BAB IV HASIL PENELITIAN
B. Penataan Lingkungan Sosial
1) Penataan Lingkungan Sosial Internal
Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan mereka mampu berkomunikasi secara efektif. Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi efektif ini,juga karena mereka mampu membaca dunia anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran dan kebutuhan).
Komunikasi efektif ini juga dapat bermanfaat saat anak menanyakan masalah gaib yang harus dijawab oleh orang tua dengan jawaban yang tidak berbelit-belit. Disisi lain keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak dengan memberikan dan membentengi bahwasanya Allah adalah Esa, Dia-lah yang berhak disembah, dan Allah selalu melihat kita. Dia selalu meyertai kita dimana pun kita berada, dan tidak satu pun yang menyerupai Dia.
Penataan lingkungan sosial internal juga dapat dilakukan dengan menciptakan suasana rumah yang kondusif. Untuk mencapai situasi dan suasana rumah yang tentram, damai dan menyenangkan diperlukan adanya sikap yang dijalankan aturan komunikasi yang wajar di antara sesama anggota keluarga di dalamnya. Toleransi dan
saling pengertian di antara sesama anggota keluarga akan memupuk kerja sama yang baik di antara anggota keluarga.29
2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal
Penataan lingkungan sosial eksternal dapat dilakukan orang tua dengan mengupayakan anak-anak untuk mengaji dan belajar ilmu agama di mesjid.30 Di sisi lain, penataan lingkungan sosial eksternal juga dapat dilakukan orang tua dalam hal memilihkan lingkungan sosial yang baik untuk anak, memilihkan teman-teman belajar, dan lain-lain.31
c. Dialog-dialog Keluarga
Dialog-dialog yang dilakukan dalam keluarga penuh dengan suasana demokratis, peringatan-peringatan terhadap anak-anaknya disampaikan dengan bijak, sehingga dengan penuh sadar dan kepercayaan diri, anak akan mematuhinya.
Mengemukakan pendapat bagi anak merupakan suatu keharusan, karena merangsang suatu tindakan logis agar anak mampu mengemukakan pendapat dengan baik dan benar.32
d. Kontrol Orang Tua Terhadap Perilaku Anak
Perilaku anak memperoleh prioritas kontrol orang tua. Kontrol yang diberikan bersifat mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan sehingga anak berperilaku taat walaupun orang tua mereka sedang tidak berada dirumah. Kontrol ini ditunjukkan dalam tindakan mereka agar anak-anaknya selektif dalam memilih dan bergaul.
2929 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan,…, h. 199-200
30 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1998), h. 79
31 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan Anak Secara Islami, (Jakarta: Media Grafika, 2007), h. 37
32 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.240
Dalam pandangan Islam tujuan pendidikan pada anak usia dini adalah memelihara, membantu pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia yang dimiliki anak. Salah satu fitrah yang dimiliki anak adalah fitrah ber-Tuhan. Inilah tujuan dari pendidikan yang diberikan kepada anak sejak usia dini, agar dapat mengembangkan fitrah ber-Tuhan yang sudah dibawa anak sejak lahir. Tugas ini diembankan kepada orang tua sebagai orang dan lingkungan pertama yang mengasuh dan mendidik anak. 33
Hal ini memberikan petunjuk penting bahwa kewajiban utama orang tua terhadap anak-anaknya adalah tertanamnya dalam sanubarinya, sehingga tidak ada lagi yang di sembah melainkan Allah Ta‟ala. Berikut adalah cara menanamkan pendidikan akidah kepada anak yaitu:
1. Dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan Allah. Terkait hal ini para orang tua sebetulnya tidak perlu bingung atau kehabisan cerita atau kisah. Karena Al Qur‟an mempunyai banyak kisah inspiratif yang semuanya menanampak nilai-nilai ketauhidan. Akan tetapi ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai orang tua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur‟an.
Jika kita sebagai orang tua tidak memahaminya, bisa dengan membeli buku-buku kisah Al-Qur‟an. Jadi sebaiknya sebagai orang tua tidak membelikan anak-anaknya buku cerita yang tidak ada kaitannya dengan kisah-kisah Nabi dan Rasl dan yang tidak mengandung nilai-nilai akidah.34
2. Mengajak anak untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Aktualisasi ini bisa dengan mengajak anak untuk sholat. Sebab selain mengajak orang tua harus melakukan kontrol akidah terhadap anak-anaknya. Terlebih
33 Susiba, “Pendidikan Akidah Bagi Anak Usia Dini, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam”, Vol.
4, No. 2, Juli – Desember 2018, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Indonesia, h. 167
34 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.200
pengaruh budaya saat ini, seringkali menggelincirkan anak-anak pada praktik kehidupan yang mendangkalkan akidah. 35
Dengan demikian, sejatinya tugas orang tua dalam masalah akidah tidaklah mudah.
Dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam Islam sudah diatur secara terperinci mengenai hal-hal yang dapat dilakukan agar orang tua dapat menanamkan dengan baik kepada putra putri mereka. Misalnya sejak dari mencari jodoh, banyak hadis Nabi yang menyebutkan faktor utama yang dilihat pada calon hidup kita adalah agamanya.36 Ini semua adalah dalam rangka untuk menciptakan keluarga yang selalu berpegang teguh pada nya. Banyak metode yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya, di antaranya:
1. Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis dalam keluarga. Karena ini akan menjadi contoh bagi anak, karena anak memiliki sifat peniru terhadap orang disekitarnya.
2. Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata yang lembut, dan bertingkah laku positif.
3. Membiasakan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah, seperti ketika bersin membaca Alhamdulillah, memulai aktifitas membaca Basmalah.
4. Membudayakan shalat berjamaah dalam keluarga, tarawih bersama di bulan Ramadhan, tadarus, dan sebagainya.
5. Memberi kesan positif terhadap Allah, misalnya Allah punya sifat Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan sebagainya.
35 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.200
36 Susiba, “Pendidikan Akidah Bagi,…, h. 169
6. Kreatif dan terus belajar sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua jangan merasa bosan dengan pertanyaan anak. Jawablah pertanyaan anak dengan bijaksana37
B. Akidah 1. Pengertian
Akidah berasal dari kata ًةَذِقاَع اًذْقَع وُذِقْعَي َذَق َع yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk ًةَذِقاَع berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan antara اًذْقَع dengan ًةَذِقاَع adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Makna secara terminologi adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikit pun dengan keragu-raguan. Dalam pengertian lain, adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaaran itu.38
Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran Islam. Ia ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Bila akidah seseorang rusak, maka rusak pula seluruh bangunan Islam yang ada di dalam dirinya. Bila akidahnya runtuh, runtuh pula seluruh bangunan keislamannya. Bahkan bagian-bagian Islam yang berupa syari‟at, mu‟amalah, dan akhlak tak mungkin dapat ditegakkan dalam masyarakat muslim sebelum akidah mereka lurus dan mengakar kuat di hati sanubari. Akidah sangat menentukan tegakknya syari‟at Islam dan akhlak kaum muslimin. 39
37 Susiba, Pendidikan Akidah Bagi Anak Usia Dini, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 4, No. 2, Juli – Desember 2018, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Indonesia, h. 170
38Sudirman, Pilar-Pilar Islam,…, h. 7-8
39 Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah, (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2006), h. Ix
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami akidah secara lebih tepat dan jelas yaitu:
1. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang dimilikinya. Indra dan akal digunakan untuk mencari dan menguji kebenaran, seangkan wahyu menjadi pedoman untuk menentukan mana yang abik dan mana yang buruk. Dalam berakidah hendaknya manusia menempatkan fungsi mansing-masing alat tersebut pada posisi yang sebenarnya.
2. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan keraguan. Oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati setelah mengetahui dalil-dalilnya.
3. Akidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang meyakininya. Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriyah dan bathiniah. Pertentangan antara kedua hal tersebut akan melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini akan mendatangkan kegelisahan.
4. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya ia harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya.
Dengan demikian, akidah itu merupakan keimanan atau kepercayaan dan sebagai organ tubuh yang berdiri tegak diatas syari‟at Islam. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Nasiruddin Razak yang menyatakan bahwa akidah masalah fundamental dalam Islam dan ia merupakan titik tolak permulaan muslim. Sebaliknya tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seorang itulah yang dapat menerangkan
bahwa oarng itu memiliki akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki.40 Pengertian keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara yaitu :
a. Ma‟arif kepada Allah
b. Ma‟arif dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini c. Ma‟arif dengan kitab-kitab Allah
d. Ma‟arif dengan nabi-nabi serta rosul Allah e. Ma‟arif dengan hari akhir
f. Ma‟arif kepada taqdir ( qodho dan qodar ).41
Jika diperhatikan dengan seksama dan uraian tentang pengertian ًةَذِقاَع dapat dipahami secara mendalam, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya menurut bahasa adalah bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia ًةَذِقاَع dapat diartikan sengan tali pengikat/pembuhul sesuatu dengan yang lain, sehingga bersatu menjadi satu dengan yang lain. Jika masih bisa dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada nya.42
Dalam konteks Islam, ًةَذِقاَع berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam jagat ini. Selain itu ًةَذِقاَع juga diartikan sebagai komitmen dengan Allah itu terikat kuat, tangguh, dan rapat, tidak longgar, dan renggang, sehingga kekuatannya diyakini dan tidak diragukan. Dengan demikian ikatan itu tidak mudah tanggal betapapun kuatnya angin tipu daya dan rayuan penganut kesesatan. Adanya Allah merupakan wujud yang riil dan dapat dirasakan oleh manusia. Wujud bukan berarti
