• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENANGANAN DAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK

B. Penanganan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana

1. Mekanisme Penanganan Perkara Pencucian Uang dari Hasil Tindak

Pidana Korupsi di Indonesia

Proses penanganan perkara tindak pidana pencucian uang secara umum tidak ada bedanya dengan penanganan perkara tindak pidana lainnya. Hanya saja, dalam penanganan perkara tindak pencucian uang melibatkan satu institusi yang relatif baru yaitu PPATK. Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian informasi keuangan yang bersifat rahasia (financial intelligence) kepada penegak hukum terutama kepada penyidik tindak pidana pencucian uang, yaitu penyidik Polisi.

Proses penanganan tersebut adalah sebagai berikut : a. Peran Penyedia Jasa Keuangan (PJK), FIU dan Masyarakat

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

Peran utama PJK, FIU negara lain dan masyarakat dalam penanganan perkara pencucian uang adalah memberikan informasi awal. Laporan dan informasi tersebut adalah :

1) Laporan dari PJK

Sesuai Pasal 13 UU TPPU, diatur kewajiban pelaporan PJK kepada PPATK berupa laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report (CTR) kepada PPATK. Di dalam internal PPATK, laporan-laporan ini diterima oleh Direktorat Kepatuhan, untuk selanjutnya diteruskan ke Direktorat Analisis setelah melalui pengecekan kelengkapan laporan dimaksud.

Pasal 1 angka UU TPPU, yang dimaksud dengan LTKM adalah :

a) transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan

b) transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang;

c) transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Apabila PJK mengetahui salah satu dari 3 (tiga) unsur transaksi keuangan mencurigakan, sudah cukup bagi PJK untuk menyampaikannya kepada PPATK sebagai LTKM. LTKM ini sifatnya lebih pada informasi transaksi keuangan dan belum memiliki kualitas sebagai indikasi terjadinya tindak pidana. PJK tidak memiliki kapasitas untuk menilai suatu transaksi memiliki indikasi pidana. Oleh karena itu PPATK berkewajiban untuk melakukan analisis LTKM ini untuk mengindetifikasi ada tidaknya indikasi pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Untuk

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

melakukan analisis ini, salah satu data pendukungnya adalah LTKT dari PJK.

2) Laporan dari masyarakat

Walaupun UU tidak mengatur kewenangan PPATK untuk menerima informasi dari masyarakat, namun berbagai informasi adanya indikasi tindak pidana sering diterima PPATK. Atas informasi ini, Direktorat Hukum PPATK melakukan analisis untuk mengindentifikasi ada tidaknya indikasi pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Informasi dari masyarakat ini diterima PPATK melalui surat secara tertulis dan melalui media internet.

3) Informasi dari aparat penegak hukum

Dalam penanganan suatu perkara oleh penyidik, seringkali harta kekayaan hasil tindak pidana terindikasi oleh pelakunya disembuyikan atau disamarkan melalui berbagai perbuatan khususnya melalui institusi keuangan seperti : penempatan pada bank dalam bentuk deposito, giro atau tabungan serta pentransferan ke bank lainnya; pembelian polis asuransi; pembelian surat berharga pasar uang dan pasr modal; atau perbuatan lain seperti membelanjakan, menukarkan atau dibawa ke luar negeri.

4) Informasi dari Financial Intelligence Unit negara lain

Berdasarkan hasil analisis PPATK, banyak informasi penting dari FIU negara lain yang menghasilkan kasus pencucian uang dan kasus pidana lainnya. Informasi ini baik diminta atau tidak diminta sesuai dengan

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

estándar pertukaran informasi dalam prinsip paguyuban FIU seluruh dunia yang tergabung dalam suatu wadah yang dikenal dengan Egmont Group. b. Peran PPATK

Menurut Pasal 26 UU TPPU tugas PPATK antara lain :

1) mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan Undang-Undang ini;

2) memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;

3) membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan;

4) memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini;

5) membuat pedomandan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukannya dalam Undang-Undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;

6) memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantaan tindak pidana pencucian uang;

7) melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;

8) membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan; 9) memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan

sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Dalam melakukan analisis, PPATK mengumpulkan informasi dari berbagai pihak baik dari FIU negara lain maupun dari instansi dalam negeri yang telah atau belum menandatangani MOU dengan PPATK agar hasil analisis tersebut memiliki nilai tambah untuk kemudahan proses penegakan hukum. Pada dasarnya dalam kegiatan analisis adalah kegiatan untuk menghubungkan (association) antara uang atau harta hasil kejahatan dengan kejahatan asal melalui identifikasi transaksi-transaksi yang dilakukan, yang pada akhirnya akan mempermudah aparat penegak hukum untuk menjerat si penjahat. Proses

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

pendeteksian kegiatan pencucian uang baik pada tahap placement, layering, maupun integration akan menjadi dasar untuk merekontruksi asosiasi antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat. Apabila telah terdeteksi dengan baik, proses hukum dapat segera dimulai baik dalam rangka mendakwa tindak pidana pencucian uang maupun kejahatan asalnya yang terkait. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa PJK di wajibkan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan (STR-suspicious transaction report) dan trnsaksi keuangan tunai (CTR-cash transaction report).

