• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAPISAN GENOTIPE PEPAYA UNTUK KARAKTER KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA

STUDI PATOGEN ANTRAKNOSA PADA PEPAYA Abstrak

PENAPISAN GENOTIPE PEPAYA UNTUK KARAKTER KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA

Abstrak

Penapisan genotipe pepaya terhadap ketahanan penyakit antraknosa perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang sumber ketahanan dalam usaha pemuliaan pepaya terhadap penyakit antraknosa. Penapisan dilakukan dengan dua cara yaitu infeksi alami di lapang dan infeksi buatan di laboratorium. Penapisan pertama dengan infeksi alami di lapang dilakukan pada tujuh genotipe pepaya (IPB1, IPB10, STR64, IPB5,IPB6, PB2001 dan PB000174). Penapisan kedua dengan infeksi buatan di laboratorium dilakukan pada lima genotipe pepaya (IPB1, IPB10, STR64, IPB5 dan PB000174). Hasil penapisan ketahanan pepaya terhadap antraknosa dengan infeksi alami dari lapangan menunjukkan bahwa PB000174 dan IPB6 (agak tahan), IPB1 (agak rentan) dan IPB10, STR64, dan IPB5 (rentan). Berdasarkan peubah masa inkubasi dan diameter gejala, menunjukkan antara genotipe PB000174 dan IPB1 tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Kata kunci : Penapisan, genotipe

Abstract

Screening papaya genotype for resistance to Papaya Anthracnose Disease (PAD) is importance for breeding resistance. To identify source of resistance of PAD, seven genotype of papaya (IPB1, IPB10, STR64, IPB5,IPB6, PB2001and PB000174) were screened from field and five genotype of papaya (IPB1, IPB10, IPB5, STR64 and PB000174) were screened in laboratory. The result showed that there were no immune genotype. There was only moderatly resistance genotype (PB000174 and IPB6) from field and laboratory screening. Susceptible genotype were IPB10, STR64, IPB5

Keyword : Screenig, genotype

Pendahuluan

Koleksi plasmah nutfah Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) cukup banyak untuk dijadikan materi genetik dalam usaha perbaikan sifat pada tanaman pepaya. Sebagian besar dari plasmah nutfah tersebut telah dikarakterisasi dan diseleksi berdasarkan sifat-sifat yang diinginkan.

Hasil karakterisasi PKBT (2003) melaporkan bahwa dari hasil karakterisasi 11 genotipe pepaya lokal dan introduksi, diperoleh informasi bahwa

38

IPB 1 memiliki kadar vitamin C tertinggi dan rasa termanis. Selanjutnya, Sujiprihati dan Sulistyo (2004) melaporkan hasil karakterisasi 15 genotipe pepaya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, menunjukkan bahwa genotipe yang memiliki potensi berperawakan pendek adalah Batang Ungu Watulimo, Mojosongo, Turen I dan Turen Talang. Hasil karakterisasi Galingging (2005) menunjukkan bahwa dengan menggunakan penanda morfologi dan RAPD, terdapat keragaman genetik dari 20 genotipe pepaya koleksi PKBT IPB.

Pepaya koleksi PKBT telah dilakukan karakterisasi terhadap karakter morfologi, fisiologi, potensi hasil dan produksi. Namun untuk karakter ketahanan belum dilakukan, oleh karena itu dalam kegiatan ini akan dilakukan seleksi terhadap karakter ketahanan. Salah satu karakter ketahanan dalam pembentukan varietas yang tahan adalah ketahanan terhadap penyakit antraknosa.

Penapisan plasmah nutfah pepaya merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang genotipe pepaya tahan, yang akan dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman sebagai tetua dalam persilangan untuk mendapatkan genotipe pepaya yang tahan terhadap antraknosa dan berdaya hasil tinggi. Agrios (1997) menyatakan bahwa penggunaan kultivar tahan merupakan cara mudah, murah, aman dan lebih efektif dalam mengendalikan penyakit pada tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe pepaya yang tahan terhadap penyakit antrknosa, yang akan dijadikan sebagai tetua tahan dalam rangka pembentukan varietas hibrida yang tahan terhadap antraknosa

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penapisan terhadap aksesi pepaya berlangsung antara April sampai Desember 2004. Evaluasi dilakukan pada kebun percobaan PKBT di Tajur. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan dan hasil karakterisasi morfologi dan RAPD pada 20 genotipe pepaya maka evaluasi ketahanan antraknosa dilakukan pada 7 tetua yang terpilih yaitu: IPB1, IPB 10, PB000174, PB000201, STR 64, IPB5 dan IPB6.

