• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2 Peta Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat

2. Penataan Hutan dengan Metode Overlay Konvensional

Langkah-langkah yang dibutuhkan dalam penataan Hutan Gunung Walat secara manual adalah sebagai berikut :

a) Menampilkan dan Mengolah Theme yang Terpilih 1) Menampilkan theme yang terpilih

(i) Aktifkan software Arcview versi 3.2

(ii) Pada tampilan dari Arcview, setelah membuka View klik menu yang dilanjutkan dengan memilh “file” pilih “extension” (3D Analyst, Spatial Analyst, dan Xtools)

(iii) Mengklik menu “ file” dan “add theme”.

(iv) Kemudian mengklik tema yang akan ditampilkan. Misalkan tema “jenis tanah”.

(v) Melakukan edit legenda dengan cara klik ganda tema jenis tanah atau dengan memilih “Theme” pilih “edit legend” lalu muncul legend editor. (vi) Pilih legend type “unique value” dan pilih “values field”-nya dengan

“tanah” lalu pilih untuk color schemesnya.

(vii) Langkah selanjutnya klik Apply, kemudian tutup legend editor.

(viii) Lakukan langkah-langkah tersebut di atas pada theme yang lain yang ingin ditampilkan. - 3D Analyst - Spatial Analyst - Xtools extension File Jenis_tanah.shp Add Theme

Gambar 7 Langkah-langkah Menampilkan Tema (Theme) 2) Mengolah theme yang terpilih

(i)Kelas Lereng

• Untuk membuat kelas lereng dibutuhkan data kontur dari peta rupa bumi. Cara untuk menampilkan data kontur tersebut ada pada butir a di atas. • Selanjutnya data/layer kontur yang akan diolah menjadi layer kelas lereng

• Untuk melakukan proses pengkelasan lereng dilakukan analisis tabular dan ekspresi logis yaitu query dan calculate

• Pengkelasan lereng disesuaikan dengan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Surface Create TIN from Features Derrive Slope

Analysis Reclassify

Gambar 8 Langkah-langkah Membuat Kelas Lereng (ii) Kelas Tanah

Setelah jenis tanah di tampilkan dalam bentuk layer jenis tanah dilakukan proses pengkelasan berdasarkan kepekaannya yang diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

(iii) Kelas Intensitas Curah Hujan

Proses untuk kelas intensitas curah hujan sama halnya pada proses kelas tanah dimana pengkelasannya diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Beberapa data proses dan data turunan yang akan diterapkan untuk Penataan Hutan menggunakan perangkat lunak aplikasi SIG ArcView dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data Proses dan Data Turunan untuk Penataan Hutan

Data Dasar :

Peta Tanah klasifkasi Peta Kelas Tanah (KT) Tabel Intensitas Curah

Hujan Harian (ICHH) interpolasi Peta ICHH Peta Kontur Create TIN, derive

slope,dan klasifikasi Peta kelas Lereng (KL) Data Tambahan:

Peta tutupan lahan

Peta sungai buffer Peta sempadan sungai Peta situ buffer Peta sempadan situ Peta Jalan buffer Peta sempadan jalan

b) Manipulasi Data

Penatagunaan hutan dengan bantuan SIG, agar dapat diproses menggunakan komputer dimana terlebih dahulu dibuat pangkalan data (basis data) unsur-unsur dalam skoring yaitu kelerengan lapangan, jenis tanah dan intensitas curah hujan. Pelaksanaan skoring mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, dengan kriteria sebagai berikut :

1) Kelas Lereng

Kelas Lereng diperoleh dari peta rupa bumi (RBI) dijital skala 1 : 50.000. Kelas-kelas slope dibuat sesuai SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Kelerengan Lapangan Kelas

(CKL) Lereng (%) Keterangan Skor*

) 1 0-8 Datar 20 2 8-15 Landai 40 3 15-25 Agak Curam 60 4 25-40 Curam 80 5 > 40 Sangat Curam 100 *) CKL xBobot (20) 2) Jenis Tanah

Peta kelas kepekaan tanah yang diturunkan dari peta jenis tanah dijital yang mempunyai tingkat kedalaman setara dengan peta skala 1 : 250.000. Peta kelas tanah ini dikelompokkan berdasarkan tingkat kepekaannya sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Jenis Tanah Kelas

(CJT) Jenis Tanah Keterangan Skor

*)