40 Nasiruddin Razak, Dienul Islam, (Pt. Al-Ma‟arif, Bandung,) h. 120.
41 Sayid Sabiq, Aqidah Islam, Terj. Moh. Abadai Rathomy, (Bandung,: Cv Diponegoro, 1974), h.16
42 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pemdidikan Akidah Anak Usia Dini, (Bukittinggi: Amelia Surabay, 2005), h. 53
punya bentuk, melainkan wujud berarti adanya Allah. Bagi orang Islam, maka meyakininya merupakan akidah.
Bahkan kekuatan keyakinan terhadap yang ada walaupun tidak tampak. Termasuk dalam makna yang sama adalah meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah yang wajib di sembah.43 Komitmen ketuhanan kepada Allah ini pada dasarnya terjadi karena adanya keyakinan kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dan Pencipta alam ini.
Kepercayaan seperti inilah yang disebut dengan iman. Jadi sebenarnya antara iman dan tidaklah sama, meskipun keduanya sulit dibedakan. Terjadinya ikatan dan pautan hati manusia kepada Allah adalah karena kepercayaan batinnya atas kebenaran dan kemahakuasaan Allah. Keimanan seperti ini lahir setelah ada keputusan dan ketetapan hati terhadap keesaan (tauhid) Allah. 44
2. Hal-Hal Yang Merusak Akidah
Orang mukmin bisa menjadi kafir dengan melakukan hal-hal yang tertera di bawah ini:
a. Dalam I‟tiqad (Kufur I‟tiqadi)45 1) Syak (ragu) atas adanya Allah
2) Syak (ragu) atas kerasulan Nabi Muhammad SAW 3) Syak (ragu) bahwa Al-Qur‟an itu wahyu Allah
4) Syak (ragu) bahwa aka nada hari kiamat, hari akhir, surga, neraka, dan lain-lain.
5) Menghalalkan perbuatan haram yang telah disepakati ulama Islam,umpanya meyakini bahwa zina, tidak berpuasa Ramadhan dan membunuh orang itu boleh baginya dan sebagainya
43 Wage, “Aqidah Dan Budaya,…, h. 337
44 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan,…, h. 53
45 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 25
6) Mengharamkan perbuatan yang dibolehkan dan sudah disepakati ulama Islam, umpamanya nikah haram baginya, makan-minum haram baginya dan sebagainya 7) Meniadakan suatu amalan ibadat wajib yang telah disepakati ulama Islam,
seperti salat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan sebagainya 8) Mendustakan rasul-rasul Allah
9) Meyakini adanya nabi sesudah Nabi Muhammad SAW dan mengaku menjadi nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.
b. Dalam Amalan (Kufur „Amali)
1) Sujud kepada berhala, matahari, dan lain-lain46
2) Menghina kitab-kitab suci baik dengan lisan ataupun perbuatan 3) Menghina nabi-nabi dan rasul-rasul dengan lisan atau perbuatan 4) Mengejek agama atau Allah dengan lisan atau tulisan, dan lain-lain.
c. Dalam perkataan (Kufur Qauli)
1) Mengucapkan “Hai, Kafir” kepada orang Islam 2) Menghina nama-nama Allah
3) Mengejek hari akhirat, surga, dan neraka
4) Mengejek salah satu syariat agama Islam, mislanya salat, ibadah haji, tawaf, sai dan lain-lain
5) Mengejek malaikat-malaikat 6) Mengejek nabi-nabi
7) Mengejek keluarga Nabi Muhammad SAW 8) Mengejek Nabi Muhammad SAW, dan lain-lain.
3. Implementasi Akidah dalam Perilaku Manusia
46 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama,…, h. 26
Akidah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan seseorang, karena:47 a. Tanpa yang benar, seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai
prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkan dirinya dari jalan hidup kebahagiaan.
b. Tanpa yang lurus, seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan.
Oleh karena itu, ًةَذِقاَع sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Beberapa implementasi akidah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain:
a. Akidah dalam individu
Implementasi akidah dalam individu berupa perwujudan enam rukun iman dalam kehidupan manusia. Contoh penerapannya adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Contohnya, merenungkan kekuasaan Allah swt, berbuat kebaikan karena tiap gerakan kita diawasi Allah dan malaikat, mengamalkan ayat- ayat Al Quran, menjalani risalah nabi, dan bertindak penuh perhitungan agar tidak terjadi kesalahan, serta berikhtiar sebelum bertawakal.
