengan Irama Rumba tersebut, namun karena bunyi yang keluar dari pengeras suara (loudspeaker) Keyboard jauh lebih keras/kuat, maka bunyi alat musik tradisional tersebut menjadi kurang terdengar lagi. Menurut Jasa Tarigan, pada awal digabungkannya Irama Rumba Keyboard dengan Gendang Lima Sendalanen, pemain Gendang singindungi dan Gendang singanaki sangat kerepotan (susah) mengikuti tempo musik, karena

tempo musik Keyboard tersebut bersifat konstan/tetap, padahal selama ini secara tradisional sierjabaten memainkan setiap alat musiknya senantiasa saling “bekerja sama” satu sama lain, dengan mengandalkan “rasa”, cepat lambatnya sebuah tempo lagu dapat mereka kendalikan (kontrol) secara bersama tanpa menyalahkan satu pemain yang bermain terlalu cepat atau terlalu lambat.

Selain kerja sama dengan sesama sierjabaten, kecepatan (kestabilan) tempo suatu lagu sangat dipengaruhi/tergantung oleh para penari yang mereka iringi. Sangat biasa terjadi tempo dalam satu komposisi dapat sedikit berubah (bisa semakin cepat dan bisa pula semakin lambat) guna menyesuaikan dengan kondisi para penari yang sedang menari. Jasa Tarigan sendiri mengakui bahwa, dalam memainkan Keyboard, dia kadang-kadang harus menurunkan atau menaikkan kecepatan tempo sebuah lagu yang sedang ia mainkan agar entabeh akap si landek ngendekkenca (penari merasa “enak” melakukan tarian). Hal ini menggambarkan bahwa hubungan sierjabaten dengan si landek saling berpengaruh, dalam arti: penari harus mengikuti irama musik, tapi irama musik juga harus memperhatikan kondisi penari ketika sedang menari.

Hal ini sangat berbeda dengan hadirnya alat musik Keyboard, tempo dalam Keyboard itu sendiri telah dibuat secara elektronik sehingga stabil atau konstan. Memang kecepatan sebuah tempo musik dalam Keyboard dapat juga diubah-ubah, tetapi sebuah lagu bisanya menggunakan satu kecepatan tempo tertentu. Dengan sistem elektronik bersifat stabil yang terdapat dalam Keyboard, bukan saja sierjabaten Gendang Lima Sendalanen yang harus mengikuti tempo Keyboard, namun sadar atau tidak sadar para penari juga harus mengikuti tempo Keyboard. Dengan demikian, unsur kerja sama antara sesama pemusik Gendang Lima

Sendalanen dan juga hubungan saling memperngaruhi antara sierjabaten dengan si landek menjadi hilang karena semuanya harus mengacu kepada kecepatan tempo Keyboard.

Semakin lama, peranan Keyboard dalam gabungannya dengan Gendang Lima Sendalanen semakin menonjol atau dominan. Jika pada awalnya Keyboard mulai dimainkan pada setiap bagian Gendang salih (bergabung dengan Gendang Lima Sendalanen yang mengiringi dari awal sampai akhir), belakangan mulai dimainkan secara bersama dari awal sampai akhir komposisi musik. Pemain Keyboard mulai memainkan melodi lagu, yang mana peran tersebut biasanya dilakukan oleh pemain sarune atau Kulcapi. Dengan demikian peranan pemain sarune mulai berkurang karena sudah bisa digantikan Keyboard. Ketika Keyboard sudah digunakan sebagai pembawa melodi dan sekaligus juga sebagai pengiring irama musik, maka lagu-lagu populer Indonesia (non lagu Karo) mulai dimainkan dalam mengiringi tarian Karo. Lagu Kopi Dangdut, Hujan Di malam Minggu, Rindu, dan berbagai lagu terkenal lainnya sering dimainkan Keyboard dalam mengiringi tarian dalam konteks Gendang guro-guro aron. Kadang-kadang, lagu-lagu Indonesia populer tersebut juga sekaligus dinyanyikan oleh Perkolong-kolong.