39

Dari kegiatan karakterisasi yang telah dilakukan dan diperoleh informasi bahwa tujuh genotipe pepaya diantara plasma nutfah yang ada memiliki sifat- sifat yang diinginkan diantaranya produktivitas tinggi (IPB 10, STR64 dan IPB6), berumur genjah dan berperawakan pendek (IPB 10, STR-64), kandungan PTT diatas 12 oBrix (IPB 1, PB000201 dan IPB6), ukuran buah kecil (IPB 1 dan PB000201) dan ukuran buah besar untuk pasar dalam negri (IPB 10 dan IPB6), kulit buah halus (Str 64), warna daging buah merah (IPB 1, Taiwan dan IPB5) serta shel-life buah yang lama (PB000174).

Penapisan dengan Infeksi Alami dari Lapangan

Genotipe pepaya yang digunakan dalam penapisan dengan infeksi alami dari lapang dilakukan pada buah dari tujuh genotipe yaitu; IPB1, IPB 10, STR64, IPB5, IPB6, PB000201 dan PB000174.

Pengujian dilakukan di kebun percobaan PKBT Tajur yang telah sering

ditanami pepaya dan secara alami buah pepaya telah terinfeksi oleh

C. gloeosporioides. Salah satu pengujian ketahanan adalah mengamati kondisi di lapang atau mengamati infeksi laten alami (AVRDC 1998). Kegiatan penapisan dilakukan pada buah pepaya. Buah pepaya yang sudah menunjukkan matang semburat atau 25% warna kulit buah pepaya telah berwarna kuning di panen. Buah yang telah dipanen dibersihkan dengan air steril tanpa di cuci dengan alkohol ataupun desinfektan, kemudian dikeringkan. Selanjutnya buah diletakkan dalam bak plastik dan ditutup dengan plastik transfaran, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar.

Jumlah buah masing-masing genotipe yang digunakan dalam kegiatan ini sebanyak lima buah setiap ulangan. Jumlah ulangan tiga sehingga jumlah buah yang diperlukan dalam percobaan ini terdiri dari lima belas buah per genotipe.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan delapan tujuh genotipe pepaya yaitu isolat Colletotrichum sebagai perlakuan. Masing – masing isolat di ulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan.

Peubah yang diamati adalah :

1. Rata-rata masa inkubasi: yaitu rata-rata periode hari setelah buah dipanen sampai munculnya gejala

40

2. Rata-rata diameter gejala: diameter gejala diukur pada tujuh hari setelah panen. 3. Rata-rata persentase gejala (%); persentase gejala merupakan luasnya gejala

pada permukaan buah, diukur pada hari ketujuh. 4. Keparahan Penyakit (%);

Penghitungan Keparahan Penyakit , dihitung berdasarkan rumus:

% 100 ) ( 0 1 x NxZ xv n KP i i

= = KP : keparahan penyakit

ni : jumlah buah tiap kelas luas gejala Vi : nilai skor tiap kelas luas gejala N : jumlah buah yang diamati

Z : nilai skor kelas luas gejala tertinggi

Skor luas persen gejala pada permukaan buah (Suryaningsih 1991) yaitu; 0 = tidak ada gejala

1 = gejala awal sampai 19% 2 = 20 – 39% gejala

3 = 40 – 59% gejala 4 = 60 – 79% gejala 5 = 80 – 100% gejala

Tingkat ketahanan tanaman dikelompokkan dalam lima empat kelas ketahanan mengikuti kriteria Suryaningsih (1991):

Tabel 7 Pengelompokan kelas ketahanan pepaya terhadap antraknosa berdasarkan tingkat keparahan penyakit

Kelas Nilai kelas Keparahan penyakit (%)

1 Tahan 0 ≤ x ≥ 20

2 Agak Tahan 21 ≤ x ≥ 40

3 Agak Rentan 41 ≤ x ≥ 60

4 Rentan x ≥ 61

Penapisan dengan Infeksi Buatan di Laboratorium

Genotipe pepaya yang digunakan dalam penapisan dengan infeksi buatan di Laboratorium dilakulan pada lima genotipe pepaya yaitu; IPB1, IPB 10, STR64, IPB5 dan PB000174. Genotipe IPB6 dan PB000201 tidak digunakan dalam penapisan di laboratorium karena genotipe IPB6 buahnya sedikit sehingga

41

tidak diperoleh sampel buah yang akan digunakan, sedangkan PB00201 termasuk genotipe rentan, warna buah kuning dan ukurun buah pada satu tanaman tidak seragam.