Kemampuan berakidah pada diri sendiri akan membuat hubungan kita dengan Allah dan manusia lain menjadi lebih baik.48
b. Akidah dalam keluarga
Akidah dalam berkeluarga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan saling menyayangi sesuai dengan ajaran islam. Contoh implementasi dalam keluarga adalah shalat berjamaah yang dipimpin oleh ayah, dan berdoa sebelum melakukan sesuatu.
47 Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung : Cv Diponegoro, 1974), h.20
48 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 30
c. Akidah dalam kehidupan bermasyarakat
Akidah sangat penting dalam hidup bermasyarakat karena dapat menjaga hubungan dengan manusia lain. Hal ini bisa diwujudkan dengan berbagai cara, antara lain dengan saling menghargai satu sama lain sehingga tercipta suatu masyarakat yang tentram dan harmonis. Contoh implementasi akidah dalam kehidupan bermasyarakat adalah tolong menolong, toleransi, musyawarah, bersikap adil, menyadari bahwa derajat manusia itu sama di depan Allah swt dan pembedanya adalah nilai ketakwaannya.
d. Akidah dalam kehidupan bernegara
Setelah tercipta suatu masyarakat, maka akan muncul kehidupan bernegara yang lebih baik dengan masyarakatnya yang baik pada negara itu sendiri. Tak perlu lagi menjual tenaga rakyat ke negara lain karena rakyatnya sudah memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang tinggi berkat penerapan yang benar. Apabila hal ini terlaksana dengan baik, maka negara tersebut akan memperoleh kehidupan yang baik pula dan semua warganya akan hidup layak dan sejahtera.49
e. Akidah dalam pemerintahan
Implementasi akidah yang terakhir adalah implementasi akidah terhadap pemerintahan yang dapat membuahkan hasil yang bagus untuk rakyat dan negaranya. Contohnya saat menyelesaikan sebuah masalah pemerintahan. Dalam menyelesaikan masalah pemerintahan, semuanya disandarkan pada ketetapan Alqur'an dan hadist. Apabila permasalahan tersebut tidak memiliki penyelesaian yang pasti dalam Al-qur'an dan hadist, maka akan dibuat keputusan bersama yang berasaskan kedua sumber ajaran tersebut. Segala keputusan yang didasarkan pada
49 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama…, h.35
Al-Quran dan Hadist adalah benar dan diridhoi Allah. Dengan begitu, nantinya akan dihasilkan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang insyaallah juga akan diridhoi Allah SWT.
Penyimpangan pada akidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akhirat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
a. Tidak menguasainya pemahaman akidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang akidah yang benar.
b. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak akidah yang benar.
c. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
d. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah.
Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 :
Artinya: Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
e. Pendidikan di dalam rumah tangga
Banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan dalam sabdanya:
َرِّصَنُي ْوَأ ِوِن اَسِّخَمُي ْوَأِهِناَدِّىَهُي ُهاَىَبَأَف ،ِةَرْطِفلا ىَلَعْ ُذَلىُيٍدْىًلْىَم ُّلُك ِوِنا
Artinya: Setiap anak yang dilahirkan, dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi (HR.
Al-Bukhari)
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Akidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat. Jika tiap orang mampu mengimplementasikan akidah dalam semua aspek kehidupan, maka akan terwujud kehidupan yang baik pula, baik untuk diri sendiri, keluarganya, masyarakat disekitarnya maupun bagi bangsa dan negaranya.
4. Faktor Yang Membentuk Akidah Manusia
Dalam pandangan Islam, pembinaan sangat erat kaitannya dengan pembinaan akidah seorang manusia. Karena jika seorang manusia itu benar dan tertanam secara
kuat dalam dirinya, niscaya itu bisa mempengaruhi tingkah laku dan akhlak secara lahiriah.
Akidah sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seseorang manusia adalah akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Artinya jika seorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu sebaliknya, jika akidahnya rusak maka akhlaknya pun akan salah.
Pembentukan akidah ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa pembentukan akidah adalah hasil dari usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengna cara dan pendekatan yang tepat. Cara lain dapat dilakukan dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara berkesinambungan.
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.50 Akan tetapi berbeda dengan pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina
50 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002), Cet, Iv, h. 5-7
secara intensif melalui berbagai metode. Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari surat an-Nahl ayat, 78
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Cara mencapai akidah yang baik adalah:
1. Berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah nabi SAW
1. Berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah nabi SAW