Sedangkan Pasal 27 UU TPPU memberikan kewenangan kepada PPATK anara lain :

1) meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan;

2) meminta informasi mengenai perkembangan penidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntutan umum;

3) melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan;

4) memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi

keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaima dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.

Untuk memperoleh laporan dan hasil deteksi atau analisa yang baik PPATK harus menjalin kerjasam yang baik dengan penyedia jasa keuangan dan instansi terkait lainnya atau dengan FIU dari negara lain. Selanjutnya dalam proses penegakan hukum, PPATK dapat melakukan kerjasama dan membantu pihak penyidik dan penuntut umum dengan informasi yang dimiliki. Informasi tersebut dapat berasal dari data base PPATK, sharing informasi dengan instansi pemerintah atau dapat juga berasal dari sharing information dengan FIU dari negara lain sebagaimana telah diuraikan di atas.

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

2. Penegakan Hukum Pidana Pencucian Uang dari Hasil Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Setelah menerima hasil analisis dari PPATK, penyidik kepolisian selanjutnya melakukan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan mendasarkan pada KUHAP seperti proses penanganan tindak pidana lainnya, kecuali yang secara khusus diatur dalam UU TPPU. Ketentuan-ketentuan khusus ini tentu memberikan keuntungan atau kemudahan bagi penyidik, yaitu :

a. Dari hasil analisis PPATK yang bersumber dari berbagai laporan atau informasi, seperti LTKM, LTKT dan laporan pembawaan uang tunai ke dalam atau ke luar wilayah RI, akan sangat membantu penegak hukum ke dalam atau ke luar wilayah RI, akan sangat membantu penegak hukum dalam mendeteksi upaya penjahat untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang atau harta yang merupakan hasil tindak pidana korupsi pada sistem keuangan atau perbankan. Hal ini karena hasil analisis tersebut merupakan filter dari seluruh laporan-laporan yang ada dan memberikan informasi mengenai indikasi hasil tindak pidana, perbuatan pidana, dan pelaku serta jaringan pidana yang terkait.

b. Pasal 39 sampai 43 UU TPU memberikan perlindungan saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang pada setiap tahap pemeriksaan: penyidikan, penuntutan dan peradilan, sehingga mendorong masyarakat untuk menjadi saksi atau melaporkan tindak pidana yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang menjadi lebih efektif. Perlindungan ini antara lain berupa kewajiban merahasiakan

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

identitas saksi dan pelapor dengan ancaman pidana bagi pihak yang membocorkan dan perlindungan khusus oleh negara terhadap kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya termasuk keluarganya.

c. Adanya pembuktian terbalik, yaitu terdakwa di sidang pengadilan wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. (Pasal 35 UU TPPU).

d. Dalam penyidikan, dapat memanfaatkan FIU/PPATK untuk memperoleh

keterangan dari FIU negara lain atau memanfaatkan data base dan hasil analisis yang dimiliki FIU/PPATK.

Di samping ketentuan yang telah diuraikan di atas, Pasal 30 sampai dengan 38 UU TPPU secara khusus telah mengatur proses hukum tindak pidana pencucian uang sejak penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketentuan mengenai hukum acara (proses hukum) tersebut sengaja dibuat secara khusus karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana baru yang memiliki kharakteristik tersendiri dibandingkan dengan tindak pidana pada umumnya.

a. Pemblokiran

UU TPPU tidak mengenal pemblokiran rekening, yang diatur dalam UU TPPU adalah harta kekayaan, oleh karena itu yang dapat diblokir oleh penyidik, penuntut umum atau hakim adalah harta kekayaan dan bukan rekening (vide Pasal 32 UU TPPU). Nilai atau besarnya harta kekayaan yang diblokir adalah senilai atau sebesar harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Bunga atau penghasilan lain yang

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

didapat dari dana/harta kekayaan yang diblokir dimasukkan dalam klausula Berita Acara pemblokiran.

