• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah hidroponik digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Di kalangan umum, istilah

ini dikenal sebagai “bercocok tanam tanpa tanah”. Di sini termasuk juga bercocok

tanam di dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau bahan porous lainnya, seperti pecahan genting, pasir kali, kerikil, maupun gabus putih. Keuntungan yang bisa didapatkan dari bertanam secara hidroponik, diantaranya: perawatan lebih praktis serta gangguan hama lebih terkontrol, pemakaian pupuk lebih hemat atau efisien, kebersihan tanaman lebih mudah dikontrol, dan produksi tidak tergantung pada musim dan kondisi alam (Lingga, 2002).

Media tanam yang dapat digunakan dalam teknik hidroponik ini diantaranya adalah: pasir, sekam, arang tempurung kelapa, batu apung putih, batu zeolit, pecahan batu bata, batu kali, dan kawat kasa nilon. Untuk menjaga sterilitas bahan, sebaiknya semua bahan di autoklaf atau direbus dahulu sebelun dijadikan

media tanam. Sedangkan tanamannya, diambil tanaman yang telah tumbuh di dalam polybag dan siap direplanting ke dalam pot.

Faktor-faktor penting dalam budidaya hidroponik diantaranya yaitu:

1. Unsur Hara

Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang berlebihan. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 – 7.5 tetapi yang terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman. Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut.

2. Media Tanam Hidroponik

Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam

hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan media. Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik. Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH tinggi (8.5 – 9.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit khususnya bakteri dan gulma.

3. Oksigen

Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang. Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut akar. Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose

dalam larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman untuk kultur agregat.

4. Air

Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman.

Sistem bercocok tanam secara hidroponik memiliki banyak sekali keunggulan, tetapi selain itu juga hidroponik memiliki beberapa kelemahan. Kelebihan bertanam secara hidroponik diantaranya yaitu: produksi tanaman persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu. Sedangkan kelemahan dari hidroponik ini yaitu: ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal (Anonim, 2010c)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 - Maret 2011. Penelitian

dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah dan rumah kaca Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lainhand sprayerukuran 500 ml,

shaker, pipet, corong, erlenmeyer, timbangan, botol air mineral ukuran 1.500 ml,

gelas ukur, kertas label, dan pot untuk penanaman ukuran 1 kg.

Bahan yang digunakan adalah limbah industri udang berupa kepala udang sebagai

bahan baku kompos, ekstrak kompos kepala udang, aquades (H2O), larutan asam

asetat (CH3COOH) 0,01N, larutan asam sitrat (C6H8O7) 2%, mangan (MnSO4.

7H2O) 2,37 ppm, seng (ZnSO4. H2O) 11,15 ppm, besi (Fe chelaetes) 36,45 ppm,

boron (Na2B4O7 . 10H2O) 0.25% dan tembaga (CuSO4 . 5H2O) 0.03, benih

tanaman sawi, kertas saring, tissue, serta bahan kimia untuk analisis kimia ekstrak

kompos kepala udang. Disamping itu digunakan larutan hara lengkap standar

(Gandasil dan Sampurna) dengan dosis 50% dari dosis yang dianjurkan. Bahan

Format t ed:English (United States)

Format t ed:Left

limbah Industri udang berasal dari PT. Central Pertiwi Bahari Kabupaten Tulang

Bawang.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x2 dengan 3 ulangan. Secara

keseluruhan penilitian ini terdiri dari 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah

jenis gekstrak kompos kepala udang (E) hasil ekstraksi dengan pengekstrak yang

terdiri dari air destilata (E1), asam sitrat 2% (E2), dan asam asetat 0,01 N (E3).

Faktor Kedua adalah tanpa pemberian unsur mikro (M0) dan dengan pemberian

unsur mikro (M1).

Selanjutnya data yang diperoleh dirata-rata berdasarkan ulangan, kemudian diuji

homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey. Selanjutnya data

diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan perbedaan perlakuan diuji

dengan uji BNT pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengomposan

Limbah industri udang sebanyak 100 kg di masukkan kedalam karung plastik

berlubang. Sebelum pengomposan tambahkan inokulan EM4 sesuai dosis anjuran

10cc per l air dan pupuk NPK Phonska 1kg per 100kg. Kelembaban

dipertahankan pada kondisi sedang. Diaduk secara berkala 7 hari sekali, dibiarkan

2. Ekstraksi Kompos Kepala Udang

Prosedur ekstraksi kompos kepala udang dilakukan dengan sedikit memodifikasi

metode yang dilakukan oleh Gigliotti dkk. (2005). Kompos kepala udang

diekstrak dengan menggunakan air destilata, asam asetat, dan asam sitrat dengan

perbandingan 1 : 5 (bahan kompos : pengekstrak) . Campuran dikocok selama 48

jam kemudian campuran disentrifius pada kecepatan 3000 rpm dan disaring

menggunakan kertas saring 1 μ m. Konsentrasi ekstrak yang diperoleh dianggap

100%, kemudian larutan dianalisis sifat kimianya. Selanjutnya dibuat larutan

ekstrak konsentrasi 75% dengan cara menambahkan air destilata dengan

perbandingan 75% : 25% (larutan ekstrak : air destilata).