Dari sisi irama, Jasa Tarigan mulai memprogram cak-cak patam-patam di dalam Keyboard sehingga Keyboard tersebut dapat memainkan gendang patam secara lengkap. Yang dimaksud dengan program cak-cak gendang patam-patam dalam Keyboard adalah meniru bunyi irama gendang patam-patam-patam-patam yang biasa dimainkan Gendang Lima Sendalanen sehingga secara irama, bunyinya memiliki persamaan dengan gendang patam-patam pada Gendang Lima Sendalanen. Bunyi gendang patam-patam yang dihasilkan dari Keyboard sudah dapat mengiringi

landek dan rende mulai dari awal hingga akhir dari suatu komposisi lagu (gendang), walaupun dalam setiap penampilannya masih mengikutsertakan Gendang singanaki, Gendang singindungi, Penganak dan Gung.

Dalam perkembangan selanjutnya, pola-pola ritem/irama gendang Karo (“musik Karo”) yang lain juga mulai diprogram di dalam Keyboard sehingga Keyboard dapat dimainkan musik yang ‘menyerupai’ musik Karo (musik Karo imitasi). Pola ritem gendang Karo yang dimaksud adalah mengimitasikan setiap bunyi alat musik Gendang Lima Sendalanen berdasarkan pola permainannya ke dalam program Keyboard. Bunyi pola ritem Gendang singanaki, Gendang singindungi, Penganak dan Gung dibuat dalam program tersebut dengan memanfaatkan pilihan bunyi yang mirip yang terdapat dalam Keyboard. Jenis Keyboard yang digunakan telah berganti dari Yamaha seri PSS 680 menjadi Yamaha seri PSR 500. Jenis Keyboard ini telah memiliki disk drive, sehingga hasil program suatu irama musik dapat disimpan di dalam disket (floppy disk komputer). Sering pula, Keyboard PSS 680 dan PSR 500 digabungkan dalam satu pertunjukan.

Searah dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang semakin canggih, Keyboard yang digunakan juga mengalami perubahan dari yang sebelumnya Yamaha PSS 680 yang digabung dengan Yamaha PSR 500 menjadi satu jenis Keyboard saja, yaitu Technics KN 2000. Jenis Keyboard yang terakhir ini—juga digunakan pertama sekali oleh Jasa Tarigan—memiliki kemampuan yang lebih lengkap dari sebelumnya sehingga gendang Karo imitasi semakin lengkap dapat diprogram. Jika kedua Keyboard yang awal jenis gendang Karo yang dapat diprogram pada umumnya adalah lagu-lagu hiburan, maka pada Keyboard Tehcnics KN 2000 sudah dapat diprogram bunyi imitasi dari gendang simalungen rayat.

Gambar 5.3: Jasa Tarigan menggunakan Keyboard Technics KN 2000 (Sumber: Dok. Jasa Tarigan)

Gendang simalungen rayat adalah suatu repertoar yang sangat penting (utama) dalam konteks upacara adat pada masyarakat Karo. Dengan adanya program irama musik gendang simalungen rayat dalam Keyboard maka Keyboard sudah dapat mengiringi tarian dan nyanyian hiburan dalam Gendang guro-guro aron dan tarian dalam konteks upacara adat. Artinya, “Gendang Karo imitasi” yang diprogram secara khusus dalam Keyboard sudah dapat digunakan dalam konteks Gendang guro-guro aron, tanpa disertai Gendang Lima Sendalanen. Pemakaian alat musik Keyboard dalam mengiringi tari-tarian dan nyanyian Karo dalam konteks guro-guro aron tanpa disertai dengan Gendang Lima Sendalanen disebut orang Karo dengan istilah Gendang Kibod.

Dokumen terkait