Dalam hal dana dalam suatu rekening jumlahnya lebih kecil dari jumlah dana yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana, maka yang diblokir hanya sebesar dana yang ada dalam rekening dimaksud pada saat pemblokiran. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam rekening lebih besar dari nilai yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, maka yang diblokir hanya sebesar dana yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana. Oleh karena yang diblokir bukanlah suatu rekening, melainkan harta kekayaan senilai atau sebesar yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, maka aktifitas rekening tidak terganggu, dengan ketentuan jumlah dana yang diblokir dalam rekening tersebut tidak boleh berkurang. Jumlah dana yang ada pada rekening untuk sementara diblokir seluruhnya dengan syarat Penyidik/PU/Hakim dalam surat perintah pemblokiran dan Berita Acara Pemblokiran harus menyebutkan mengenai ”kepastian jumlah harta kekayaan/uang yang seharusnya diblokir, masih dalam proses penyidikan dan hasilnya akan diberitahukan kemudian.” Mengenai tata caranya, perintah pemblokiran dibuat secara tertulis dan jelas dengan menyebutkan point-point yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) UU TPPU dengan tembusan ke PPATK, dan mencantumkan secara jelas pasal UU TPPU yang diduga dilanggar. Tembusan perlu juga dikirim ke Bank Indonesia apabila predicate crime-nya tindak pidana perbankan.

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

Sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan tentang Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa, tidak diperlukan permohonan dari Kapolri/Jaksa Agung?Ketua Mahkamah Agung utuk meminta izin dari Gubernur BI (Pasal 33 UU TPPU). Sementara itu, untuk kasus korupsi, menurut UU No. 31 Tahun 1999, tetap diperlukan permohonan dari Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung untuk meminta keterangan tentang keadaan keuangan seorang tersangka korupsi (Pasal 29).

Dengan demikian, ketentuan dalam UU TPPU dapat mempercepat upaya untuk memperoleh barang bukti dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi. Pasal 33 UU TPPU menjelaskan kriteria para pihak yang dapat dimintakan informasi rekeningnya tanpa harus berlaku ketentuan rahasia bank yaitu : 1) pihak yang telah dillaporkan oleh PPATK, 2) tersngka dan 3) terdakwa. Di luar tiga kategori tersebut di atas, tidak bisa dimintakan kepada bank mengenai informasi suatu rekeningnya, kecuali menggunakan mekanisme umum yaitu adanya permintaan tertulis dari pimpinan instansi kepada Gubernur Bank Indonesia.

Jika dalam perkembangan penyidikan diketahui adanya pihak lain yang diduga terkait dengan aliran dana atau terkait dengan suatu tindak pidana, sedankan orang tersebut tidak termasuk dalam tiga kategori di atas, maka hal-hal yang perlu dilakukan penyidik antara lain :

1) Penyidik menginformasikan ke PPATK dan selanjutnya PPATK

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

selanjutnya dianalisis oleh PPATK dan hasil analisisnya dilaporkan ke penyidik untuk ditindaklanjuti.

2) Penyidik menginformasikan ke PJK, dan oleh PJK dilaporkan ke PPATK sebagai STR. Kemudian STR dianalisis oleh PPATK dan hasilnya dilaporkan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti.

3) Penyidik meminta izin Gubernur BI untuk membuka rahasia bank.

Permintaan informasi/keterangan harus dibuat dalam bentuk surat tertulis dengan syarat :

a) ditandatangani oleh penjabat yang berwenang sesuai Pasal 33 ayat (4) UU TPPU

b) menyebutkan maksud dan tujuan permintaan informasi, antara lain : 1) status permintaan (untuk penyidikan atau penuntutan);

2) tindak pidana yang disangkakan/didakwakan (dugaan TPPU

berikut predicate crime-nya);

3) identitas seseorang; tempat harta kekayaan (cabang Bank tertentu); 4) nomor rekening (jika ada);

5) dan periode transaksi yang dilakukan.

Surat dari penyidik ke bank/PJK perihal permintaan informasi/keterangan terkait dengan tindak lanjut STR dengan tembusan ke PPATK. Dalam hal tindak lanjut STR tersebut terkait dengan tindak pidana perbankan, surat tersebut ditembuskan baik ke PPATK dan Bank Indonesia. Untuk mengurangi intensitas hubungan langsung penegak hukum ke PJK dalam rangka TPPU, sebisa mungkin hubungan langsung tersebut dilakukan sejak nasabah bank yang bersangkutan telah dijadikan tersangka kasus

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

TPPU. Selama masih dalam penyelidikan, PPATK menjdai fasilitator antara PJK dengan penegak hukum.

c. Penyitaan

Dana yang disita tetap berada dalam rekening di bank yang bersangkutan (bank tempat dilakukannya pemblokiran) dengan status barang sitaan atas nama penyidik atau penjabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Gurbernur Bank Indonesia No. KEP-126/JA/11/1997, No. KEP/10/XI/1997, No.30/KEP/GBI Tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana Di Bidang Perbankan.