3. Penyiapan Larutan Stok Unsur Hara Mikro

Membuat larutan stok unsur mikro mangan (MnSO4 . 7H2O) 2,37 ppm, seng

(ZnSO4 . H2O) 11,15 ppm, besi (Fe chelaetes) 36,45 ppm, boron (Na2B4O7 .

10H2O) 0.25% dan tembaga (CuSO4 . 5H2O) 0.03. Kemudian masing-masing

unsur mikro dimasukkan kedalam larutan ekstrak kompos kepala udang

konsentrasi 75%.

4. Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah larutan hara lengkap standar (gandasil,

Sampurna) dengan dosis 50% dari dosis anjuran, pot, dan arang sekam.

Sebelumnya arang sekam harus disterilkan terlebih dahulu denggan autoklaf

sampai suhu 1250C. Pot diisi 500 g arang sekam dan diberi larutan hara standar

► Media Tumbuh (arang sekam)

Lubang◄ Larutan Hara

Standar

Gambar 1. Sketsa media tumbuh tanaman sawi

Gambar 2. Foto media tumbuh tanaman sawi

5. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos Kepala Udang

Pertama-tama benih disemai terlebih dahulu pada menia persemaian yang

menggunakan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1:1.

Bibit ditanam setelah berumur 2-3 minggu atau bibit telah memiliki kira-kira 3-5

helai daun, bibit tanaman tersebut diambil yang paling baik dan seragam. Ekstrak

- - - - -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- ---Pengaplikasian ekstrak melalui daun (foliar)

kompos kepala udang konsentrasi 75% yang dikombinasikan dan tanpa

dikombinasikan unsur mikro disiapkan untuk kemudian dilakukan pengaplikasian

ekstrak kompos kepala udang. Volume ekstrak yang diberikan adalah 50 ml

/tanaman-1 dan diberikan dengan cara disemprotkan melalui daun dengan

menggunakan alat hand sprayer plastik. Penyemprotan ekstrak kompos kepala

udang dilakukan pertama kali bersamaan dengan penanaman pada media tanam.

Selanjutnya penyemprotan ekstrak kompos kepala udang dilakukan secara

periodik dengan selang waktu 1 (satu) minggu. Pemberian ekstrak kompos ini

diberikan sampai masa vegetatif sawi berhenti yaitu sampai 6 minggu setelah bibit

di tanam pada media tanam sehingga dilakukan pengaplikasian ekstrak kompos

kepala udang sebanyak 6 kali.

E. Analisis awal

Kompos kepala udang : Analisis pH dan C dan N.

Ekstrak kompos kepala udang : Analisis pH, C, N, P dan K.

Tabel 2. Hasil analisis kimia ekstrak kepala udang

Pengekstrak pH C (mg L-1) Kadar Hara (mg L-1) Nitrogen (N) Fosfor (P) Kalium (K) Air (H2O) 7.81 0,79 546 12.69 1502 Asam Sitrat 2% (C6H8O7) 8.56 0.98 658 9.36 1673 Asam Asetat 0,01 N(CH3COOH) 7.58 0.72 623 7.75 1390

F. Pengamatan

Variabel utama yang diamati : Tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah akar

dan bobot kering akar, serta bobot basah bagian

atas tanaman dan bobot kering bagian atas

tanaman sawi.

A. Simpulan.

1. Ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak air destilata dan asam sitrat ,dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi seperti ditunjukkan oleh bobot akar, tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot bagian atas tanaman sawi.

2. Interaksi jenis ekstak kompos kepala udang dengan pemberian unsur mikro terbaik terjadi pada kombinasi perlakuan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat yang dikombinasikan dengan unsur mikro (mangan, seng, besi, boron dan tembaga) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi yang ditunjukkan oleh persentase peningkatan produksi (bobot basah bagian atas tanaman) tertinggi mencapai 103%.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan penggunaan pengekstrak basa lemah untuk melihat perbedaan dengan pengekstrak asam dan penyempurnaan pada teknik percobaan, khususnya media tanam.