1 Aluvial, Tanah Glei, Planosol,

Hidromorf Kelabu, Laterit Air Tanah Tidak Peka

15

2 Latosol Agak Peka 30

3 Tanah Hutan Coklat, Non Calcis Coklat, Mediteran

Kurang Peka

45 4 Andosol, Laterits, Grumosol, Podsol,

Podsolik Peka

60 5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 75 *) CJT xBobot (15)

3) Intensitas Curah Hujan

Data curah hujan harian diperoleh dari stasiun klimatologi yang terdekat dengan lokasi hutan yaitu stasiun pengukuran di kecamatan Cibadak. Intensitas curah hujan harian adalah jumlah curah hujan dalam mm (milimeter) setahun dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun. Intensitas Curah Hujan Harian diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan Harian (ICHH) Kelas

(CCH)

Intensitas Curah Hujan

Harian (mm/thn) Keterangan Skor

*) 1 > 13,6 Sangat Rendah 10 2 13,6 – 20,7 Rendah 20 3 20,7 – 27,7 Sedang 30 4 27,7 – 34,8 Tinggi 40 5 > 34,8 Sangat Tinggi 50 *) CCH xBobot (10) c) Analisis Data

Setelah semua data dimasukkan dan dalam bentuk data digital, selanjutnya dengan perangkat lunak aplikasi SIG ArcView dilakukan :

1) Operasi spasial “Identity” yaitu dengan meng-overlay-kan secara bertahap semua data dasar turunan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Kemudian hasil overlay tersebut di-overlay-kan kembali dengan data tambahan (Tabel 1) sehingga menghasilkan peta tataguna hutan . Tahapan-tahapan dalam melakukan analisis overlay sebagai berikut :

(i) Aktifkan theme yang akan ditumpangtindihkan (overlay)

(ii) Klik menu “Xtools” pilih “Identity”, muncul “Identity! Select Input Theme” (iii) Pilih theme yang akan di identity (input), misalkan “kelas lereng. shp.” klik

OK

(iv) Kemudian pilih field yang akan di identity lalu klik OK

(v) Perintah selanjutnya pilih overlay theme-nya dengan theme yang akan di tumpangtindihkan. Misalkan “kelas tanah. shp”, klik OK

(vi) Kemudian pilih field yang akan di identity lalu klik OK

2) Operasi Spasial “Buffering” dimana untuk data/layer sungai, mata air, dan situ dilakukan proses buffer. Buffer adalah suatu wilayah (zone) dari suatu jarak tertentu di sekitar tentitas fisik seperti titik, garis dan polygon. Langkah-langkah untuk membuat buffer adalah :

(i) Aktifkan theme yang akan dibuat buffer.

(ii) Selanjutnya klik file pilih extention lalu aktifkan geoprocessing dengan cara memberi checklist pada bagian kiri.

(iii) Klik “Theme” lalu pilih create buffer lalu akan muncul tampilan pilih the feature of a theme misalkan “Peta_Sungai. shp”.

(iv) Dilanjutkan dengan klik next dan distance unit area meter lalu klik next kemudian finish.

(v) Untuk “distance unit area meter” pada data/layer sungai, mata air, dan situ berbeda dimana diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 Buffer

3) Analisis Pembobotan (Skoring) yaitu bobot yang akan diberikan untuk kelas lereng, kelas tanah, dan kelas intensitas curah hujan. Bobot yang diberikan

untuk ketiga kelas tersebut sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria Tata Cara Penetapan Hutan Lindung yakni 20, 15, dan 10. Nilai skor adalah Penjumlahan nilai dari ketiga faktor (kelerengan lapangan, jenis tanah, dan itensitas hujan) dari wilayah yang bersangkutan. Adapun penentuan Nilai Skornya yaitu berdasarkan rumus berikut :

NS = SCKL + SCJT + SCCH

Keterangan :

NS = Nilai Skor

SCKL = Skor Kelerengan Lapangan SCJT = Skor Jenis Tanah

SCCH = Skor Intensitas Curah Hujan

Skor yang sudah terbentuk dari operasi kalkulasi dievaluasi sesuai dengan ketentuan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. Untuk nilai skor dan penetapan fungsi hutan dari hasil overlay seperti ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Field dari Tabel Atribut Data Atribut Hasil Overlay

unit area kls_lereng kls_tanah kls_ch tot_skor fungsi_hutan

A1 X1 1 3 2 85 HP

A2 X2 2 4 3 130 HPT

A3 X3 4 5 3 185 HL

Keterangan :

