• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Obstruksi Jalan Nafas

Dalam dokumen TEKNIK PEMBEBASAN JALAN NAFASs.pdf (Halaman 18-34)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Penanganan Obstruksi Jalan Nafas

Manajemen jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang efektif. Penyebab kematian adalah hipoksia, organ tubuh yang paling rentan terhadap hipoksia adalah otak jadi tujuan resusitasi yang utama adalah

14 menjaga oksigenasi otak tetap terjaga. Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring. Pada keadaan tersebut harus dilakukan sesegera mungkin penanganan obstruksi jalan nafas.

2.4.2 Tindakan penanganan tanpa alat bantu

Algoritma Bantuan Hidup Dasar (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

PERTOLONGAN PADA ORANG DEWASA

UNRESPONSIVE?

Shout for help

Open airway

Not Breathing Normally?

Call 118

2 rescue breaths 3o compression 30 chest compression

15 Untuk melakukan pembebasan jalan nafas dapat dilakukan dengan bebrapa teknik atau cara, yaitu sebagai berikut :

1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis

Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).

2. Sirkulasi (Circulation Support) Terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban

Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser kea rah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. Bila teraba penolong

16 harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.

2. Memberikan bantuan sirkulasi

Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung luar dengan cara:

- Tiga jari penolong (telunjuk, tengah dan manis) menelusuri tulang iga pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada (sternum).

- Dari tulang dada sternum) diukur 2-3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.

- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien/korban.

- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebnyak 30 kali dengan kedalaman penekanan 1,5- 2 inchi (3,8-5 cm).

- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posis semula setiap kali kompresi. Waktu

17 penekanan dan melepaskan kompresi harus sama ( 50 % duty cycle).

- Tangan tidak boleh berubah posisi.

- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua penolong. Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 5 siklus.

Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanna sistolik 60-80 mmHg dan diastolic yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/ korabn sampai dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.

3. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)

Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan menutup nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat penting dalam BLS (Van Way, 1990).

18 Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway), yaitu :

a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)

Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).

b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)

Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004).

19 c. Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).

4. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007).

Breathing support terdiri dari 2 tahap :

1. Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).

20 2. Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief dkk, 2009).

a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya.

21 b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial.

c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulutke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi.

22 Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief dkk, 2009).

5. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi: a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas. b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada

pipi pasien.

c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong. Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010)

23 2.4.3 Penanganan obstruksi jalan nafas dengan alat bantu

Setelah dilakukan tindakan yang cepat dan tepat, tindakana penanganan obstruksi jalan nafas dilanjutkan dengan tindakan lain yang bertujuan agar pola nafas pasien adekuat. Tindakan lanjutan dilakukan di tempat pelayanan kesehatan (misalnya: rumah sakit, klinik). Tindakan tersebut diantaranya:

1. Manuver tripel jalan nafas, terdiri dari : 1) Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital

2) Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula. 3) Mulut dibuka. Lidah terangkat dan jalan nafas bebas, sehingga

udara lancar masuk ke trakea baik melalui mulut atau hidung.

24 2. Ventilasi positif dengan oksigen 100%

Jika manuver triple jalan nafas kurang berhasil, maka dipasang alat jalan nafas :

1) Mulut faring (OPA – oropharingeal airway) lewat mulut

a. Menentukan ukuran OPA dengan meletakkan OPA disamping pipi pasien dan memilih OPA yang panjangnya sesuai dari sudut mulut hingga ke sudut rahang bawah (angulus mandibulae). Ukuran yang tersedia :

a) Dewasa besar = 100 cm (Guedel no. 5) b) Dewasa sedang = 90 cm (Guedel no. 4) c) Dewasa kecil = 80 cm (Guedel no. 3) d) Anak-anak = Guedel no. 1 dan no. 2

b. Buka mulut pasien dengan manuever chin lift atau tehnik crossed finger

c. Memasang alat, terdapat 2 cara: Cara pertama

a) Membuka mulut dan memasukkan OPA terbalik

b) Memutar/merotasi OPA jika telah mencapai palatum moll Cara kedua

a) Membuka mulut dengan spatel

b) Dengan hati-hati memasukkan OPA hingga ke belakang. d. Mengecek ketepatan pemasangan OPA dengan memberikan

ventilasi pada pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan suara napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi.