2. Melanjutkan penelitian dengan pengaplikasian pada tanaman jenis lain, khususnya untuk mengetahui pengaruh ekstrak kompos kepala udang pada tanaman yang memiliki hasil produksi berupa buah dan tanaman lain.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan perlakuan ekstrak saja atau menggunakan unsur mikro saja.

Altschul, A.M. 1976. New Protein foods. Academic Press Inc., New York.

Agung, R., A. Nawawi dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih (Allium sativum L.). Abstrak. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id diakses tanggal 19 Mei 2010.

Anonim. 2010a.Air.http://id.wikipedia.org/wiki/Air. Diakses tanggal 10 Mei 2010. Anonim. 2010b.Asam Sitrat. http://www.scribd.com/doc/24470723/Asam-SITRAT.

Diakses tanggal 10 Mei 2010.

Anonim. 2010c.http://ayo bertani. wordpress. Diakses tanggal 31 Juli 2010. Ardi, R.Unsur Hara Makro dan mikro dalam tanah.

http://rioardi.wordpress.com/2009/03/03/unsur-hara-dalam-tanah-makro-dan-mikro/ diakses tanggal 10 Mei 2010.

Arief, A. 1990.Holtikultura. Peneber Swadaya

Austin, P., C.J., Brine, J.E. Castle, and J.P. Zikakis. 1981.Chitin:New of Research. Science. 212 : 749

Balley, J.E., and D.F. Ollis. 1977, “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shell (Nephrops norvegicus). Thesis. The Departement of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering. Faculty

of Engineering The Queen’s University of Belfast.

Fajrin, C. 2011. Pengaruh Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai jenis Pengekstrak terhadap pertumbuhan Tanaman sawi (Brassica rapa). Draft Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Focher, B., A. Naggi, G. Tarri, A. Cosami and M. Terbojevich. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer.17 (2) : 97–102.

Foth, H. D. 1978.Fundamentls of Soil Science. 6thedition. John Wiley and Sons. New York. Pp. 293-374.

Gigliotti,G., F. G. Erniquens and D. Said-Pullicino. 2005. Changes In The Chemical Characteristic Of Dissolved Organic Matter During The Composting Process And Their Influence On Compost Stability And Maturity. Geophysical Research Abstract7: 1-7.

Handayani, E. O. 2009. “Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Jerami Padi Pada

Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum. L)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.68 hlm.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry. Republicka of Germany. 5th. ed. A 6: 231–232.

Krissetiana, H. 2004.Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang. H.U. Suara Merdeka. Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hlm. Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. http://zuldesains.wordpress.com/

2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/. Diakses tanggal 4 Oktober 2010.

McKay, G., H. S. Blair dan S. Grant. 1987. Desorption of Copper from a Copper-Chitosan Complex. J. Chem. Tech. Biotechnology. 40:63.

Muzzarelli, R.A.A. 1986. Chitin. Faculty of Medicine Univeersity of Ancona. Italy. Pergamon Press. 81–87.

Neely, M.C.H and William. 1969. Chitin and Its Derivates in Industrial. Gums Kelco. Company California. 193–212.31 hlm.

Nur, M.A. dan Adijuwan. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. PAU. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prasetiyo, K. W. 2004.Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan.

Rosmarkam, A dan N. W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.

Salisbury, F. B dan Ross, C. W. 1991. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh Diah R Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 241 hlm.

Sudibya, 1998.Manipulasi Kadar Kolesterol dan Asam Lemak Omega-3 Telur Ayam Melalui Penggunaan Limbah Kepala Udang dan Minyak Ikan Lamuru. Program Pascasarjana, IPB.

Sunarjono, H. 2004.Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soputri, R. D. 2009. “Pengaruh PengekstrakKotoran Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon asculentum

Mill.)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

Sutejo, M. M. 2008.Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm. Stevenson, F.J. 1982.Humus Chemistry Genesis, Composition, Reaction. John Wiley

and Sons. London. 443p.

Synowiecki, J. and N. A. Al-Khateeb. 2003. Production, properties, and some new applications of chitin and its derivatives. Crit Rev Food Sci Nutr. 43 (2): 145-71.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=pubmed &dopt=Abstract&list_uids=12705640&query_hl=1. Diakses tanggal : 21 Juli 2011

Taisa, R. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Sampah Kota Melalui Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai ( Capsicum annum L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trubus. 2011. Serema : Terkecil di Dunia ( Tubuh Sekepal, Tinggi Sejengkal). Februari : 2011

Winan. 2010.Chitin–Chitosan. http://winan08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/chitin-chitosan. Diakses tanggal 23 Mei 2010.

Wijaya, K.A. 2008.Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta

THE INFLUENCE COMBINATION OF EXTRACT COMPOST OF

Dokumen terkait