Nilai Skor = (20 x Kelas Lereng) + (15 x Kelas Jenis Tanah) + (10 x Kelas ICHH)

Tot_skor = Nilai Skor

130 = (20 x 2) + (15 x 4) + (10 x 3) A = Kode Unit Poligon Tertentu X = Luas Suatu Poligon

HP = Hutan Produksi HL = Hutan Lindung

HPT = Hutan Produksi Terbatas

Penentuan fungsi hutan mengacu kepada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980, yaitu :

• Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≤ 124 termasuk dalam kriteria hutan produksi tetap.

• Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor 125 ≤ Nilai Skor < 175 termasuk dalam kriteria hutan produksi terbatas.

• Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≥ 175 termasuk Hutan Lindung

Selain kriteria di atas, dalam kegiatan penataan hutan diperlukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan 3 kriteria fungsi hutan, yaitu :

1) Kawasan Lindung

Suatu areal perlu ditetapkan menjadi kawasan lindung jika memenuhi salah satu atau beberapa syarat (pertimbangan non-matematis) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung dan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung sebagai berikut:

(i) Hutan Lindung

Menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, bahwa hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat–sifat fisik wilayahnya, perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidro-orologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik di dalam kawasan hutan yang dipengaruhinya. Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Berikut kriteria dalam penetapan hutan lindung :

• Skoring faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, dan curah hujan lebih dari sama dengan 175

• Mempunyai lereng lapangan lebih dari 40%.

• Tanah sangat peka terhadap erosi (kelas 5) dengan lereng lapangan lebih dari 15%.

• Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air tersebut.

• Mempunyai ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut (ii) Kawasan Resapan Air

(iii) Sempadan Pantai (100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat) (iv) Sempadan Sungai, yaitu memiliki ukuran minimal 100 meter di kanan-kiri

sungai besar, minimal 50 meter kanan-kiri sungai kecil (v) Kawasan Sekitar Danau/Waduk (lebar sempadan 100 m) (vi) Kawasan Bergambut

(vii) Kawasan Rawan Bencana Alam

(viii) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya 2) Hutan Produksi

Menurut SK Menteri Pertanian No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi, hutan produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan yang berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan ekspor. Karena keadaan fisik lahannya, hutan produksi dapat dibagi menjadi hutan produksi dengan penebangan terbatas dan hutan produksi tetap.

Maksud dari hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Sedangkan hutan produksi tetap ialah hutan yang dapat dieksploitasi dengan tebang pilih maupun tebang habis. Berdasarkan perhitungan matematis (skoring) yang mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980, menyatakan bahwa hutan produksi tetap adalah areal yang memiliki nilai skor kurang dari 125. Untuk hutan produksi terbatas, adalah areal yang memiliki nilai skor lebih dari sama dengan 125 tetapi kurang dari 175.

Pertimbangan non-matematis dalam penetapan hutan produksi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi adalah :

(i) Keadaan fisik areal hutan memungkinkan untuk dilakukan eksploitasi secara ekonomis.

(ii) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai hutan poduksi. (iii) Hutan produksi dapat berupa areal kosong atau tidak bertegakan hutan,

namun dapat dikembangkan sebagai hutan poduksi.

(iv) Penetapan sebagai hutan produksi tidak merugikan dari segi ekologi atau lingkungan hidup.

e) Zonasi

Zonasi adalah pengelompokan secara spasial berdasarkan kriteria tertentu. Biasanya zonasi dilakukan berdasarkan tingkat homogenitas suatu daerah. Zonasi dilakukan setelah kegiatan penentuan fungsi hutan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan penataan ruang. Berikut contoh matrix zonasi yang akan dilakukan dalam kegiatan penataan ruang sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Contoh Matrix Zonasi dalam Penataan Ruang

Buffer Fungsi Hutan Jalan dan Kampung (Km) Sungai (m) Jenis

Vegetasi Tutupan Lahan Arahan Penggunaan

< 50 < 0,5 > 50 < 50 HL > 0,5 > 50 < 50 < 0,5 > 50 < 50 HP > 0,5 > 50 < 50 < 0,5 > 50 < 50 HPT > 0,5 > 50

Dokumen terkait