25 2) Hidung faring (NPA – nasopharingeal airway) lewat hidung

a. Nilai jalan nafas bila terdapat obstruksi (polyp, fraktur, perdarahan)

b. Pilih ukuran NPA yang tepat

c. Meletakkan NPA di samping pipi pasien dan memilih NPA yang panjangnya sesuai dari pangkal cuping hidung sampai cuping telinga.

d. Lubrikasi NPA dengan lubrikan larut air (water-soluble lubricant) untuk meminimalkan tahanan dan menurunkan iritasi pada saluran lubang hidung.

e. Memasukkan NPA dengan cara memegang NPA seperti memegang pensil dan secara perlahan dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien dengan bevel menghadap ke nasal septum. f. Mendorong alat sepanjang dasar lubang hidung, mengikuti

lekukan saluran lubang hidung, hingga pinggiran pangkal NPA rata dengan lubang hidung.

g. Jika terjadi tahanan selama insersi, merotasi NPA bolak balik dengan lembut di antara kedua jari.

h. Jika tahanan tetap terjadi, tidak memaksakan pemasangan alat karena dapat menyebabkan abrasi dan laserasi mukosa hidung yang dapat mengakibatkan perdarahan dan risiko aspirasi

i. Mengecek ketepatan pemasangan NPA dengan memberikan ventilasi pada pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan suara napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi

26 3. Pemasangan sungkup muka (face mask)

Sungkup muka berfungsi mengantarkan udara atau gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sehingga dapat ketika digunakan untuk bernafas spontan atau dengan positif, udara tidak bocor. Sehingga udara dapat masuk semuanya ke trakea. Ukuran sungkup muka:

a) 03 : bayi baru lahir

b) 02, 01, dan 1 : anak kecil

c) 2, 3 : anak besar

d) 4, 5 : dewasa

4. Ventilasi tanpa intubasi

a. Mouth-To-Pocket Face Mask (teknik 1 orang)

1) Hubungkan pipa oksigen ke face mask. Aliran oksigen yang diberikan 12L/menit

2) Tempatkan face mask pada pasien menggunakan dua tangan 3) Pastikan mask melekat ke wajah pasien

4) Amankan jalan nafas dengan jaw-thrust atau chin-lift maneuver

5) Ambil nafas yang dalam, tempatkan mulut penolong di atas bagian mulut face mask dan hembuskan

6) Nilai ventilasi dengan mengobservasi pengembangan dada pasien

27 b. Bag-Valve-Mask Ventilation (teknik 2 orang)

1. Memilih ukuran mask yang sesuai dengan pasien dan memasangnya pada wajah pasien

2. Hubungkan pipa oksigen dengan bag-valve. Aliran oksigen 12 L/menit.

3. Orang pertama meletakkan mask pada wajah pasien dengan dua tangan. Bagian mask yang menyempit (apeks) dari masker di atas batang hidung pasien dan bagian yang melebar (basis) diantara bibir bawah dan dagu

4. Menstabilkan masker pada tempatnya dengan ibu jari dan jari teluntuk membentuk huruf “C”. Menggunakan jari yang lainnya pada tangan yang sama untuk mempertahankan ketepatan posisi kepala dengan mengangkat dagu sepanjang mandibula dengan jari membentuk huruf “E”

5. Orang kedua memompa bag dengan kedua tangan

6. Mengobservasi pengembangan dada pasien selama melakukan ventilasi

7. Berikan ventilasi setiap 5 detik

8. Jika tidak ada perbaikan, berikan pelumpuhan otot suksinil 0,5 mg/kg iv, im deltoid, atau sublingual 2-4 mg/kg.

28 Bag-Valve-Mask Ventilation (teknik 2 orang)

29

Dalam dokumen TEKNIK PEMBEBASAN JALAN NAFASs.pdf (Halaman 18-34)

Dokumen terkait