Dalam mengungkap fakta bahwa seseorang mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan dimaksud berasal dari hasil tindak pidana, penyidik dapat menjelaskan dengan pendekatan bahwa :

1) Diketahui sama dengan dolus atau sengaja, artinya seseorang itu benar mengetahui bahwa harta kekayaan untuk bertransaksi berasal dari hasil tindak pidana, terlepas apakah tindak pidana dilakukan sendiri, dilakukan bersama-sama dengan orang lain atau dilakukan orang lain.

2) Patut menduga artinya culva atau alfa, subyek lalai dalam menilai terhadap harta kekayaan.

3) Di damping itu, patut menduga dapat dilihat pula dari kecakapan seseorang, artinya seseorang tersebut harus memiliki kapasitas untuk dapat dinilai apakah lalai atau tidak

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

Secara praktis, untuk dapat menilai bahwa suatu harta kekayaan diketahuinya atau patut diduganya berasal dari hasil tindak pidana, dapat dilihat dari :

1) apakah transaksi yang dilakukan sesuai profile

2) apakah seseorang tersebut melakukan transaksi sesuai kapasitasnya 3) apakah transaksi yang dilakukan terdapat underlying transaksinya

Terlepas dari hal tersebut di atas, sesuai penjelasan Pasal 3 UU TPPU, untuk dapat dimulainya pemeriksaan TPPU, terhadap unsur ”harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana” tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.Pembuktian tersebut menjadi tanggung jawab (beban) terdakwa saat pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini sesuai Pasal 35 UU TPPU bahwa terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Berkenaan dengan pendakwaan dalam sidang pengadilan, terhadap dakwaan komulatif tidak ada masalah, tetapi terhadap dakwaan alternatif (primer subsidier) akan muncul masalah karena dipisah pemberkasannya. Seringkali satu alat bukti digunakan terhadap kedua kasus (predicate crime dan money laundering). Dalam common law system, apabila proses pidana menyimpang dari due process of law (hukum acara) maka proses hukum gugur/batal.

Selanjutnya, setelah selesai penyidikan dilakukan, penyidik meneruskan pada Jaksa Penuntut Umum. Terdapat berbagai keuntungan bagi Jaksa selaku penuntut umum dalam menyususn dakwaan dan melakukan penuntutan dalam sidang pengadilan dalam menerapkan UU TPPU terutama adanya ketentuan pembuktian terbalik, yaitu terdakwa di sidang pengadilan wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. (Pasal 35 UU

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Studi Kasus L/C Fiktif BNI 46), 2007.

USU Repository © 2009

TPPU). Di samping itu JPU juga lebih leluasa dalam menyusun dakwaan dengan menerapkan pasal pidana baik secara komulatif (tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang) atau alternatif (tindak pidana asal atau pidana pencucian uang). Dalam hal penyusunan dakwaan selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah proses persidangan di pengadilan.

Beberapa keuntungan dalam menerapkan UU TPPU dalam proses pemeriksaan oleh hakim di sidang pengadilan, antara lain :

1) Dalam hal tersangka sudah meninggal dunia, sebelum putusan hakim dijatuhkan dan terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana pencucian uang, maka hakim dapat mengeluarkan penetapan bahwa harta kekayaan terdakwa yang telah disita dirampas untuk negara (Pasal 37 UU TPPU).

2) Berdasarkan Pasal 6 UU TPPU setiap orang yang menerima atau

menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, diancam dengan hukum pidana (tindak pidana pencucian uang ”pasif”). Ketentuan untuk cukup mudah diterapkan dalam proses pemeriksaan karena hakim lebih banyak menilai pada kebenaran formal daripada material.

3) Berita Acara Pemeriksaan seharusnya tidak mencamtumkan nama pelapor dan saksi serta hal-hal lain yang mengarah pada terungkapnya identitas pelapor maupun saksi; atau BAP dibuat dalam bentuk Berita Acara Pendapatan oleh penyidik. Hal ini terkait dengan Perlindungan khusus bagi saksi dan Pelapor. Dalam rangka memberikan perlindungan bagi

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil

Dokumen terkait