Penapisan di laboratorium terdiri atas pengujian karakter ketahanan dengan melakukan inokulasi buatan. Metode inokulasi yang dilakukan adalah 1) Metode inokulasi penempelan biakan dan pelukaan jaringan (TP). Buah pepaya yang akan diinokulasi dilukai dengan menggunakan jarum suntik steril pada empat titik pada permukaan buah. Potongan biakan cendawan berukuran diameter 0.4 cm. Kemudian ditempelkan pada permukaan buah tersebut. 2) Metode inokulasi penempelan biakan tanpa pelukaan jaringan (TL). Kedua metode ini dipilih karena pengamatan yang akan dilakukan adalah masa inkubasi dan diameter gejala. Pengukuran diameter gejala lebih mudah apabila kita menggunakan kedua metode tersebut.

Pengambilan buah-buah pepaya dilakukan sebanyak 4 kali. Setiap aksesi terdiri dari 5-10 tanaman. Paling sedikit diambil tiga buah dari setiap tanaman. Buah diinokulasi pada 4 tempat dengan cara dilukai dan tanpa dilukai kemudian ditempel dengan inokulum yang berdiameter 0.4 cm (106 spora/ml).

Peubah yang diamati adalah:

1. Rata-rata masa inkubasi: yaitu rata-rata periode hari setelah buah inokulasi sampai munculnya gejala.

2. Rata-rata diameter gejala: diameter gejala diukur pada tujuh hari setelah inokulasi.

Analisis Data

Model linier aditif, analisis ragam dan harapan kuadrat tengah untuk tiap karakter yang diamati pada semua percobaan disusun mengikuti Steel dan Torrie (1980).

Model linier aditif untuk percobaan I ini adalah sebagai berikut: ij

j i

ij u G

Y =μ+ + +ε ………(1)

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-j µ = nilai tengah umum

Ui = Pengaruh ulangan ke-i Gj = Pengaruh genotipe ke-j

42

ij

ε = Pengaruh acak pada genotipe ke-j ulangan ke-i

Berdasarkan model linier aditif di atas, pada Tabel 8 disajikan bentuk analisis ragam disertai harapan kuadrat tengahnya, dengan anggapan genotipe berpengaruh acak.

Tabel 8 Analisis ragam model acak disertai harapan kuadrat tengah untuk percobaan tahap II

Sumber Keragaman Db KT E(KT) Fhitung

Ulangan Genotipe Galat (r-1) (g-1) (r-1)(g-1) - S T - 2 2 G E σ + 2 E σ - S/T -

Db : derajat bebas g : jumlah genotipe KT : kuadrat tengah r : jumlah ulangan E(KT) : harapan kuadrat tengah

Terhadap data semua karakter yang diamati pada percobaan tahap I, baik yang menyebar normal maupun tidak, dilakukan analisis perbedaan nilai tengah antar kelompok skor menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) tiap dua nilai tengah, dengan memperhatikan kesamaan ragamnya (Steel dan Torrie, 1980).

Hasil dan Pembahasan Penapisan dengan Infeksi Alami dari Lapangan

Hasil evaluasi ketahanan di lapangan menunjukkan bahwa ketujuh genotipe menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah masa inkubasi, diameter gejala, pesentase gejala dan keparahan penyakit. Pada Tabel 9 terlihat bahwa semua geotipe pepaya terinfeksi patogen antraknosa secara alami dari lapangan.

Gejala antraknosa pada buah pepaya muncul antara 4.33 sampai 8.93 hari setelah panen. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat di lapang sebenarnya buah telah terinfeksi, dan dengan adanya gejala yang bersifat laten maka, setelah di panen dan buah masak, gejala baru muncul. Ketahanan pepaya terhadap antraknosa dapat dikelompokkan berdasarkan peubah masa inkubasi, persentase gejala dan tingkat keparahan penyakit. Tabel 9 menunjukkan bahwa diperoleh dua genotipe yang agak tahan yaitu PB000174 dan IPB6, satu genotipe agak

43

rentan yaitu IPB1 serta empat genotipe rentan yaitu IPB 5, IPB10, STR64 dan PB000201).

Tabel 9 Penapisan ketahanan tujuh genotipe pepaya terhadap penyakit antraknosa dengan infeksi alami dari lapangan

Genotipe Masa inkubasi (hari) Diameter gejala (cm) Persentas gejala (%) Keparahan penyakit (%) Kelas Ketahanan

Dokumen terkait